Qawaid Fiqhiyah
Qawaid Fiqhiyah
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya
lah kami dapat merampungkan makalah ini yang Alhamdulillah sudah ada ditangan pembaca.
Kata terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi,
atas bantuan dan partisipasinya untuk penyelesaian makalah ini. Adapun isi makalah ini tentang
Fiqh Muammalah Gadai (Rahn).
Besar harapan kami agar makalah ini dapat berguna untuk para rekan-rekan sesama
mahasiswa dan mahasiswi dalam proses perkuliahan untuk membantu Mahasiswa(i) dalam
mencari informasi yang relevan dan aktual serta menambah dan memperluas wawasan kita
mengenai ekonomi.
Akhir kata yang kami ucapkan mohon maaf jika dalam prose penulisan makalah ini
banyak kekurangan disana dan disini. Pikiran kritis dan sumbang saran sangat diharapkan demi
perbaikan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan
aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan
antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi
kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka. Karena itulah sangat perlu sekali kita
mengetahui aturan islam dalam seluruh sisi kehidupan kita sehari-hari, diantaranya yang bersifat
interaksi social dengan sesama manusia, khususnya berkenaan dengan berpindahnya harta dari
satu tangan ketangan yang lainnya.
Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan fenomena
ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang terdesak
untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya. Dalam hal
jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang dan salah satunya
dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak
termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang
melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-
asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan mencoba
sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Gadai (Rahn) ?
2. Apa saja Dasar Hukum Rahn ?
3. Apa saja Rukun dan Syarat Gadai (Rahn) ?
4. Bagaimana Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam ?
5. Bagaimana Aplikasi dalam Perbankan ?
6. Apa Manfaat Rahn ?
7. Apa saja Resiko Rahn ?
8. Bagaimana Perbedaan & Persamaan Gadai Syariah dan Konvensional ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Gadai (Rahn)
2. Untuk mengetahui Dasar Hukum Rahn
3. Untuk mengetahui Rukun dan Syarat Gadai (Rahn)
4. Untuk mengetahui Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam
5. Untuk mengetahui Aplikasi dalam Perbankan
6. Untuk mengetahui Manfaat Rahn
7. Untuk mengetahui Resiko Rahn
8. Untuk mengetahui Bagaimana Perbedaan & Persamaan Gadai Syariah dan
konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gadai (Rahn)
Gadai atau al-rahn ( )الرهنsecara bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al habs) yaitu
penetapan dan penahanan.[1] Istilah hukum positif di indonesia rahn adalah apa yang disebut
barang jaminan, agunan, rungguhan, cagar atau cagaran, dan tanggungan.
Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan menjadikan suatu benda yang
bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan uang, dimana adanya benda yang
menjadi tanggungan itu di seluruh atau sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum adat gadai
di artikan sebagai menyerahkan tanah untuk menerima sejumlah uang secara tunai, dengan
ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan
menebusnya kembali.[2]
Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya.
Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah
semacam jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang
mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut murtahin,
sedangkan barang yang di gadaikan disebut rahn
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a berkata:
Artinya: " Rasullulah SAW, telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di
Madina, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk keluarga itu
untuk keluarga beliau". (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah).
F. Manfaat Rahn
Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:
1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan
yang diberikan.
2. Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak
akan hilang begitu saja. Jika nasabah peminjam ingkar janji, ada suatu asset atau barang
(marhun) yang dipegang oleh bank.
3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka akan sangat membantu saudara kita
yang kesulitan dana terutama didaerah-daerah.
G. Risiko Rahn
Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk
adalah:
1. Resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi)
2. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rahn adalah “Menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat dijadikan
pembayar ketika berhalangan dalam membayar hutang”, Rahn termasuk akad yang bersifat
‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna apabila sudah menyerahkan benda yang dijadikan akad,
seperti hibah, pinjam meminajam, titipan dan qirad. Dalam dasar hukum gadai, ada dalil-dalil
yang melandasi di perbolehkannya gadai yang bersal dari Al-Qur’an dan hadis. Rukun gadai
yaitu akad dan ijab Kabul, akid, barang yang di jadikan jaminan (borg).
Perbedaan rahn syariah dan konvensional yaitu gadai syariah dilakukan secara suka rela
tanpa mecari keuntungan, seadangakn gadai konvensional dilakukan dengan prinsip tolong-
menolong tetapi juga menarik keuntungan. Dan persamaan rahn dengan gadai yaitu adanya
agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang.
B. Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang kurang.
Mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam penyusunan
sebuah makalah.
DAFTAR PUSTAKA
[4] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001), hlm. 162.
[5] Ahmad Sarwat, Fikih sehari-hari, ( Jakarta: PT Gramedia, 2002), hlm.92.
[6] Muhammad dan Sholikhul Hadi, Pengadaian Syari’ah, (Jakarta: Salembadiniyah,
2003), hlm. 54.