Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindakan Sectio Caesarea


1. Definisi
Sectio Caesarea merupakan suatu tindakan pembedahan dengan
cara membuka dinding abdomen dan dinding rahim untuk melahirkan janin
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram dan usia janin > 28 minggu (Bobak, 2010). Sectio caesaria adalah
suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut (Mochtar, 2010). Sectio caesaria adalah suatu
persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010). Tindakan operasi
yang dilakukan dengan cara melakukan suatu irisan pembedahan yang
akan menembus dinding abdomen pasien (laparotomy) dan uterus
(histerektomi) dengan tujuan untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih
(Syaifuddin, 2012). Seksio Sesaria (sectio caesarea) adalah suatu
pembedahan guna melahirkan janin (persalinan buatan), melalui insisi
pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan
keadaan utuh dan sehat.
2. Indikasi dan Kontraindikasi
Sectio Caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin dan ibu
karena adanya suatu komplikasi yang akan terjadi kemudian bila
persalinan dilakukan secara pervaginam. Operasi sectio caesarea
dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko
pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu
tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia) (Mochtar, 2010).
a. Indikasi Ibu
1) Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala
dan panggul).
2) Disfungsi uterus
3) Distosia jaringan lunak

7
8

4) Plasenta previa
5) His lemah / melemah
6) Rupture uteri mengancam Primi muda atau tua
7) Partus dengan komplikasi
8) Problema plasenta
b. Indikasi Anak
Detak jantung janin melambat, ada indikasi bayi kekurangan
oksigen, putusnya tali pusar (tali pusat), bayi dalam posisi sungsang
atau menyamping, bayi kembar (meskipun bias juga dilahirkan dengan
normal), bayi terlalu besar (lebih dari 4,2 kg), plasenta previa, plasenta
sudah lepas dari rahim, proporsi panggul ibu dan kepala janin tidak pas,
janin menderita hidrosefalus (Bobak, 2010).
c. Indikasi Medis
a. Bayi dalam keadaan gawat, janin harus dilahirkan segera.
b. Plasenta berada di bagian dasar rahim atau menghalangi jalan lahir.
c. Ibu dengan masalah kesehatan seperti jantung, tekanan darah tinggi
atau penderita HIV.
d. Ibu dengan panggul sempit.
e. Kelainan letak janin (Prawiharjo, 2010).
d. Kontraindikasi
Sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat
sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (Prawiharjo, 2010).
3. Komplikasi
Bobak (2010) menyatakan bahwa komplikasi yang dapat timbul
setelah dilakukan operasi ini antara lain :
a. Infeksi puerperal (Nifas)
Jenis infeksi meliputi; infeksi ringan, dengan suhu meningkat dalam
beberapa hari, infeksi sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai
dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung dan infeksi berat,
peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan. Yaitu banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
serta perdarahan pada plasenta bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi.
9

d. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.


e. Robeknya jahitan rahim
Ada tujuh lapis jahitan yang dibuat saat operasi caesar, yaitu jahitan
pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut,
lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini bisa sobek pada
persalinan berikutnya. Makin sering menjalani operasi caesar, makin
besar resiko terjadinya sobekan.
f. Masalah pernafasan. Bayi yang lahir melalui operasi caesar cenderung
mempunyai masalah pernafasan, yaitu nafas menjadi tidak teratur.

B. Proses Penyembuhan dan Kebersihan Luka


1. Definisi
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul,
perubahan suhu zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan
(Potter & Perry, 2010). Sedangkan kesembuhan luka merupakan proses
penggantian jaringan yang mati atau rusak dengan jaringan baru dan sehat
dengan jalan regenerasi. Luka dikatakan sembuh apabila permukaanya
dapat bersatu dan didapatkan kekuatan jaringan yang mencapai normal
(Smeltzer & Bare, 2010).
2. Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan dan Kebersihan Luka
a. Faktor Eksternal
1) Penanganan Petugas
Penanganan yang kurang tepat dapat menyebabkan cedera dan
memperlambat penyembuhan. Pembersihan luka harus dilakukan
dengan tepat, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat
menentukan lama penyembuhan luka operasi.
2) Perawatan Luka
Perawatan luka yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi
jaringan luka menjadi kotor sehingga sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
3) Aktivitas
Aktivitas yang berlebih akan menghambat penyatuan tepi luka dan
mengganggu penyembuhan luka yang diinginkan.
10

