Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI BALITA DAN


ANAK PRASEKOLAH ATRESIA DUODENI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami mendapat kesehatan dan kekuatan fisik serta pikiran
sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ATRESIA DUODENI”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Asuhan Neonatus,
Bayi Baru Lahir, Balita Dan Anak Prasekolah ” untuk meningkatkan kemampuan
dan pemahaman tentang mata kuliah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
kami harapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Atresia duodeni 3
B. Etiologi Atresia Duodeni 3
C. Patofisiologi 3
D. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni 4
E. Komplikasi 4
F. Penatalaksanaan 5
G. Pemeriksaan Penunjang 6
H. Pencegahan 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 7
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini, banyak sekali perubahan baik ilmu
pengetahuan, teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan
masyarakat terhadap kualitas dan profesionalisme pemberian pelayanan
kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi dan bidan sebagai
tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara
mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Tenaga bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting
dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan
bahwa bidan merupakan “back bone” untuk mencapai target-target global,
nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan karena bidan merupakan tenaga
kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam secara terus menerus dan
berkesinambungan serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan informasi tentang
kesehatan.
Atresia adalah tidak terbentukknya atau tersumbatnya suatu saluran dari
organ-organ. Atresia Duodenal adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya
duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan
yang akan ke usus. Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus
yang biasa didalam ahli bedah pediatric.

B. Rumusan masalah
Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk
merumuskan masalah diantaranya :
1. Apa pengertian dari Atresia Duodeni?
2. Apa etiologi dari Atresia Duodeni?
3. Bagaimana patofisiologi dari atresia duodeni?
4. Sebutkan Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni!
5. Apa saja komplikasi yang terjadi pada atresia duodeni?
6. Bagaimana Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni?

1
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Atresia Duodeni?
8. Bagaimana pencegahan dari atresia duodeni?

C. Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada
mahasiswi untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir
1. Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Duodeni.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Duodeni.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Duodeni.
4. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni.
5. Untuk mengetahui Komplikasi Atresia Duodeni.
6. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni.
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang.
8. Untuk mengetahui pencegahan dari atresia duodeni.

D. Manfaat Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat pada umumnya, dan dapat menambah pengetahuan tentang Asuhan
Neonatus pada Bayi dan Balita dengan Atresia Duodeni kususnya pada
mahasiswa kesehatan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Atresia duodeni


Atresia duodeni merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama
dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya
duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui
makanan yang akan ke usus.
Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa
yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau
suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Atresia
Duodeni adalah buntunya saluran pada duedenum yang biasanya terjadi pada
ampula arteri.

B. Etiologi Atresia Duodeni


Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum
diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum :
1. Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan
2. Gangguan pembuluh darah.
3. Banyak terjadi pada bayi prematur.
4. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
5. Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum
mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.

C. Patofisiolog
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi
dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara
sempurna.

3
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat
mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis
atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di
antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan
pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum).
Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada
suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang
tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi
sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik
ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan
pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum

D. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni


1. Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam
atau sesudahnya.
2. Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau - hijauan karena
empedu(biliosa).
3. Muntah terus - menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
4. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
5. Tidak kencing setelah disusui
6. Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
7. Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
8. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
9. Berat badan menurun atau sukar bertambah.
10. Ikterik.

E. Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi,
terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi
komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum),
gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.

4
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso
atau arogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.
2. Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus
dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan
atresia duodenum mempunyai anomaly bawaan yang dapat mengancam
kehidupan.
3. Koreksi definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi
dan mobati anomaly lain yang berakibat fatal.
4. Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus
proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya
memperbaiki peristaltic.
5. Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan
melindungi jalan nafas.
6. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan
sampai bayi mulai makan per oral.
7. Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi
diperlukan tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang
tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut
sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus
diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
8. Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di
kemudian hari.
9. Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah
bawah obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya.
Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi
duodenum intrinsic seperti membrane atau stenosis.
10. Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi
tanpa memisah pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian
lingkungan yang tidak berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika
dikelola dengan diodenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus
koledokus dapat bermuara pada diafragma sendiri
11. Pemberian terapi cairan intravena
12. Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

5
Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi
dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan
elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali kongenital
lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga harus ditangani.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan
namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas.
Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui
insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada
telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan
cara yang minimal invasif.
Indikasi operasi : Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa,
operasi diindikasikan untuk semua bayi yang mengalami kondisi ini, karena
malformasi ini dapat diperbaiki dengan sempurna

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Dengan X-ray abdomen (USG prenatal) memperlihatkan pola
gelembung ganda yang berisi udara dalam usus bagian bawah.
2. Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan keadaan
malrotasi.

H. Pencegahan
Dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defisiensi asam folat
dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis meningokel.
Basis molekul defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim enzim
yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metilasi protein dalam sel, baik
dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis
DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
Ini juga bermanfaat untuk memperluas aspek pencegahan bagi kasus
meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya, serta aspek
pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih
berada di dalam kandungan.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Atresia duodeni adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka
dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke
usus.
1. Penyebab atresia duodeni :
a. Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan .
b. Gangguan pembuluh darah.
c. Banyak terjadi pada bayi prematur.
d. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
e. Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum
mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.
2. Tanda dan Gejala Atresia Duodeni:
a. Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24
jam atau sesudahnya.
b. BBL muntah segera setelah lahir berwarna kehijau - hijauan karena
empedu (biliosa).
c. Muntah terus - menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa
jam.
d. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
e. Tidak kencing setelah disusui.
f. Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g. Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
h. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
mekonium.
i. Berat badan menurun atau sukar bertambah
j. Polihidramnion terlihat pada 50% dengan atresia duodenal
k. Ikterik.

7
3. Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi
endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi
proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial
(kegagalan proses vakuolisasi).

4. Penatalaksanaan
a. Perbaiki keadaan umum dengan cara memberikan cairan elektrolit
melalui intravena untuk mengatasi defisit cairan tubuh yang
ditimbulkan oleh muntah-muntah.
b. Pemasangan tuba orogastrik untuk mendekompresi lambung.
c. Dilakukan pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum
(duodenoduodenostomi).

B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang kelainan
bawaan dan penatalaksanannya khususnya atresia duodeni sebagai
tambahan ilmu pengetahuan dan bekal apabila sudah mengabdi
dimasyarakat atau di tempat pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan
neonatus.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan tenaga kesehatan memberikan pelayanan yang maksimal
terhadap penderita atresia duodeni dan esophagus. Sehingga dapat
meminimalisirkan komplikasi-komplikasi yang terjadi pada bayi baru
lahir yang mengalami atresia duodeni dan esophagus.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat memahami tentang kelainan – kelainan pada
bayi terlebih khusus kelainan atresia duodeni dan mampu selalu
memperhatikan kesehatan anaknya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah, S.Si.T., Lia Yulianti, Am.Keb, MKM. 2010. Asuhan Neonatus
Bayi dan Anak Balita.Jakarta: Trans Info Media

Deslidel, Hajjah. 2001. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita : Jakarta : EGC

Nany Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.Jakarta:
Salemba Medica

Ngatsiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Peenerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : TIM

Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai