, ITB 2009
Bab VI
Lumpur Pemboran
6.1. Pendahuluan
Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih
pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran, lumpur mulai
digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan dan
akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap
bertahan. Dalam bab ini tak akan dibahas fluida pemboran yang berupa udara
dan gas.
Secara umum lumpur pemboran dapat dipandang mempunyai empat
komponen atau fasa :
a. Fasa cair.
Ini dapat berupa minyak atau air. Air dapat pula dibagi dua, tawar dan asin. Tujuh
puluh lima persen lumpur pemboran menggunakan air. Sedang pada air dapat
pula dibagi menjadi air asin tak jenuh dan jenuh. Istilah oil-base digunakan bila
minyaknya lebih dari 95% . Invert emulsions mempunyai komposisi minyak 50
-70% (sebagai fasa kontinu) dan air 30 - 50% (sebagai fasa terdispersi).
b. Reactive solids.
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal. Dalam hal
ini clay air tawar seperti bentonite menghisap (absorp) air tawar dan membentuk
lumpur. Istilah "yield" digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang
dapat dihasilkan dari satu to clay agar viskositas lumpurnya 15 cp.
Untuk bentonite, yieldnya kira-kira 100 bbl/ton. Dalam hal ini bentonite
mengabsorp air tawar pada permukaan partikel-partikelnya, hingga kenaikan
volumenya sampai 10 kali atau lebih, yang disebut "swelling" atau "hidrasi".
Untuk salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik diair tawar atau di air
asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan "salt water muds". Baik
bentonite ataupun attapulgite akan memberi kenaikan viskositas pada lumpur.
Untuk oil base mud, viskositas dinaikkan dengan penaikan kadar air dan
penggunaan asphalt.
d. Fasa kimia.
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat-
sifat lumpur, misalnya dalam dispersion (menyebarnya paritkel-partikel clay) atau
flocculation (berkumpulnya partikel-partikel clay). Efeknya terutama tertuju pada
peng"koloid"an clay yang bersangkutan. Banyak sekali zat kimia yang digunakan
untuk menurunkan viskositas, mengurangi water loss, dan mengontrol fasa koloid
(disebut surface active agent). Zat-zat kimia yang mendispersi (thinner =
menurunkan viskositas/mengencerkan), misalnya :
Quebracho (dispersant)
Phosphate
Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)
Lignosulfonates (bermacam-macam kayu pulp)
Lignites
Surfactant (surface active agents)
Sedang zat-zat kimia untuk menaikkan viskositas misalnya adalah :
C.M.C
Starch
Beberapa senyawa polimer
Zat-zat kimia bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur tersebut
misalnya dengan menetralisir muatan-muatan listrik clay, menyebabkan
dispersion dan lain-lain.
Tekanan yang diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman tertentu (D, ft)
dapat dihitung menggunakan rumus :
Pm 0.052d m D
P Ph Ploss
dimana
Pm = Tekanan statik lumpur, psi
P = P dinamis
d m = Densitas lumpur, ppg
Ph = P hidrostatik
D = Kedalaman, ft.
Ploss = Kehilangan tekanan selama sirkulasi
Perlu diketahui, bahwa tekanan fluida dinamis (pada saat mengalir) kepada
formasi adalah tekanan statik (menggunakan rumus diatas) ditambah
pressure loss yg terjadi di sepanjang jalur sirkulasi.
5. Membawa cutting dan material-material pemberat pada suspensi bila sirkulasi
lumpur dihentikan sementara.
6. Melepaskan pasir dan cutting di permukaan
Kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi dihentikan
terutama tergantung dari gel – strength. Pada saat fluida pemboran menjadi
gel, tahanan terhadap gerakan cutting ke bawah dapat dipertinggi. Cutting
perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena dapat menyebabkan
akumulasi cutting pada annulus dan pipa akan terjepit (pipe sticking). Selain
itu, pengendapan cutting di annulus akan memperberat beban torsi pada saat
rotasi permulaan dan juga memperberat kerja pompa pada saat memulai
sirkulasi kembali. Akan tetapi gel – strength yang terlalu besar juga tidak
diinginkan karena akan mempersulit proses pembuangan cutting di
permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander atau shale
shaker dapat membantu proses pemisahan cutting/pasir dari lumpur
dipermukaan. Sebagai tambahan, pasir harus dibuang dari aliran lumpur
karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pada pompa, fitting
(sambungan- sambungan) dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal
yang boleh adalah 2%.
7. Menahan sebagian berat drill pipe dan casing (Bouyancy effect).
8. Mengurangi efek negatif pada formasi.
9. Mendapatkan informasi (mud log, sample log).
Dalam pemboran, kadang – kadang lumpur dianalisa untuk mengetahui
apakah lumpur mengandung hidrokarbon atau tidak (mud log). Selain itu
dilakukan pula sample log, yaitu proses analisa cutting yang naik
kepermukaan, untuk menentukan formasi yang sedang dibor.
10. Media logging
Untuk penentuan adanya zona minyak atau gas serta juga zone – zone air
dan juga untuk korelasi dan maksud – maksud lain, diadakan logging
(pemasukan sejenis alat antara lain alat listrik atau gamma ray / neutron)
seperti misalnya electric logging, yang mana memerlukan lumpur sebagai
media penghantar arus listrik di lubang bor.
Densitas Lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat dari lumpur
tersebut, seperti densitas, viskositas, gel strength, atau filtration loss.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat penting,
karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur bor sebagai
pengimbang tekanan formasi. Lumpur dengan densitas yang terlalu besar
akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (lost circulation), sedang
densitas yang terlalu kecil akan menyebabkan "kick". Maka densitas lumpur
harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradien hidrostatik dari lumpur bor
dalam psi/ft. Tetapi di lapangan biasanya dipakai satuan ppg (pound per
gallon) yang diukur dengan menggunakan alat yag disebut dengan mud
balance (Gambar 6.1).
Dalam perhitungan harga ddensitas, asumsi-asumsi yang digunakan :
1. Volume setiap material adalah additive :
Vs Vml Vmb ......................................................................................(6-1)
% Berat solid :
s Vs ml
100 s mb 100 .....................................................( 6-6 )
mb Vmb mb s ml
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG = 4.3 ,
untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur baru
sebesar mb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, Ws
sebanyak:
mb ml
Ws 684
35.8 mb ........................................................................( 6-7 )
Keterangan :
W s = Berat solid/zat pemberat, kg barite/bbl lumpur.
Sand Content
Tercampurnya serpihan – serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur
pemboran akan dapat membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan
– serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir dapat mempengaruhi
karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah
densitas lumpur yang telah mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas
lumpur yang tersirkulasi ke permukaan akan menambah beban pompa
sirkulasi lumpur. Oleh karena itu setelah lumpur disirkulasikan harus
mengalami proses pembersihan untuk menghilangkan partikel-partikel yang
masuk ke dalam lumpur selama sirkulasi. Alat - alat ini, yang biasanya disebut
“Conditioning Equipment", adalah:
Shale Saker
Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau cutting yang
berukuran besar.
Degasser
Untuk membersihkan lumpur dari gas yang masuk.
Desander
Untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang berukuran
kecil yang bisa lolos dari shale shaker.
Desilter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desilter dapat membersihkan
lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih kecil.
Sand content dari lumpur pemboran adalah adalah persen volume dari
partikel-partikel dengan diameternya lebih besar dari 74 mikron. Pengukuran
sand content dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan saringan
tertentu. Rumus untuk menentukan kandungan pasir (sand content) pada
lumpur pemboran adalah :
V
n s 100 ............................................................................................( 6-9 )
Vm
di mana :
n = Kandungan pasir, %
Vs = Volume pasir dalam lumpur, bbl
Vm = Volume lumpur, bbl
a 100
.................................................................................................(6-12)
a
300 C
N
...............................................................................................(6-13)
Untuk menentukan plastic viscosity ( p ) dan yield point (Yp) dalam field unit
digunakan persamaan Bingham Plastic (Gambar 6.6) berikut :
600 300
p
600 300 .............................................................................................(6-14)
Dengan memasukkan persaman (6-10) dan (6-11) ke dalam persamaan (6-14)
didapat:
p C 600 C 300
............................................................................................(6-15)
Yb C 300 p
...............................................................................................(6-16)
dimana :
p
= Plastic viscosity, cp
Yb = Yield point Bingham, lb/100 ft2
C 600 = Dial reading pada 600 RPM, derajat
C 300 = Dial reading pada 300 RPM, derajat
Harga gel strength dalam 100 lb/ft 2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan alat Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat
digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga gel
strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft 2.
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu maupun kejadiannya maupun
sebab dan akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara
bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
0.5
t
Q2 Q1 2 ...........................................................................................(6-18)
t1
dimana :
Q1 = Fluid loss pada waktu t1, cm3
Q2 = Fluid loss pada waktu t2, cm3
t = waktu filtrasi, min
Sifat filtration loss lumpur, dinyatakan dalam API water loss, yaitu volume
filtrat yang dikumpulkan selama 30 menit pada kondisi standar test. Untuk
pengukuran water loss dengan menggunakan HPHT filter press, maka :
APIwaterloss 2 V30
dimana :
V30 2V7.5 Vsp V sp
V30 = volume filtrat yang dihasilkan selama 30 menit, cm 3
V7.5 = volume filtrat yang dihasilkan selama 7.5 menit, cm 3
V sp = volume spurt loss, cm3
Selain sifat water loss dari lumpur, percobaan ini juga mempelajari pengaruh
temperatur terhadap sifat rheology lumpur. Pada umumnya kenaikan
temperatur menyebabkan lumpur menjadi lebih encer, tetapi hal ini tergantung
dari tipe dan total solid di dalam lumpur tersebut. Hal ini mengakibatkan plastic
viscositas lumpur akan berkurang. Jika dibandingkan dengan fasa liquidnya,
dalam hal ini adalah air, maka penurunan PV tersebut menunjukan trend yang
sama sampai harga temperatur tertentu. Di atas harga tersebut, PV tidak
mengalami penurunan terhadap naiknya temperatur. Keadaan ini diakibatkan
oleh meningkatnya efek friksi/gesekan dari fasa solid jika dibandingkan dengan
kecepatan pengenceran dari fasa liquidnya.
Selain dari ketiga kontaminasi di atas, bentuk kontaminasi lain yang dapat
terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi "hard water", atau kontaminasi oleh air yang mengandung ion
kalsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi Karbon Dioksida
c. Kontaminasi Hidrogen Sulfida
d. Kontaminasi Oksigen.
side wall sticking, menurunkan efek drillpipe torque (momen puntir) dan drillpipe
drag (seretan).
Dengan berkembangnya teknologi di bidang pemboran maka sifat
pelumasan lumpur semakin penting artinya. Pada pemboran bersudut / miring,
torque dan drag dari drillstring serta keausan (wear) casing sangat tinggi. Hal ini
menyebabkan timbulnya masalah-masalah operasional yang tidak diperkirakan
sebelumnya dan akan meningkatkan biaya pemboran.
Masalah yang sama juga dijumpai pada pemboran sumur - sumur
horizontal. Lumpur yang biasa dipakai pada pemboran vertikal perlu diperbaiki
untuk menghasilkan sifat pelumasan yang sesuai dengan yang dibutuhkan
untuk keperluan pemboran sumur horizontal.
Prinsip untuk melakukan pengujian terhadap sifat pelumasan lumpur
pemboran, digunakan alat Extreme Pressure Lubricity Tester (Gambar 6.9)
yang prosedurnya telah dimodifikasi. Dengan menganggap bahwa dasar yang
dipakai untuk membuat modifikasi fungsi dasar alat tersebut, sebagaimana
tidak lepas dari pengaruh pelumas di antara dua bidang yang saling
bergesekan, maka secara tidak langsung dengan prosedur yang dibuat
kemudian, pengujian dapat dilakukan untuk mengetahui sifat pelumasan lumpur
secara relatif.
Pada prinsipnya Extreme Pressure Lubricity Tester terdiri atas sebuah ring
baja berputar yang disentuhkan pada sebuah blok yang dapat ditekan pada
berbagai besar harga beban dengan menggunakan pengatur torsi. Ring, dan
blok dibenamkan dalam lumpur pada saar pengujian dan gaya gesek yang
terjadi antara dua benda tersebut dapat diukur / dibaca pada skala. Dalam
pengukuran yang sebenarnya, harga gaya gesek yang diperoleh (pada beban
dan RPM tertentu) dapat dikorelasikan dengan menggunakan grafik untuk
mengetahui koefisien gesek yang terjadi pada suatu jenis fluida pemboran.
beban torsi. Gambaran yang dapat dilihat secara tidak langsung adalah bahwa
terjadinya gaya friksi yang lebih besar diakibatkan oleh sifat pelumasan lumpur
yang rendah.