4) Higiene
Personal hygiene dapat memperlambat penyembuhan luka, hal ini
dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan
mikroorganisme ke luka.
5) Nutrisi
Diet tinggi protein dan kalori harus tetap dipertahankan
selama masa penyembuhan. Pembentukan jaringan akan sangat
optimal bila kebutuhan nutrisi terutama protein terpenuhi. Nutrisi lain
yang juga sangat diperlukan dalam proses penyembuhan adalah
vitamin C dan seng. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan
kolagen bagi penyembuhan luka yang optimal sedangkan seng akan
meningkatkan kekuatan tegangan (gaya yang diperlukan untuk
memisahkan tepi-tepi) penyembuhan luka. Oleh karena itu semakin
terpenuhi atau tercukupi pola nutrisi maka kecepatan penyembuhan
luka akan semakin cepat dan optimal.
6) Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini dapat meningkatkan proses peredaran darah
sehingga mempengaruhi mikrosirkulasi dan makrosirkulasi yang
akhirnya akan meningkatkan kesembuhan luka.
7) Penyakit Penyerta dan Kondisi Kesehatan
Kondisi kesehatan penderita baik secara fisik maupun mental,
dapat menyebabkan lama penyembuhan dan proses peyembuhan
luka menjadi terhambat. Jika kondisi penderita sehat, akan dapat
merawat diri dengan baik. Selain itu adanya penyakit penyerta seperti
penyakit metabolik (diabetes) akan memperpanjang penyembuhan
luka. Keloid juga akan memperlama proses penyembuhan luka.
8) Tradisi (Kepercayaan dan Agama)
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk
perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan, meskipun oleh
kalangan masyarakat modern. Misalnya tradisi untuk berpantang
makanan seperti daging dan telur justru akan memperlama proses
kesembuhan luka, karena makanan tersebut mengandung protein
yang tinggi yang akan membantu proses kesembuhan luka.
11

9) Pengetahuan
Pengetahuan tentang perawatan luka sangat menentukan
lama dan proses penyembuhan luka.
10) Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi menentukan proses perawatan luka
serta pencarian pelayanan kesehatan. Hal ini secara tidak langsung
menentukan kesembuhan luka.
b. Faktor Internal
1) Usia. Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda. Lanjut
usia tidak dapat mentolerir stress seperti trauma jaringan. Semakin
tua maka akan semakin menurun kecepatan proses penyembuhan
lukanya, karena daya regenerasi jaringan mengalami penurunan.
Semakin bertambah usia seseorang, daya regenerasi pada jaringan
atau organ akan mengalami penurunan.
2) Hemoragi. Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati
yang harus disingkirkan. Area menjadi pertumbuhan untuk infeksi.
3) Luas Luka
Luas luka menyangkut rusaknya jaringan, yang meliputi epidermis,
dermis dan jaringan yang lebih luas dan dalam. Semakin luas atau
semakin dalam luka akan menyebabkan proses penyembuhan luka
yang lebih lama.
4) Hipovolemia
Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada vasokonstriksi
dan penurunan oksigen yang tersedia untuk penyembuhan luka.
5) Defisit Nutrisi
Sekresi insulin yang terhambat menyebabkan penumpukan glukosa
darah yang akan mengganggu kesembuhan luka. Defisit nurisi dapat
terjadi penipisan protein-kalori, hal ini ditemukan pada sosial ekonomi
rendah karena tidak mampu menyediakan variasi gizi serta budaya
berpantang makanan tinggi protein dan kalori tinggi.
6) Defisit Oksigen
a) Insufisien oksigenasi jaringan, oksigen yang tidak memadai dapat
diakibatkan tidak adekuatnya fungsi paru dan kardiovaskular juga
vasokonstriksi setempat sehingga jaringan perifer mengalami
12

