PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radikal bebas (ROS) adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan
kerusakan pada molekul tubuh karena sangat reaktif dan tidak stabil (Pangkahila,
2007). Radikal bebas dapat diperoleh secara alamiah dari proses pembentukan energi
(proses metabolisme) dan sebagai respon terhadap beberapa situasi seperti paparan
sinar UV, Xray, rokok dan polusi lingkungan (Sibuea, 2003).
Paparan sinar UV yang menghasilkan radikal bebas dapat memacu sekresi
melanin melalui jalur melanogenesis sehingga menimbulkan hiperpigmentasi dari
kulit akibat dari meningkatnya proliferasi melanosit (Herrling et al, 2007). Enzim
tirosinase memiliki peran penting pada jalur melanogenesis dan hiperpigmentasi
(Chang T, 2009). Proses ini dapat dihambat dengan ROS scavenger atau zat yang
disebut antioksidan (Bernatoniene J et al, 2011).
Penggunaan jangka panjang agen depigmentasi sintesis seperti hidrokuinon,
kortikosteroid dan asam kojat dapat menimbulkan efek samping walaupun sampai
saat ini efektivitasnya masih tinggi (Parvez s et al, 2006; Westerhof and Kooyers,
2005). Maka dari itu perlu dikembangkan konsep “back to nature” untuk produk
antioksidan dan pencerah kulit karena selain dinilai lebih aman, kosmetik yang
berbahan dasar dari alam sudah terbukti mempunyai efektivitas yang baik (Smit N et
al, 2009). Salah satu tanaman Indonesia yang berada disekitar kita dan banyak
dimanfaatkan untuk tujuan tersebut adalah daun kelor (Moringa oliefera).
Daun kelor segar memiliki kekuatan antioksidan 7 kali lebih banyak
dibandingkan vitamin C (Fuglie, 2001). Daun kelor mengandung vitamin C,
Flavonoid, fenol dan carotenoids yang memiliki khasiat sebagai antioksidan.
Senyawa bioaktif utama dari daun kelor adalah flavonoid seperti quarcetin dan
kaemferol (Farooq et al, 2007). Dimana kuarsetin memiliki kekuatan antioksidan 4-5
kali lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan vitamin E (Sutrisno, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arun et al 2011, aktivitas antioksidan
dari ekstrak daun kelor dengan metode uji DPPH menunjukan nilai IC50 sebesar
18,54 µg/mL. Hal ini sesuai dengan Jun 2006, bahwa antioksidan dengan nilai IC50 <
50 µg/mL memiliki intensitas antioksidan yang sangat aktif (sangat kuat). Penelitian
lain yang dilakukan oleh Torres C et al 2013, bahwa berdasarkan uji fitokimia bahwa
daun menunjukan aktivitas antioksidan yang tinggi. Studi yang dilakukan Sreelatha
dan Padma 2012, kandungan antioksidan dalam daun kelor mampu mencegah
kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan proteksi
terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan melalui penetralan radikal bebas.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan menunjukan bahwa daun kelor
(Moringa oliefera) memiliki aktivitas antioksidan. Namun hal tersebut hanya berbatas
pada uji terhadap ekstrak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk memformulasikan
ekstrak daun kelor kedalam bentuk sediaan agar potensi antioksidan dan
antitirosinase dari daun kelor dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat.
Sediaan yang dipilih oleh peneliti adalah lotion dan gel. Perbedaan basis
keduanya akan mempengaruhi aktivititas baik antioksidan maupun secara in vitro.
Hal ini bergantung pada kemampuan kandungan aktif dari daun kelor berdifusi dari
basis dan bereaksi dengan bahan dari metode uji. Selain itu perbedaan basis
mempengaruhi kestabilan fisik dari sediaan. Sehingga pada penelitian ini, setelah
memformulasikan ekstrak etanol daun kelor dalam bentuk sediaan lotion dan gel,
peneliti melakukan uji stabilitas fisik dan uji aktivitas antioksidan secara in vitro
terhadap kedua sediaan. Dimana pada masa yang akan datang diharapkan sediaan
yang stabil dan memiliki aktivitas yang tinggi dapat digunakan sebagai salah satu
produk kosmetika alami untuk antioksidan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Sediaan manakah diantara gel atau lotion ekstrak etanol 70 % daun kelor
(Moringa oleifera) yang memiliki stabilitas fisik yang baik?
