Anda di halaman 1dari 22

AKNE

1. Definisi
Akne adalah penyakit peradangan kronis pada folikel pilosebasea, ditandai dengan
adanya lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan kista di tempat
predileksi. Kadang-kadang terdapat rasa gatal ringan. Akne yang sembuh dapat
meninggalkan sekuele berupa makula hiper/hipopigmentasi atau jaringan parut
hiper/hipotrofi.

2. Kriteria Diagnostik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik: terutama mengenai usia remaja, namun dapat juga
terjadi pada usia prepubertal (neonatus, bayi, anak) atau pasca pubertas (dewasa).
a. Predileksi akne adalah wajah, leher, bahu, lengan atas, dada dan punggung,
meskipun akne dapat timbul di daerah kulit lain yang mengandung kelenjar
sebasea misalnya paha dan bokong.
b. Efloresensi: komedo (hitam dan putih), papul, pustul, nodus dan kista.
c. Jenis: akne vulgaris, akne venenata, akne fisik.
d. Gradasi keparahan (ringan, sedang dan berat) (Lehman et al, 2002)
I. Akne gradasi ringan: komedo <20 atau lesi inflamasi <15, total lesi
<30.
II. Akne gradasi sedang: komedo 20-100, atau lesi inflamasi 15-50 atau
total lesi 30-125
III. Akne gradasi berat: kista >5 atau komedo >100 atau lesi inflamasi >50
atau total lesi >125.

3. Penatalaksanaan
a. Derajat ringan
Hanya obat topikal tanpa obat oral.
 Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida, atau
kombinasi. Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
 Lini 2: asam azelaik 20%
 Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat +
antibiotik topical
 Evaluasi: setiap 6-8 minggu
b. Derajat sedang
Penatalaksanaan dengan obat topikal dan oral.
 Lini 1:
Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
Oral: doksisiklin 50-100 mg. Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-
1000 mg/hari11
 Lini 2/3:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat atau kortikosteroid intralesi.
Oral: antibiotik lainnya. Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000
mg/hari
Evaluasi setiap 6-8 minggu
c. Derajat berat
 Lini 1:
Topikal: antibiotik. Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke
2-4 250 mg). Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari11
 Lini 2:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi. Ibu
hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
Oral: Wanita: anti androgen. Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-
1 mg/kgBB/hari. Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
 Lini 3:
Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi. Ibu
hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
Oral: Wanita: isotretinoin oral. Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-
1000 mg/hari.

4. Edukasi
a. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
b. Perawatan kulit termasuk ekstraksi komedo dan penggunaan kosmetik
5. Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
c. Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam
d. Quo ad functionam : dubia ad bonam
e. Perempuan pre-pubertas dengan akne komedonal dan wanita dengan kadar
DHEAS yang tinggi merupakan prediktor akne nodulokistik berat atau jangka
panjang.
SKABIES

1. Definisi
Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei var. hominis.

2. Kriteria Diagnostik
Diagnosis perkiraan (presumtif) apabila ditemukan trias:
i. Lesi kulit pada daerah predileksi. Lesi kulit berupa terowongan (kunikulus)
berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau abu-abu dengan ujung
papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul.
Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola
mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada
bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
ii. Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
iii. Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui
pemeriksaan penunjang (mikroskopis).

3. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa cara untuk menemukan terowongan
 Burrow ink test
 Uji tetrasiklin
 Dermoskopi

4. Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
 Menjaga higiene individu dan lingkungan.
 Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60°C
atau disimpan dalam kantung plastik tertutup selama beberapa hari.
Karpet, kasur, bantal, tempat duduk terbuat dari bahan busa atau berbulu
perlu dijemur di bawah terik matahari setelah dilakukan penyedotan debu.
b. Medikamentosa
Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang efektif
untuk semua stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dan nara kontak secara
serempak, menjaga higiene, serta penanganan fomites yang tepat. Terdapat
beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
I. Topikal
 Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama
8 jam. Dapat diulang setelah satu pekan.
 Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8
jam. Cukup sekali pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh
setelah satu pekan. Tidak boleh digunakan pada bayi, anak
kecil, dan ibu hamil.
 Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-
turut.
 Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-
1,2,3, dan 8.
 Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.
II. Sistemik
 Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.
 Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.
 Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg
dosis tunggal, 2-3 dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada
anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg, wanita hamil dan
menyusui.