kekurangan oksigen dan terjadi iskemia yang akan mengganggu


proses penyembuhan luka.
b) Drainase; sekresi yang menumpuk menggangu penyembuhan.
7) Medikasi
a) Steroid, dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu
respon inflamasi normal.
b) Antikoagulan, dapat menyebabkan hemoragi.
c) Antibiotik spektrum luas atau spesifik, efektif bila diberikan segera
sebelum pembedahan atau perlukaan untuk patolagi spesifik atau
kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak
efektif karena koagulasi intrvaskular (Smeltzer & Bare, 2010).
3. Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain
merupakan suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan. Luka akan
sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan
yang rusak serta penyebab luka tersebut. Fase penyembuhan luka
menurut Smeltzer & Bare (2010) adalah meliputi:
a. Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan
bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
b. Per Sekundam yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan per
primam. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada
luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi atau terinfeksi.
Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan
granulasi.
c. Per Titiam atau per primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka
selama beberapa hari setelah tindakan debridemen. Setelah diyakini
bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari).
Proses fisiologis luka menurut Smeltzer & Bare (2010) dibagi
kedalam 3 fase utama, yaitu;
a. Fase Inflamasi
Fase ini berlangsung selama 1-4 hari, terjadi respons vaskular dan
selular terjadi ketika jaringan terpotong atau cedera. Vasokonstriksi
13

pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet terbentuk dalam upaya


untuk mengontrol perdarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit
sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi
kehilangan kemampuan vasokonstriksinya karena norepinefrin dirusak
oleh enzim intraselular dan histamin dilepaskan, yang akan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Ketika mikrosirkulasi mengalami
kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit,
komplemen, dan air menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3
hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.
b. Fase Proliferatif
Fase ini berlangsung 5 sampai 20 hari. Fibroblas memperbanyak
diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel
epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang
menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi
yang baru. Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3-5% dari kekuatan
aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35-59% kekuatan luka tercapai.
Tidak akan lebih dari 70-80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin,
terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat
dalam penyembuhan luka.
c. Fase Maturasi
Pada fase ini berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan
tahunan. Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai
meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen
menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan
dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya.
Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan
maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai
kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka (InETNA, 2014).
4. Tipe dan Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka digambarkan melalui intensi pertama,
kedua atau ketiga. Pada Intensi Pertama (Penyatuan Primer), luka dibuat
secara aseptik dengan pengrusakan jaringan minimum dan penutupan
dengan baik, seperti dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan
melalui intensi pertama. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama,
14

jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal


(Muttaqin & Sari, 2011). Pada Instensi Kedua (Granulasi). Luka terjadi
pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat,
proses perbaikannya kurang dan membutuhkan waktu lebih lama.
Penyembuhan melalui Instensi Ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam,
baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali,
dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan. Hal ini
mengakibatkan jaringan parut dalam dan luas (Smeltzer & Bare, 2010).
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan. Tepi luka bisa menyatu kembali,
permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan
yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke
eksternal.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis
ini biasanya tetap terbuka. Terdapat sebagian jaringan yang hilang,
proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan
jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir. Penyembuhan luka
berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual (InETNA, 2014).
5. Indikator Kebersihan Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan
luka itu dan menunjukan derajat luka. Luka yang dilakukan perawatan
secara baik akan mengalami pembersihan dan kesembuhan yang baik.
15

Adapun berdasarkan jenis kebersihan luka, maka luka diklasifikasikan


menjadi;
a. Luka Bersih
Luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, tidak melibatkan saluran
pencernaan, saluran pernafasan, dan saluran perkemihan.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bedah yang melibatkan saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan saluran perkemihan. Luka tidak menunjukan terkontaminasi.
c. Luka terkontaminasi
Luka terbuka, segar, luka kecelakaan, luka bedah yang berhubungan
dengan saluran pencernaan. Luka menunjukan tanda infeksi.
d. Luka kotor
Luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka
dengan tanda infeksi seperti cairan.
6. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka timbul dengan manifestasi yang
berbeda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak
adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya
reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis,
dehiscence, keloid, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka (InETNA,
2014). Pemberian disinfektan seperti povidone iodine/alkohol akan
memperlambat proses granulasi sehingga kesembuhan luka lebih lambat.
Sedangkan pemberian cairan infus (air mineral) yang sesuai dengan
fisiologis jaringan serta luka lebih besih sehingga akan mempercepat
proses kesembuhan luka secara optimal (Hastuti, 2010).

