Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN KASUS

Carpal Tunnel Syndrome

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan

Stase Ilmu Penyakit Syaraf RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :

Naomi Pradita Yuwana (14711050)

Pembimbing :

dr. Dinik Wuryani, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUD DR. SOEDONO MADIUN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2018
STATUS PASIEN

A. Identitas
Nama : Tn. AS
Usia : 44 tahun
Alamat : Podang 24 RT 20/RW 01 Ambangan Kidul
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
No. RM : 67xxxx

B. Subjektif
Anamnesis dilakukan pada hari Selasa, tanggal 7 Agustus 2018 di Poliklinik
Saraf
1. Keluhan Utama
Tangan kanan dan kiri terasa kesemutan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan tangan kanan dan kiri terasa kesemutan.
Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Keluhan hanya
sebatas pergelangan tangan hingga telapak tangan. Keluhan dirasakan
hilang timbul. Keluhan memberat saat menyetir motor dan lebih sering
pada malam hari dan membaik bila pasien mengistirahatkan tangan dan
mengibas-ngibaskannya. Sebelumnya pasien belum pernah mengobati
keluhan kesemutan pada tangan, namun pasien saat ini mengonsumsi
obat untuk hipertensinya yaitu amlodipin. Tidak ada keluhan penyerta
lainnya pada pasien.
3. Anamnesis sistem
 Cerebrospinal : pusing (-), nyeri kepala (-)
 Kardiovaskular : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
 Respirasi : Batuk (-), sesak napas (-)
 Digesti : Nafsu makan baik, BAB normal
 Urogenital : BAK normal
 Muskuloskeletal : kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (+)
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa (-), cedera pergelangan tangan (-), infeksi sendi (-), DM
(-), hipertensi (+)
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (-), DM (-), hipertensi (+)
6. Riwayat Ekonomi Sosial
Pasien merupakan karyawan swasta dibidang kuliner, sering menggunakan
tangannya untuk bekerja.

C. Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : cukup
- Kesadaran : GCS 4-5-6
- Vital sign
TD : 160/100 Nadi : 80x/menit
RR : 16x/menit Suhu : 36,5C
- Kepala/Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), sianosis (-), dipsnue (-)
- Thorax
Cor : S1 S2 reguler tunggal
Pulmo : SDV (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)
- Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas :
Akral hangat (+), edema (-)
2. Pemeriksaan Neurologis
a. Pemeriksaan Motorik

5 5

5 5

b. Pemeriksaan Sensorik

N N

N N

c. Reflek Fisiologis
BPR +2/+2
TPR +2/+2
Patella +2/+2
d. Reflek Patologis
Hoffman -/-
Tromnar -/-
Babinski -/-
e. Tes Spesifik
Phalen’s test +/+
Tinel’s sign +/+
Flick’s sign +/+

D. Assesment
Diagnosis Klinis : hipoestesia palmar dekstra sinistra, hipertensi
Diagnosis Topis : Penekanan N. Medianus dalam terowongan karpal
Diagnosis Etiologis : Carpal Tunnel Syndrome

E. Planning Terapi
Farmakoterapi :
- Natrium diklofenak 3x50mg
- Metilprednisolon 3x16mg
- Piridoksin 1x200mg
- Captopril 3x25mg
Non farmakoterapi :
- Kurangi aktifitas yang dapat memicu dan memberatkan penyakit
- Fiksasi tangan dengan bandage
- Fisioterapi
- Kurangi makan garam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kumpulan gejala yang


diakibatkan oleh penyempitan terowongan karpal. Penyakit ini pertama kali
dilaporkan oleh Pierre Marie dan C.Foix pada tahun 1913 dan istilah Carpal
Tunnel Syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938 (PERDOSSI,
2016) . Penyakit CTS termasuk dalam sindrom neuropati jebakan atau
neuropati kompresi (entrapment neuropathy) yang paling umum di temukan
dan termasuk dalam Cummulative Trauma Disorders (CTD) (A. K. Putri,
2014). Menurut Rambe dalam Putri (2015) CTS merupakan gangguan
ekstremitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang berulang dan posisi
yang menetap dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat mempengaruhi
saraf, suplai darah ke tangan, dan pergelangan tangan. CTS disebabkan oleh
peningkatan tekanan pada terowongan karpal yang sempit yang dibatasi oleh
tulang-tulang karpal dan ligamen carpi transversum yang kaku sehingga
menjebak nervus medianus (I. P. Putri, 2015).

