Anda di halaman 1dari 64

DIARE

A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat, kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya
lebi dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar tersebut dapat /tanpa
disertai lender dan darah.
Penularan diare karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita
diare atau melalui makan/minuman yang terkontaminasi bakteri pathogen yang
berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita dan juga dapat
melalui udara atau melalui aktifitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan: (Sudoyo Aru,dkk 2009)
a. Lama waktu diare:
- Akut : berlangsung kurang dari 2 minggu
- Kronik : berlansung lebih dari 2 minggu
b. Mekanisme patosfisiologis: osmotik atau sekretorik dll
c. Berat ringan diare: kecil atau besar
d. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non infeksi
e. Penyebab organic atau tidak: organic atau fungsional
Kebutuhan rehidrasi oral (CRO) menurut usia untuk 4 jam pertma pada anak
(Djuanda Adhi)

B. Etiologi
1. Diare akut
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Normalkvirus.
Parasite. Protozoa; Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica, trikomonas hominis,
isospora sp, Cacing (A lumbricoides, A. duodenalc, N. americanus, T. trichiura, O
vermicularis, S. strecolaris, T. saginata. T. sollium).
Bakteri: yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shingella, Salmonella spp,
Yersinia)
2. Diare kronik
Umumnya diare kronik dapat dikelompokkan dalam 6 kategori pathogenis
terjadinya
- Diare osmotic
- Diare sekretorik
- Diare karena gangguan motilitas
- Diare inflamatorik
- Malabsorbsi
- Infeksi kronik

C. Manifestasi Klinik
1. Diare Akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset
- Onset yang terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
- Demam
2. Diare Kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 jam periode yang lebih panjang
- Penurunan BB dan nafsu makan
- Demam Indikasi terjadi infeksi
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut lemah
(Yuliana elin, 2009)
D. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare :

 Tanpa Dehidrasi

Pada keadaan ini, Si Kecil tampak seperti biasa. Frekuensi buang air kecil
juga tidak berkurang, sehingga ibu dapat melanjutkan ASI serta memberikan
makanan dan susu formula yang biasa dikonsumsinya. Untuk menangani diare,
ibu bisa memberikannya cairan oralit 5-10 mililiter setiap kali diare terjadi.

 Dehidrasi Ringan Sedang

Pada keadaan ini, Si Kecil tampak kehausan dan frekuensi buang air kecil
menjadi berkurang. Matanya juga terlihat cekung, bibir kering, dan kekenyalan
kulit menurun. Selain tetap memberikan oralit, ibu juga perlu membawanya ke
rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis seperti pemberian cairan
infus.

 Dehidrasi Berat

Dehidrasi berat ditandai dengan gejala dehidrasi ringan sedang dan


ditambah dengan kondisi Si Kecil yang tampak sangat lemas, tidak sadar
penuh, napas cepat dan dalam, denyut nadi cepat, dan kekenyalan kulit sangat
menurun. Pada kondisi ini, ia perlu segera dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan cairan infus secepatnya.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja
- Makroskopis dan mikroskopis
- Ph dan kadar gula dalam tinja
- Biarkan dan resistensi feses (colok dubur)
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan
asam basa (pernapasan kusmaul)
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat

F. Masalah yang Lazim Muncul


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler
2. Diare b.d proses infeksi, inflamasi diusus
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
4. Kerusakan intgritas kulit b.d ekskresi/BAB sering
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
makanan
6. Resiko syok (hipovlemi) b.d cairan dan elektrolit
7. Ansietas b.d perubahan stats kesehatan

G. Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberi makanan dan
minuman (missal oralit).
2. Ajarkan mengenai tanda-tanda dehidrasi (ubun-ubun dan mata cekung, turgor
kulit tidak elastis, membrane mukosa kering) dan segera dibawa kedokter.
3. Jelaskan obat-obatanyang diberikan, efek samping dan kegunaannya
4. Asupan nutrisi harus diteruskan untuk mencegah untuk meminimalkan gangguan
gizi yang terjadi
5. Banyak minum air
6. Hindari konsumsi miuman bersoda/minuman ringan yang banyak mengandung
glukosa karena glukosa/gula dapat menyebabkan air terserap ke usus sehingga
memperberat kondisi diare
7. Biasakan cuci tangan seluruh bagian dengan sabun dan air tiap kali sesudah
buang air besar atau kecil dan sebelumnya menyiapkan makanan untuk
mencegah penularan diare
8. Hindari produk susu dan makanan berlemak, tinggi serat atau sangat manis
hingga gejala diare membaik
Rencana terapi A

 Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak
diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan 15 berikut ini. Namun
demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
 Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh
setiap 1 – 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang
lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.
 Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
o Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih
lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit)
o Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri
minum air matang atau ASI.
 Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
 Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada
ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua
hari berikutnya.
 Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat
sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa
minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
o Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk
perawatan di rumah
 beri cairan tambahan.
 beri tablet Zinc selama 10 hari
 lanjutkan pemberian minum/makan.
 kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
 anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
 kondisi anak memburuk
 anak demam
 terdapat darah dalam tinja anak
o Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi
pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas
dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering
mungkin
o Jika timbul tanda dehidrasi berat
o Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak
bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan
infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB
cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :

UMUR Pemberian 70 ml/kg selama

Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam

Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2,5 jam

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.


 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.
 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan penanganan.
 Rencana Terapi B and Rencana Terapi A memberikan penjelasan lebih rinci:

Beri tablet Zinc

 Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan kepada anak:
o Di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
o 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari
Pemberian Makan

Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan suatu elemen yang penting
dalam tatalaksana diare.

 ASI tetap diberikan


 Meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap
diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.

Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu memulai
lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa diberikan.
Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat, beri makanan
yang disajikan secara segar – dimasak, ditumbuk atau digiling. Berikut adalah makanan
yang direkomendasikan:

 Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan
kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok
teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.
 Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.
 Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk
penambahan kalium.

Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali sehari. Beri
makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan per harinya
selama 2 minggu.
HIPERTENSI

A. Defenisi
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti
penyakit syaraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah,
makin besar resikonya (Sylvia A.price)

B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi masing2 golongan.
1. Hipertensi Primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya, Faktor
yang mempengaruhinya yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktipitas syaraf
simpastis system renin. Angiotesin dan peningkatan resiko : obesitas,
merokok, alcohol dan polisitemia.
2. Hipertensi Sekunder
Penyebab yaitu : penggunaan estrogen , penyakit ginjal, sindrom cusing dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi usia lanjut dibedakan atas :
1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan/
atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2. Hipertendi sistolik terisolasoi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolic lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnyakontraksi dan volumenya
4. Kehilangan elastisitas pembukuh darah hal ini terjadi karena kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Secara klinis serajat hipertensi dapat dikelompokan yaitu :

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang sfesipik yang dpat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala yang terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dlam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :


a. Mengeluhkan sakit kepala, pusing e. Mual
b. Lemas, kelelahan f. Muntah
c. Sesak Nafas g. Efistaksis
d. Gelisah h. Kesadaran menurun

D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratoriun
- Hp/Ht untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti
hipokoagubalitas, anemia.
- BUN/kreatinin. Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
- Glucosa : Hiperglikemi (DMadalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
- Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratka disfungsi ginjal da nada
DM.
2. CT Scan : Mengkaji adanya tumor celebral, encelopati
3. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
adalah
Salah satu tanda dari penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : Mengidentipikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
5. Photo dada : Menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

E. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

F. Masalah yang lazim Muncul


1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemiamiokard
2. Nyeri Akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
3. Kelebihan volume cairan
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidak seimbangan suplay dan kebutuhan
oksigen.
5. Ketidakefektifan koping
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
7. Resiko cidera
8. Defisiensi pengetahuan
9. Ansitetas

G. Discharge Planning
1. Berhenti merokok
2. Pertahankan hidup sehat
3. Belajar untuk rilek dan mengendalikan stress
4. Batasi konsumsi alcohol
5. Penjelasan mengenai hipertensi
6. Jika sudah menggunakan obat hipertensi terukan penggunaan secara rutin
7. Diet garam serta pengendalian berat badan
8. Periksa tekanan darah secara teratur.
GAGAL JANTUNG

A. Definisi

Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung
gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri
(Smeltzer & Bare, 2001).

B. Etiologi

 Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi

 Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

 Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban


kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

 Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal


jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.

 Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak
after load

 Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan


beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4
kelainan fungsional :

I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat

II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang

III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan

IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

C. Patofisiologi

Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan metabolisme


dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi untuk
mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :

a. Respon system saraf simpatis terhadap barroreseptor atau kemoreseptor

b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap


peningkatan volume

c. Vaskontriksi arterirenal dan aktivasi system rennin angiotensin

d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi terhadap
cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan resistensi vaskuler oleh
pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek waktu pengisian
ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya COP dan menyebabkan oksigenasi yang
tidak adekuat ke miokardium. Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan
peningkatan tuntutan oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada
jantung iskemik atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme
pemompaan.

D. Pathways

Disfungsi miocard beban sistol kebutuhan metabolisme

Kontraktilitas preload beban kerja jantung

Hambatan pengosongan ventrikel

Beban jantung

Gagal jantung kongestif

Gagal pompa ventrikel

Forward failuer back ward failure

Curah jantung ( COP) Tekanan vena pulmo

Suplai drh kejaringan renal flow tekanan kapiler paru

Nutrisi & O2 sel pelepasan RAA edema paru

Metabolisme sel retensi Na & air Gg. Pertukaran gas

Lemah & letih edema

Intoleransi aktifitas kelebihan volume cairan


E. Tanda dan Gejala

Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler

Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah
jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana
yang terjadi.

Gagal Jantung Kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena
ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu :

 Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu


pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami
ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea
(PND)

 Batuk

 Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi

 karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi karena distress pernafasan dan batuk

 Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi


jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik

Gagal jantung Kanan :

 Kongestif jaringan perifer dan visceral

 Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting,


penambahan BB.

 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena hepar
 Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen

 Nokturia

 Kelemahan

F. Pemeriksaan Diagnostik

 Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau


efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF

 EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan


iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram

 Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar


natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan
retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah

G. Penatalaksanaan

Terapi Non Farmakologis

 Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung

 Oksigenasi

 Dukungan diit : pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol atau


menghilangkan oedema.

Terapi Farmakologis :

-. Glikosida jantung

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat


frekuensi jantung. Efek yang dihasillkan : peningkatan curah jantung, penurunan
tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diurisi dan mengurangi oedema.
- Terapi diuretic, diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia

- Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi


tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

H. Komplikasi

1. Kegagalan organ tubuh lain

Salah satu organ yang bisa mengalami kegagalan fungsi adalah ginjal. Hal ini
terjadi karena pada penderita gagal jantung kongestif, aliran darah ke ginjal akan
berkurang. Jika tidak diberikan pengobatan, dapat berujung kepada kerusakan
organ ginjal atau gagal ginjal. Penumpukan cairan juga bisa terjadi pada organ
hati. Ketika kondisi ini tidak ditangani, maka dapat terjadi gangguan fungsi hati.

2. Gangguan katup jantung

Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan peningkatan tekanan aliran darah


jantung. Kondisi ini lama kelamaan dapat menyebabkan gangguan katup
jantung. Gagal jantung kongestif stadium lanjut juga dapat menyebabkan
pembengkakan jantung atau membesarnya jantung, sehingga fungsi katup
jantung tidak dapat berjalan dengan normal.