2. Sediaan manakah diantara gel atau lotion ekstrak etanol 70 % daun kelor
(Moringa oleifera) yang memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi?
I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis bentuk
sediaan ekstrak etanol 70% daun kelor yang memiliki aktivitas antioksidan yang
tinggi serta stabilitas fisik yang baik sehingga dapat dijadikan suatu produk kosmetik
alami untuk antioksidan
I.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pilihan bentuk sediaan yang tepat
untuk dapat dikembangkan menjadi produk kosmetik sebagai antioksidan
kulit yang aman dan efektif.
2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk melakukan
penelitian lanjutan seperti uji manfaat sebagai sediaan antioksidan dan
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian tentang tanaman yang
bermanfaat sebagai antioksidan
3. Manfaat bagi pembangunan Negara dan Bangsa
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi atau informasi
kepada masyarakat agar dapat menggunakan tanaman disekitar sebagai
kosmetik yang lebih aman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Radikal bebas dan Antioksidan
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang reaktif dan tidak stabil karena
memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada molekul tubuh (Pangkahila, 2007). Radikal bebas
sebenarnya diproduksi secara alamiah sebagai produk samping dari proses
pembentukan energi (Sibuea, 2003). Selain dari proses metabolisme, radikal bebas
juga muncul sebagai respon terhadap beberapa situasi misalnya paparan sinar
matahari, X-ray, rokok dan polusi lingkungan. Senyawa radikal bebas meliputi
hidroksil (OH), anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), alkoksil (RO),
peroksil (ROO), nitrit oksida (NO), Nitrogen dioksida (NO2) dan lipid peroksil
(LOO) (Pham Huy et al, 2008).
Radikal bebas merusak bermacam-macam struktur seluler seperti protein,
membran seluler, materi genetik (DNA) dan dapat memicu reaksi biokimia dalam
tubuh. Radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh dapat memicu stress oksidatif
yang berkontribusi terhadap penuaan, peradangan dan kanker (Sayre et al, 2001).
Akumulasi radikal bebas akan mempercepat proses penuaan dalam berbagai sistem
tubuh termasuk kulit (Sibuea, 2003). Resiko penyakit kronis seperti kanker dan
penyakit jantung yang dapat meningkat seiring dengan banyaknya radikal bebas yang
terbentuk di dalam tubuh manusia dan yang masuk kedalam tubuh manusia (Baillie et
al, 2009; Bjelakovic et al, 2007; Benzie, 2003).
Radikal bebas dan reaksi oksidasi dapat dihambat oleh suatu zat yang disebut
antioksidan, yaitu senyawa yang mampu menunda, memperlambat atau menghambat
reaksi oksidasi (Bagchi K., Puri S, 1998). Antioksidan menstabilkan radikal bebas
dengan cara memberikan elektron kepada radikal bebas sebelum radikal bebas
tersebut bereaksi dengan sel yang belum rusak sehingga membentuk radikal bebas
yang tidak reaktif yang relatif stabil (Jacob RA, 1995). Antioksidan mencegah
kerusakan sel dan jaringan karena kemampuannya menangkap radikal bebas sehingga
disebut sebagai free radical scavenger (Masaki H, 2010; Debbie and Jennifer, 2010).
Secara umum, ada dua kategori antioksidan yaitu alami dan sintetik. Saat ini
perhatian sangat meningkat dalam penemuan bahan-bahan alami khususnya
antioksidan untuk pemakaian dalam makanan atau bahan obat untuk menggantikan
antioksidan sintetik (Zheng and Wang, 2009). Senyawa flavonoid yang terkandung
dalam herbal memiliki aktivitas antioksidan sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung gugus hidroksil yang bersifat sebagai reduktor dan dapat bertindak
sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas (Saha, 2008; aliyu et al, 2009). Selain
itu, adapula senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan terutama karena
adanya reaksi reduksi oksidasi yang berperan penting dalam menyerap dan
menetralisir radikal bebas, mengurangi oksigen singlet dan triplet serta dekomposisi
peroksida (Zheng and Wang, 2009).
Telah banyak penelitian tentang aktivitas antioksidan dari beberapa tanaman
herbal dan telah diaplikasikan di dalam dunia medis dan estetik baik oral maupun
topikal (Iswari, 2011; Hashim, 2011; Tiwari, 2011).
