Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Mata merupakan organ yang keberadaannya berhubungan langsung


dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan mata terkena dampak
dari posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar dengan keadaan
lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu trauma yang
dapat langsung mengenai mata. Trauma pada mata meliputi trauma tumpul,
trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.1,2
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat
bahkan sampai kehilangan penglihatan.Trauma kimia pada mata merupakan
trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.1,2
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika
Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma.75% dari kelompok
tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang
mengancam penglihatan setiap tahunnya.Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di
amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat
bekerja.Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan
pekerjaan terjadi setiap tahunnya. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki
memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun
1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3
juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan
bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia.
Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara
international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena
pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di
Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan
dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata
31 tahun. 1,2,3
2

Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit


berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak dan
menembus kornea dibandingkan bahan asam. Dampak yang ditimbulkan dari
trauma kimia pada mata sangat tergantung pada tingkat pH, kecepatan, dan
jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun demikian, setiap bahan
kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar tidak meningkatkan
morbiditas dan mengganggu fungsi penglihatan dari organ ini. Trauma pada
mata memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah kerusakan yang
lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan. 1,2,3
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


2.1.1 Rongga Orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7
tulang yang membentuk dinding orbita: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal,
dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama
tulang palatinum dan zigomatikus.Rongga orbita yang berbentuk piramid
ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita
membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya1,2,4,5
Dinding orbita terdiri atas tulang:

1. Superior : os. Frontal

2. Lateral : os. Frontal, os. Zigomatikus, ala magna os. Sfenoid

3. Inferior : os. Zigomatik, os. Maksila, os. Palatina

4. Nasal : os. Maksila, os. Lakrimal, os. Etmoid

Gambar 1.Rongga Orbita


4

2.1.2 Palpebra
Palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di
depan kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna
untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata. 1,2,5
2.1.3 Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan


kelopak bagian belakang.Konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 1,2,4,5
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari
sklera di bawahnya
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan
tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi
2.1.4 Kornea

Kornea adala selaput bening mata, bagian selaput mata yang


tembus cahaya merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri atas lapis: 1,2,4
- Epitel

- Membran Bowman

- Stroma

- Membran Descement

- Endotel

2.1.5 Uvea

Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang
5

diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk


menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik
dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior,
medial inferior, datu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan
posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor
pada badan siliar.Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah
arteri
siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk
saraf optika.1,2,4
2.1.6 Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk


lensa di dalam mata dan bersifat bening.Lensa di dalam bola mata terletak
di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi.Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di
dalam bilik mata belakang. 1,2,4,5

Gambar 2.Anatomi Mata


6

2.2 Trauma Kimia Pada Mata

2.2.1 Definisi

Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan


substansi dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam).
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau
terpercik pada wajah.Bahan kimia dikatakan bersifat asam bila
mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 7.
1,2,6,7

2.2.2 Etiologi

Substansi kimia yang biasanya menyebabkan trauma pada mata


digolongkan menjadi 2 kelompok : 6,7,8,9
1. Alkali/basa

Bahan alkali yang biasanya menyebabkan trauma kimia adalah:

a. Amonia (NH3), zat ini banyak ditemukan pada bahan


pembersih rumah tangga, zat pendingin, dan pupuk.
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa.

c. Potassium hydroxide (KOH), seperti caustic potash

d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2) seperti pada kembang api

e. Lime(Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen dan


kapur.

2. Acid/asam

Bahan asam yang menyebabkan trauma adalah:

a. Sulfuric acid (H2SO4), contohnya aki mobil, bahan


pembersih (industry).
b. Sulfurous acid (H2SO3), pada pengawet sayur dan buah.
7

c. Hydrofluoric acid (HF), efeknya sama bahayanya dengan


trauma alkali. Ditemukan pada pembersih karat, pengilat
aluminium, penggosok kaca.
d. Acetic acid (CH3COOH), pada cuka.

e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38%, zat pembersih.

Trauma Asam

A. Definisi

Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia


yang memiliki pH < 7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi

Trauma asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion


hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan
okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara
denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya
mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat
asam.Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam
cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia
1,2,6,7,8,9,10
basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian.Asam lemah ini
secara cepat melewati membran sel, seperti alkali.Ion fluoride dilepaskan
ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan
bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble
complexes.Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan
pemindahan ion potassium.6,7,8,9,10,12
8

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan


denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena
adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya
presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas.Bahan asam
tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.Bila
bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein
epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma
alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial saja. Koagulasi
protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. 6,7,8,9,11,12
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi
peristiwa berikut 10,11,12

a. Pada minggu pertama:

 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan


kekeruhan pada kornea, demikian pula terjadi koagulasi protein
konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah
kontak asam dengan jaringan.
 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea
terkelupas

 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam


seperti stroma kornea, keratosit dan endotel kornea
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem
kornea, iritis, dan katarak
9

 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan


terjadi dalam beberapa hari dan kemudian sembuh
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan
berwarna kelabu infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke
dalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24 jam
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam
konjungtiva bulbi menjadi hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang
terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang
kemudian dapat menjadi normal atau merendah.
b. Trauma asam pada minggu 1-3:

 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai


ketiga ini
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan
vaskularisasi yang bersifat progresif
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah
berupa vaskularisasi berat pada kornea
c. Trauma asam sesudah 3 minggu:

 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3


minggu

 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan


bentuk penyembuhan kerusakan endotel
10

Gambar 3.Trauma Asam

Trauma Basa

A. Definisi

Merupakan trauma pada mata yang diakibatkan oleh bahan kimia


yang memiliki pH >7. 1,2,6,7

B. Patofisiologi

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan


bola mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel
asam lemak, sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan
glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon
inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga
memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi
lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari
glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.Kolagenase yang
terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.Berlanjutnya
aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.9,10,11,12
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril
sehingga terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya
11

dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi


yang dikeluarkan pada proses ini merangsang pelepasan prostaglandin
yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Basa
yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga
akan berakhir dengan kebutaan penderita. 6,7,8,9,11,12
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang
sangat gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea,
bilik mata depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi
disebut nekrosis liquefactive.
Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam
waktu 7 detik. 7,8,9,12

Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah


simblefaron, kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea,
katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.Penyulit jangka panjang
dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan
jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika. 10,11,12

Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena


bahan- bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana
dapat secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata
depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi
ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu
kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, kamera okuli anterior
sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada
trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan
kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses safonifikasi, disertai
dengan dehidrasi. 7,8
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya
sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi
disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi
12

membran sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali.


Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan
bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea akan
terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah
baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak
akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru
terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui
plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen
aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea.
Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan
dengan ulkus kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini
mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari
ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah
trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi epitelisasi
lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila
alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi
gangguan fungsi badan siliar. 9,10,11,12

Gambar 4. Trauma basa


13

Gambar 5.Cooked fish eye pada trauma basa yang sudah lanjut

2.2.3 Gejala klinis


Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase,
yaitu fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan:6,7,8,10,11,12
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh
hal- hal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai
gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem sel limbus dapat berdampak pada vaskularisasi

 kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus


kornea bersih.

 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan


kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi
kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkan kerusakan iris dan lensa.
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
14

Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:

 Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau


pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem sel limbus
 Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi
sintesis kolagen yang baru

Beberapa gejala klinis yang dapat terjadi antara lain : 6,7,8,10,12

1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek


pada epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam
lagi. Akan tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat
jaringan nekrotik yang cenderung membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak mata yang disebabkan adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan palpebra
sehingga mata tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya
jaringan parut pada palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Gambar 6.Kemosis

4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan,


15

yaitu keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa


erosi kornea, hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea.
Walaupun jarang, perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam
beberapa hari hingga minggu pada trauma kimia parah yang tidak
ditangani dengan baik . Pada defek epitel luas, hasil tes flouresin
mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga
opasifikasi sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis
penyembuhan kornea, karena stem sel di limbus yang berperan
dalam repopulasi epitel kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi
di limbus, maka prognosis juaga semakin buruk. Tetapi
keberadaan stem sel perilimbus yang intak tidak dapat menjamin
terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang
terbentuk bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara
umum trauma basa lebih sering menyebabkan peradangan bilik
mata depan akibat kemampuannya yang dapat menembus lapisan
kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara
mendadak akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen
serta keikutsertaan prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus
menerus secara langsung berhubungan dengan derajat kerusakan
segmen anterior akibat peradangan.