C. Proses Perawatan Luka


1. Definisi
Luka Operasi adalah luka yang sengaja dibuat dengan prosedur
pembedahan/operasi. Ketika terdapat luka pada tubuh baik akibat operasi
atau hal lain yang mengakibatkan tubuh terluka, maka tubuh akan
melakukan beberapa respon terhadap luka tersebut diantaranya adalah
nyeri, pembengkakan area luka, peningkatan suhu tubuh, kemerahan pada
16

luka dan penurunan fungsi tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Sedangkan
perawatan luka menurut Smeltzer & Bare (2010) adalah tindakan untuk
mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain
yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit. Menurut Morison (2014) perawatan luka adalah
suatu tindakan untuk mempercepat proses dalam penyembuhan luka serta
mencegah supaya tidak terjadi infeksi pada luka. Dengan memahami
pengertian perawatan luka, maka kita dapat memahami langkah-langkah
perawatan luka pasca operasi di rumah dengan mudah dan tentunya
terhindar dari infeksi.
2. Pengkajian
b. Kondisi Luka
Pengkajian ini meliputi tanda-tanda infeksi, warna dasar luka; slough
(yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating
tissue (red) dan epithelialising (pink), lokasi ukuran dan kedalaman luka,
eksudat dan bau, keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung (Sudoyo, 2015).
c. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
d. Status vascular : Hb, TcO2
e. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat immunosupresan lain.
f. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
(Saldi, 2012).
3. Balutan Luka
Balutan luka telah mengalami perkembangan dengan cara lembab.
Menurut Saldi (2012), alasan tersebut meliputi:
a. Mempercepat fibrinolisis, fibrin yang terbentuk pada luka dapat
dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana
lembab.
b. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
c. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
17

d. Mempercepat pembentukan Growth factor


Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum corneum dan angiogenesis. Produksi komponen
tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
e. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka
harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan pada luka (absorbing).
b. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration).
d. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka.
e. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan.
4. Manajemen Luka
Manajemen luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi
luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan
luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan (Smeltzer
& Bare, 2010).
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
pembersihan luka digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Water steryl, cairan fisiologis efektif untuk pembersihan dan
kesembuhan luka operasi.
b) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas
dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
c) Povidon Yodium, merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena
larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.
18

d) Yodoform, jarang digunakan, biasanya untuk antiseptik borok.


e) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), senyawa biguanid
dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut,
tidak merangsang kulit mukosa, dan baunya tidak menyengat.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
4) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
5) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts).
6) Derivat Fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah
dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik luka bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2010).
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari
terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA,
2014). Langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan dengan pemberian anastesi lokal
19

5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer, 2010)


d. Penjahitan Luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
e. Penutupan Luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Jika
luka sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada
penutupan luka (skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra
agresif sebab pada luka diabetik kuman akan terus menyebar dan
memperparah kondisi luka.
f. Pembalutan. Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai
pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang
baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi,
jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya
infeksi.
5. Prosedur Perawatan Luka Operasi
Sebelum melakukan perawatan luka pasca operasi, maka perlu
disiapkan alat-alat sebagai berikut:
a. Air Mineral dan alat aksesnya
b. Sarung tangan karet
c. Kassa Steril
d. Plester
e. Gunting bersih
f. Antiseptik
20

Setelah perlengkapan alat sudah siap, selanjutnya lakukan langkah-


langkah perawatan luka pasca operasi sebagai berikut:
a. Atur posisi senyaman mungkin
b. Siapkan alat yang diperlukan dan dekatkan kepada pasien
c. Lakukan cuci tangan sterile dengan sabun dan air mengalir.
d. Buka plester atau verban
e. Balutan lama dibuka dan dibuang ke kantong plastik
f. Bersihkan luka dengan langkah sebagai berikut:
1) Gunakan sarung tangan bersih (non sterile).
2) Cuci luka dengan kassa steril yang dibasahi oleh cairan air mineral
dan lakukan satu arah serta sedikit ditekan.
Pemilihan air mineral karena sifatnya fisiologis sesuai kondisi jaringan
sehingga akan mempemudah kesembuhan luka operasi.
3) Keringkan luka dengan kassa steril.
4) Luka basah dikompres dengan kassa steril yang dibasahi.
5) Tutup luka yang telah dikompress tadi dengan kassa kering.