Partikel clay ini bisa terdiri dari satu macam lapisan atau sampai tak
terhingga, yang saling tumpuk menyerupai sebuah deck kartu-kartu yang diikat
bersama-sama dalam suatu gaya residual. Ketika tersuspensi dalam air, clay
akan memperlihatkan bermacam-macam derajat swelling-nya. Molekul
bentonite terdiri dari tiga layer yaitu : sebuah layer alumina dan layer silika yang
berada di atas dan di bawah layer alumina.
Plate (lempengan) bentonite bermuatan negatif dan mempunyai kation-
kation yang berlawanan dan bergabung dengannya. Jika kation-kation ini
adalah sodium (Na), maka clay tersebut disebut sodium Montmorillonite, jika
kalsium (Ca) maka disebut Calcium Montmorillonite.
Bila suspensi clay dan air dari hasil pengadukan yang sempurna, maka
akan terdapat tiga model ikatan lempeng yaitu :
Tepi terhadap tepi (edge to egde)
Tepi terhadap muka (edge to face)
Muka terhadap muka (face to face)
Mata rantai dari partikel-partikel ini akan terbentuk secara serentak atau
hanya terdapat satu jenis mata rantai yang akan menguasai proses tersebut.
6.4.2. Flokulasi
Bila lempengan-lempengan clay bergabung satu dengan yang lainnya
dimana didalam sistem akan terdapat ikatan muka dengan tepi lempeng, tepi
dengan tepi lempeng yang tidak tersebar secara merata di dalam fasa cairnya.
Flokulasi akan menghasilkan clay yang menggumpal sehingga akan
menghasilkan gel yang berlebihan.
6.4.3. Aggregasi
Aggregasi terjadi bila muka antar muka atau tepi dengan tepi lempeng clay
saling berikatan satu sama lainnya dan tersebar di dalam fasa cairnya.
6.4.4. Deflokulasi
Deflokulasi terjadi bila dalam larutan yang terflokulasi terjadi pemutusan
ikatan antara tepi dengan muka, yaitu dengan penambahan thinner ke dalam
sistem, sehingga sistem kembali ke dalam fasa terdispersi.
Calcium salt
Selain hydrated lime dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas.
Juda zat-zat kimia yang memberi supply cation multivalent untuk base
exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba(OH) 2 telah
digunakan.
Emulsified salt water muds telah umum digunakan di Kansas dan Dakota.
Ini mempunyai sifat-sifat baik dari conventional emulsion muds. Lumpur ini
menunjukkan tendensy foaming (berbusa) yang bisa dicegah dengan
penambahan surfactant.
C. Sodium-Silicate Muds.
Fasa cair Na-silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na-
sillicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini dikembangkan untuk
digunakan bagi pemboran heaving shale, tetapi telah terdesak
penggunaannya oleh lime treated gypsum lignosulfonate, shale control, dan
surfactant muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang lebih baik, murah
dan mudah dikontrol sifat-sifatnya.
yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah
kenaikan viskositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya
pengontrolan maka lumpur ini disukai orang.
Salt water oil-in water absorbtion mud mengandung paling sedikit 60,000
ppm NaCl dalam fasa airnya. Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent-
organik. Lumpur ini biasanya mempunyai pH dibawah 9, dan cocok digunakan
untuk daerah-daerah dimana perlu dibor garam massive atau lapisan-lapisan
garam, seperti di Kansas, Rocky Mountain, Dakota dan Canada Barat. Emulsi
ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga pada fresh water
emulsion,yaitu :
1). densitasnya kecil
2). filtrate loss sedikit, mud cake tipis dan lubrikasi lebih baik.
Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan
dengan penambahan surface active agent tertentu. Pemeliharaan lumpur ini
sama seperti pada salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier,
minyak dan surface active defoamer (anti foam).
Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya
formasi air dapat menyebabkan bit balling (bit dilapisi cutting/padatan-padatan)
yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan
digunakannya cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan
yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zone-
zone dengan tekanan rendah.
Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud
drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi
lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone),
mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.
Contoh 1:
1. Hitung densitas suatu lumpur yang diperoleh dengan menambahkan 40
lbm bentonite (SG=2.60) dan 150 lbm barite (SG=4.20) ke dalam 1 bbl air.
2. Drilling Mud Design
Given:
Mud Weight = 10 ppg
Solid content = 3.9 %
Volume of mud in mud pit = 100 bbls
Determine:
a. Number of sacks barite will be required and volume (bbl) of mud must be
reduced to increase mug weight to 13 ppg if volume of muf in mud pit is
constant
b. Number of sacks barite will be required and increase of mud (bbl) in mud
pit if density of mud change to 12 ppg.
c. Number of sacks barite will be required, volume (bbl) of mud must be
reduced and volume (bbl) of water must be added to increase mud
weight to 13 ppg and reduce solid content 3.5%
d. Volume of water must be added to decrease density of mud to 9.5 ppg.
Depth(feet) Pressure(Psi)
5000 2340
5100 2390
5200 2435
5300 2480
5400 2660
5500 2775
5600 2850
5700 2970
5800 3320
5900 3375
6000 3200
6100 3015
6200 3120
Contoh 3:
Untuk menaikkan densitas 700 bbl lumpur dari 13 ppg menjadi 15 ppg
diperlukan penambahan barite (SG=4.20). Agar kekentalan lumpur tetap
terjaga, maka tiap penambahan 100 lbm barite akan ditambah 1 galon air.
Jika volume akhir tidak terbatas, hitung jumlah air dan barite yang diperlukan.
Contoh 4:
Untuk menaikkan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg menjadi 13
ppg diperlukan penambahan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga
1000 bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang dan barite
(SG=4.20) yang harus ditambahkan.
Contoh 5:
Untuk menaikkan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg dengan
kadar solid 6% menjadi 13 ppg dengan kadar solid 3.5% diperlukan
penambahan air dan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000
bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang serta air dan barite
(SG=4.20) yang harus ditambahkan.
Sifat-Sifat Fisik
Appearance powder
Warna Coklat Tua
Moisture 6%
Kelarutan Air 99 %
pH, kandungan 10 % 8.5
Rekomendasi penggunaan:
Additive pengontrol filtrasi pada temperatur tinggi
Penstabil rheologi
Dapat Digunakan pada setiap lumpur berdasarkan air dengan pH system
mendekati netral
Dapat digunakan pada lumpur dengan densitas tinggi
Keuntungan Utama:
Dapat mengontrol sampai dengan temperatur 400 oF (205 oC)
Relatif stabil dengan kehadiran kontaminasi dari kalsium, magnesium,
solids dan chloride.
Compatible dengan berbagai type fluida pemboran yang lain larut sempurna
dalam air.
Harga relatif Murah
Mempunyai sifat racun yang rendah
a. Wyoming Bentonite
Keuntungan:
1. Merupakan aditif multiguna yang membantu dalam mengontrol fluid
loss, suspensi barite, dan viskositas untuk kemampuan pembersihan
lubang bor.
2. Dalam penambahan yang sedikit, pada range 6% berat cocok untuk
mengurangi fluid loss sampai 10 - 12 cc.
Kerugian:
1. Bentonite tidak cocok digunakan pada konsentrasi ion sodium, kalsium,
atau potassium yang tinggi tanpa prehidrasi.
2. Bentonite rentan terhadap kontaminasi pada saat pemboran formasi-
formasi, seperti garam atau anhydrite (CaSO4)
3. Lumpur clay rentan terhadap panas dalam bentuk flokulasi clay yang
meningkatkan fluid loss
b. Starch (Pregelantized)
Keuntungan:
1. Strarch dapat berfungsi dengan baik sebagai fluid loss control agent
dengan hadirnya ion kalsium atau sodium. Oleh karena itu, aditif ini
cocok digunakan untuk lumpur saltwater atau lumpur lime.
2. Jika digunakan pre-treated non-fermenting starch, maka tidak perlu
digunakan bactericide
Kerugian:
1. Kenaikan viskositas sering terjadi jika menggunakan starch
2. Harus digunakan bactericide untuk mencegah degradasi jika starch
bukan pre-treated
3. Starch rentan terhadap panas diatas 250oF
d. Acrylonitrite (Cypan)
Keuntungan :
Cypan stabil pada temperatur sampai 400oF.
Kerugian :
Cypan sangat sensitif terhadap kontaminasi ion kalsium.
e. X-C Polymer
Bacterially produced polysaccaride gum. Stabil terhadap kehadiran larutan
garam.
1. Membangun viskositas
2. Struktur gel
3. Viskositas rendah pada shear rate yang tinggi
f. Ben-Ex
Suatu rantai panjang polimer yang dirancang penggunaannya untuk low
solid muds. Ben-Ex mengikat partikel clay bersama-sama pada shear rate
rendah.
h. Diesel Oil
Telah sering digunakan untuk mengurangi API filter loss lumpur pemboran.
Akan tetapi, diesel oil ini telah terbukti bahwa meskipun prinsipnya dapat
mengurangi water loss, tetapi pada temperatur dan tekanan tinggi water
loss tidak terpengaruh oleh minyak.
i. Thermex
Thermex syntetic resin additive digunakan secara luas untuk menstabilkan
rheologi dan filtrasi dari lumpur pemboran berdasar air pada berbagai
elevate temperatur. Thermex merupakan chrome bebas, non viscosifying
solution polymer yang mengurangi fluida loss dan mengontrol kestabilan
lumpur tanpa menambah viskositas dari fasa air serta relatif stabil pada
temperatur di atas 400 oF (204 oC). Thermex dapat digunakan pada semua
jenis lumpur berdasar air.
Type Sifat-Sifat Fisik Additive :
Appearance : Burgundy Liquid
Specific gravity : 1.13 @ o F (21 o C)
Kelarutan dalam air tawar : 100 %
Flash Joint : > 200oF (93oC) PMCC
pH : 10.7
pour point : 25 oF ( -4 oC)
Applikasi
Thermex merupakan non viscosifying, high temperatur rheology stabilizer
dan additive pengontrol fluid loss yang digunakan untuk lumpur jenis fresh
water, sea water, salt water atau calsium based muds.
Thermex merupakan komponen essensial dalam high temperatur chrome
free fluida pemboran yang didesain untuk kondisi yang merugikan di area
yang di lingkungan yang sensitif. Dengan catatan effektif pada densitas
yang tinggi untuk mengontrol terjadinya gel pada temperatur tinggi dimana
fluid loss dapat diterima tanpa menambah viskositasnya. Karakter tidak
memviscous merupakan kelebihan dibandingkan additive lain.
Normal treatment yang disarankan berkisar 4-12 lbm/bbl (11.4 - 34.2
kg/m3) tergantung kebutuhan untuk mengurangi fluid loss lumpur, fasa
kimia lumpur serta aplikasi pada lingkungan sekitarnya. Thermex
compatible untuk berbagai jenis lumpur anionic dan non anionic.
Keuntungan:
Thermex mengurangi terjadinya penggumpalan lumpur dan
pembentukan gel akibat beban temperatur.
Mengurangi fluid loss tanpa menambah viskositas dari fasa cairan.
j. Resinex
Resinex merupakan non viscosifying fluid loss dan mengontrol rheology
yang effektif untuk temperatur tinggi serta kompatible dengan adanya
konsentrasi tinggi dari elektrolit. Diaplikasikan secara luas pada berbagai
type dari water base muds. Pada aplikasi di lapangan hasil yang excelent
untuk lebih fresh water, brackish water, sea water, salty water, lime, gyp,
lignosulfonate, polymer, non dispersed dan berbagai sistem lain. Relatif
stabil pada temperatur di atas 400 oF. Non viscousifying dari resinex
dipromosikan untuk menambah keuntukan dari operasi pengeboran
terutama pada lumpur dengan densitas yang tinggi dimana penambahan
viskositas akan berakibat merugikan.
Aplikasi
Minimum pemakaian sekitar 2 lbs/bbl. Penambahan konsentrasi dilakukan
tergantung dari sifat-sifat lumpur yang diinginkan. Konsentrasi optimum
sekitar 1-6 lbs/bbl.
Konsentrasi calsium sekitar 200 ppm atau lebih diperlukan resinex untuk
mengontrol fluid loss dan rheologi dari lumpur.
Keuntungan
Non viscousifying. Penambahan viskositas air hanya sebanding
dengan kandungan lignosulfonat. Penggunaan normal dilakukan dalam
konsentrasi kecil dari pada lignosulfonate.
Mengurangi permeabilitas filter cake. Kebanyakan dari additive
pengontrolan fluid loss mengentalkan air atau menyebabkan bentonit
mempunyai daya kontrol yang lebih baik dengan jalan deflokulasi atau
dengan meremove kandungan kesadahan dari air.
Resinex secara independen mengurangi permeabilitas dari filter cake,
mengeliminir high solid, meninggikan viskositas filtrat serta mengontrol
sifat kimia air.
Mengurangi pembentukan gel akibat beban temperatur. Menstabilkan
sifat rheologi dari lumpur berdasar air.
Stabil pada temperatur tinggi. Relatif mempunyai filtrat yang stabil diatas
temperatur 400oF.
Resistan terhadap salinitas garam. Dalam lumpur dengan kadar chloride
diatas 110000 ppm mengurangi permeabilitas dari filter cake dan
mendekati jenis fresh water muds.
Resistant terhadap calsium dan magnesium. Karakteristik dari
pengontrolan fluid loss secara aktual meningkat dengan kandungan
konsentrasi calsium atau magnesium di atas 2000 ppm. Menyimpulkan
bahwa resinex relatif kompatible dengan sea water muds, gyp muds, serta
lime muds.
Lebih ekonomis, dibanding lignite, lignosulfonate, dan sea water muds.
Secara general dengan bertambahnya salinity, kesadahan serta
temperatur yang semakin tinggi, pemakaian resinex sangat
dipertimbangkan.
Aplikasi
Didesain terutama untuk aplikasi lumpur yang mengandung konsentrasi
garam yang tinggi untuk jenis low solids drilling fluids. Drispac memberikan
sifat viscositas dan fluid loss untuk mengontrol lumpur jenis fresh dan salt.
Drisprac yang diperlukan dalam konsentrasi kecil.
Drisprac efektif untuk meningkatkan serta memelihara low solids muds
(jenis attapulgite clay).
l. Baranex
Baranex merupakan modifikasi dari lignin polymer berfungsi sebagai
additive pengontrol filtrat dari lumpur berdasar air. Sifat powder
polymernya effektif untuk mengurangi fluid loss yang terjadi akibat
pembebanan temperatur di atas 400 oF (205 oC) dalam berbagai jenis
fluida. Penambahan Baranex tidak mengakibatkan terjadinya kenaikan
viscositas lumpur dan secara aktual menstabilkan rheologi lumpur.
Dalam fungsinya sebagai pengontrol laju filtrasi pada temperatur tinggi,
Baranex merupakan anionic polymer yang mempunyai reaksi hubungan
sulfonat yang radikal yang merupakan bagian dari polymer, selain itu dapat
menghandel kontaminasi yang terjadi terutama Calsium chloride. Baranex
tidak memerlukan penambahan caustic untuk solubilize, lumpur dapat
Aplikasi
Variasi yang dipakai dari 1 - 10 lbs/bbl (2.9 - 28.6 kb/m3. Baranex
merupakan polymer yang compatible dengan lignosulfonate dan lignit.
Kandungan additive ini mempunyai mineral besi yang rendah serta
mempunyai kadar racun yang rendah.
a. Thinner (dispersant)
Adalah merupakan senyawa (agent) yang menurunkan viskositas fluida
pemboran. Viskositas, seperti yang dibahas dimuka, dapat dihubungkan
dengan semua konsentrasi padatan atau interaksi antar partikel padatan.
Setiap senyawa yang efektif dapat mengurangi viskositas fluida.
b. Air
Telah lama digunakan sebagai pengencer yang efektif pada lumpur
pemboran. Efek pengenceran diperoleh dengan mengurangi total
konsentrasi padatan lumpur pemboran. Karena penambahan drilled solid
pada sistem lumpur sudah menjadi sifat yang umum, maka diperlukan
pencairan dengan air atau mengambil padatan-padatan tersebut secara
mekanis.
Perlu dicatat bahwa air biasanya ditambahkan pada lumpur water-base
untuk menggantikan air yang hilang kedalam formasi. Jika air yang hilang
tersebut tidak digantikan dengan penambahan air, maka akan menaikan
viskositas karena konsentrasi padatan bertambah dan treatment kimia
akan membuktikan tidak efektifannya menurunkan viskositas dalam situasi
ini.
c. Phosphates
Phosphate bekerja dengan pengabsorbsian pada valensi tepi partikel clay
yang terputus, sehingga menghasilkan keseimbangan listrik dan
memungkinkan partikel-partikel mengambang dengan bebas dalam
larutan. Pengaruh pendispersian phosphate ini adalah karena muatan
negatif plat-plat clay, yang memungkinkan plat-plat menolak satu dengan
yang lain setelah semua valensi tepi putus. Phosphate penggunaannya
terbatas dalam lingkungan kontaminasi ion. Jika terdapat ion kalsium atau
magnesium, bentuk kompleks polyphosphate atau terbentuk suatu ion
metal orthophosphate yang tidak larut.
Phosphate yang umum digunakan dalam aplikasi praktis pada lumpur
pemboran ditunjukkan pada Tabel berikut :
Keuntungan :
1. Phosphate sangat berguna karena merupakan thinner yang efektif
untuk gel mud pada pemboran dangkal.
2. Sedikit saja thinner sudah efektif.
Kerugian :
1. SAPP mempunyai pH 4.8. Oleh karena itu, perlu ditambahkan caustic
soda,NaOh, atau beberapa aditif hidroksil untuk menjaga pH lumpur
diatas 7.0
2. Pada umumnya Phosphate hanya dapat stabil pada temperatur rendah
3. Phosphate tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol fluid loss,
seperti halnya thinner yang lain
d. Lignins
Merupakan thinner dan fluid loss control agent yang efektif. Produk Lignin
dapat diperoleh dari humic acid extract, tetapi biasanya berbentuk
kepingan lignite coal.
Keuntugan :
1. Lignite stabil pada temperatur 4000F, dan dapat stabil pada temperatur
4500F dengan menggunakan aditif-aditif khusus.
2. Lignites (lignins) berfungsi sebagai dispersant dengan memenuhi
valensi tepi yang terputus dan sebagai fluid loss control agent karena
struktur koloidal-nya.
3. Walaupun lignins mempunyai pH asam, produk pre-causticized dapat
diperoleh yang mempunyai 1 - 6, caustic-lignin ratio, yang dapat
digunakan tanpa pH adjuster.
Kerugian :
Lignin tidak cocok untuk fluida dengan kandungan garam yang tinggi
karena lignite tidak larut dalam garam.
e. Tannin
Diperoleh dari ekstrak tumbuhan. Tannin yang paling banyak dijumpai
adalah quebracho, yang diperoleh dari pohon quebracho di Argentina.
Keuntungan :
1. Tannin merupakan bahan dengan fungsi ganda sebagai dispersant dan
fluid loss control agent.
2. Tannins, terutama quebracho efektif untuk pengencer lumpur lime dan
lumpur yang terkontaminasi semen.
f. Lignosulfonates
Adalah campuran lignin sulfonate yang diperoleh dari sulfite liquor.
Berbagai macam jenis dan sejumlah ion-ion metal ditambahkan dalam
campuran tersebut untuk meningkatkan kemampuannya dalam
menetralisir valensi tepi yang terputus. Ion-ion yang ditambahkan adalah
kalsium, besi, dan chrome.
Keuntungan :
1. Calsium lignosulfonate adalah thinner yang efektif untuk lumpur lime.
2. Ferrochrome lignosulfonate, dengan berbagai jumlah besi dan chrome,
merupakan thinner yang efektif untuk tujuan umum karena adanya ion-
ion metal berat.
3. Lignosulfonates mempunyai stabilitas sampai temperatur 400 oF.
4. Lignosulfonate merupakan aditif fungsi ganda baik sebagai dispersant
maupun fluid loss control agent.
Kerugian :
Ada beberapa spekulasi bahwa dibawah kondisi temperatur tekanan yang
sangat tinggi, lignosulfonate dapat terdegradasi dan mengembangkan
racun gas H2S.
g. XP-20/Spersence System
Jenis Calsium treated muds mempunyai limitasi pemakaian, terutama
pada temperatur di atas 275 oF. Jenis Calcium tretated muds tidak selalu
membuat lubang bor yang stabil sama seperti pada temperatur rendah.
Jenis lumpur surfactan dibuat untuk menanggulangi limitasi dari calsium
muds pada temperatur tinggi. Jenis surfaktan mud baik kelemahan
dikarenakan cost yang tinggi sifat kimia yang kompleks serta filtrat
lossnya.
Jenis lignosulfonate (XP-20/Spersence) system menanggulangi banyak
limitasi yang terdapat pada system calsium treated muds serta surfaktan
muds. Demonstrasi dari lignosulfonate muds mempunyai sifat yang lain
yang tidak terdapat pada jenis calsium treated muds. Inhibition merupakan
mud yang mempunyai sifat kimia simple, stabil terhadap pembebanan
temperatur, exelent flitrat loss, resistance terhadap kontaminasi. Pada
masa sekarang jenis lignosulfonate muds dipergunakan secara luas pada
inhibitive water based muds, dan dapat menggantikan jenis calsium
treated muds dan jenis surfaktan muds.
h. XP-20
XP-20 mempunyai pH 10, merupakan prereacted chrome lignit yang
digunakan terutama dengan Spersene (Chrome Lignosulfonate). Selain
sebagai penstabil dan pengemulsi, juga menurunkan fluid loss dan
mengkontribusi sifat inhibitive lumpur. Pada penggunaannya tidak hanya
terbatas pada system XP-20/Spersene tetapi dapat juga digunakan untuk
lumpur berdasar air dengan pH rendah.
i. Spersene
Spersene merupakan deflokulasi dan protektive koloid
Aplikasi
Limitasi
Jenis material lignit tidak efektif untuk kandungan konsentrasi garam
calsium tinggi dan relatif moderat untuk kandungan salt tinggi.
j. CC-16
CC-16 merupakan dispersant jenis garam sodium larut dari material asam.
Effisient untuk mengontrol viskositas dan gel strength lumpur. CC-16
exelent untuk mengemulsi oil dalam lumpur pemboran.
Sifat Fisik
Wet screen analysis (325 mesh) 10 - 20 %
Bulk Density (lb/ft3), Compacted/Uncompacted 62/52
Appearance Blck Powder
pH, 10% dalam air 9 - 10
Treatment yang Direkomendasikan
CC-16 dispersant dapat ditambahkan langsung ke dalam lumpur, dan
relatif larut dengan cepat dalam air.
Berfungsi Sebagai
Mengurangi viskositas dan gel dari banyak lumpur berat
Mengurangi laju filtrasi dari lumpur pada kondisi tekanan dan
temperatur tinggi dengan membentuk mud cake yang tipis dan liat.
Mengurangi effek kontaminasi yang terjadi pada lumpur dengan jalan
deflokulasi
Mengentalkan dan mengemulsi minyak yang terdapat pada lumpur
berdasar air
Memelihara karakteristik lumpur akibat kondisi HTHP
Aplikasi
CC-16 dispersant dapat digunakan untuk mentreatment lumpur dari pH
normal sampai pH tinggi termasuk lime muds. CC-16 dispersant dapat
emnghandel kontaminasi akibat garam dan cement.
Keuntungan Utama
Larut cepat dalam air
Harga relatif murah (penggunaan dalam jumlah kecil)
Tidak memerlukan pengemulsi tambahan serta relatif bagus untuk
mengemulsi minyak dalam lumpur
Mempunyai total mud cost yang rendah, effektif dalam menghandel
berbagai kontaminan
Overtreatment tidak mempengaruhi kondisi lumpur
b. Galena
Galena mempunyai specific gravity 3.8 dan digunakan dalam pengontrolan
problem-problem sumur khusus. Galena mampu menaikkan densitas
lumpur sampai 32 ppb. Galena umumnya tidak cocok dalam operasi
pemboran karena adanya problem suspensi.
c. Calsium Carbonate
Adalah merupakan aditif yang digunakan dalam fluida workover dan
packer fluids utuk menaikkan densitas fluida. Calsium carbonate
mempunyai specific gravity 2.7 dan dapat menghasilkan densitas lumpur
12.0 ppg.
Keuntungan :
1. Calcium carbonate lebih ekonomis dari pada agent-agent lainnya.
2. Lebih mudah tersuspensi daripada barite.
3. Calcium carbonate lebih mudah diambil dari formasi untuk mengurangi
kerusakan formasi.