2.2.4 Klasifikasi derajat keparahan

Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat


keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma.Klasifikasi
ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
muncul serta indikasi penentuan prognosis.Klasifikasi ditetapkan berdasarkan
tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi
16

ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan
profunda).7,8,9,10
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan
prognosis adalah:

1) Klasifikasi Hughes

a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak


ada nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis
iskemik yang minimal di konjungtiva dan sclera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva
atau sclera yang signifikan.

2) Klasifikasi Thoft

a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik


kecil dari 1/3 limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga
iris juga terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai
setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus
17

Gambar 7.Klasifikasi Derajat Keparahan Trauma Kimia (a) derajat 1 (b)


derajat 2 (c) derajat 3(d) derajat 4

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis,


anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak
dilakukan dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat
darurat sehingga hanya diperlukan anamnesis singkat.1,6,8,10,11,12
A. Anamnesis

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada


anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya
mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan
penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.

Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan


cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah
18

terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata merah


dan rasa terbakar.

Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol


bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang
mengenai mata.Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul segera
setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian
juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi


yang cukup pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah
dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat
kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.9,11,13
Pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi dapat dijumpai adalah defek
epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh
epitel. Secara umum dari pemeriksaan fisik dapat dijumpai : 9,11,13,14,15
 Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai
opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
 Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat
yang penyembuhannya tidak baik.

 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells.
Temuan ini biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan
dengan penetrasi yang lebih dalam.
 Peningkatan tekanan intraokular

 Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal


ini menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose
permukaan bola yang telah terkena trauma.
 Inflamasi konjungtiva.
19

 Iskemia perilimbus

 Penurunan tajam penglihatan yang terjadi karena


kerusakan epitel dan kekeruhan kornea

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat


ditemukan berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu
pada kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada
kornea dapat ditemukan keratitis pungtata sampai erosi epitel kornea dengan
kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah,
melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.
Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit
sekitar mata, serta opasitas pada kornea9,13,14,15

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah


pemeriksaan pH bola mata secara berkala dengan kertas lakmus.Irigasi pada
mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal. Pemeriksaan bagian anterior
mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu
dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular. 9,11,13,14,15
Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan
penetrasi pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata,
derajat kerusakan dan prognosisnya. 9,11,12,14,15
20

Tabel 1. Perbandingan Trauma Asam dan Trauma Basa

No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa


1 Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang
ditimbulkan ditimbulkan lebih ditimbulkan lebih berat
terbatas, batas tegas karena sudah mencapai
dan bersifat tidak bagian yang lebih dalam
Progresif yaitu stroma
2 Kemampuan Tidak sekuat trauma Penetrasi bisa terjadi
penetrasi pada organ basa lebih dalam hingga
mata mencapai stroma
3 Mekanisme Koagulasi pada -Saponifikasi dari
terjadinya permukaan protein selular barrier
kerusakan pada yang akan -Denaturasi mukoid
mata membentuk barier
-Pembengkakan kolagen

-Disrupsi
mukopolisakarida
stroma
4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat
hanya di bagian
permukaan
5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.2.6 Penatalaksanaan

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana


sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri,
dan risiko inflamasi.
21

Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10,12,13,16,17,18

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer


laktat selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril,
maka air tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh
digunakan untuk menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak
mata dan anestetik topical dapat digunakan sebelum dilakukan
irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas
untuk dapat mengirigasi forniks.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH
dengan menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga
mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva forniks diswab dengan
menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod.
Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam
pembersihan partikel dari forniks dalam.