3. Aritmia

Aritmia atau gangguan irama jantung dapat diderita oleh pasien gagal jantung
kongestif. Aritmia ini dapat terjadi karena gangguan aliran listrik jantung yang
berfungsi mengatur irama dan detak jantung. Jika penderita gagal jantung
kongestif kemudian menderita aritmia, maka ia akan berisiko tinggi terkena
stroke. Penderita juga rentan mengalami tromboemboli, yaitu sumbatan pada
pembuluh darah akibat bekuan darah yang terlepas.
4. Henti jantung mendadak

Salah satu komplikasi berbahaya yang perlu diwaspadai pada gagal jantung
kongestif adalah henti jantung mendadak. Ketika fungsi jantung terganggu dan
tidak tertangani, lama kelamaan kinerja jantung akan mengalami penurunan
drastis dan berisiko mengalami henti jantung mendadak. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kondisi ini dapat terjadi pada gagal jantung kongestif. Di
antaranya karena jantung tidak mendapat cukup oksigen, terjadi gangguan saraf
yang mengatur fungsi jantung, atau akibat perubahan bentuk jantung.
GASTRITIS

A. Defenisi
Gastritis ,merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut , kronis, difus, atau local. Dua jenis gastritis yang
sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis.
(Price&Wilson 2006)

B Etilogi
Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman Helicobacter pylori dan pada awal infeksi
mukosa lambung menunjukkan respons inflamasi akut jika diabaikan akan menjadi
kronik (Sandoyo Aru, dkk 2009)
Klasifikasi gastritis :(Wim de Jong et al.2005)
1. Gastritis Akut
- Gatritis akut tanpa perdarahan
- Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis erosive)
Gastritis akut berasal dari makan terlalu banyak atau terlalu cepat , makan-
makanan yang terlalau berbumbuatau yang mnengandung mikroorganisme
penyebab penyakit, iritasi, bahan semacam alcohol, asfirin, NSAID, lisol, serta
bahan korosif lain, refluks empedu atau cairan pancreas.
2. Gastritis Kronil
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan olehulkus beningna atau
maligna dari lambung, oleh bakteri Helicobacter pylory (H.pylory)
3. Gastritis bactreal
Gastritis bactreal yang disebut juga gastritis infektiosa, disebabkan oleh refluks
dari duodenum.

C. Manifestasi Klinis
1. Gastritis akut : nyeri epigastrium, mual, muntah, dan perdarahan terselubung
maupun nyata. Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia dan
udem, mungkin juga ditemukan erosi dan perdarahan aktif.
2. Gastritis kronik : kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih berkaitan
dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung, defesiensi zat besi,
anemia pernisiosa, dan karsinoma lambung (Wim de Jong)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah : Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibody
H.pylori dalam darah. Haail yang positif menunjuknan bahwa pasien pernah
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat perdarahan lambung
akibat gastritis.
2. Pemeriksaan Pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah fasien terinfeksi
oleh bakteri H. pylori atau tidak.
3. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses
atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi
Pemeriksaan.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat telihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dri
sinar-X
5. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda
gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biaanya akan diminta menelan
cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika ronsen.

E. Penatalaksanaan
1. Gastritis akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung
dengan forsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur
sekresiasam lambung berupa antagonis reseptor H2. Inhibitor pompa proton,
antikolinergik dan anasid juga ditujukan sebagai sifoprotekor berupa sukralfat
dan prostagiantin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien
dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan
menghentikan obat yang dapat mejadi penyebab, serta dengan pengobatan
suportif.
Pencegahan dapat dilakukan denganpemberian antacid dan antagonis H2
sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasinya masih jadi perdebatan,
tetapi pada umumnya tetap dianjurkan. Pencegahan ini terutama bagi pasirn
yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna
aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah dengan
Misaprostal, atau Daival Prostaglandin.
Penatalaksanaan medical untuk gastritis akut dilakukan dengan menghindari
alcohol dan makanan sampai gejala kurang. Bila gejala menetap, diperlukan
cairan intravena. Bila tedapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan
pada hemoragi saluran gastrointestinala atas. Bila gastritis terjadi karena alkali
kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi.

2. Gastritis kronis
Faktor utama ditandai oleh kondisi prigesif epitel kelenjar sel parietal dan
chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan
yang rata, Gastritis kronis, ini digolongkan menjadi dua katagori Tipe A (Altrofik
atau Fundal) dan tipe B (Antral)
Gastritis kronis Tipe A disebut juga gastritis altrofik atau fundal, karena
gastritis terjadi pada bagian fundus lambung. Gastritis kronis tipe A merupakan
suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap
sel parietal kelenjar lambung dan factor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan
Chief Cell dapat menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar
gastrin.
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastristis antral karena
umumnya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan Gastristis kronis tipe A. Penyebab utama gastritis Tipe B
adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory.
Faktor etilogi gastritis kronis lainnya adalah asupan alcohol yang berlebihan,
merokok, dan refluks yang dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan
karsinoma.
Pengobatan gastritis kronis bervariasi , tergantung pada penyakit yang
dicurigai. Bila terdapat Ulkus duodenum, dapat deberikan antibiotic untuk
membatasi Helicobater Pylary. Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan
gastritis kronis. Alkohol dan obat yang diketahui mnegiritasi lambung harus
dihindari. Bila terjadi anemia defesiensi besi ( yang disebabkan oleh perdarahan
kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia pernisiosa harus diberi
pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai. Gastritis kronis diatasi dengan
memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat serta memulai farmakoterapi.
Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotic (seperti Tetrasiklin atau
Amoxicillin) dan garam bismuth (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis Tipe A
biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12.

F. Masalah yang lazim Muncul


1. Ketidaksimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan nutrient
yang tidak adekuat.
2. Kekurangan volume cairan b.d masukan cairan tidak cukup dan kehilangan
cairan berlebihan karena muntah.
3. Nyeri akut a.d mukosa lambung teriritasi
4. Defesiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan diet dan proses penyakit.

G. Discharges Planning
1. Hindari minuman alcohol karena dapat mengiritasi lambung sehingga terjadi I
inflamasi dan perdarahan.
2. Hindari merokok karena dapat mengganggu lapisan dinding lambung sehingga
lambung lebih mudah mengalami gastritis dan tuka/ulkus. Dan rokok dapat
meningkatkan asam lambung dan memperlambat penyembuhan tukak.
3. Atasi stress sebaik mungkin.
4. Makan-makanan yang kaya akan buah dan sayur, namun hindari sayur dan buah
yang siftnya asam(missal, Jeruk, Lemon, grapefruit, nanas, tomato)
5. Jangan berbaring setelah makan untuk menghindari refluks (aliran balik) asam
lambung
6. Berolahraga secara teratur untuk membantu mempercepat aliran makanan
melalui usus.
7. Bila perut mudah mrngalami kembung (banyak Gas) untuk semntara waktu
kurangi konsumsi makanan tinggi serat.
8. Makan dalam porsi sedang (Tidak banyak) tetapi sering, berupa makanan lunak
dan rendah lemak. Makanlah secara perlahan dan rileks.
F. Patofisiologi

