Anda di halaman 1dari 5

PRAKTIK BAIK SISTEM PENJAMINAN

MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI

Hambatan atau Kendala yang dihadapi Dalam Menerapkan Sistem


Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

HAMBATAN/KENDALA YANG DIHADAPI DALAM


MENERAPKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL
DIPERGURUAN TINGGI

YULIATI BASRI *

*SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BIMA, WAKIL KETUA I SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BIMA

Abstract

HAMBATAN/KENDALA YANG DIHADAPI DAN PENANGGULANGANNYA DALAM


MENERAPKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI

OLEH YULIATI BASRI

A. PENDAHLUAN
a. Latar Belakang
Mengacu kepada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan
Tinggi bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran
strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan teknologi dengan memperhatikan
dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang
berkelanjutan. Pendidikan tinggi merupakan momentum atau titik awal untuk menciptakan
karakter generasi yang siap juang dengan semangat tempur dalam budaya yang beraneka di
masyarakat dunia, kekuatan generasi bangsa akan menjadi kuat ketiga pendidikan tinggi mampu
melakukan peran strategisnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tinggi tersebar
diseluruh penjuru Sabang sampai Marauke dengan karakter budaya yang beraneka ragam dengan
sentuhan teknologi yang berbeda serta kemampuan sarana serta prasarana yang beragam
membutuhkan suatu kesamaan mutu dan kualitas dalam pelaksanaan proses pelaksanaan
pendidikan tinggi didaerah – daerah dengan sistem penjaminan mutu yang mengakomodir
perbedaan tersebut dalam rangka menyatukan langkah menuju pada daya saing bangsa dikancah
internasional dalam era globalisasi yang serba cepat. Untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam
menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan dan/
atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh serta berani
membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Penciptaan generasi tangguh dan berintelektual
tinggi dengan tetap berdasar pada kearifan lokal bangsa dan negara tidak akan sulit dilaksanakan
jika pendidikan tinggi menyediakan menu ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan
karakter bangsa dan ini membutuhkan suatu jaminan mutu dan kualitas yang kelas tinggi namun
berbudaya elegan sesuai dengan arahan undang-undang, dan untuk mewujudkan hal tersebut
diperlukan penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah dan berkelanjutan dengan
memperhatikan aspek- aspek geografis dari keberadaan pendidikan tinggi termasuk pendidikan
tinggi yang berlokasi di daerah – daerah pun diharapkan bermutu dan relevan serta mampu
menyelaraskan diri dalam mewujudkan pendidikan tinggi sehingga jaminan mutu merupakan harga
mati yang tidak bisa ditawar oleh pendidikan tinggi yang berlokasi didaerah-daerah diseluruh
Indonesia. Mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang
bermutu dan relevan dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian serta
kesejahteraan merupakan jaminan dasar oleh perguruan yang tinggi diseluruh Indonesia dalam
melaksanakan dan menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran yang ada. Pemerataan dalam
pemenuhan pendidikan tidak hanya sekadar merata serta namun keterjangkauan dalam segala
aspek pendidikan yang bermutu pun merupakan hal yang fundamental dari keberadaan perguruan
tinggi didaerah dan pendidikan tinggi yang bernutu adalah pendidikan tinggi yang mampu
menghasilkan lulusan yang secara aktif mengembangkan potensinya dan menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara. Perguruan tinggi