5. Edukasi
 Menjaga higiene perorangan dan lingkungan.
 Pemakaian obat secara benar dan kepada seluruh orang yang kontak secara
serempak.

6. Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tata laksana dengan tepat. Pruritus dapat
bertahan beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap
antigen tungau. Skabies nodular dapat bertahan beberapa bulan setelah pengobatan.
Skabies krustosa relatif sulit diobati.
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad funtionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : bonam
URTIKARIA

1. Definisi
Urtikaria adalah suatu penyakit kulit yang ditandai dengan adanya urtika berbatas
tegas, dikelilingi oleh daerah berwarna kemerahan, dan terasa gatal.1 Urtikaria dapat
terjadi dengan atau tanpa angioedema.2,3 Berdasarkan European Academy of Allergy
and Clinical Immunology (EAACI), The Global Allergy and Asthma European
Network (GA2LEN), The European Dermatology Forum (EDF), dan The World
Allergy Organization (WAO) pada tahun 2014, urtikaria diklasifikasikan menjadi 3
grup (Tabel 1).

2. Kriteria Diagnostik
I. Anamnesis meliputi:
a. Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
b. Frekuensi dan durasi wheals
c. Variasi diurnal
d. Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
e. Apakah disertai angioedema
f. Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal dan nyeri Riwayat
keluarga terkait urtikaria dan atopi
g. Alergi di masa lampau atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau penyebab
lain yang mungkin
h. Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
i. Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormon, obat pencahar
(laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan obat-obat alternative
j. Makanan
k. Kebiasaan merokok
l. Jenis pekerjaan
m. Hobi
n. Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan, dan perjalanan ke daerah lain
o. Implantasi bedah
p. Reaksi terhadap sengatan serangga
q. Hubungan dengan siklus menstruasi
r. Respon terhadap terapi
s. Stres
t. Kualitas hidup terkait urtikaria
II. Pemeriksaan fisik
Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya urtika dan atau angioedema secara
cepat. Urtika terdiri atas tiga gambaran klinis khas, yaitu: (i) edema di bagian
sentral dengan ukuran bervariasi, hampir selalu dikelilingi oleh eritema, (ii)
disertai oleh gatal atau kadang sensasi seperti terbakar, dan (iii) berakhir cepat,
kulit kembali ke kondisi normal biasanya dalam waktu 1-24 jam.
III. Tes dermografisme (terapi antihistamin harus dihentikan setidaknya 2-3 hari dan
terapi immunosupresi untuk 1 minggu). Langkah diagnostik selanjutnya
bergantung pada subtipe urtikaria, seperti dirangkum pada Tabel 1.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan udem pada dermis atas dan tengah,
disertai dilatasi venula postkapiler dan pembuluh limfatik dermis atas.
4. Penatalaksanaan
I. Prinsip
Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena dapat terjadi obstruksi
saluran napas. Dapat dilakukan di unit gawat darurat bersama-sama dengan/atau
dikonsulkan ke Spesialis THT.
II. Topikal
Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer.
III. Sistemik
a. Urtikaria akut
Antihistamin (AH-1) generasi dua (non-sedatif). Bila dengan AH nonsedatif
tidak berhasil maka diberikan AH-1 generasi satu (sedatif).
b. Urtikaria kronik
Terapi lini pertama: Antihistamin H1 generasi kedua (non-sedatif).
Terapi lini kedua: Jika gejala menetap setelah 2 minggu, antihistamin H1
generasi kedua (non sedatif) dapat dinaikkan dosisnya 2-4 kali.
Terapi lini ketiga: Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu,
ditambahkan antagonis leukotrien (montelukast) atau siklosporin atau
omalizumab. Jika terjadi eksaserbasi gejala dapat diberikan kortikosteroid
sistemik dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari, tidak boleh lebih dari 10 hari.

5. Edukasi
Identifikasi dan menghindari kemungkinan penyebab.

6. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
SIRINGOMA

1. Definisi
Tumor jinak adneksa yang terbentuk dari elemen duktus berdiferensiasi ke arah
eccrine acrosyringium.

2. Kriteria Diagnostik
a. Gambaran papul multipel, padat, sewarna kulit atau agak kekuningan
b. Pada wajah terutama kelopak mata bawah
c. Lebih sering pada wanita dewasa
d. Siringoma eruptif, ditandai dengan papul multipel, diseminata, kadang
berkonfluens terutama pada tubuh bagian setengah atas biasanya mengenai gadis
pubertas atau dewasa muda

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan histopatologi: pada dermis ditemukan gambaran duktus ekrin multipel
menyerupai tanda koma (comma-like) atau tadpoles.

4. Penatalaksanaan
I. Non medikamentosa
 Elektrokauter (bedah listrik)
 Bedah laser
 Bedah eksisi
 Dermabrasi
II. Medikamentosa
Isotretinoin oral, terutama untuk tipe eruptif

5. Edukasi
I. Perjalanan penyakit
II. Tatalaksana
III. Prognosis
6. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
MELANOMA MALIGNA

1. Definisi
Tumor ganas melanosit yaitu sel yang menghasilkan melanin dan berasal dari neural
crest. Sebagian besar melanoma maligna (MM) muncul pada kulit tapi dapat juga
timbul di permukaan mukosa, misalnya uvea.

2. Kriteria Diagnostik
Analisis faktor risiko:
 Pajanan sinar ultraviolet high levels intermiten atau sporadic atau pajanan kronik
berlebihan
 Karakteritik fenotip: kulit terang, ketidakmampuan menjadi kecoklatan (tan),
kecenderungan terbakar surya atau efelid (skin phototype I dan II), mata biru atau
hijau, rambut merah atau pirang, mempunyai nevus melanositik yang banyak, dan
atau lebih dari satu nevus melanositik atipik, memiliki nodular melanoma
kongenital besar.
 Riwayat melanoma sebelumnya
 Riwayat melanoma dalam keluarga
 Xeroderma pigmentosum
 Supresi imun (kontroversi)
Gambaran MM dini dapat disingkat menjadi ABCDe
 A = asimetris
 B = border/tepi yang tidak teratur
 C = color/warna yang bermacam-macam
 D = diameter sama atau lebih dari 6 mm
 E = elevasi

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Dermoskopi: umumnya pola asimetris dengan warna yang bermacam-macam.
Dicurigai melanoma bila didapatkan paling sedikit satu gambaran sebagai berikut:
blue white veil, broadened network, irregular streaks/radial streaming,
pseudopods, scar like depigmentation/regression structures, peripheral black dots
and globules, multiple brown dots, multiple blue gray dots dan atypical vessels.
b. Histopatologi: Radial (horizontal) growth phase dan vertical growth phase
c. Pulasan (pewarnaan) khusus untuk diagnostik yaitu dengan S 100, HMB 45, dan
Melan-A (apabila fasilitas tersedia)
d. Pulasan (pewarnaan) khusus untuk prognostik apabila fasilitas tersedia yaitu
dengan BRAF dan P16
e. Pemeriksaan radiodiagnostik seperti Foto thoraks, USG/CT scan abdomen, Bone
scan, CT scan kepala (bila ada indikasi), dan CT scan lesi
f. Sentinel lymph node biopsy (bergantung pada adanya indikasi/fasilitas)
4. Penatalaksanaan
Sesuai dengan stadium
I. Tindakan bedah:
 Eksisi dengan evaluasi tepi lesi
 Mohs micrographic surgery (stadium I dan II)
II. Terapi sistemik
 Stadium I dan II:
a. Interferon-alpha dosis rendah 3 mU s.c 3x seminggu selama 18-24
bulan atau Interferon-alpha dosis tinggi: 15-20 mU/m2 i.v (atau
i.m) 5 hari/minggu selama 4 minggu atau 10 mU/m2 s.c 3x/minggu
b. Injeksi BCG subkutan 0,375mg, diulang setiap 1-3 bulan
 Stadium III dan IV sesuai dengan performance status (ECOG 0-4)
a. Hasil kurang baik cukup diberikan kemoterapi single: dacarbazine
dosis 1000 mg/m2 (hari 1, intravena) atau dacarbazine dosis 250
mg/m2 (hari 1-5, intravena)
b. Hasil baik diberikan kombinasi kemoterapi:
 Cisplatin dosis 20 mg/m2 (hari 1-4, intravena)
 Vinblastin dosis 1,2-4 mg/m2 (hari 1-4, intravena)
 Dacarbazine dosis 20 mg/m2 (hari 1, intravena)
Bila terdapat metastasis ke otak, diberikan temozolamide dosis 200 mg/m2
(hari 1-5, oral) 3. Terapi radiasi (B,2) sesuai dengan performance status
(ECOG 0-4)