Obat-obatan(NISAD, H. phyory Kafein


aspirin, sulfanomida
Stero, steroid digitzkis)

Melekat pada epitel Me↓produksi bikarbonat


lambung (HCOᴣ‐)
Mengganggu
pembentukan sawat
mukosa lambung Menghancurkan lapisan Me↓kemampuan proteksi
Mukosa lambung Terhadap asam

Me↓berrier lambung Menyebabkan difusi


Terhadap asam dan pepsin kembali asam lambung &
pepsin
Kekurangan volume cairan

Inflamasi Erosi mukosa lambung Perdarahan

Nyeri epigastrium Me↓tonus dan peritalac Mukosa lambung


lambung kehilangan integritas
jaringan

Me↓sensori untuk makan Refluk isi duodenum


kelambung

Anoreksia
Mual Dorongan eksplusi isi
lambung kemulut

Nyeri akut Ketidakseimbangan nutrisi Muntah


kurang dari kebutuhan
tubuh
Kekurangan volume cairan
DYSPEPSIA

A. Pengertian

Dispepsia adalah merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang


terdiri rasa tidak enak atau sakit diperut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa
panas didada (heart burn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk
dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
 Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya.
 Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

Dispepsia organic Dispepsia fungsional

o Ulkus peptik kronik o Disfungsi motorik


o Gastraoesapagel sensorik
refluk disease ( gastroduodenum
GORD)
o Kolelatiasis o Gastroparesis
simptomatik idiopatik
o Pankreatitis kronik o Disritmia gaster
o Gangguan metabolic o Hipersensitivitas
(unemia,hiperkal gaster
sema,gastroparosis o Faktor psikososial
DM ) o Gastritis H. Pylori
o Keganasan ( gaster, o Idiopatik
pankreas, kolom )
o Insufisiensi
vaskula mesentrikus
o Nyeri dinding
perut
B. Etiologi

Penyebab dispepsia, yaitu :


1. Dalam Lumen Saluran Cerna.
 Tukak peptic
 Gastritis
 Keganasan
2. Gastroparesis
3. Obat-obatan
a. AINS
b. Teofilin
c. Digitalis
d. Antibiotik
4. Hepato Biller
a. Hepatitis
b. Kolesistitis
c. Kolelitiatis
d. Keganasan
e. Disfungsi spincter odii
5. Pancreas
a. Pankreatitis
b. Keganasan
6. Keadaan Sistematik
a. DM
b. Penyakit tiroid
c. Gagal ginjal
d. Kehamilan
e. PJI
7. Gangguan Fungsional
a. Dispepsia fungsional
b. Sindrom kolon iritatif
8. Menelan udara ( aerofagi )
9. Regurgitasi ( alur balik, fefluks ) asam dari lambung.
10. Iritasi lambung ( gastritis )
11. Ulkus gastritikum atau ulkus duodenalis
12. Kanker lambung
13. Peradangan kendung empedu ( kaestististis )
14. Toleransi laktosa ( katidakmampuan mencerna susu dan produknya )
15. Kelainan gerakan usus
16. Stress psikologis, kecemasan atau depresi
17. Infeksi helycobacter pylory

C. Patofisiologis
Dispepsi fungsional adalah sangat komplek dan belum dapat dipastikan.
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan antara lain : dismotilitas lambung,
asam lambung, helikobakter pyloni, psikis dan penggunaan obat – obat.
Gangguan psikis dan faktor lingkungan dapat menimbulkan didpepsia fungsional,
stres dapat mengubah skresi asam lambung, motilitas dan vaskularisasi saluran
pencernaan.
Pada dispepsia organik ( ulkus ) peranan stres dan tipe personal masih
kontroversial, meskipun beberapa penelitian dapat menghubungkan pepsinogen
serum yang tinggi dan ulkus peptikum. Pada pendangan klasik dari patogenesis
ulkus, dimana terdapat faktor – faktor yang meningkatkan pengeluaran asam hal
– hal yang menurunkan pertahanan mukosa, stres psikologi dan helikobakter
pylory yang memperlemah pertahanan mukosa.
D. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan atau gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi 3 tipe :
 Dispepsia dan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala :
1. Nyeri epigastrium terlokalisasi.
2. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid.
3. Nyeri saat lapar.
4. Nyeri episodik.
 Dispepsia dengan GFI seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan
gejala :
1. Mudah kenyang
2. Perut cepat terasa penuh saat makan
3. Mual
4. Muntah
5. Upper abdominal bloating
6. Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
 Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

E. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaa Radiologi
1. OMD dengan kontras ganda
2. Serologi Helicobacter pylori
3. Urea breath test

 Pemeriksaan Endoskopi
1. CLO (rapid urea test)
2. Patologi anatomi (PA)
3. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
4. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu :
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat dalam antasid
antara lain Na bikarbonat, AL (OH)3, Mg (OH)2 dan Mg trisilikat. Pemakaian
obat ini sebaiknya jangan diberikan terus-menerus, sifatnya hanya
simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg trisilikat dapat dipakai dalam
waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat
nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena
terbentuk senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif
yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan
sekresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor
H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Sesuai dengan namanya, golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung
pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprostol (PGE) dan enprestil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(sebagai site protective), yang senyawa dengan protein sekitar lesi mukosa
saluran cerna bagian atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan prokinetik, yaitu sisaprid, dom peridon dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki
bersihan asam lambung (acid clearance).

G. Pencegahan
Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya
dispepsia bahkan memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung. Berikut
ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan
mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia :

1. Atur pola makan seteratur mungkin


2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung
( coklat, keju dll )
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas dilambung ( kol, semangka, melon
dll )
4. Hindari makanan yang terlalu panas
5. Hindari minuman dengan kadar caffein dan alkohol
6. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti –
inflammatory yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, adalah pilihan
yang tepat karena tidak mengakibatkan iritasi lambung.
7. Kelola stres psikologi seefisien mungkin
8. Jika anda perokok, berhentilah merokok
9. Pertahankan BB sehat
10. Olah raga teratur
FEBRIS/DEMAM

A. Definisi
Demam adalah meningkatnya temperature suhu tubuh secara abnormal.
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.
4. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadan dikaitkan dengan suhu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan
demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas
seperti : abses , pneumonia, infeksi salura kencing, malaria, tetapi, kadang sama
sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam
praktek 90% dari pasien denga demam yang baru saja dialami, pada dasarnya
merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus
sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada
terhadap infeksi bacterial.