2.1.4 Kosmetika
Kosmetik berasal dari kata kosmein (yunani) yang berarti berhias. Bahan yang
digunkan dalam kosmetik dapat menggunakan bahan alam seperti herbal maiupun
bahan sintetik selama digunakan secara aman. Pengertian kosmetik adalah sediaan
atau panduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut,
kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan
baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan penyakit (SK MENKES no 140/1991).
Dewasa ini pengertian kosmetika telah mengalami pergeseran dengan
berkembangnya produk kosmetik yang mengandung bahan obat. Sekarang kosmetika
semakin berkembang penggunaannya antara lain digunakan untuk meningkatkan
daya tarik (make up), meningkatkan kepercayaan diri dan ketenangan, melindungi
kulit dan rambut dari sinar UV yang merusak, polutan dan faktor lingkungan lain
serta menghambat penuaan dini (Wasitaatmaja, 2011; Roberts and Walters, 2008;
Miteva and Fluhr, 2008).
2.1.7 Preformulasi
Adapun bahan yang digunakan dalam formulasi baik dalam gel maupun lotion
adalah :
a. Ultrez-20
Carbopol atau Carbomer adalah serbuk berwarna Putih, fluffy, asam,
dan higroskopis dengan karakteristik sedikit bau. Karbopol dapat
mengembang di air dan gliserin, dan setelah dinetralkan, dengan Etanol
(95%). Karbopol tidak larut tapi mengembang menjadi luar biasa semenjak
karbopol adalah mikrogel silang tiga-dimensi. Karbopol biasa digunakan
dalam sediaan formulasi farmasi berupa cairan atau semisolid seperti krim,
gel, lotion, dan salep dalam sediaan mata, rectal, vaginal, dan topikal sebagai
agen modifikasi reologi. Kegunaan karbopol diantaranya adalah sebagai
material Bioadhesive, controlled-release agent, agen pengemulsi, penstabil
emulsi, agen modifikasi reologi, zat penstabil, zat pensuspensi, dan zat
pengikat tablet. Persentasi penggunaan karbopol sebagai zat pengemulsi
adalah 0,1 – 0,5 %, sebagai gelling agent 0,5 – 2,0 %, sebagai zat pensuspensi
0,5 – 1,0 %, sebagai pengikat dalam formulasi tablet 0,75 – 3,0 %, dan
sebagai controlled-release agent 5,0 – 30,0 %. (Rowe, R.C., Paul, J.S., dan
Marian, 2009).
Pada penelitian ini, karbopol digunakan pada sediaan gel.
b. Triethanolamine (TEA)
Trietanolamin (TEA) berbentuk larutan viskos yang bening, tidak
berwarna hingga sedikit kuning yang memiliki bau sedikit amoniak.
Trietanolamin digunakan sebagai agen pembasa dan agen pengemulsi.
Trietanolmain dapat berubah menjadi coklat ketika terpapar udara dan cahaya.
Trietanolamin harus disimpan dalam wadah bebas udara yang terlindung dari
cahaya, dalam tempat dingin dan kering. Trietanolamin dapat bercampur
dengan air, metanol, karbon tetraklorida, aseton, dapat larut dalam benzena
dan etil eter dengan perbandingan 1:20 dan 1:63 dalam suhu 20ºC.
trietanolamin banyak digunakan dalam formasi garam untuk larutan injeksi
dan preparasi analgesic topikal. TEA juga dapat digunakan dalam preparasi
sunscreen. Trietanolamin juga digunakan dalam pembuatan surfaktan,
demulsfikasi minyak, dan zat warna. Selain itu Trietanolamin juga biasa
digunakan sebagai buffer, pelarut, dan plasticizer polimer, atau humektan
(Rowe, R.C., Paul, J.S., dan Marian, 2009).
Pada penelitian ini, TEA digunakan pada sediaan gel maupun lotion.
c. Gliserin
Penggunaan gliserin pada umumnya digunakan sebagai humektan,
emolien juga sebagai bahan tambahan pada akuous maupun non akuous gel.
Selain itu gliserin digunakan sebagai pelarut, plastisizer dan penambah
viskositas. Karakteristik gliserin merupakan cairan jernih, tidak berwarna,
tidak berbau, kental, terasa manis (± 0,6 kali lebih manis dibandingkan
sukrosa). Pada gel ini, gliserin digunakan sebagai gel vehicle aquousdengan
konsentrasi 5-15 % dan juga sebagai humektan dengan konsentrasi ≤ 30 %
(Rowe, Sheskey and Quinn, 2009).