5. Edukasi
 Edukasi dan informasi kepada pasien tentang penyakit melanoma, upaya
diagnosis, dan penatalaksanaannya.
 Edukasi tentang manfaat dan efek samping pengobatan (eksisi luas, diseksi
KGB, kemoterapi, radioterapi, terapi lokal).
 Monitoring respon pengobatan setidaknya pemeriksaan kulit tahunan seumur
hidup
 Edukasi pasien untuk pemeriksaan kulit mandiri secara berkala serta
pemeriksaan KGB untuk stadium IA-IV

6. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam/malam
 Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
TUBERKULOSIS KUTIS

1. Definisi
Infeksi kronis pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis atau
Mycobacterium atipik.

2. Kriteria Diagnostik
Gambaran klinis yang paling sering terjadi:
1) Skrofuloderma
Merupakan infeksi mikobakterium (M. Tuberculosis atau M. Bovis atau M.
Atypic) pada kulit akibat penjalaran langsung organ di bawah kulit yang telah
terkena tuberkulosis, tersering berasal dari KGB, tulang atau sendi. Predileksi
adalah tempat yang banyak kelenjar getah bening yaitu leher, ketiak, paling
jarang lipat paha, kadang ketiganya diserang sekaligus. Gejala awal dimulai
sebagai limfadenitis, mula-mula beberapa kelenjar, kemudian makin banyak
dan berkonfluensi. Terdapat juga periadenitis, menyebabkan perlekatan
dengan jaringan sekitarnya. Pada sklofuloderma, kelenjar mengalami
perlunakan tidak serentak hingga konsistensi bermacam-macam: keras,
kenyal, dan lunak (abses dingin). Abses akan memecah membentuk fistel yang
kemudian menjadi ulkus khas: bentuk memanjang dan tidak teratur, sekitarnya
livid, dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup pus seropurulen atau
kaseosa yang mengandung M. tuberculosis. Ulkus dapat sembuh spontan
menjadi sikatriks/parut memanjang dan tidak teratur (cord like cicatrices),
dapat ditemukan jembatan kulit (skin bridge) di atas sikatrik.
2) Tuberkulosis kutis verukosa
Merupakan infeksi M. tuberculosis, yang terjadi akibat inokulasi langsung ke
kulit. Tempat predileksi: tungkai bawah dan kaki, bokong, tempat yang sering
terkena trauma. Lesi biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran
serpiginosa. Gambaran lesi terdiri atas ”wart like” papul/plak dengan halo
violaseous di atas kulit eritematosa. Pada bagian yang cekung terdapat
sikatriks.
3) Lupus vulgaris
Merupakan infeksi M. tuberculosis yang disebarkan secara hematogen,
limfogen atau penjalaran langsung dari fokus tuberkulosis ekstrakutan
(endogen maupun eksogen). Tempat predileksi berupa muka, badan,
ekstremitas, bokong. Gambaran lesi berupa kelompok papul/nodus merah
yang berubah warna menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour). Bila
nodus berkonfluensi dapat terbentuk plak, bersifat destruktif, sering terjadi
ulkus.
4) Tuberculosis chancre (Tuberkulosis kompleks primer)
Merupakan inokulasi langsung mikobakterium pada kulit. Predileksi wajah,
ekstremitas, dan daerah yang mudah terkena trauma. Dapat berupa papul,
nodus, pustul, atau ulkus indolen, indurasi positif, dan dinding bergaung.
5) Tuberkulosis miliar kutis
Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit dengan penyebaran hematogen
dari fokus yang biasanya di paru. Fokus infeksi pada paru atau selaput otak.
Tuberkulosis miliar kutis terjadi pada individu yang mengalami
imunosupresif. Gambaran lesi diseminata seluruh tubuh berupa papul, vesikel,
pustul hemoragik atau ulkus.
6) Tuberkulosis kutis orifisialis
Merupakan infeksi mikobakterium yang terjadi secara autoinokulasi pada
periorifisial dan membran mukosa. Terjadi pada pasien dengan tuberkulosis
organ dalam yang progresif seperti paru, genitalia, kandung kemih dan usus.
Predileksi sekitar mulut, orifisium uretra eksternum, dan perianal. Lesi dapat
berupa papulonodular yang membentuk ulkus hemoragik/purulen, dinding
bergaung dan nyeri.