B. Etiologi
1. Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat
regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk
mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain:
ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik,
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta
penunjang lain secara tepat dan holistic.
2. Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul
demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejalalain yang
menyertai demam.
3. Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien
mengalami demam terus-menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3
derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti
selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium
dan penunjang medis lainnya.

C. Manifestasi Klinis
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C -40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Diagnosis banding untuk demam tanpa di sertai tanda local

Tabel 1 Diagnosis Banding demam tanpa tanda lokal

Diagnosis Deskripsi

· Onset tiba-tiba disertai menggigil kemudian berkeringat

· Apusan darah positif malaria

Malaria · Tes diagnostik cepat (RDT) positif

· Anemia berat

· Pembesaran limfa (lien)


· Sakit berat dan sakit tanpa penyebab yang pasti

Septikemia · Purpura atau petekie

· Syok atau hipotermia


· Sakit berat dan sakit tanpa penyebab yang pasti

· Nyeri tekan abdomen


Demam Tifoid
· Kebingunan

· Mencret dan muntah


· Nyeri ketok CVA atau suprapubik

· Nyeri ketika buang air kecil

Infeksi saluran kemih · Buang air kecil menjadi lebih sering

· Inkontinesia urin

· Leukosit dan/atau bakteri pada urin


Diagnosis banding tambahan untuk demam yang berlangsung >7 hari :
Diagnosis Deskripsi
 demam tanpa fokus infeksi yang jelas (deep abses)
 massa dengan nyeri tekan atau fluktuasi
 nyeri lokal
Abses
 tanda spesifik pada daerah supraprenikus, liver,
psoas, retroperitoneal, paru-paru, atau renal

 Murmur jantung
 Artritis/artralgia
 Gagal jantung
 Denyut nadi cepat
Demam Reumatik
 Pericardial friction rub
 Korea
 Riwayat infeksi streptoccocal

 Penurunan berat badan


 Lien membesar
 Anemia
 Murmur jantung
Endokarditis Infektif
 Perdarahan splinter pada nailbed
 Hematuria mikroskopik
 Jari tabuh

 Penurunan berat badan


 Anoreksia, keringat pada malam hari
 Batu
Tuberkulosis
 Pembesaran hepar dan/atau lien
 Riwayat keluarga dengan tuberkulosis
 Rongent paru mengarah ke tuberkulosis
 Tes tuberkulin positif
 Limfadenopati

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji coba darah
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucoponia pada hari ke-2 atau hari ke-3.
Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Maka masa
pembukuan masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat
ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah
tampak hipoproteinemia, niponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit
privat (SGPT), ureum, dan pH darah mungkit meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti angingrafi, aortografi atau limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa.

E. Penatalaksanaan
Pada dasarnya menurunkn demam dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan
maupun kombinasi keduanya.
1. Secara fisik
a) Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b) Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c) Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air mrningkat
d) Memberikan kompres.
2. Obat-obatan
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan
demam. Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan
yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi
mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. Asetaminofen
merupakan derivate para-aminofenol yang bekerja menekan pembentukan
prostaglandin yang disentesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik
antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari. Turunan asam propionate seperti ibuprofen juga bekerja
menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik,analgetik dan
anti inflamasi. Dosis terapeutik yaitu 50 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.
Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Mempunyai
efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Dosis terapeutik 10 mgr/kgBB/kali
tiap 6-8 jam dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya
secara per oral, intramuscular atau intravena. Asam mefenamat suatu obat
golongan fenamat. Khasiat analgetknya lebih kuat dibandingkan sebagai
antipiretik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya
secara peroral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

F. Masalah yang lazim muncul


1. Hipertemia b.d proses penyakit
2. Ketidakefektifan termoregulasi b.d proses penyakit, fluktasi suhu lingkungan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang kurang
dan diaphoresis
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
5. Resiko cidera b.d infeksi mikroorganisme
6. Resiko leterlambatan perkembangan b.d kejang demam

G. Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter/perawat
2. Intruksi untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
3. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
4. Intruksikan untuk control ulang
5. Jelaskan factor penyebab demam dan menghindari factor pencetus
DIABETES MELITUS

A. Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau keduanya
menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati.
(Yuliana elin,2009)
Klasifikasi diabetes melitus
1) Klasifikasi Klinis
a. DM
- Tipe I : IDDM
Disebakan oleh dekstrusi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
- Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan prifer dan untuk
menghambat pruduksi glukosa oleh hati :
* Tipe II dengan obesitas
* Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes kehamilan
2) Klasifikasi Resiko Statistik:
a. sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa.
b. berpotensi menderita kelainan glukosa.
B. Etiologi
1. DM Tipe I
Diabetes yang bergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pankreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes itu sendiri , tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan ekstruksi sl beta
2. DM Tipe II
Disebabkan leh egagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjaidinya diabetes tipe II : usia, obesitas,
riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3
yaitu:
(Sudoyo Aru,dkk 2009)
1. <140mg/dL -> normal
2. 140-<200 mg/dL -> toleransi glukosa terganggu
3. >200 mg/Dl -> diabetes

B. Manifestastasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensin insulin
(Price & Wilson)
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosaria yang akan menjadi dieresis osmotic
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva.
Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru,dkk 2009)
1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu
3. Gejala klasik DM+glukosa plasma > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/dL)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air

Cara pelaksanaan TTGO (WHO:1994) : (Sudoyo Aru, dkk 2009)


1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa (dengan
karbohidrat yang cukup)
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
6. Periksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