Kerugian :
Densitas maksimum yanng diperoleh hanya 12.0 ppg.
d. Brine Solution
Diperoleh dengan menggunakan berbagai macam garam. Tabel berikut
menyajikan densitas maksimum yang dapat dicapai dari setiap jenis garam
:
Keuntungan :
1. Sodium Chloride dapat digunakan secara ekonomis karena densitas
agent tanpa perlu penambahan bentonite untuk kemampuan
suspensinya. Lumpur ini efektif digunakan pada pemboran atau packer
fluid.
2. Calcium Chloride umumnya digunakan sebagai density material dalam
packer fluids.
Kerugian :
1. Larutan sodium chloride jenuh pada 10.8 ppg.
2. Calcium chloride menndatangkan problem ketika digunakan sebagai
lumpur pemboran karena laju korosinya cukup menyolok jika
berhubungan dengan udara.
3. Zinc Chloride mahal
4. Zinc chloride sangat korosif terhadap tubing dan casing.
Keuntungan :
1. Ketiga macam aditif tersebut dapat menaikan pH.
2. Sodium Hydroxide, karena tingginya tingkat aktivitas ion sodium,
cenderung menyebabkan jumlah terkecil clay inhibition.
Kerugian :
1. Semuanya dapat menyebabkan kulit terbakar.
2. Semuanya sangat korosif terhadap peralatan.
3. Potassium Hydroxide dan Calcium Hydroxide mempunyai karakteristik
ihibitive (menghalangi) yang kuat karena adanya ion-ion potassium dan
calcium. Kedua produk ini biasanya digunakan dalam lumpur untuk clay
hidration inhibition.
Problem lost circulation secara umum dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
Pertama, adalah problem hilang lumpur kedalam rongga-rongga, seperti
zona porous, vuggy limestone, shell reefs, gravel beds, atau gua-gua
alami.
Kedua, adalah lost circulation yang terjadi karena terlampauinya
compressive strength formasi. Kemungkinan penanganan untuk kategori
pertama akan tidak menyelesaikan problem rekah formasi. Maka, aditif
lumpur harus dibagi menjadi kelompok-kelompok yang dapat diterapkan
pada setiap jenis lost circulation tersebut.
Secara umum, tidak ada aditif lumpur yang dapat diaplikasikan dalam rongga-
rongga yang besar seperti gua-gua dibawah tanah. Drilling ©blindª dan setting
casing string sering digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Akan
tetapi, dalam rongga-rongga yang kecil, material penyumbat dapat secara
efektif menutup zona-zona tersebut.
Fibrous Materials - seperti ground leather atau ground sugar dari batang
rotan paling efektif pada rongga-rongga yang besar karena serat kasar
tersebut dapat memberikan kemampuan membungkus dengan baik. Problem
lain yang mungkin terjadi adalah penyumbatan bit jet dengan material ini.
Walnut Shells dan Ground Mica - dapat diperoleh dalam ukuran yang halus,
medium dan kasar dan biasanya cocok untuk menutup zona porous.
Cellophane Flakes - juga bekerja dalam cara yang sama dalam zona-zona
porous. Barite dan Bentonite - biasanya sangat efektif untuk penutupan
formasi yang porous.
Squeeze Techniques - mungkin efektif untuk menyelesaikan problem-
problem lost circulation ini. Squeeze adalah setiap material yang didesak
masuk kedalam formasi sebagai usaha untuk menutup formasi dari dalam.
Setiap bahan yang disebutkan diatas dapat digunakan dalam squeeze dan
biasanya dalam jumlah yang cukup banyak per barrel-nya.
Squeeze khusus menggunakan diesel-oil sebagai carrying agent yang
dicampur dengan bentonite atau semen sangat efektif. Semen atau bentonite
tidak bereaksi dengan minyak, tetapi akan bereaksi dengan lumpur atau air
formasi.
Spotting Fluids - Fluida harus mempunyai sifat basah minyak (oil wetting).
Hal ini akan merusak water base filter cake.
Bahan-bahan :
Minyak - biasanya diesel oil
Surfactant - oil wetting purposes
Suspension material to support barite.
(a).Oil Base
1. Biasanya berupa diesel oil
2. Dapat juga menggunakan minyak mentah (crude oil)
(c). Emulsifiers
1. Heavy molecular weight soap
2. Menaikkan tegangnan permukaan
3. Menghasilkan emulsi yang stabil
4. Cairan emulsifier bekerja lebih cepat, tetapi tidak membentuk emulsi
yang ketat.
5. Harus mempunyai stabilitas listrik 350 - 400 volt.
(f). Clays-organophillic
dispersant dan fluid loss additive akan terurai dan menjadi tidak efektif pada
temperatur tinggi. Pengontrolan pada karakteristik dan sifat-sifat lumpur pada
temperatur tinggi adalah dengan menjaga harga viskositas dan Gel Strengthnya
agar tetap mampu menahan material pemberat serta membersihkan lubang.
Pengaruh temperatur terhadap kekentalan lumpur dapat dilihat pada
Gambar 6.12, kurva 1 menunjukkan konsentrasi padatan berada pada titik B
dan selanjutnya dengan kenaikkan temperatur dispersi dari clay akan
menghasilkan flokulasi dan lumpur yang kental. Jika dibandingkan dengan
kurva 2 kenaikkan temperatur akan menghasilkan lumpur yang encer.
Beberapa peneliti telah menyelidiki hasil test-test laboratorium yang
mengGambarkan kelakuan lumpur bor pada temperaturtemperatur yang tinggi.
Keadaan ini diselidiki oleh Barlett sebagai yang ditunjukkan pada Tabel 6-1.
Dari Tabel dapat dicatat Viskositas Plastik turun secara drastis dengan
kenaikkan temperatur. Pada Tabel 6-1 dapat juga menunjukkan kelakuan Yield
Point sebagai fungsi dari kenaikkan temperatur yang tidak teratur.
Gambar 6.13. Pengaruh Temperatur Pada Viskositas Plastik dari Water Base
Mud pada 320oF dan 50 cp pada 220oF
Temperatur mempunyai akibat yang kuat pada sifat-sifat aliran dari lumpur
bor. Tabel (6.1) dapat digunakan untuk memperkirakan pengaruh temperatur
pada kekentalan lumpur bor jika tidak terjadi flokulasi pada lumpur bor. Data
dari Tabel (6.1) didasarkan secara lengkap pada pengaruh temperatur pada
keenceran air yang ditunjukkan pada Gambar (6.13).
Temperatur akan mempengaruhi besarnya viskositas lumpur pemboran.
Besarnya temperatur mempengaruhi jarak intermolekul. Untuk cairan, jarak
antara molekul-molekul naik dengan naiknya temperatur, yang akan
menurunkan gayagaya kohesi sehingga viskositas fluida akan turun.
Untuk gas, temperatur naik menyebabkan gaya-gaya getaran dari molekul-
molekul naik dan gaya kohesi turun. Pada prakteknya gaya-gaya vibrasi
(getaran) dari gas melampaui gaya kohesi, sehingga menghasilkan kenaikkan
viskositas dengan naiknya temperatur.
Contoh 2.
Hitung pertambahan volume, ketika menaikan densitas dari 12.0 ppg (W1)
menjadi 14.0 ppg (W2) dengan menambahkan barite (SG=4.2).
100(W 2 W 1
Pertambahan volume/100 bbl = 35 W 2
Contoh 3.
Hitung volume awal (bbl) dari 12 ppg (W1) lumpur, apabila diketahui 100 bbl
(VF), 14.0 ppg (W2) lumpur dengan barite (SG=4.2).
Rumus :
VF (35 W 2)
Volume awal, bbl =
35 W 1
Menurunkan Densitas
Contoh 1.
Hitung Jumlah air yang diperlukan (bbl), untuk menurunkan 100 bbl (V1)
lumpur dari 14.0 ppg (W1) menjadi 12.0 ppg (W2) diketahui densitas air 8.33
ppg (DW).
Rumus :
V 1(W 1 W 2)
Air, bbl =
W 2 DW
Contoh 2.
Hitung jumlah diesel yang diperlukan untuk mengurangi densitas 100 bbl
(V1), 14.0 ppg (W1) lumpur menjadi 12.0 ppg (W2), diketahui densitas diesel
7.0 ppg (DW).
Rumus :
V 1(W 1 W 2)
Diesel, bbl =
W 2 DW
Contoh 2.
Tentukan jumlah barite yang dibutuhkan untuk mengubah densitas dari 12.53
ppg ke 13.7 ppg. Hitung peningkatan volume di pit yang disebabkan karena
penambahan barite untuk menaikan densitas tersebut. Volume lumpur awal
diketahui 63 bbl.
Contoh 3.
Tentukan densitas lumpur dasar air (water base mud) yang mengandung 5 %
berat bentonite. Densitas bentonite adalah 20.8 ppg.
Contoh 4.
Dibutuhkan fluida untuk mengurangi densitas dari 25.1 ppg ke 22.6 ppg agar
mengurangi permasalahan loss sirkulasi. Hitung volume air dan oil yang
dibutuhkan untuk membawa densitas lumpur turun sesuai dengan yang
diinginkan.
Apabila oil yang digunakan, berapa persenkah oil di dalam lumpur jika volume
lumpur awal adalah 629 bbl. Densitas adalah 3.87 ppg.
Menaikan Densitas
Contoh 5.
Hitung densitas suatu lumpur yang diperoleh dengan menambahkan 40 lbm
bentonite (SG=2.60) dan barite (SG=4.20) ke dalam 1 bbl air.
Contoh 6.
Untuk menaikan densitas 700 bbl lumpur dari 13 ppg menjadi 15 ppg
diperlukan penambahan barite (SG=4.20). Agar kekentalan lumpur tetap
terjaga, maka tiap penambahan 100 lbm barite akan ditambah 1 galon air.
Jika volume akhir tidak terbatas, hitung jumlah air dan barite yang diperlukan.
Contoh 7.
Untuk menaikan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg menjadi 13
ppg diperlukan penambahan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga
1000 bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang dan barite
(SG=4.20) yang harus ditambahkan.
Volume lumpur lama yang diperlukan
( 4.20 x8.33) 13
1000 x 880
4.20 x8.33) 10
Volume lumpur lama yang harus dibuang = 1000 - 880 = 120 bbl
Massa barite yang diperlukan = (4.20 x 8.33) x (42 x 120 ) = 176400 lbm
Contoh 8.
Untuk menaikan densitas sejumlah 1000 bbl lumpur dari 10 ppg dengan
kadar solid 6% menjadi 13 ppg dengan kadar solid 3.5% diperlukan
penambahan air dan barite. Jika volume total lumpur dibatasi hingga 1000
bbl, hitung jumlah lumpur lama yang harus dibuang serta air dan barite
(SG=4.20) yang harus ditambahkan.
Volume lumpur yang diperlukan
Volume lumpur lama yang harus dibuang = 1000 - 583 = 417 bbl
Jumlah air yang ditambahkan
(4.20 x8.33) 13) x1000 left (4.20 x8.33) 10 x583
(4.20 x8.33) 8.33
Massa barite yang diperlukan = (4.20 x8.33) x [42 x (1000 - 583 - 278)]
= 204330 lbm
6.8.1. Pendahuluan
Pemboran aerasi adalah pemboran yang menggunakan lumpur aerasi
sebagai fluida pemboran. Pemboran aerasi merupakan salah satu metoda
pemboran underbalanced dengan tujuan utama mencegah masalah hilang
sirkulasi. Metoda ini pertama kali dilakukan oleh Philip Petroleum Company
pada tahun 1953 di Emory County, Utah8).
Komponen lumpur aerasi terdiri dari dua bagian utama yaitu udara dan
lumpur biasa. Dalam lumpur aerasi, kedua komponen ini bercampur dengan
perbandi-ngan tertentu sehingga lumpur aerasi mempunyai sifat-sifat turunan
dari kedua komponen tersebut.
6.8.3.1. Udara
Udara di alam terbentuk dari campuran gas-gas dengan komposisi
tertentu, yaitu 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% gas-gas lain seperti argon,
neon, dan lain-lain. Karena udara tersedia di bumi dalam jumlah banyak,
maka biaya penyediaan udara sangat murah. Udara juga tidak beracun
sehingga setelah digunakan sebagai campuran lumpur aerasi dapat dibuang
langsung ke alam tanpa merusak lingkungan.