Pada penelitian ini, gliserin digunakan pada sediaan gel maupun lotion.
d. Propilenglikol
Bahan ini merupakan cairan jernih, tidak berwarna, manis, kental dan
praktis tidak berbau. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, air,
gliserin, eter dan etanol namun tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaan
propilen glikol adalah sebagai humektan plastisizer, pelarut dan stabilizer.
Konsentrasi propilen glikol yang umum digunakan sebagai humektan adalah ±
15% dan sebagai pelarut dalam sediaan topikal adalah 5-80% (Rowe, Sheskey
and Quinn, 2009).
Pada penelitian ini, propilenglikol digunakan pada sediaan gel.
e. Metil paraben
Metil paraben banyak digunkan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi. Metil paraben dapat
digunakan baik sendiri, dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan
agen antimikroba lain. Pada produk kosmetik, metil adalah yang paling sering
digunakan pengawet antimikroba. Mempunyai aktivitas mikroba antara pH 4-
8, konsentrasi yang sering digunakan adalah 0,02-0,3%. Kelarutannya yaitu
larut dalam etanol 95% (1:3), eter (1:10), dan metanol (Rowe, Sheskey and
Quinn, 2009).
Pada penelitian ini, metil paraben digunakan pada sediaan gel maupun
lotion.
f. Propil paraben
Propil paraben (C10H12O3) atau nipasol berbentuk bubuk putih, kristal,
tidak berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi
sediaan farmasi. Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba antara pH
4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena
pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur
daripada terhadap bakteri. Mereka juga lebih aktif terhadap gram-positif
dibandingkan terhadap bakteri gram-negatif (Rowe, Sheskey and Quinn,
2009).
Pada penelitian ini, propil paraben digunakan pada sediaan lotion.
g. Cetyl alcohol
Pemerian cetyl alcohol berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus,
putih (Dirjen POM RI, 1995). Pada lotion, cream, dan ointment, cetyl alcohol
digunakan sebagai emollient (pelembut), water-absorbtive, dan emulsifying.
Cetyl alcohol dapat meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan
meningkatkan konsistensi. Titik leleh adalah 45-52⁰C (Rowe, et al., 2009).
Pada penelitian ini, setil alcohol digunakan pada sediaan lotion
h. Asam stearat
Asam stearat berwujud keras, sedikit berkilap, berupa padatan kristal
atau serbuk berwarna putih maupun kekuningan, dan seperti lemak. Titik leleh
≥54⁰C, praktis tidak larut air. Dalam formulasi untuk penggunaan topikal,
asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent dan solubilizing agent.
Untuk pembuatan krim, biasanya penetralan menggunakan basa atau
triethanolamine (Rowe,et al., 2009) melalui peristiwa penyabunan
(saponifikasi). Asam stearat memiliki rHLB 15 untuk tipe emulsi M/A (Allen,
2002).
Pada penelitian ini, asam stearat digunakan pada sediaan lotion.
i. Aquadest
Akuades adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air
murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis
terbalik atau dengan cara yang sesuai. Air murni lebih bebas kotoran maupun
mikroba. Air murni digunakan dalam sediaan-sediaan yang membutuhkan air
terkecuali untuk parentral, akuades tidak dapat digunakan.
Pada penelitian ini, aquadest digunakan pada sediaan lotion dan gel.
3.4.6 Uji Aktivitas Antioksidan Sediaan Ekstrak Etanol 70% Daun Kelor
a. Pembuatan Larutan Sampel
Sampel sediaan gel sejumlah 1 gr diekstraksi dengan penambahan 10 ml
pelarutnya. Disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Cairan
supernatan ditampung sedangkan endapan dilarutkan kembali dengan pelarutnya dan
disentrifus kembali. Perlakuan diulang sampai 3 kali. Masing-masing larutan uji dari
3 macam sediaan dipipet sejumlah 1 mL kemudian ditambahkan metanol sampai 4
mL. Selanjutnya masing-masing larutan uji ditambahkan 1 mL DPPH, diinkubasi
pada suhu 37oC selama 30 menit.
Uji antioksidan sediaan dilakukan menggunakan metode DPPH dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur
pada panjang gelombang maximum. Persentase penghambatan atau inhibisi dapat
dihitung menggunakan rumus:
absorbansi kontrol-absorbansi sampel
% inhibisi= ×100 %
absorbansi kontrol