C. Pemeriksaan penunjang
1. Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar darah sewaktudan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring
2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/dL)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dL (7,8 mmol/dL)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dL)
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes saring
Tes-tes saring pada DM adalah:
- GDP,GDS
- Tes Glukosa Urin:
*Tes Konvensial (metode reduksi/Benedict)
*Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase
5. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah: GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam
Post Prandial), glukosa jam ke-2 TTGO
6. Tes monitoring terapi
Tes-tes monitoring terapi DM adalah:
- GDP : plasma vena darah kapiler
- GD2 PP : plasma vena
- A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:
- Mikroalbuminuria : urin
- Ureum, Kreatinin, Asam Urat
- Kolesterol total : plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
- Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)

D. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan:
1. Penurunan berat badan yang tepatk disertai
2. Hiperglikemia berat yang tidak disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
7. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dan
perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontraindikasidan atau alergi terhadap OHO

E. Masalah yang Lazim Muncul


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2. Resiko Syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia
3. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gangrene)
4. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus)
5. Retensi urine b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan
poliuri
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer,
proses penyakit (DM)
7. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan dehidrasi
8. Keletihan

F. Discharge Planning
1. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal
2. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan karbohidrat
3. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal
iniakan menyebabkan fluktasi (ketidaksbilan) kadar gula darah
4. Pelajari mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan
5. Perbanyak konsumsi makanan yang banyk mengandung serat, seperti sayuran
dan sereal
6. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak dan yang mengandung banyak
kolesterol LDL, antara lain: daging merah produksi susu, kuning telur, mentega
saus salad, dan makanan pencuci mulut berlemak lainnya
7. Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam
BRONKITIS

A. Definisi
Bronkitis adalah suatu infeksi saluraa pernapasan yang menyebabkan inflamasi
yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi
sebagai batuk, dan biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu.
Bronkitis umumnya disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus
influenza, virus parainfluinza, Adenovirus, virus rubeola, dan Paramyxovirus dan
bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia,
Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae (Rahajoe, 2012).
Br Corynebacterium diphtheria onkitis dibagi menjadi dua :
1. Bronkitis Akut
Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan
gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini,
innflamasi (peradangan bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau
bakteri, dan kondisinya diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti
asap rokok, udra kotor, debu, asap kimiawi, dll.
2. Bronkitis Kronis
Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun
selama 2 tahun berturut-turut). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus
tetap berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi obstruksi/hambatan pada
aliran udara yang normal didalam bronkus.

B. Etiologi
Bronkitis oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus influenza, virus parainfluinza,
Adenovirus, virus rubeola, dan Paramyxovirus. Menurut laporan penyebab
lainnya dapat terjadi melalui zat iritan asam lambung seperti asam lambung, atau
polusi lingkungan dan dapat ditemukan setelah perjalanan yang berat, seperti
saat aspirasi setelah muntah, atau pejanan dalam jumlah besar yang disebabkan
zat kimia dan menjadikan bronkitis kronis.
Bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia
yang dapat menyebabkan bronkitis akut dan biasanya terjadi pada anak berusia
diatas 5 tahun atau remaja, Bordetella pertussis dan Corynebacterium diphtheria
biasa terjadi pada anak yang tidak diimunisasi dan dihubungkan dengan kejadian
trakeobronkitis, yang selama stadium kataral pertussis, gejala-gejala infeksi
respiratori lebih dominan. Gejala khas berupa batuk kuat berturut-turut dalam
satu ekspirasi yang diikuti dengan usaha keras dan mendadak untuk inspirasi,
sehingga menimbulkan whoop. Batuk biasanya menghasilkan mucus yang kental
dan lengket (Rahajoe, 2012).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala padaa kondisi bronkitis akut :
- Batuk
- Terdengar ronki
- Suara yang berat dan kasar
- Wheezing
- Menghilang dalam 10-14 hari
- Demam
- Produksi sputum

Tanda-tanda dan gejala bronkitis kronis :

- Batuk yang parah pada pagi hari dan pada kondisi lembab
- Sering mengalami infeksi saluran napas (seperti misalnya pilek atau flu) yang
dibarengi dengan batuk
- Gejala bronkitis akut lebih dari 2-3 minggu
- Demam tinggi
- Sesak napas jika saluran tersumbat
- Produksi dahak bertambah banyak berwarna kuning atau hijau
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada klien bronchitis kronik adalah meliputi rontgen
thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas darah arteri

E. Masalah yang Lazim muncul


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d bronkokonstriksi, peningkatan
produksi lender, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopuimonal
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan otot pernapasan, hiperventilasi paru,
deformitas dinding dada
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju metabolic,
anoreksia, mual/muntah, dyspnea, kelemahan
4. Hiperemesis b.d pemajanan lingkungan yanag panas, proses penyakit
peradangan
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

F. Discharge Planning
1. Membatasi aktivitas
2. Berhenti merokok dan hindari asap tembakau
3. Lakukan vaksin untuk influenza dan S.pneumonia
4. Hindari makanan yang merangsang
5. Jangan memandikan terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandi dengan air
hangat
6. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang
tertutup lehernya
7. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
8. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
9. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bias menambah
produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bias jadi pencetus karena
saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan merangsang daerah
saluran pernapasan
10. Cobalah untuk menjalani terapi uap hangat untuk membantu menghilangkan
sumbatan dan mengencerkan lender/daha

G. Patofisiologi
Saluran napas dalam Invasi virus respiratory
sinsitial, adenovirus,
parainfluinsa, rhinovirus,
Hipetermi Gangguan pembersihan allergen, emosi/stress,
di paru-paru obat-obatan, infeksi, asap
rokok
Radang/inflamasi
pada bronkuse Radang bronkial

Akumulasi mukus Produksi mukus Kontriksi berlebihan

Timbul reaksi balik Edema/pembengkakan Hiperventilasi paru


pada mukosa/sekret

Pengeluaran Atelektasis
energi berlebihan Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

Hipokemia
Kelelahan Intoleransi aktivitas

Kompensasi frekwensi nafas


Anoreksia Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Ketidakefektifan pola nafas
MALARIA

A. Defenisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasite yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam
darah.

B. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dan genus Plasmodium yang selain menginfeksi
manusia juga mneginfeksi binatang seperti golongan burung, replite dan mamalia.
Plasmodium terdiri dari 4 spesies
1. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria)
2. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertian (abening Malaria)
3. Plasmodoim Malariae
4. Plasmodium ovale

C. Manifestasi Klinis
1. Keluhan sebelum terjadinya demam kelesuan, malaise , sakit kepala sakit
belakang, merasa dingin dipunggung, merasa dingin dipunggung. Nyeri sendi
dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-
kadang dingin.
2. Gejala Klasik triase malaria
Pariode dingin (15-16 menit) mmengigil, badan bergetar, gigi-gigi saling terantuk,
temperature mulai naik. Pada anak sering terjadi kejang.
Perioge ganas muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terasa
terbakar, nyeri kepala, nadi cepat, panas badan tetap tinggi 2/12 jam.
Periode berkeringat , berkeringat banyakdan temperature turun, dan merasa
sehat.
Manifestasi klinis infeksi plasmodium
Plasmodium Masa Msnifestasi klinik
Tipe panas
Inkubasi
(Jam)
(hari)
Falciparum 12 (9-14) 24,36,48 Gejala gastrointestinal hemolysis,
anemia, icterus, hemoglobinuria,
syok, algid maligna, gejala
cerebral, edema paru, gangguan
kehamilan, kelainan retina,
hipoglikimia, kematian
Vivax 13(12-7)_12 48 Anemia kronik, splenomegaly,
bln rupture limpa
Ovale 17(16-8) 48 Anemia kronik, splenomegali
rupture limpa
Malariae 28(18-40) 72 Rekrudensi sampai 59 tahun,
splenomegali menetap, limpa
jarang rupture, sindroma nefrotik.

Malaria berat (Sumarno, herry, dkk 2002)


1. Malaria selebral dengan kesadaran menurun (delirium stupor, koma)
2. Anemia berat, kadar hemoglobin <Sg/dl
3. Dehidrasi, gangguan asam basa (Asidosis meabolik) dan gangguan elektrolit
4. Hipoglikemia berat
5. Gagal ginjal
6. Edema paru akut
7. Kegagalan sirkulasi (Algid Malaria)
8. Kecenderungan terjadi perdarahan
9. Hiperpireksia/hyperthermia
10. Hemoglobinuria/black water fever
11. Ikterus
12. Hiperparasitemia
TUBERKOLOSIS (TBC)

A. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium
tubercilosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya.
Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan
(GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet
yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. (Sylvia A. price)
Klasifikasi tuberkolusis dari system lama:
1. Pembagian secara patologis
- Tuberkolusis primer (childhood tuberkolusis)
- Tuberkolusis post-primer (adult tuberkolusis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkolusis paru (koch pulmonum)
aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh)
3. Pembagian secara radiologi (luas lesi)
- Tuberkolusis minimal
- Moderately advanced tuberkolusis
- Far advanced tuberkolusis

Klasifikasi menurut American thoracic society:

1. Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak


negative, tes tuberculin negative
2. Kategori 1 : terpajan tuberkolusis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disisni
riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori 2 : terinfeksi tuberkolusis, tetapi tidak sakit, testuberculin positif,
radiologis dan sputum negative
4. Kategori 3 : terinfeksi tubercolusis dan sakit
Klasifikasi diindonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan
makro biologis:
1. Tuberkolusis paru
2. Bekas tuberkolusis paru
3. Tuberkolusis paru tersangka, yang terbagi dalam:
- TB tersangkayang diobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda lain
positif.
- TB tersangka yang tidak diobati : sputum BTA negative dan tanda-tanda
lain juga meragukan.

Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu: (Sudoyo


Aru)

1. Kategori 1, ditunjukan terhadap:


- Kasus batu dengan sputum positif
- Kasus baru dengan batuk TB berat
2. Kategori 2, ditunjukan terhadap:
- Kasus kambuh
- Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3. Kategori 3, ditujukan terhadap:
- Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang luas
- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4. Kategori 4, ditujukan terhadap : TB kronik

B. Etiologi
Penyebab tuberkolusis adalah Mycobacterium tubrcolosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikrobakteria tuberculosis yaitu Tipe Human
dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkolusis usus. Basil Tipe Human bias berada dibercak ludah
(droplet) dan dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang
terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. (Wim de jong)
Setelah organism terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup
dan menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan
sampai bertahun-tahun. (Patrick Devey)
Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase: (wim de jong)
1. Fase 1 (Fase Tuberculosis Primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulakn reaksi
pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (Fase Laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur
hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh,
dan bias terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limfe
hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang kedua keginjang setelah paru.

C. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41 ◦c, serta ada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
6. Pada anak
- Berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
- Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul <7 hari setelah
penyuntikan) harus di evaluasi dengan system scoring TB anak
- Anak dengan TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)
- Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk kerumah sakit untuk
evaluasi lebih lanjut

Tabel frekuensi gejala dan tanda TB paru sesuai kelompok umur:

Gejala
- Demam Sering Jarang Sering
- Keringat malam Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Batuk Sering Sering Sering
- Batuk produktif Sangat jarang Sangat jarang Sering
- Hemoptitis Tidak pernah Sangat jarang Sangat
jarang
- Dispneu Sering Sangat jarang Sangat
jarang
Tanda
- Ronki basah Sering Jarang Sangat
jarang
- Mengi Sering Jarang Jarang
- Fremitus Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Perkusi pekak Sangat jarang Sangat jarang Jarang
- Suara nafas Sering Sangat jarang Jarang
berkurang

D. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer, dkk (1999: hal 472), pemeriksaan diagnostic yang dilakukan
pada klien dengan tuberculosis paru, yaitu:
1. Laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, limfositosis
2. Pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB
4. Tes Mantoux/Tuberculin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya
resisten
6. Becton Dickinson diagnose instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan co2 yang dihasilkan dari metabolism
asam lemak oleh mikrobakterium tuberculosis
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisi akan berubah
8. Pemeriksaan radiologi: rontgen thorak PA dan lateral
Gambaran foto thorak yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
- Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segmen apical lobus
bawah
- Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
- Adanya kavitas, tunggal atau ganda
- Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
- Adanya klasifikasi
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
- Bayangan millie
E. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkolusis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini1) yang digunakan adalah :
- Rifampisin
Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x/minggu atau
BB >60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg :450 mg
BB <40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/kali
- INH
Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10mg/kg BB 3 kali seminggu, 15
mg/kg BB 2 kali seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. Intermiten :
600 mg/kali
- Pirazinamid
Dosis fase intersif 25 mg/kg BB, 35 mg,kg BB 3 kali semingu, 50 mg/kg
BB 2kali seminggu atau
BB >60 kg :1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB <40 kg : 750 mg
- Streptomisin
Dosis 15 mg/kg BB atau
BB >60kg :1000 mg
BB 40-60 KG : 750 mg
BB <40 kg : sesuai BB
- Etambutol
Dosis fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg
BB
3x seminggu, 45 mg/kg BB 2x seminggu atau
BB >60 kg :1500 mg
BB 40-60 kg :1000 mg
BB <40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali
b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari:
- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
- Tiga obat antituberkolusis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
- Kombinasi dosisi tetap rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis
tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase
intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis
2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai
dengan pedoman pengobatan
c. Jenis obat tambahan lainnya (lini2)
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
- Derivat rifampisin dan INH
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa
efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping.
Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping
sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang
terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat
diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan. Efek samping OAT dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Tidak nafsu makan, Rifampisin Malam Obat diminum
mual,sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/allopurinol
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6 (piridoksin)
terbakar dikaki 100mg perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak
air seni perlu diberi apa-apa

Efek samping berat dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan


Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin dan
pada kulit dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterik Hamper semua OAT Hentikan semua OAT
sampai ikterik menghilang
Bingung dan muntah- Hamper semua obat Hentikan semua OAT dan
muntah lakukan uji fungsi hati
Gangguan penglihatan Ethambutanol Hentikan ethambutanol
Purpura dan rejatan (syok) Rifampisin Hentikan rifampisin

2. Panduan obat anti tuberculosis


Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi:
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Panduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternative : 2 RHZE/4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/6HE
Panduan ini dianjurkan untuk :
- TB paru BTA (+), kasus baru
- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologic lesi luas
- TB diluar paru kasus berat
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7
bulan, dengan panduan 2RHZ/7RH, dan alternative 2RHZE/7R3H3,
seperti pada keadaan:
- TB dengan lesi luas
- Disertai penyakit komorbid (diabetes mellitus)
- Pemakaian obat imunosupresi/kortikosteroid
- TB kasus berat (Milier, dll)
Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan
dengan hasil uji resistensi.
b. TB paru (kasus baru), BTA negatif
Panduan obat yang diberikan : 2 RHZ/2 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Panduan ini di anjurkan untuk :
- TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologic lesi minimal
- TB diluar paru kasus ringan
- TB paru kasus kambuh
Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada
fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan
obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan
atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga panduan obat
yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji
resistensi, maka alternative diberikan panduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5
R3H3E3 (program P2TB)
a. TB paru kasus gagal pengobatan
Peengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan
minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih
sensitive (seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama
pengobatan minimal selama 1-2 tahun.
b. TB paru kasus lalai berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan
kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
- Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu,
pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal
- Penderita menghentikan pengobatannya >2 minggu
- Berobat >4 bulan, BTA positif : BTA negatif dan klinik, radiologic
negative, pengobatan OAT STOP
- Berobat >4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang
lebih lama
- Berobat <4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
panduan obat yang sama
- Berobat <4 bulan, berhenti berobat >1 bulan, BTA negative, akan
tetapi klinik dan atau radiologic positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan panduan obat yang sama
- Berobat <4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal
c. TB paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi,berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resisntensi,
sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam
OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun
resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,
makrolid.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan
pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
- Kaus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru
1. Pengobatan suportif/simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu
diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinisnya baik dan
tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang
perlu pengobatan tambahan atau suportif/somtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan
- Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan
- Vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak tidak ada larangan
makanan untuk penderita tuberculosis, kecuali untuk
komorbidnya)
- Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
- Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala
batuk, sesak napas atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
- TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb: batuk
darah(profus), keadaan umum buruk, pneumotoraks,
emplema, efusi pleura masif/bilateral, sesak napas berat
(bukan karena efusi pleura)
- TB paru di luar paru yang mengancam jiwa : TB paru milier,
meningitis TB.
2. Terapi pembedahan
a. Indikasi mutlak
- Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
- Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi
dengan cara konservatif
- Penderita dengan fistula bronkopleura dan empyema yang
tidak dapat diatasi secara konservatif
b. Indikasi relatif
- Penderita dengan dahak negative dengan batuk darah
berulang
- Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
- Sisa kaviti yang menetap
3. Tindakan invasive (selain pembedahan)
a. Bronkoskopi
b. Punksi pleura
c. Pemasangan WSD (water sealed drainage)
4. Kriteria sembuh
a. BTA mikroskopik negative dua kali (pada akhir fase intensif
dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan yang adekuat
b. Pada foto thorak, gambaran radiologic serial tetap
sama/perbaikan
c. Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan
negative

F. Masalah yang lazim muncul


1. Ketidakefektif bersihan jalan napas b/d bronkospasme
2. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan
perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung
3. Hipertermia b/d reaksi inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakadekuatan
intake nutrisi, dyspnea
5. Resiko infeksi b/d organisme purulent
G. Discharge Planning
1. Pelajari penyebab dan penularan dari TB serta pencegahan saat diluar rumah
2. Pahami tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan secret di saluran pernapasan
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
4. Lakukan pernapasan diafragma : tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluar sebanyak mungkin melalui mulut
5. Selalu menjaga kebersihan mulut dan pelajari cara yang baik saat batuk dan
setelah batuk juga cara pengontrolan batuk
6. Jangan memberikan vaksin BCG pada bayi baru lahir dan konsultasikan kepada
tenaga medis terlebih dahulu sebelum vaksin
7. Ibu menderita TB aman untuk memberikan ASI pada bayinya dengan catatan
menghindari cara penularan TB
8. Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi
9. Berhenti merokok dan berhenti minum alcohol
10. Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istirahat cukup
H. Patofisiologi

Microbacterium tuberculosis droplet infection masuk lewat jalan napas

Menempel pada paru

Keluar dari tracheobionchial dibersihan oleh makrofag menetap di


jaringan paru bersama secret

sembuh tanpa pengobatan

Anda mungkin juga menyukai