Keuntungan menggunakan udara sebagai fluida sirkulasi dalam pemboran
antara lain:
meningkatkan laju penetrasi karena udara mengurangi tekanan hidrostatis
pada formasi yang sedang dibor, sehingga batuan lebih mudah terlepas
untuk menyeimbangkan perbedaan tekanan. Laju penetrasi di kebanyakan
formasi dapat meningkat 100% dibandingkan menggunakan fluida
pemboran yang lain.
tidak menyebabkan kerusakan formasi, karena udara memiliki berat yang
sangat ringan dibandingkan fluida pemboran lain.
fluida formasi dapat diketahui seketika karena udara membentuk sistem
underbalanced di depan formasi sehingga fluida formasi masuk ke dalam
sumur.
udara dapat digunakan untuk pemboran formasi batuan kering atau
formasi batuan basah. Penginjeksian udara ke dalam lumpur bertujuan
mengimbangi tekanan formasi sehingga tidak terjadi masalah hilang
sirkulasi atau masalah kick.
Distribusi gelembung dalam lumpur aerasi terbagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Ketika lumpur aerasi bersirkulasi
2. Ketika lumpur aerasi tidak bersirkulasi
a. Di dalam drillstring.
Distribusi gelembung dalam drillstring terjadi ketika udara pertama kali
diinjeksikan ke dalam lumpur di permukaan hingga ke dasar sumur.
Gelembung udara cenderung bergerak ke atas karena densitas yang lebih
kecil daripada densitas lumpur. Kecepatan slip gelembung udara dalam
pipa adalah selisih kecepatan lumpur menuju ke dasar sumur terhadap
kecepatan gelembung untuk bergerak ke permukaan. Perubahan tekanan
dan temperatur yang semakin tinggi ke arah bawah, menyebabkan volume
gelembung akan semakin kecil, sehingga kecepatan slip masing-masing
gelembung akan berbeda. Kecepatan slip harus lebih besar dari nol pada
gelembung berukuran paling besar, sehingga gelembung akan mengikuti
aliran lumpur ke bawah.
b. Di anulus
Ketika lumpur aerasi keluar dari bit, terjadi penurunan tekanan yang besar
sehingga menimbulkan efek pengembangan gelembung udara yang
terkompresi. Setelah mengembang, gelembung udara akan terkompresi
kembali menjadi gelembung udara berukuran kecil dan bergerak ke
permukaan bersama dengan aliran lumpur dan cutting.
Gelembung udara bergerak menuju ke permukaan bersama dengan aliran
lumpur sehingga kecepatan gelembung bergerak ke atas merupakan
penjumlahan dari kecepatan slip gelembung terhadap aliran lumpur dan
kecepatan aliran lumpur. Kecepatan gelembung ini akan makin besar bila
ukuran gelembung makin besar. Jika pola aliran slug terbentuk, maka
kecepatan gelembung udara akan makin besar dan memberikan efek
piston terhadap lumpur di atasnya sehingga dapat membahayakan
keselamatan disamping terbatasnya kemampuan BOP dalam menahan
tekanan dari dasar sumur.
Cutting bergerak ke bawah dengan kecepatan terminalnya melawan arus
pergerakan gelembung udara dan aliran lumpur. Kecepatan aliran lumpur
aerasi harus lebih besar dari kecepatan slip dan terminal cutting.
a. Di dalam drillstring
Lumpur tidak bersirkulasi ketika pemboran sedang melakukan penyambu-
ngan atau pelepasan drillstring (proses tripping). Gelembung udara yang
berdensitas ringan cenderung bergerak ke atas dan menimbulkan
pergerakan permukaan lumpur ke bawah sementara gelembung udara
terus keluar dari lumpur.
Keluarnya gelembung udara dari lumpur tidak diinginkan, karena
menyebabkan densitas lumpur di bagian bawah makin berat dan tekanan
Karena konsentrasi cutting dalam lumpur aerasi sangat kecil (kurang dari
4%) maka pola aliran dua fasa dapat juga berlaku di dalam anulus.
Ada empat pola aliran dua fasa, yaitu :
1. Pola aliran Bubble, dimana perbandingan gas dan cairan rendah dan
gradien tekanan alir mula-mula adalah tekanan statis ditambah hambatan
cairan. Besar hambatan tergantung pada kecepatan. Pada pola ini, densitas
lumpur sudah berkurang, namun sifat-sifat cairan masih mendominasi. Pola
aliran bubble adalah pola aliran yang diinginkan. Ciri-ciri pola aliran bubble
adalah distribusi gelembung merata untuk kedalaman yang sama, aliran
lumpur ketika keluar dari anulus tidak terputus-putus (kontinu), densitas
lumpur aerasi yang keluar lebih rendah dari yang masuk.
2. Pola aliran Slug, berlaku untuk kecepatan cairan kurang dari 79 ft/min dan
kecepatan gas lebih cepat sehingga gelembung bergabung dan membentuk
pola aliran slug yang berukuran mendekati diameter pipa. Kecepatan cairan
tidak konstan, kerena slug selalu bergerak ke atas; pada kecepatan tinggi
cairan ikut bergerak ke atas, tetapi pada kecepatan rendah, cairan bergerak
ke bawah. Ciri pola aliran slug antara lain: distribusi gelembung pada pola
aliran ini tidak merata, aliran lumpur yang keluar dari anulus terputus-putus
dan menyebar. Karena terjadi pemisahan antara udara dan lumpur pada
pola aliran ini, maka densitas lumpur yang keluar dari anulus lebih besar
diban-dingkan jika pola aliran lumpur adalah bubble.
3. Pola aliran Transisi Slug-Anular, ketika kecepatan alir udara makin cepat,
maka pola aliran slug akan pecah dan membentuk pola aliran transisi slug-
anular. Pada pola aliran slug dan transisi slug-anular, hambatan dinding pipa
diabaikan. Volume udara yang terkandung dalam slug atau transisi slug-
anular jauh lebih besar dari pada volume udara pada gelembung, hal ini
akan mempertinggi kecepatan gelembung untuk bergerak ke atas sehingga
terjadi perbedaan densitas lumpur aerasi pada bagian slug atau transisi
slug-anular dan bagian bawah slug. Pada pipa vertikal, makin dalam
terbentuknya pola aliran slug atau transisi slug-anular, maka kecepatan slip
makin tinggi, dan mendorong lumpur di atasnya sehingga tekanan lumpur di
permukaan akan lebih tinggi. Hal ini dapat membahayakan operasi
pemboran.
4. Pola aliran Mist, jika aliran cairan masih kurang dari 79 ft/min, tetapi
kecepatan aliran udara lebih dari 2953 ft/min, maka pola aliran slug akan
berubah menjadi pola aliran mist. Pada pola aliran ini, fasa gas akan
menjadi fasa kontinu dan cairan akan berbentuk butiran halus (droplet) dan
menempel di dinding membentuk film, pada pola aliran ini hambatan dinding
merupakan faktor terbesar penyebab kehilangan tekanan.
5. Kecepatan gelembung berukuran kecil untuk bergerak ke atas lebih kecil
daripada gelembung yang berukuran lebih besar. Berdasarkan persamaan
Stoke15) di bawah ini dapat diketahui hubungan diameter gelembung
(dianggap berbentuk bola) dan kecepatan slip gelembung terhadap cairan
dalam keadaan statis (tidak bersirkulasi).
Untuk mengetahui pola aliran yang terjadi dalam pipa, dapat menggunakan
bilangan Froude sebagai berikut :
Qa Qm
Fr
Aa ............................................................................................(6-33)
g c xd av
dimana :
Fr = bilangan Froude (tak berdimensi)
Aa = luas anulus (sq ft)
gc = percepatan gravitasi = 32,174 ft/sec2 = 115826,4 ft/min2
dav = diameter rata-rata = (D1 + D2)/2 , ft
Bilangan Froude dan fraksi udara kemudian diplotkan pada Gambar 6.17. di
bawah ini untuk mengetahui pola alirannya.
Gambar 6.17. Chart Froude Untuk Pola Aliran Dua Fasa dalam
Pipa Vertikal
6.8.7. Sifat-sifat Lumpur Aerasi
Pada dasarnya penginjeksian udara ke dalam lumpur tidak mengubah sifat-
sifat kimia dari lumpur, tetapi hanya sifat fisika. Setelah bersirkulasi, lumpur
aerasi kembali menjadi lumpur biasa. Sifat-sifat fisika yang perlu dibahas antara
lain : densitas, viskositas, dan gel strength.
6.8.7.1. Densitas
Densitas lumpur aerasi tergantung dari densitas lumpur awal, volume
lumpur, densitas udara, volume udara, tekanan, dan temperatur. Densitas
terendah dicapai ketika lumpur aerasi terbentuk pertama kali di permukaan,
ketika bersirkulasi ke bawah, densitas lumpur akan semakin besar. Hal ini
disebabkan distribusi gelembung yang tidak merata dalam lumpur aerasi.
Karena gelembung udara berdensitas lebih kecil dari densitas lumpur, maka
gelembung cenderung bergerak ke atas.
Berdasarkan persamaan White15) jika Qa, Qm, dan densitas lumpur awal
tetap, maka terdapat hubungan antara densitas lumpur aerasi terhadap
kedalaman, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.18.
6.8.7.2. Viskositas
Viskositas lumpur aerasi didefinisikan sebagai ketahanan lumpur aerasi
terhadap aliran, dengan menggunakan satuan centipoise. Adanya gelembung
udara dalam lumpur mempengaruhi viskositas lumpur aerasi. Hal ini karena
gelembung udara akan memperkecil gesekan. Besarnya perubahan viskositas
ini tergantung pada fraksi udara dalam lumpur aerasi. Asumsi yang digunakan
adalah viskositas udara dan lumpur biasa bersifat konstan.
Karena fraksi udara aliran lumpur aerasi berbeda-beda tergantung ke
dalamannya, maka viskositas lumpur aerasi memiliki sifat yang sama dengan
sifat densitas lumpur aerasi, dimana semakin dalam letak satu bagian lumpur
aerasi, maka viskositas lumpur akan semakin mendekati viskositas lumpur
biasa, dan viskositas terkecil terjadi ketika lumpur aerasi berada di
permukaan.
f X udara x udara (1 X udara ) x lumpurbiasa .................................................(6-36)
dimana :
f = viskositas lumpur aerasi (cp)
Xudara = fraksi udara dalam lumpur aerasi
udara = viskositas udara (cp)
lumpur biasa = viskositas lumpur awal (cp)
M
vf ..............................................................................................(6-40)
FxAa
Qm
Qa Qc
7.48 ...................................................................................(6-41)
vf
Aa
dimana :
vf = kecepatan lumpur (ft/s)
M = laju alir massa lumpur (lb/s)
Qa = laju volume udara (cfpm)
Qm = laju volume lumpur (gpm)
Qc = laju volume cutting (cfpm)
Aa = luas anulus (ft2).
Cutting akan terbawa ke permukaan, jika kecepatan lumpur di anulus lebih
besar dari kecepatan slip ditambah kecepatan cutting atau vf > vs + vt.
Kecepatan aliran lumpur di anulus ini harus pula didukung dengan viskositas
lumpur yang tinggi. Dengan meningkatnya viskositas lumpur maka efek
pembersihan lubang sumur dapat lebih baik. Menurut Williams18), rotasi
drillstring dapat memperbesar efek pembersihan cutting.
Kecepatan lumpur di anulus harus dibatasi agar tidak membentuk pola
aliran turbulen. Aliran turbulen di anulus dapat mengikis mud-cake pada
dinding sumur yang belum diberi casing. Pencegahan aliran turbulen dapat
diindikasikan dengan bilangan Reynolds dengan tidak lebih dari 2000. Batas
ini dijadikan pegangan untuk menentukan kecepatan maksimum aliran lumpur
di anulus yang disebut kecepatan kritik18).
8000 xf
Vca .........................................................................(6-42)
fxx (dh 2 dp 2 )
dimana :
vca = kecepatan kritik (ft/s)
mf = viskositas lumpur (cp)
dh = diameter lubang (ft)
dp = diameter luar drillpipe (ft)
n Qm
Qa x ...........................................................................................(6-44)
100 n 7.48
Dimana:
Qa = laju volume udara (cfpm)
Qm = laju volume lumpur (gpm)
Persamaan (6-43) digabungkan dengan persamaan (6-44) sehingga
persamaan White menjadi:
6.31x10 5.H .( i pf )
Qa xQm ..........................................................(6-45)
(2.30.lo( 4.72 x10 4.h.f 1)
Volume udara yang diinjeksikan akan menurunkan densitas lumpur, tetapi
jumlah yang diinjeksikan harus memperhatikan kemampuan aliran lumpur di
anulus untuk membawa cutting. Jika laju aliran lumpur lebih besar dari dari
kecepatan kritik akan membuat aliran turbulen dalam anulus, sementara jika
lebih kecil dari kecepatan slip dan kecepatan cutting, maka cutting tidak
terbawa ke permukaan dan mengendap di dasar sumur.
Laju alir ini bersifat konstan dan berlaku dalam penentuan densitas udara di
setiap kedalaman.