merupakan wadah atau penampung bagi seluruh warga untuk melanjutkan studi yang kejenjang
yang lebih tinggi dan merupakan tempat terlahirnya para intelektual bangsa. Oleh karena itu konsep
dan tujuan pendidikan tinggi harus sempurna dan jelas dalam penciptaan insan yang kuat, tangguh,
teguh dan berani serta berkarakter dari dari konsep keinginan tersebut maka untuk mewujudkan
tugas dari pendidikan tinggi yang besar maka pencapaian mutu pendidikan tinggi yang memenuhi
bahkan melampaui standar nasional pendidikan tinggi dalam tridarma perguruan tinggi meliputi
pengajaran, penelitian dan pengabdian merupakan hal yang harus segera dilakukan dalam rangka
mengembangkan mutu pendidikan yang terencana dan berkesinambungan. b. Identifikasi
Masalah Perlunya Penyusunan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perrguruan Tinggi Dari
uraian latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah tentang perlunya pendidikan yang
memiliki jaminan mutu yang sesuai dengan standar nasional pendidikan tinggi dan penerapan
sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang perguruan tinggi antara lain Peraturam Menteri Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Nomor 44 tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut : ·
Adanya sejumlah Pendidikan tinggi yang tersebar diseluruh penjuru Sabang sampai Marauke
dengan karakter budaya yang beraneka ragam dengan sentuhan teknologi yang berbeda serta
kemampuan n sarana serta prasarana yang beragam dan membutuhkan suatu kesamaan mutu dan
kualitas dalam pelaksanaan proses pelaksanaan pendidikan tinggi. · Adanya sebuah sistem
penjaminan mutu yang mengakomodir perbedaan– perbedaan pemahaman budaya dalam
berbangsa dan bernegara yang bisa menyatukan langkah menuju pada daya saing bangsa dikancah
internasional dalam era globalisasi yang serba cepat. · Perlunya penciptaan generasi tangguh
dan berinteklektual tinggi dengan tetap berdasar pada kearifan lokal bangsa dan negara yang
sesuai dengan karakter bangsa dan jaminan mutu dan kualitas yang kelas tinggi namun berbudaya
elegan sesuai dengan arahan undang-undang · Pemerataan dalam pemenuhan pendidikan yang
tidak hanya sekadar merata namun keterjangkauan dalam segala aspek pendidikan yang bermutu
pun merupakan hal yang fundamental dari keberadaan perguruan tinggi didaerah · Perguruan
tinggi merupakan wadah atau penampung bagi seluruh warga untuk melanjutkan studi yang
kejenjang yang lebih tinggi dan merupakan tempat terlahirnya para intelektual bangsa maka
dibutuhkan suatu standar nasional jaminan mutu yang menjadi acuan minimal bagi perguruan tinggi
seluruh Indonesia. B. Hasil dan Pembahasan Dalam menginplementasikan Sistem Jaminan
Mutu Internal (SPMI) di Perguruan Tinggi tentunya tidak secara langsung dapat dilaksanakan
dengan mudah namun hambatan dan kendala pun banyak ditemui oleh Perguruan Tinggi, oleh
karena itu dibutuhkan komitmen penuh dari seluruh elemen perguruan tinggi untuk melaksanakan
SPMI dengan prinsip Otonom, Terstandar, akurasi, berencana dan berkelanjutan. Berikut Hambatan
dan kendala yang sering dialami dan dijumpai dan menginplementasikan SPMI diPerguruan Tinggi
dan upaya yang bisa dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mengatasi hal tersebut dengan
penjelasan sebagai berikut : a. Hambatan/ Kendala Penyusunan Sistem Penjaminan Mutu
Internal dalam penyusunan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi adalah sebagai
berikut : a) Kurangnya pemahaman oleh seluruh civitas akademika dan seluruh tenaga
kependidikan dalam Perguruan Tinggi sehingga menurunkan keterlibatan dalam proses
pelaksanaan penjaminan mutu dalam sebuah perguruan tinggi. b) Adanya Kelemahan konsistensi,
loyalitas serta komitmen dari otoritas PT dan seluruh perangkat dalam perguruan tinggi baik