B. Epidemiologi

Carpal Tunnel Syndrome adalah neuropati yang paling sering terjadi,


diyakini terdapat pada 3,8% populasi umum. Telah dilaporkan tingkat
insidensi CTS mencapai 276 : 100.000 per tahun, dengan tingkat prevalensi
mencapai 9,2% pada perempuan dan 6% pada laki-laki. CTS lebih banyak
terjadi pada perempuan dari pada laki-laki, CTS umumnya terjadi secara
bilateral dengan rentang usia puncak 40 sampai 60 tahun (Ibrahim, Khan,
Goddard, & Smitham, 2012). Walaupun prevalensi gelaja bilateral belum
diketahui secara pasti, namun salah satu studi di Inggris melaporkan bahwa
gejala bilateral terjadi pada lebih dari 50% kasus (Leblanc & Cestia, 2011).
The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun
1990 memperkirakan 15-20% pekerja Amerika Serikat berisiko menderita
Cummulative Trauma Disorders (CTDs). Penyakit CTS merupakan salah satu
dari 3 jenis penyakit tersering dalam golongan CTDs pada ekstremitas atas.
Prevalensi CTS 40%, tendosinovitis yang terdiri dari trigger finger 32% dan
De Quervan’s syndrome 12%, sedangkan epicondilitis 20%. Lebih dari 50%
dari seluruh penyakit akibat kerja di USA adalah CTD, dimana salah satunya
adalah CTS. Menurut laporan American Academy of Orthopaedic Surgeons
tahun 2007, kejadian CTS di Amerika Serikat diperkirakan 1-3 kasus per
1.000 subyek per tahun. Prevalensinya berkisar sekitar 50 kasus per 1000
subyek pada populasi umum (Salawati, 2014).

C. Etiologi dan Faktor Risiko

Terowongan karpal yang sempit selain dilewati oleh nervus medianus juga
dilewati oleh beberapa tendon. Setiap kondisi yang menyebabkan padatnya
terowongan karpal dapat berakibat pada peningkatan tekanan nervus
medianus sehingga timbul CTS. Pada sebagian besar kasus tidak diketahui
penyebab dari CTS terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis
menghubungkan pergerakan pergelangan tangan yang berulang dalam waktu
yang lama dengan kejadian CTS. Terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan CTS yaitu faktor intrinsik, faktor penggunaan tangan, dan
faktor trauma. Faktor intrinsik yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
terowongan karpal adalah sekunder yaitu adanya penyakit atau kelainan yang
sudah ada sebelumnya pada penderita. Faktor intrinsik yang dapat
menyebabkan CTS yaitu (a) Perubahan hormonal seperti pada keadaan hamil,
pemakaian hormon estrogen saat menopause yang dapat menyebabkan retensi
cairan dan pembengkakan pada sekitar terowongan karpal; (b) Penyakit atau
keadaan tertentu seperti hemodialisis yang berlangsung lama, penyakit
multiple myeloma, Walderstroom’s macroglobulinemia, limphoma non
Hodgkin, acromegali, virus (human parvovirus), pengobatan yang berefek
pada sistem imun (interleukin 2) dan obat anti pembekuan darah (warfarin);
(c) Kegemukan (obesitas); (d) Riwayat keluarga dengan CTS; (e) Jenis
kelamin wanita pada penelitian memiliki resiko menderita CTS lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki; (f) Keadaan
lain : stres, gizi buruk, merokok. Penyakit CTS yang berhubungan dengan
hobi contohnya adalah pekerjaan rumah tangga seperti menjahit, merajut,
memasak, dan lain-lain. Sedangkan CTS yang berhubungan dengan pekerjaan
meliputi kegiatan yang membutuhkan kekuatan tangan dan pergelangan
tangan, yang terjadi berulang dalam waktu yang lama (Salawati, 2014).

D. Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome

Tabel 1. Klasifikasi Carpal Tunnel Syndrome

Two-point
Konduksi
Klasifikasi Durasi discrimination Kelemahan Atrofi Elektromiografi
saraf
test

tidak ada

<1 Tidak ada
Ringan Normal - - penurunan
tahun denervasi
ringan
kecepatan

tidak ada
Tidak ada- –
±1 Mungkin
Sedang √(minimal) denervasi penurunan
tahun tidak normal
√(minimal) ringan ringan
kecepatan

<1 Penurunan
Berat Tidak normal √ √ Ada denervasi
tahun kecepatan

E. Patofisiologi

Carpal Tunnel Syndrome umumnya terjadi secara kronik yang disebabkan


oleh penebalan dari fleksor retinakulum yang menyebabkan penyempitan
terowongan karpal dan menekan nervus medianus. Nervus medianus berasal
dari dua radix, satu dari fasciculus lateralis plexus brachialis (serat C6,C7)
dan satu dari fasciculus medialis (serat C8,T1). Nervus medianus menjadi
superfisial di proksima pergelangan tangan, berjalan di dalam M.
retinaculum fleksorum dan melalui canalis carpi ke tangan. Nervus ini
terdistribusi ke M. thenaris dan M. lumbricalislateralis (untuk jari II dan III),
memberikan sensasi ke kulit telapak tangan dan aspek dorsal distal lateral
(radial) 31/2 jari dan telapak tangan yang berdekatan (Moore & Dalley,
2013).

Gambar 1. Distribusi nervus medianus pada telapak tangan

Tekanan yang berulang dan terus menerus menyebabkan peningkatan


tekanan intrafasikuler dan mengakibatkan aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi dapat mengganggu nutrisi intrafasikuler
yang kemudian diikuti dengan anoksia dan kerusakan endotel. Kerusakan
endotel ini dapat mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Bila hal ini terus terjadi maka akan terjadi fibrosis epineural yang
akan merusak serabut saraf. Semakin lama hal tersebut terjadi, nervus
medianus akan atropi dan mengakibatkan gangguan pada fungsi nervus
medianus. Selain itu gangguan mikrosirkulasi juga akan menimbulkan
iskemik saraf dan menimbulkan kerusakan (Munir, 2017).
F. Tanda dan Gejala

- Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan
terutama malam hari.

- Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya


selama penggunaan.

- Penurunan cengkeraman kekuatan.

- Kelemahan pada ibu jari.

- Sensasi jari bengkak (ada atau tidak terlihat bengkak).

- Kesulitan membedakan antara panas dan dingin (Munir, 2017).

Menurut Ibrahim et al. (2012), CTS dapat di klasifikasikan menjadi 3


tahap berdasarkan gejala dan tandanya :

Tahap 1: Pasien sering terbangun pada malam hari dengan sensasi tangan yang
bengkak dan mati rasa. Mereka melaporkan nyeri yang menjalar dari
pergelangan tangan ke bahu, dan kesemutan yang mengganggu di tangan dan
jari-jari (brachialgia paraesthetica nocturna). Mengibaskan tangan dapat
meredakan gejala (flicks sign). Saat pagi hari, biasanya sensasi tangan kaku
masih terasa.

Tahap 2: Gejala juga terasa pada siang hari, terutama ketika pasien tetap di
posisi yang sama untuk waktu yang lama, atau melakukan gerakan-gerakan
berulang-ulang dengan tangan dan pergelangan tangan. Ketika muncul defisit
motorik, pasien melaporkan bahwa objek sering jatuh dari tangan mereka
karena mereka tidak mampu untuk merasa jari mereka lagi.

Tahap 3: Ini adalah tahap akhir di mana atrofi eminensia tenar yang jelas, dan
nervus medianus biasanya merespon buruk untuk bedah dekompresi. Dalam
tahap ini, gejala sensoris dapat berkurang. Terdapat juga rasa sakit di
eminensia tenar, dan dengan kompresi berat, kelemahan dan atrofi abductor
pollicis brevis dan opponens pollicis.

G. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dengan perhatian khusus pada


fungsi, motorik, sensorik, dan otonom tangan. Adapula tes provokasi untuk
menegakkan diagnosa CTS menurut PERDOSSI (2017) adalah sebagai
berikut :

1. Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara


maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosis. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosis CTS.

2. Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet


dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di
atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosis.

3. Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

4. Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau


menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosis CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

5. Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya


atrofi otototot thenar.

6. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual


maupun dengan alat dinamometer
7. Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan
secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala
seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosis CTS.

8. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan


menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.

9. Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari


dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosis

10. Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua


titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis.

11. Pemeriksaan fungsi otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada


perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah inervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis
CTS.

Pemeriksaan Penunjang CTS menurut PERDOSSI (2017)

1. Pemeriksaan EMG

Kecepatan hantar saraf akan menurun dan masa laten distal memanjang,
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

2. Pemeriksaan radiologi

X-ray pergelangan tangan untuk menyingkirkan fraktur dan kelainan


sendi lain, UGS, CT-scan dan MRI terutama untuk pasien yang akan
dioperasi.
3. Pemeriksaan laboratorium

Kadar gula darah, darah lengkap, atau kadar hormon tiroid.

H. Tatalaksana

a. Terapi konservatif

- Modifikasi gaya hidup : menghindari gerakan yang berulang,


menggunakan peralatan yang ergonomis contohnya menggunakan
wrist rest dan mouse pad, istirahatkan pergelangan tangan, gunakan
keyboard alternatif misalnya memakai pena digital, voice recognition,
dan dictation software (Ibrahim et al., 2012)

- Farmakoterapi: obat anti inflamasi non steroid, obat neuropatik,


injeksi steroid dengan triancisolon atau deksametason, dan vitamin B6
(piridoksin) 100-300 mg/hari (Ibrahim et al., 2012).

- Pemasangan bidai pada posisi netral

Gambar 2. Fiksasi pergelangan tangan


- Fisioterapi. Ditujukan untuk perbaikan vaskularisasi pergelangan
tangan.

b. Terapi operatif

Indikasi operasi :

- Terapi konservatif dengansemua modalitas terapi gagal.

- Atropi otot-otot thenar.

- Gangguan sensorik yang berat.

I. Prognosis

Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa baik.
Bila keadaan tidak membaik, maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara
umum prognosa operasi juga membaik (Munir, 2017).

J. Pencegahan

Untuk mencegah timbulnya CTS berulang menurut Munir (2017) dapat


dilakukan :

- Mengurangi gerakan repetitif, gerakan kaku atau gerakan peralatan tangan


saat bekerja.

- Desain peralatan kerja sehinggatangan dalam posisi natural saat bekerja.

- Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

- Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta


mengupayakan rotasi kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, I., Khan, W. S., Goddard, N., & Smitham, P. (2012). Carpal Tunnel
Syndrome : A Review of the Recent Literature. The Open Orthopaedics
Journal, 6, 69–76. https://doi.org/10.2174/1874325001206010069

Leblanc, K. E., & Cestia, W. (2011). Carpal Tunnel Syndrome. American Family
Physician, 83(8), 952–958.

Moore, K. L., & Dalley, A. F. (2013). Anatomi Berorientasi Klinis (5th ed.).
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Munir, B. (2017). Neurologi Dasar (2nd ed.). Jakarta: Sagung Seto.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2016). Panduan Praktik Klinis


Neurologi. Jakarta.

Putri, A. K. (2014). Hubungan Intensitas Nyeri Dengan Disabilitas Aktivitas


Sehari-Hari Pada Penderita Carpal Tunnel Syndrome. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Putri, I. P. (2015). Hubungan Gerakan repetisi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin Batik tulis
di Kemiling, Bandarlampung. Universitas Lampung.

Salawati, L. (2014). CARPAL TUNEL SYNDROME. Jurnal Kedokteran Syiah


Kuala, 14(1), 29–37.

Anda mungkin juga menyukai