Kecepatan lumpur aerasi di anulus ditentukan berdasarkan persamaan
berikut.
Qm
Qa
7.48 ......................................................................................(6-52)
Vta
Aa
dimana :
vfa = kecepatan lumpur aerasi di anulus (ft/min)
Qm = laju alir lumpur biasa (gpm)
Qa = laju alir udara (cuft)
Aa = luas anulus (sqft).
e. Blooie LineBlooie line adalah pipa yang terletak di bawah rotating head
berfungsi menyalurkan lumpur aerasi yang keluar dari anulus menuju
separator udara-lumpur atau langsung menuju kolam lumpur jika lumpur
aerasi yang keluar tidak dibutuhkan lagi. Panjang blooie line harus cukup
jauh dari sumur, mencegah bahaya kebakaran yang disebabkan
kandungan hidrokarbon dalam lumpur.
f. Separator Udara-Lumpur berfungsi memisahkan udara dan lumpur dari
lumpur aerasi yang keluar dari anulus. Peralatan ini menggunakan prinsip
gaya sentrifugal yang memisahkan udara dan lumpur berdasarkan
perbedaan densitas. Setelah lumpur bebas dari udara, lumpur mengalir ke
shale shaker untuk memisahkan cutting, dan selanjutnya ke tangki lumpur.
6.8.13. Operator
Keberhasilan pemboran aerasi ditentukan dari kerjasama tiga pihak yaitu
operator pemboran, operator unit aerasi, dan operator lumpur. Operator
pemboran bertindak melakukan pemboran, dan memerlukan bantuan dari
operator lumpur untuk kebutuhan sirkulasi lumpur seperti laju volume lumpur
(GPM) dan tekanan pompa lumpur. Operator pemboran juga membutuhkan
bantuan operator unit aerasi, ketika proses pelepasan dan penyambungan
pipa sedang dilakukan, dimana operator unit aerasi harus menghentikan
injeksi udara, dan ketika pemboran berlangsung, operator unit aerasi harus
mengatur jumlah udara injeksi yang dibutuhkan.
Operator unit aerasi memerlukan informasi tekanan lumpur dari operator
lumpur, selama pemboran berlangsung. Informasi tekanan lumpur ini penting
karena pengaturan jumlah udara yang perlu diinjeksikan bergantung pada
tekanan udara yang harus diberikan agar valve standpipe (check valve)
terbuka dan udara dapat masuk ke dalam lumpur. Ketika proses triping
hendak berlangsung, operator unit aerasi harus menghentikan aliran udara
injeksi.
6.9.Lumpur Inhibitif
6.9.1. Pendahuluan
Untuk pengelompokan lumpur, pembagian garis antara lumpur freshwater
dan saltwater ditentukan oleh kadar garam. Jika konsentrasi garam sebesar
10.000 ppm atau kurang, maka lumpur tersebut disebut sistem freshwater,
sedangkan diatas 10.000 ppm sistem lumpur tersebut diformulasikan dan
dirawat sebagai salt mud (lumpur garam). Ada beberapa jenis salt mud, yaitu :
brackish-water mud dengan konsentrasi garam dari 10.000 sampai 20.000
ppm; seawater mud mengandung garam 20.000 sampai 40.000 ppm; cut-brine
mud dibuat dari oilfield brines dan berbagai konsentrasi garam dari 40.000 ppm
sampai mendekati batas saturasi (jenuh); saturated salt muds dengan kadar
garam maksimum 315.000 ppm. Lumpur pemboran yang mengandung garam
lebih dari 10.000 ppm biasanya diklasifikasikan secara salah sebagai
freshwater mud. Sebagai contoh, lime mud yang mengandung garam 40.000
ppm masih disebut sebagai lime mud, atau gyp mud yang mempunyai kadar
garam 50.000 ppm tetapi disebut gyp mud, bukan sebagai gyp-salt mud. Tetapi
pada kenyataannya, berdasarkan klasifikasi diatas lumpur tersebut adalah
merupakan salt mud.
Salt mud digunakan jika memperbaiki air yang mengadung konsentrasi
garam tinggi, jika aliran air garam menghambat penggunaan freshwater system,
jika menembus salt stringer atau formasi garam masif, dan untuk menghambat
hidrasi formasi yang sensitif terhadap air. Beberapa atau semua faktor diatas
terlibat dalam pemilihan salt mud yang dapat digunakan pada pemboran
ditempat tertentu.
Chapter ini akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
jenis-jenis salt mud, penggunaan salt mud secara efektif untuk pemboran pada
lingkungan tertentu, dan perawatan salt mud secara umum.
6.9.3.2 Perawatan
1. Jika viskositas terlalu rendah, tambahkan prehydrated bentonite,
polyanionic cellulose, atau CMC.
2. Jika viskositas naik diatas range yang diinginkan, encerkan dengan air laut
dan tambahkan lignosulfonate
3. Menjaga kadar padatan tetap rendah (total low-density solids content,
lb/bbl bentonite-eqivalent content, MBT) dengan pemrosesan lumpur
melalui peralatan pemisahan padatan
4. Menjaga total hardness level (Ca++ dan Mg++) dibawah 200 ppm
5. Menaikkan densitas lumpur dengan barite jika diperlukan.
6.9.4.2 Perawatan
Tambahkan air laut kedalam sistem untuk menjaga volume, gunakan high-
speed shaker dengan ukuran saringan yang halus, desander, dan desilter
untuk membersihkan sistem lumpur dari padatan yang terikut.
Menjaga total hardness (Ca++ dan Mg++) kurang dari 100 ppm dengan soda
ash dan caustic soda
Jika sifat aliran tidak dapat dikontrol dengan pengenceran, flokulasi, atau
secara mekanis, tambahkan 2 sampai 4 lb/bbl lignosulfonate
Untuk menaikkan densitas, tambahkan barite
yang diperoleh dari lokasi setempat. Tabel 6.3 menunjukkan banyaknya garam
dalam pound per barrel (lb/bbl) yang diperlukan untuk densitas sampai 9,97
lb/gal. Air tawar memerlukan 123 lb.bbl garam untuk mencapai saturasi, yang
setara dengan 311.300 ppm garam. Ada beberapa kerancuan dalam laporan
kadar garam terlarut dibandingkan dengan larutan jenuh. Pada konsentrasi
rendah - 10.000 ppm sebagai contoh, dengan 1 wt%, tetapi larutan jenuh garam
dilaporkan sebagai 311.300 ppm bukan 31,13 wt%, yang kenyataannya 31,13 Ã
1,1972 (sp gr) atau 26 wt%.
Ada banyak jenis lumpur jenuh garam yang digunakan secara rutin. Dalam
pembahasan ini hanya dibatasi untuk jenis sistem lumpur paling baru yang
ditekankan pada konsep low-solid. Lumpur lama, yaitu lumpur attapulgite-starch
saturated-salt telah digunakan lebih dari 50 tahun. Formulasi dan perawatannya
telah banyak ditulis dalam berbagai literatur tidak akan diulang disini.
6.9.5.2. Perawatan
1. Untuk menaikkan viskositas, tambahkan prehydrated bentonite
2. Tambahkan hanya dengan saturated brine kedalam sistem untuk menjaga
volume
3. Menjaga total hardness kurang dari 100 ppm dengan menggunakan
caustic soda dan soda ash
4. Gunakan selective flocculant, desander, dan desilter untuk menjaga kadar
padatan minimum
5. Menjaga fluid loss dalam range yang diinginkan dengan menambahkan
prehydrated bentonite dan polyanionic cellulose
6. Jika viskositas naik sampai diatas batas yang ditentukan akibat
terakumulasinya padatan, maka tambahkan lignosulfonate barite untuk
menaikkan densitas.
6.9.6.2. Perawatan
1. Air jenuh garam digunakan untuk menjaga volume sistem lumpur
2. Karena kunci keefektifan kinerja lumpur ini adalah solids control, maka rig
harus dilengkapi dengan high-speed shale shaker, desander, dan desilter.
Tambahkan selective flocculant dalam flowline untuk mempermudah
pemisahan padatan yang terikut dalam lumpur
3. Jika viskositas yang dihasilkan dari akumulasi padatan tidak dapat dirawat
dalam range yang diinginkan dengan peralatan pemisah padatan dan
bahan kimia flokulan, maka tambahkan lignosulfonate antara 2 sampai 4
lb/bbl
4. Menjaga total hardness (Ca++ dan Mg++) kurang dari 100 ppm dengan
soda ash dan caustic soda
6.9.7.3. Perawatan
Penambahan harian bahan-bahan xanthan gum, KCl, FL-1, dan gilsonite
berdasarkan kedalaman lubang bor karena bahan-bahan tersebut mengisap
atau menempel pada cutting dan menutupi formasi. Oleh karena itu, penting
sekali adanya pemantauan kandungan ion potassium seperti metoda yang
distandarkan dalam API-RP-13.
a). Sedimentasi
Ukuran butir clay yang kecil (fraksi halus) menyebabkan ia ditransport
tersuspensi dalam media air, sehingga membentuk koloid mengstabil yang
sangat tergantung dari muatan listrik partikel, sehingga diperlukan elektrolit
untuk menstabilkannya, tetapi bila konsentrasi elektrolit tidak berlebihan maka
koloid yang tadi akan diendapkan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
sedimentasi clay adalah reaksi kimia dan kuat lemahnya arus transport. Arus
yang terlalu kecil akan mengakibatkan terendapkannya koloid tadi sedangkan
untuk beberapa koloid misalnya koloid humus hanya stabil oleh adanya zat-
zat kimia.
b). Sementasi
Ukuran butir clay yang halus dan kemampuannya membentuk koloid
menyebabkan ia bertindak sebagai semen pada batuan sedimen. Proses ini
terjadi dimana koloid, fragmen batuan dalam air setelah ditrasport lalu
diendapkan dan diakumulasi pada suatu tempat dan terkompaksi sehingga air
terperas keluar. Pengaruh dan penyesuaian dengan lingkungan, membentuk
diri sebagai bahan perekat fragmen-fragmen batuan sedimen.
c). Kompaksi
Proses kompaksi ini menyebabkan air terperas keluar, makin besar tekanan
overburder kompaksi akan semakin kuat sehingga porositas dari batuan yang
terbentuk akan makin berkurang demikian pula permeabilitasnya. Kecepatan
sedimentasi yang tinggi akan menyebabkan air terjebak didalam material clay
sehingga seolah-olah butiran-butirannya terapung di dalam air (air formasi).
Proses kompaksi juga mungkin akan menyebabkan perubahan mineralogi
clay. Dari proses kompaksi ini dapat diketahui terjadinya tekanan abnormal
pada formasi shale yaitu dengan melihat bahwa tekanan geostatik sebagian
besar didukung oleh air formasi (formasi shale), sedangkan air tersebut
sebagian terjebak di dalam material clay sehingga perhitungan tekanan
formasi berdasarkan tekanan hidrostatik akan lebih kecil dari tekanan yang
sebenarnya.
Ketiga bentuk distribusi diatas ditunjukan oleh Gambar 6.28 dibawah ini.
Kaolinite memiliki kristal dan sudut sisi yang baik (Gambar 6.31), namun ada
juga yang berbentuk kristal tidak sempurna dengan tepi yang bergigi.
Mineral dickite berbentuk hexagonal yang memanjang pada arah tertentu.
Morfologi mineral lainnya dapat dilihat pada Gambar berikutnya.
hidroksil umumnya 3.0 A,. Tetapi pada struktur ini jarak antara gugus hidroksil
adalah 2.94 A dan jarak atom yang dapat ditempati 0.61 A.
Unit yang kledua adalah silika tetrahedron, dimana atom silika terletak dipusat
struktur dengan jarak yang sama terhadap keempat atom oksigen atau gugus
hidroksil sehingga struktur ini seimbang. Group silika tetrahedral ini
membentuk jaringan hexsagonal serta membentuk mineral dengan komposisi
Si4O6(OH)4 seperti terlihat pada Gambar 6.41 dibawah ini.
Formula dari struktur ini adalah Al 2S12O5(OH)4 dan dari perhitungan teoritis
struktur ini memiliki komposisi 43.54 % SiO 2, 39,50 % Al2O3 dan 26,96 % H2O.
Sedangkan ketebal;annya adalah kira-kira 7 Angstrom.Dikarenakan adanya
superposisi dari atom-atom oxigen dengan gugus hidroksil pada batas unit, maka
masing- masing unit akan saling berikatan, sedangkan atom hidrogen berada
diantara laipsan-lapisan, dengan ini mineral tersebut tidak cepat larut dalam
air.Anggota dari group kaolinite ini antara lain adalah dickite dan nacrite. Keduanya
memiliki bentuk dan struktur kristak yang mirip dengan struktur kristal yang
diterangkan di atas. Perbedaannya terletak pada posisi dan aturan unit silicate.