D. Penelitian Terkait
Operasi merupakan segala tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Komplikasi paling sering setelah operasi adalah infeksi luka. Upaya
pencegahan infeksi dilakukan dengan perawatan yang optimal, yaitu menjaga
kebersihan luka. Tindakan manajemen luka harus mengedepankan proses
pencucian luka dan kebersihan luka. Luka yang tidak bersih beresiko
menyebabkan infeksi pada luka tersebut. Tindakan perawatan luka dilakukan
dengan menjaga kebersihan luka sehingga akan mempercepat kesembuhan.
Kebersihan luka dilakukan dengan irigasi luka dengan cairan steril (water
steryle). Penelitian Sandy (2015) membuktikan bahwa faktor lamanya
perawatan berkaitan dengan kesembuhan luka operasi.
Penelitian Wardhani (2016) membuktikan bahwa pencegahan infeksi
pada luka pasca sectio caesarea adalah melalui perawatan yang baik. Prinsip
utama perawatan luka adalah untuk pengendalian infeksi. Penelitian Sandy
(2015) membuktikan bahwa upaya pencegahan infeksi luka operasi (ILO)
dilakukan melalui perawatan luka secara baik dan benar serta menjaga
21

kebersihan luka. Penelitian Rivai (2013) membuktikan bahwa infeksi luka


operasi dapat dicegah dengan perawatan luka yang tepat, yaitu
membersihkan luka. Teknik perawatan yang baik dilakukan dengan
pembersihan luka yang baik pula, yaitu dengan menggunakan air mineral
(water steryle). Penelitian Che (2016) membuktikan perbedaan antara mineral
water dengan normal salin tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
infeksi luka dan penyembuhan luka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
tap water (mineral water) sebagai alternatif aman untuk pencucian luka.
Mineral water terbukti sebagai cairan fisiologis yang digunakan untuk
proses wound cleansing. Kondisi mineral water di negara maju yang higienis
bisa langsung diminum berbeda dengan tap water di Indonesia yang belum
higienis sehingga dibutuhkan alternatif air lainnya yang diharapkan bisa
menjadi pengganti tap water dalam perawatan luka. Oleh karena itu air
mineral bisa menjadi alternatif dalam pencucian luka mengantikan tap water.
Penelitian Risnawati (2019) membuktikan bahwa mineral water efektif untuk
pencucian luka sehingga dapat mencegah infeksi luka dan mempercepat
kesembuhan luka. Penelitian Resende (2015) membuktikan bahwa
penggunaan tap water untuk membersihkan kulit luka pada tikus tidak
berpengaruh pada kolonisasi bakteri dibandingkan dengan penggunaan
larutan normal saline.
22

E. Kerangka Teori

Tindakan Operasi
Persalinan
Sectio Caesarea

Keperawatan
Perioperatif
FAKTOR KESEMBUHAN DAN
KEBERSIHAN LUKA
1. Faktor Internal Pasca Operasi
Usia, Luas luka, Jenis luka,
Hemoragi, Hipovolemia,
Defisit Nutrisi, Defisit
Oksigen, Medikasi (steroid, Luka Operasi Infeksi Luka
antikoagulan, antbiotik) Operasi
2. Faktor Eksternal
a. Penanganan petugas Perawatan Luka
b. Perawatan luka
Tindakan Aseptik

PEMBERSIHAN LUKA KESEMBUHAN


AIR MINERAL LUKA

Penjahitan Luka
Penutupan
Pembalutan
Antibiotik
Pengangkatan Jahitan
c. Higiene
d. Penyakit Penyerta dan
Kondisi Kesehatan
e. Aktivitas
f. Pengetahuan
g. Sosial ekonomi
h. Tradisi

Gambar 1
Kerangka Teori Penelitian
Keterangan :

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Sumber : Smeltzer & Bare (2010), Sudoyo (2015), Potter & Perry (2010),
InETNA (2014), Muttaqin & Sari (2011), Maryunani (2015),
Risnawati (2019), Resende (2015).

Anda mungkin juga menyukai