3. Pemeriksaan Penunjang
I. Utama:
 Pemeriksaan histopatologi jaringan kulit (biopsi kulit)
 Pemeriksaan bakteriologik: identifikasi mikobakterium melalui
pewarnaan Ziehl Nielsen, kultur dan PCR dari dasar ulkus atau
jaringan kulit.
II. Tambahan:
 Pemeriksaan darah tepi dan LED yang meningkat
 Tes tuberkulin: PPD-5TU hasil positif >10 mm.

1) Skrofuloderma:
 Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
 Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
 Histopatologis bagian tengah lesi tampak nekrosis masif dan gambaran
tepi abses/dermis terdiri atas granuloma tuberkuloid
2) Tuberkulosis kutis verukosa
 Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
 Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
 Histopatologis: hiperplasia pseudoepiteliomatosa, dengan infiltrat
inflamasi neutrofil dan limfosit serta sel datia Langhans
3) Lupus vulgaris
 Pemeriksaan darah tepi: LED meningkat
 Pemeriksaan tuberkulin: PPD-5TU positif kuat
 Histopatologis: granuloma tuberkuloid berupa sel epiteloid, sel datia
Langhans, dan sebukan limfosit. Dijumpai juga BTA.
4) Tuberculosis chancre (Tuberkulosis kompleks primer)
 Tes tuberkulin awalnya negatif yang kemudian menjadi positif seiring
perjalanan penyakitnya
 Histopatologi menunjukkan reaksi inflamasi neutrofilik akut dan area
nekrosis. Setelah 3-6 minggu ditemukan gambaran granuloma dengan
giant cells dan penurunan jumlah BTA.
5) Tuberkulosis milier kutis
 Tes tuberkulin umumnya negatif
 Histopatologis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi
dengan banyak ditemukan basil BTA
6) Tuberkulosis kutis orifisialis
 Kultur biasanya positif walaupun tes tuberkulin negatif
 Histopatologis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi
dengan banyak ditemukan BTA
4. Penatalaksanaan
1. Topikal: pada bentuk ulkus: kompres dengan larutan antiseptik (povidon iodin
1%)
2. Sistemik: Rekomendasi WHO (1993) dengan directly observed treatment, short
term (DOTS) strategy yang menjadi pedoman terapi di seluruh dunia (2006).
I. Tahap intensif (dua bulan)
a. Dosis lepasan:
1) INH
Dewasa: 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
Anak <10 tahun: 10 mg/kgBB/hari
2) Rifampisin
Dewasa: 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada saat lambung
kosong (sebelum makan pagi)
Anak: 10-20 mg/kgBB/hari. Maksimal: 600mg/hari
3) Etambutol
Dewasa: 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
Anak: maksimal 1250 mg/hari
4) Pirazinamid
Dewasa: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi
Anak: 30-40 mg/kgBB/hari. Maksimal: 2000 mg/hari
b. Dosis FDC (fixed dosed combination for four drugs) R 150 mg, H 75
mg, Z 400 mg, E 275 mg. FDC diminum sekali sehari, satu jam
sebelum atau dua jam setelah sarapan pagi.
II. Tahap lanjut
Tahap lanjut diberikan hingga 2 bulan setelah lesi kulit menyembuh. Durasi
total pengobatan (tahap intensif + tahap lanjutan) minimal 1 tahun.
a. Dosis lepasan:
1) INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari, anak 10 mg/kgBB/hari (maksimal
300 mg/hari), oral, dosis tunggal
2) Rifampisin: 10 mg/kgBB/hari, anak 10-20 mg/kgBB/hari
(maksimal 600 mg/hari), oral, dosis tunggal pada saat lambung
kosong
b. Dosis FDC R 150 mg, H 150 mg
5. Edukasi
 Keteraturan minum obat
 Melakukan pemantauan respons pengobatan (perbaikan lesi kulit)

6. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam, kecuali pada lupus vulgaris karena dapat
meninggalkan jaringan parut
 Quo ad sanactionam : bonam

Anda mungkin juga menyukai