Kedua mineral tersebut di atas (dickite dan nacrite) jarang atau sukar sekali
ditemukan didalam material clay. Electron micrograph mineral kaolinite (Gambar 4)
menunjukan unit-unit pelapisan yang agak memanjang dan berbentuk baik. Sering
pula ditemukan sisi-sisi yang agak melengkung. Dimensi memanjang tadi besarnya
kira-kira 0,35 micron dengan tebal 0,5-2 micron.
(3). Mineral Halloysite. Struktur dari mineral ini menyerupai kaolinite, hanya
perbedaannya pada mineral halloysite terdapat kelebihan air. Kelebihan ini
disebabkan ikatan pada tiap-tiap lapisan mineral halloysite lebih lemah
dibandingkan ikatan pada kaolinite. Dengan demikian struktur dari mineral
halloysite terbentuk dari urutan-urutan lapisan yang disisipi lapisan air. Diagram
strukturnya dapat kita lihat pada Gambar 6.44.
(6). Mineral Chlorite.Mineral ini tidak kompak dan memiliki butiran-butiran yang
halus, akibatnya bentuk kristalnya sukar diamati. Kebanyakan mineral clay
chlorite memiliki struktur kristal trioctahedral,tetapi ada juga yang mempunyai
struktur dioctahedral. Secara keseluruhan mirip struktur kristal (trioctahedral)
mica dengan komposisi umumnya (OH)4(SiAl)8(MgFe) 6020, dan untuk yang
berstruktur mirip brucite mempunyai komposisi umum (MgAl)6(OH)12. Diagram
struktur mineral chlorite tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.47.
(7). Mineral Velmiculite.Mineral ini mempunyai struktur yang dibentuk oleh selang-
seling lapisan air dengan struktur mica dengan jarak 4.98A. (tebal dua molekul
air), dimana struktur mika tadi berupa lapisan-lapisan trioctahedral. Mineral
vermiculite dengan komposisi (OH)4 (MgAl)x(Si5-xALx) (Mg.Fe)6020.yH2O
dengan x=1 sampai 1.4 dan y=8, mempunyai kapasitas pergantian kation yang
cukup besar. Diagram dari struktur kristalnya dapat dilihat pada Gambar 6.48.
mempunyai ukuran bentuk bijih yang lebih besar dari pada attapulgite. Hal ini
berlaku pula untuk mineral palygorskite. Hal ini berlaku pula untuk mineral
palygorskite yang tercampur dengan mineral-mineral clay lainnya.
clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion yang bermuatan positif (kation)
akan meninggalkan plat clay tersebut. Karena molekul air adalah polar maka
molekul air akan ditarik balik oleh kation yang terlepas maupun oleh plat clay,
dan molekul air yang bermuatan positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri,
sehingga keseluruhan clay akan mengembang.
Masalah lain dari pergantian kation ini adalah pengaruhnya terhadap
permeabilitas clay, sebagaimana dapat ditunjukan sebagai contoh pada
Gambar 24 dibawah ini. Jumlah kation yang diabsorbsi tergantung pada jenis
mineral clay, konsentrasi air, jenis kation dan konsentrasi relatif dari kation.
Namun menurut Marshal sebagian dari kation yang diabsorbsi mengalami
ionisasi.
b). Anion Exchange (pergantian anion)
Reaksi pergantian anion sangat sulit diselidiki dikarenakan adanya
kemungkinan mineral clay akan mengurai salama reaksi berlangsung. Kasus
ini ditemukan pada absorbsi phospate olek kaolinite, dimana terjadi
pengrusakan struktur kaolinite yang disebabkan bereaksinya ion phosphate
dengan alumina pada struktur kristalnya disamping pergantian gugusan
hidroksil dephosphate. Berikut adalah beberapa kemungkinan penyebab
terjadinya pergantian anioan.
1. Adanya rantai ikatan yang putusditepi partikel mineral clay. Rantai yang
putus tadi diperkirakan akanmenyediakan tempat (muatan) negatif
sebanyak tempat (muatan) positif sekeliling sisi mineral clay, sehingga
diharapkan kapasitas pergantian anion sama dengan kapasitas pergantian
kation.
2. Perpindahan ion hidroksil pada permukaan partikel mineral clay.
3. Geometri dari anion-anion dalam hubungannya dengan geometri struktur
mineral clay. Anion-anion seperti phosphate, arsenate, borate yang
mempunyai ukuran dan geomerti yang sama seperti pada silica dengan
struktur tetrahedral, mungkin terserap secara sempurna pada pinggir silica
tersebut.
Gambar 6.52. Susunan Oksigen dan Hidrogen pada jaringan molekul air.
Tiap sisi dari jaringan hexagonal harus dihubungkan dengan ikatan dari
molekul air yang langsung menuju muatan negatif dari molekul disampingnya.
Gambar 6.53. Konfigurasi jaringan molekul air yang terikat pada permukaan
mineral clay.
molekul-molekul air. Kemantapan dari bidang lapisan molekul air dapat dilihat
dari hubungan geometris dari atom-atom oksigen atau gugusan hidroksil
terhadap kerangka silica.
Air yang diserap oleh mineral clay tersebut akan bertahan pada temperatur
yang relatif rendah, karena dengan pemanasan pada temperatur 100 o sampai
150o air tersebut akan dilepaskan. Kondisi air yang terikat ini dibagi tiga
kategori, yaitu :
1). Air yang berada dipori-pori, dipermukaan dan disekeliling partikel-partikel
mineral clay.
2). Air yang berupa sisipan-sisipan diantara bidang pelapisan unit silicate yang
dapat menyebabkan pengembangannya (swelling) mineral clay tersebut.
Hal tersebut terjadi pada mineral montmorillonite, Vermiculite dan
halloysite.
3). Air terdapat dalam tabung-tabung terbuka diantara perpanjangan unit-unit
strukturnya, yang mana hal ini terjadi pada mineral sepolite dan
attapulgite. Energi untuk pemindahan air pada kategori 1sangat kecil dan
temperatur peneringannya sedikit diatas temperatur ruangan. Sedangkan
air pada kategori 2 dan 3 memerlukan energi tertentu untuk
memindahkannya yang sempurna.
Kecepatan pemindahan lapisan-lapisan air bertambah sebanding dengan
naiknya temperatur. Untuk halloysite reaksi tidak reversible, dan mineral yang
mengalami hidrasi biasanya tidak dapat mengembalikan sifat semulanya.
Vermiculite dan montmorillonite akan mengalami hidrasi kembali dengan
susah-payah, apabila proses dehidrasinya berlangsung dengan sempurna,
tetapi ini akan mudah apabila masih ada bekas-bekas air yng tinggal diantara
unit-unit pelapisan mineral tersebut.
a. Filtrasi Statik
Fluida loss melalui filter cake dapat dirumuskan sebagai berikut :
2 LP 1b t
V ..................................................................................(6-63)
b ro W
V Konst . ....................................................................................(6-64)
t
Rumus diatas berlaku bila spurt atau semprotanf filtrate sebelum terbentuk
mud cake tidak diperhitungkan, dan temperatur kedua test sama. Bila
temperatur kedus test tidak sama, maka perlu koreksi sebagai berikut :
1
V2 V1
2
dimana :
2 , 1 = viscositas cairan pada temperatur T1 dan T2.
Hubungan antara volume filtrate dengan waktu filtrasinya dapat dilihat pada
Gambar 6.55, sedangkan Gambar 6.54 menunjukkan hubungan antara fluid
loss dengan tekanan filtrasinya.
Pada filtrasi statik dimana filtrasi berlangsung sewaktu tidak ada sirkulasi
lumpur pemboran dan rotasi drill string, mud cake terbentuk secara
sempurna sehingga invasi mud filtrate-nya kecil, dengan perkataan lain
volume filtratenya kecil, dengan perkataan lain volume filtratenya akan lebih
kecil dibandingkan volume filtrate dinamik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi filtrasi statik lain adalah
Jenis lumpur pemboran yang digunakan
Tekanan Filtrasi
Viscositas dan Temperatur
Gambar 6.55. Hubungan volume Filtrat dengan Waktu Filtrasi (metoda standar
API water loss).
b. Filtrasi Dinamik
Filtrasi dinamik adalah filtrasi yang berlangsung sewaktu adanya sirkulasi
lumpur dan rotasi drill string. Filtrasi dinamik merupakan hasil yang paling
besar, yang mana akan tercapai sewaktu adanya aktivitas pemboran. Pada
saat itu terjadi penggabungan filtrasi dinamik dan filtrasi di bawah bit.
Suatu persamaan mengenai filtrasi dinamik sehubungan dengan lossfluida
setelah mud cake mencapai ketebalan tertentu (keseimbangan ketebalan)
telah diturunkan oleh Outman's sebagai berikut :
dimana :
V = Rate aliran fluida
kf = permeabilitas filter cake (diukur dari statik filtration loss).
b = viskositas filtrate cairan)
f = koefisien internal friction antara partikel padat dengan filter
cake, empiris.
d = ketebalan lapisan permukaan filter cake setelah tercapai
keseimbangan dengan erosi yang dideritanya, empiris.
-v+1 = Compaction coeficient, angka yang menunjukkan kesen
sitifan tekanan pada kompresibilitas filter cake (antara
0.10 - 0.15)
F = shear force; Harga ini dapat diperoleh dengan rumus :
Dimana :
D = diameter saluran
Y = Yield point, lb/100 ft2
Pada filtrasi dinamis mud cake yang terbentuk sangat mungkin untuk rusak
akibat gesekan denganm drill string, atau kena erosi oleh fluida pemboran.
Hal tersebut akan menambah filtrate yang masuk ke dalam filtrasi yang
masuk ke dalam formasi. Apabila pemboran menembus formasi shale
dimana di dalamnya terdistribusi mineral clay yang swelling maka akan
terjadi hidrasi mud filtrate tadi oleh clay sehingga terjadi pembengkakan
lempung (clay swelling) di dalam formasi, dan ini tidak dikehendaki, karena
dapat menyebabkan tidak stabilnya formasi (sumur pemboran) tersebut.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi filtrasi dinamik antara lain adalah:
kecepatan sirkulasi lumpur pemboran
jenis lumpur pemboran yang digunakan
tekanan filtrasi
Viskositas dan temperatur
Hubungan antara rate filtrasi dinamik dengan waktu filtrasi untuk beberapa
jenis lumpur pemboran dapat dilihat pada Gambar berikut ini :
Gambar 6.61. Invasi mud filtrate karena filtrasi dari bawah bit.
Gambar 6.62. Filtrasi dari bawah bit dari jenis lumpur yang berbeda.
a. Clay Swelling
Clay yang dapat mengembang ini (expandable clays) terdiri dari
kelompok mineral smectites (monmorillonite) dan mineral vermiculite.
1. Mineral-mineral smectites terdiri dari :
Montmorrilonite
Saponite
orite
Beidellite
2. Mineral Vermiculite
Mengingat muatan listrik yang sama akan saling tolak menolak dan
sebaliknya, dan dengan ikatan oleh ion Na+, maka ikatan antar platnya
akan lemah, sehingga bila dimasukan ke dalam air, ia akan mengurangi
dan air akan terhisap ke permukaan clay sebagai proses hidrasi,
sehingga akan menyebabkan mineral tersebut membengkak (swelling).
b. Clay Non-Swelling
Clay non-swelling (unexpandable clays), pada pokoknya ia menyerap
air hanya saja dalam jumlah yang sangat kecil. Kelompok mineral ini
terdiri dari:
mineral Illite
mineral Chlorite
mineral Kaolinite
Sebagai contoh jenis mineral yang sering dijumpai dalam operasi
pemboran adalah mineral kaolinite. Struktut mineral ini terdiri dari satu
perlapisan silica octahedral dan diagramnya (sengle kaolinite plate)
dapat dilihat pada Gambar 6.65.
kadang berlangsung sangat cepat bila terjadi kontak antara clay dengan
fluida pemboran yang fasa utamanya adalah air (water base drilling
fluids).
Agregasi adalah bertambahnya daya ikat antar plat pada permukaan
clay yang menyebakan clay bersangkutan memiliki kecenderungan untuk
lebih menyatu. Agregasi (Aggregation) merupakan kebalikan dari sifat
dispesi yang dimiliki oleh clay yang swelling (Expandable clays). Pada
Gambar 6.68 ditunjukan sifat dispersi dan agregasi dari bentonite dalam
air. Sifat lain dari clay yang swelling dalam air adalah flokulasi dan
deflokulasi (flocculation dan deflocculation). Floculation berarti
bertambahnya sifat mengikat antar tepi dari plate-plate clay. Gambar
6.68 juga dapat menunjukkan sifat-ifat tersebut.