internal maupun perangkat external. Hal ini merupakan hal yang urgen karena jika kelemahan ini
terjadi maka penyusunan dan implementasi SPMI menjadi tidak optimal sehingga Sikap dan
pendapat bahwa tanggungjawab untuk menjamin, meningkatkan, dan membudayakan mutu hanya
terletak pada Pimpinan atau para pejabat struktural, dan bukan pada setiap individu yang terlibat
dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi. c) Adanya ketidaksesuaian pemikiran dan tindakan
dalam perguruan tinggi misalnya antara pemilik yayasan dengan pengelola/manajemen dari
perguruan tinggi juga akan menjadi pemicu tidak komitmennnya penyusunan dan implementasi
SPMI. d) Kepemimpinan yang lemah dari Pejabat struktural dalam perguruan tinggi sehingga
akan memberikan kesan ketidakmampuan dalam menginplementasikan SPMI dalam perguruan
tinggi. e) Kurangnya Penopanan dasar hukum dalam melakukan penerapan Sistem Penjaminan
Mutu Internal (SPMI) misalnya tidak adanya Surat Keputusan dari yayasan sehingga upaya yang
dilakukan untuk pendapatkan dukungan penuh pelaksanaan SPMI dari semua elemen yang
memiliki otoritas dalam perguruan tinggi menjadi tidak optimal dan ketiadaan serta lemahnya dasar
hukum juga tidak memberikan kekuatan kepada perguruan tinggi untuk menjamin legalitas dan
efektivitas pelaksanaan SPMI. f) Kurangnya sosialisasi dari seluruh dokumen SPMI kepada
semua pemangku kepentingan dalam Perguruan Tinggi dengan secara intens, berkala, bertahap,
sistematis dan berkelanjutan. g) Kurangnya pelatihan penyusunan SPMI bagi perguruan tinggi
yang dilakukan secara berkala dan bertahap sehingga masih banyak perguruan tinggi yang belum
paham tentang SPMI, serta keterkaitannya dengan SPME atau akreditasi. Serta sering timbul
pemahaman yang salah dari pejabat struktural, dosen dan tenaga kependidikan yang mengartikan
SPMI identik dengan Audit Mutu Akademik Internal. h) Kebiasaan sumber daya dan manajemen
yang masih menganut pola pikir konvensional dan bekerja tidak berdasarkan standarisasi yang
terpola dengan baik. Kebiasaan tersebut menjadikan elemen dalam perguruan tinggi hanya bekerja
secara sendiri-sendiri dan tidak terkoneksi dengan penjaminan mutu yang terdokumentasi dengan
baik. i) Adanya sumberdaya manusia dalam perguruan tinggi yang memiliki wewenang namun
tidak jelas dalam melaksanakan Tugas dan fungsi pokok dari wewenang tersebut dalam perguruan
tinggi dan mengerjakan tupoksi dengan tumpang tindih dengan wewenang juga akan menyulitkan
implementasi SPMI dalam perguruan tinggi. j) Keterbatasan sumber daya yang memiliki
kompeten tentang SPMI, baik dalam hal penyusunan maupun perancangan sampai pada evaluasi
termasuk misalnya tenaga auditor internal karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi SPMI
membutuhkan sumber daya yang komitmen, jujur dan handal. Keterbatasan ini akan memberikan
kelemahan dalam merumuskan isi kebijakan, standar dan manual dalam SPMI, termasuk kelemahan
dalam perumusan indikator keberhasilan yang terukur. k) Kurangnya kepemilikan sumber daya
manusia oleh perguruan tinggi yang memiliki komitmen dan pemahaman tentang SPMI yang benar
baik pada pejabat struktural maupun pada seluruh elemen dalam perguruan tinggi termasuk
mahasiswa dan tenaga kependidikan yang dimiliki. l) Rendahnya dukungan teknologi informasi
khususnya bagi perguruan tinggi yang masih tersebar dipelosok negeri yang memiliki akses
transportasi yang sangat terbatas karena teknologi informasi merupakan salah satu aspek penting
yang akan menggerakkan pelaksanaan SPMI di perguruan tinggi. m) Ketersediaan dana yang
kurang untuk melakukan pembiayaan persiapan, implementasi, evaluasi, dan pengembangan SPMI
sehingga menyebabkan kurang komitmen perangkat dalam perguruan tinggi dalam implementasi
SPMI termasuk ketidak-siapan sarana dan prasarana di bidang teknologi informasi. n) Sulitnya
perguruan tinggi melakukan pengukuran dan penentuan instrumen keberhasilan pelaksanaan
SPMI sehingga dapat menimbulkan gerakan menjadi acuh dan meremehkan pelaksanaan dari
SPMI. o) Adanya ketidakmampuan dari sumberdaya manusia dalam perguruan tinggi yang tidak
atau kurang bisa memahami tentang SPMI secara utuh dan benar sehingga akan memunculkan
budaya penolakan terhadap setiap perubahan, termasuk perubahan ke arah perbaikan mutu. p)
Kurangnya sosialisasi terhadap pentingnya SPMI pada perguruan tinggi sehingga seluruh elemen
dalam perguruan tinggi termasuk seluruh pemangku kepentingan, akan melakukan cenderung
lebih apatis bahkan menolak adanya perupahan pola dalam penjaminan mutu bahkan termasuk juga
kesalahan dalam penyusunan dan implementasi SPMI. q) Adanya rasa ketidak-pedulian dari para
pemangku kepentingan internal dan external tentang pentingnya penjaminan mutu dalam
penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk memperoleh dan memperkuat kepercayaan masyarakat
dan stakeholder terhadap perguruan tinggi. b. Upaya Penanggulangan Kendala dalam
Penyusunan Sistem Penjaminan Mutu Internal dalam penyusunan Sistem Penjaminan Mutu Internal
di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima adalah sebagai berikut : a) Dalam penyusunan SPMI
selalu berusaha Mengupayakan untuk memperoleh dukungan penuh dari seluruh elemen perguruan
tinggi yang memiliki otoritas dalam perguruan tinggi termasuk yayasan dan pemakai lulusan. b)
Membentuk tim kerja yang solid, loyal dan berkomitmen untuk memulai menyiapkan perencangan
dan penyusunan serta pelaksanaan SPMI PT. c) Pada saat Tim kerja mulai bekerja menyusun
kebijakan, strategi, standar, dan manual SPMI dengan menggunakan semua bahan yang telah
diperoleh dan dipelajari, serta menjadikan visi, misi, tujuan institusi sebagai payung dari SPMI PT
tersebut maka seluruh elemen pemangku kepentingan baik internal dan mapun external harus
mendukung secara nyata dan penuh dalam rangka suksenya penyusunan SPMI. d) Melakukan
pendokumentasian seluruh kegiatan dan seluruh elemen dalam SPMI perguruan tinggi secara
sistematis dan terencana, untuk disahkan oleh otoritas PT yang bersangkutan. e) Melakukan
suatu studi kepustakaan tentang hal – hal yang berkaitan dengan perencangan dan penyusunan
serta pelaksanaan SPMI PT dalam rangka memberikan ilmu dan motivasi kepada tim kerja
penyusun SPMI. f) Bagi seluruh perangkat/unit kerja dan semua sumberdaya manusia dalam
perguruan tinggi yang secara konsisten, loyal dan komitmen melaksanakan dan
menginplementasikan SPMI dalam kegiatan rutinitas sehari-hari diberikan sistem rewards and
punishment dalam rangka memacu dan memberikan semangat dalam mengimplementasi SPMI.
g) Melakukan suatu studi banding di perguruan tinggi yang memiliki nama dan sistem SPMI yang
baik, agar tim memperoleh pengetahuan teoritis dan/atau praktis tentang SPMI PT. h)
Melakukan suatu studi pelacakan lulusan untuk mengetahui seberapa jauh dan besar lulusan bisa
terserap didunia kerja dan bisa berkompetisi di dunia kerja untuk menjadi referensi penyusunan
SPMI perguruan tinggi sehingga kelebihan dan kekurangan kurikulum dan pembelajaran perguruan
tinggi bisa diketahui dan dipahami dengan baik. i) Melakukan studi tentang kebutuhan atau
tingkat kepuasan lulusan serta pengguna lulusan untuk mengetahui kebutuhan dan tuntutan pasar.
j) Melakukan pertemuan secara rutin dan intens serta berkala antara tim kerja penyusun SPMI
dengan semua stakeholder dan civitas akademika serta pejabat struktural yang memiliki kaitan
dengan penyusunan, pelaksanaan, evaluasi dan peingkatan SPMI perguruan tinggi dalam rangka