Dalam dunia perminyakan khususnya dalam teknik pemboran, jenis
clay yang dapat mengembang atau menghidrat (swelling clay) yang
paling umum ditemui adalah montmorrilonite, sehingga seringkali nama
montmorrilonite digunakan untuk mewakili semua jenis clay yang
mengembang (swelling). Semakin dalam penguburan batu
serpih(siltstone), semakin sedikit jumlah mineral clay yang
montmorrilonite di dalamnya, sebalinya akan bertambah clay yang
kaolitik. Karena kedalaman berhubungan dengan usia geologi, maka
jumlah fraksi clay dalam batu serpih (formasi shale) juga bervariasi
terhadap perioda geologi, seperti ditunjukan oleh Gambar 3.69. Pada
Gambar tersebut ditunjukan bahwa pada perioda Tersier mineral
montmorrilonite mempunyai distribusi terbesar, sedangkan pada periode
pre-Upper Mississippian jumlah terbesar dimiliki oleh gabungan (mix-
layer) mineral montmorrilonite-Illite.
Gambar 6.69. Distribusi relatif dari empat jenis mineral clay dalam formasi-
formasi shale pada perioda geologi.
6.10.3. Prinsip Pengukuran
Ada dua macam yang biasa dipakai untuk mengukur swelling clay
dilaboratorium yaitu Geonor swelling atest dan CBR Test. Pada prinsipnya
pengukuran swelling dengan dua alat tersebut adalah sama, dimana
pengembangan sample (clay) setelah terjadi hidrasi (clay mengabsorbsi air)
menimbulkan menyimpangan "dial swell" sedangkan besarnya tekanan
swelling dari suatu sample adalah tekanan yang dihasilkan dari gaya
persatuan lias plate untuk mengembalikan sample ke keadaan/ketinggian
awal (elevasi awal, dial swell = ho) dan ini diwakili oleh gaya yang maximum,
yaitu ketika swelling mencapai maximum pada akhir percobaan.
Gaya untuk mengembalikan sample evaluasi awal pada Geonor Swelling
Test dimobilisasikan dengan kedua alat tersebut adalah harga "dial swell"
yang menunjukkan besarnya swelling sample dan tekanan swelling yaitu
tekanan untuk melawan agar sample tidak mengembang (swelling).
a. Dial Swell
Dial swell dalam posisi awal adalah ketika sample mempunyai ketinggia ho,
yang diperoleh melalui proses kompaksi dan expansi berdasarkan prinsip
sedimentasi.
Dial swell akan bekerja beberapa saat setelah sample kontak dengan air
(mengabsorbsi air) skala yang terbaca pada dial swell ini adalah besarnya
b. Tekanan Swelling
Tekanan swelling adalah besarnya tekanan untuk menjaga agar sample tidak
mengembang (swelling).
Pada prakteknya tekanan swelling merupakan gaya persatuan luas plate
(diatas sampl untuk mengembalikan sample ke evaluasi awal yaitu ho. Jadi
tekanan swelling disini adalah gaya persatuan luas untuk melawan
pengembangan atau desakan swelling. Gaya ini dimobilisasikan melalui alat
yang disebut "warm gear" dan besarnya terbaca pada "dial swell" tekanan
swelling yang representatif untuk suatu sample adalah tekanan swelling
maximum yaitu pada akhir percobaan.
c. Waktu
Pengukuran kedua parameter di atas dilakukan untuk interval waktu yang
umum yaitu pada tiap :
(15,30) detik, (1,2,4,8,15 dan 30 ) menit, (1,2,4 dan 24) jam untuk tiap
sample.
6.10.3.2. Peralatan
Gambar alat Geonor Swelling Test dapat dilihat pada Gambar 6.69.
Bagian-bagian terpentingnya adalah :
1. Lucite Cylinder yang di dalamnya terdiri dari:
silinder sample
filter paper
filter keramik
filter stone
2. Dial Swell
3. Dial Gouge
4. Warm Gear
5. Pengontrol Dial Reading
Tabel 6.7. Hasil pengukuran Swelling dengan Alat Geonor Swelling Test
Waktu Dial Dial Swell Tekanan Swelling
Gauge Swelling (%)
Hubungan antara tekanan swelling sample dengan waktu dapat dilihat pada
Gambar 6.71. Sedangkan untuk hubungan antara swelling sample dengan waktu
dapat dilihat pada Gambar 6.70. Secara keselurhan prinsip pengukuran swelling
sample dengan menggunakan alat Geonor Swelling Test, dapat digambarkan
secara grafis pada Gambar 6.71.
Gambar 6.73 Prinsip Pengukuran Swelling Dengan alat Geonor Swelling Test.
6.10.4.2. Peralatan
Bagian-bagian penting alat dapat dilihat pada Gambar 3.74- 3.75.
Bagian-bagian tersebut yaitu :
1. Silinder
2. Ring logam
3. Batu porous
4. Plat logam (besi atau kuningan)
5. Beban kerja/rencana
3. Dial-swell
Gambar 6.75 Swelling Sample Terhadap Waktu Untuk Satu Jenis Sample Pada
Tiap beban Kerja.
Tekanan swelling sample (Pss) diperoleh dari beban kerja maksimum (Bms),
yaitu dimana pada beban kerja tersebut sample tidak mengembang lagi.
B
Pss ms
As
dimana
As = Luas permukaan plat di atas sample
Dial Swell H
Swelling Sample S s
Tinggi Awal Tinggi mold
dimana
Ho = Tinggi awal sample (tinggi mold CBR).
H
Ss x 100%
Ho
Ada tiga istilah yang sering muncul dalam literatur lumpur pemboran,
yaitu : oil-emulsion mud, oil-base mud, dan invert emulsion mud. Istilah ©oil-
emulsion mudª hanya digunakan untuk oil-in-water system. Oil-base mud
biasanya mengandung 3 - 5% air yang teremulsi dalam minyak sebagai fasa
kontinyu. Invert-emulsion mud dapat mengandung sampai 80% air (walaupun
secara umum sekitar 50%) teremulsi dalam minyak. Sedangkan dua yang
terakhir adalah water-in-oil emulsion.
Jenis emulsi yang terbentuk ketika dua macam cairan yang tidak
tercampur secara mekanis terpotong akibat penambahan bahan kimia
emulsifier. Gambar 6.77 menunjukkan bentuk struktur dari emulsifier strearic
acid. Polar head dari molekul ini larut dalam air, sementara non polar tail larut
dalam media organik, seperti diesel oil. Jika strearic acid terlarut, hidrogen
menjadi terpisah dari kelompok hidroksil pada polar head. Jika kation sodium
bebas (Na+) hadir, maka terbentuk oil-in-water emulsion. Jika kation divalen
seperti kalsium (Ca++)
hadir, akan menghasilkan suatu struktur yang bercabang dua. Hal ini
cenderung membentuk suatu permukaan minyak yang cembung yang
membentuk water-in-oil emulsion.
Pemotongan mekanis dari campuran diesel oil, air, dan emulsifier dengan
struktur yang bercabang dua memecah air menjadi butir-butir yang lebih kecil
dari gabungan dengan suatu film molekuler pada setiap butiran tersebut. Film
tersebut adalah merupakan bidang kontak antar permukaan antara minyak
dan air dimana emulsifying agent terkonsentrasi. Fungsi dari emulsifier adalah
untuk mengurangi tegangan antar permukaan, yang secara alamiah butir-butir
air cenderung akan bergabung. Dengan mengkonsentrasikan emulsifier pada
bidang antar permukaan molekuler antara butir-butir minyak dan air, maka
tegangan permukaan akan berkurang. Butir-butir air yang telah berkurang
menjadi kecil oleh adanya energi mekanis, maka tidak akan membentuk
kembali menjadi butir-butir yang lebih besar jika emulsifier yang digunakan
sudah mencukupi.
Ukuran butir-butir air adalah merupakan kunci stabilitas emulsi dan
menentukan sifat-sifat viskositas dan gel strength. Butir-butir ini karena
ukurannya menjadi kecil, dan seragam ukurannya akibat pemotongan
mekanis dan distabilkan dengan emulsifier, maka ukurannya mendekati koloid
yang memberikan kekuatan struktur untuk mengangkat cutting dari dasar
lubang bor dan menahan cutting tersebut ketika lumpur dalam keadaan diam.
Tiga kriteria dasar untuk pembuatan emulsi, yaitu pemotongan mekanis
(mechanical shearing) yang cukup untuk memperkecil butir-butir air dengan
ukuran yang seragam; emulsifying agent dalam jumlah yang memadai untuk
memisahkan butir-butir air dan mencegahnya agar tidak bersatu lagi; dan
minyak yang viskositasnya rendah sebagai fasa eksternal. Jumlah energi atau
kerja yang diperlukan untuk mendispersikan air ke dalam minyak
berhubungan langsung dengan viskositas cairan fasa kontinyu. Mobilitas
(berapa kecepatan emulsifier sampai ke bidang antar permukaan molekular)
juga tergantung dari viskositas fasa eksternal. Kriteria-kriteria atau faktor-
faktor tersebut harus dipertimbangkan pada saat mencampur oil-base mud,
terutama invert emulsion, pada lokasi pemboran (rig site).
dalam API RP13B. Untuk penentuan kadar padatan dalam lumpur minyak
harus diperhatikan beberapa hal, yaitu :
(1) base oil (diesel, mineral oil, dsb.) menggantikan air atau larutan sabun
dalam pembersihan sampel dan peralatan, dan (2) total %volume padatan
yang dilaporkan meliputi kadar garam, bahan pemberat, cutting, dan kadar
bentonit komersial. Menurut
(2), hal ini sangat penting untuk mengetahui low specific gravity kadar
padatan sebenarnya untuk menganalisa problem yang ada dalam lumpur.
Low gravity solid disebut LGS dihitung dari data retort seperti ditunjukkan
pada Tabel 6.8. Tabel 6.9 memberikan densitas larutan dan faktor koreksi
volume baik untuk sodium chloride maupun calcium chloride.
Gambar 6.79 dan 6.80 menunjukkan kadar padatan terkoreksi vs. densitas
untuk lumpur minyak yang diperberat dengan hematite atau barite. Gambar-
Gambar tersebut telah dikoreksi untuk water-soluble solids, yaitu : sodium
chloride, calcium chloride, atau campuran dalam oil-base mud. Grafik-grafik
tersebut sangat berguna baik di kantor maupun di lokasi pemboran untuk
menentukan keefektifan teknik solid-control yang digunakan dalam menjaga
konsentrasi low specific-gravity solids pada batas yang ditentukan. Tiga garis
diplot pada setiap grafik. Garis di dasar adalah hematite atau barite, minyak,
dan 10%, 20%, atau 20% air. Garis kedua pada semua grafik diberi label
©poor solids aboveª. Garis ketiga dari dasar diberi label ©maximum allowable
solidsª. Engineer mempertahankan oil-base mud total jumlah padatan yang
tidak terlarut tetap berada diantara dasar (bottom) dan garis kedua, tetapi
tidak melebihi maksimum ©allowable solids lineª.
Gambar 6.81. Pengaruh tekanan osmotik, gerakan air berkadar garam rendah
menuju ke kadar garam tinggi
Hal-hal penting yang harus diingat untuk logging pada oil-base mud meliputi:
1. Resistivitas formasi dapat ditentukan dengan log induksi
2. Log radiasi dapat dikombinasikan dengan log lain untuk tujuan korelasi
3. Porositas ditunjukkan melalui sonic, densitas, atau log neutron, baik
secara terpisah maupun kombinasi
4. Sidewall core dan wireline formation test dapat dilakukan pada oil-base
mud dengan menggunakan gamma ray tool.
Contoh 1 :
Jika Oil Water (O/W) rasio adalah 75/25 (75% oil, V1, dan 25%, V2), hitung densitas
lumpur tersebut.
Diketahui :
Densitas diesel oil, D1 = 7,0 ppg
Densitas air, D2 = 8,33 ppg
Rumus :
(V1) (D1) + (V2) (D2) = (V1 + V2 ) DF
Contoh 2.
Menghitung volume awal dari oil plus water dengan mengetahui densitas akhir dan
volume dari lumpur.
Diketahui :
W1 = 7,33 ppg (o/w ratio -75/25)
W2 = 16,0 ppg
Dv = 100 bbl
DAFTAR PUSTAKA