menampung dan menyelesaikan kendala dan masalah yang dihadapi dalam SPMI perguruan tinggi.
k) Melakukan senantiasa pengujian secara kecil-kecilan pada setiap langkah dalam penyusunan
dan pelaksanaan SPMI pada satuan/bagian unit kerja dalam perguruan tinggi tanpa ada
pemberitahuan sebelumnya misalnya sidak penyusunan dan pelaksanaan SPMI oleh pejabat internal
perguruan tinggi. l) Membuat suatu kotak saran untuk menghimpun seluruh informasi dan dan
saran serta kritik yang membangun dari para pemiliki kepentingan didalam dan diluar perguruan
tinggi agar sistem ini secara serentak dan terintegrasi secara nyata dan sempurna. m) Membuat
semboyan yang dirumuskan secara singkat dengan bahasa sederhana, tetapi tepat sasaran untuk
memotivasi semua dosen,tenaga kependidikan, dan mahasiswa agar bekerja sesuai dengan standar
yang digariskan dalam SPMI perguruan tinggi mulai dari pelaksanaan, penyusunan dan evaluasi
serta peningkatan pada SPMI. n) Melakukan analisis - analisis secara mendalam misalnya
analisis SWOT untuk menilai kondisi riil perguruan tinggi dan diselaraskan dan dibandingkan visi,
misi, dan tujuan dari PT untuk mengetahui sejauh mana kondisi riil PT saat ini telah sejalan atau
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan tersebut. o) Senantiasa memberikan pemahaman kepada
seluruh perangkat dalam perguruan tinggi bahwa SPMI itu sendiri sebagai sebuah sistem yang
utuh, yang dapat dilakukan secara internal ataupun eksternal. p) Senantiasa melakukan penilaian
dan peningkatan mutu terhadap SPMI secara berkala dan juga melakukan penilaian SPMI setelah
misalnya berakhirnya siklus SPMI sebagai sebuah sistem utuh dalam kurun waktu 5 (lima)
tahunan. q) Seluruh elemen dalam Perguruan tinggi harus memiliki Keterbukaan terhadap
kemungkinan terjadinya perubahan atau dinamika dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta wewenang masing-masing. r) Perguruan tinggi
harus selalu melibatkan sebanyak mungkin sumberdaya manusia dan mahasiswa ketika akan
melakukan, menetapkan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan berbagai standar.
s) Tim Kerja harus selalu menggunakan pendekatan kepada seluruh elemen dalam perguruan
tinggi secara lebih efektif dan efisien dengan tetap mempertahankan komitmen dan loyalitas serta
kemauan dari dalam internal dalam melakukan penyusunan dan implementasi dari SPMI dari
perguruan tinggi tersebut. t) Perguruan tinggi harus selalu meyiapkan dan meningkatkan
peranan dari audit internal dalam rangka menjamin terlaksananya implementasi SPMI secara
optimal dan menyeluruh dalam sistem. C. PENUTUP Dengan berbagai macam masalah, kendala
dan hambatan yang dimiliki dalam penyusunan dan pelaksanaan SPMI perguruan tinggi tidak
menjadikan mundur bahkan pemicu dan perangsang dalam memberikan motivasi untuk
membangun budaya mutu yang lebih baik pada perguruan tinggi menuju pada pembangunan
budaya mutu pendidikan tinggi yang sesuai dengan standar tingkat nasional. Dengan sistem Mutu
yang dijalankan oleh perguruan tinggi yang sesuai dengan prinsip SPMI yaitu Otonom, terstandar,
akurasi, berencana dan berkelanjutan maka keberadaan SPMI diperguruan Tinggi akan menjadikan
perguruan tinggi menghasilkan kualitas lulusan yang bermutu sesuai dengan amanat dan harapan
undang-undang. Pembangunan budaya mutu merupakan sebuah keharusan sebagaimana slogan
bapak pendidikan Republik Indonesia yaitu bapak KI Hajar Dewantara dengan Ing Ngarso Sung
Tulodho, Ing Madya Mangungkarso dan Tut Wuri Handayani. Dorongan pembudayaan mutu dalam
perguruan tinggi menjadi momentum awal menuju perguruan tinggi yang berkualitas sesuai dengan
Amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi .

Anda mungkin juga menyukai