Selanjutnya, penatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan


hingga derajat sedang meliputi: 13,16,17,18
1. Forniks diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped
applicator atau glass rod untuk membersihkan partikel,
konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang mungkin masih
mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih
mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan
untuk mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi
permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.
(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin,
eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk
mengatasi nyeri.
22

5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat


diberikan Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta
blocker (Timolol 0,5% atau Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure
patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan


irigasi, meliputi: 13,16,17,18

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif


mengenai tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing

3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali


sehari.

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali


sehari; eritromisin 2-4 kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9
kali per hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi
netrofil yang menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan
selama 7-10 hari pertama karena jika lebih lama dapat
menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga
proses penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan
risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat diganti
dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan
intraokular. Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi
lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep
mata.

8. Dapat diberikan air mata artifisial


23

Penatalaksanaan berdasarkan fase lamanya trauma kimia dapat dibagi


10,12,13,16,17,18
menjadi :
A. Fase kejadian (immediate)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi


penyebab sebersih mungkin.Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan
harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci
matanya di rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi
pembilasan yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih
dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata
kembali normal.Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis
harus dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik
mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.

2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan

3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang,


bukan di bola mata

4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30


cm di atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau
dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan
engeversi kelopak mata.
24

Gambar 8. Pembilasan pada mata setelah mengalami trauma kimia

B. Fase akut (sampai hari ke 7)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya


penyulit dengan prinsip sebagai berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat.Disamping
itu juga diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi
pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada
epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan

1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang

2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan


dapat menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topikal
steroid.Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase
pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder
25

d. Mencegah peningkatan TIO

e. Suplemen/antioksidan

f. Tindakan pembedahan
C. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)

Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit


lanjut setelah fase akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea

b. Gangguan fungsi kelopak mata

c. Hilangnya sel goblet

d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea


D. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)

Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan


prinsip:

a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)


untuk penglihatan.
b. Pembedahan

Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka
sangat penting untuk dilakukan operasi.
Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk
pembedahan:
 Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan
untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah
perkembangan ulkus kornea.
 Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain
(autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk
mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
26

 Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan


menekan fibrosis

Pembedahan pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

 Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus


conjungtival bands dan simblefaron.
 Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

 Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

 Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Semakin lama


semakin baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari
proses inflamasi.
 Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang
sangat berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat
buruk.

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya


trauma, dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada
kasus trauma kimia pada mata antara lain: 9,10,12,13,18,19
1. Simblefaron adalah adhesi antara konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbi. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler akibat adanya denaturasi
protein dan kerusakan pada struktur kornea akibat zat kimia
3. Sindroma mata kering.

4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering


menyebabkan katarak. Komponen basa yang mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan
kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun
perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam
27

mata maka jarang terjadi katarak traumatik.


5. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi akibat tebentuk sumbatan
pada drainase cairan aqueous humour
6. Entropion dan phthisis bulbi. Keadaan ini terjadi akibat
komplikasi jangka panjang pada trauma kimia.

Gambar 9.Simblefaron Gambar 10. Phtisis Bulbi

2.2.8 Prognosis

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan


penyebab trauma tersebut.Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan trauma dan prognosis
penyembuhan.Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan
konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling berat pada
trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye dimana
prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi kebutaan.13,20,21
Kebanyakan kasus dapat sembuh sempurna meskipun ada juga
yang disertai komplikasi seperti glaukoma, kerusakan kornea, dry eye
syndrome dan beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20,21
28

BAB 3

KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan


kedaruratan oftalmologi.Trauma kimia pada mata merupakan trauma
yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Mekanisme cedera antara trauma asam dan trauma basa sedikit
berbeda.Trauma yang disebabkan oleh bahan basa lebih cepat merusak
dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma basa biasanya
memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena
bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana
dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke
sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu
barier pelindung sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi.
Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora,
blefarospasme dan nyeri yang hebat yang disertai dengan penurunan
fungsi penglihatan.
Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi
mata dengan segera sampai pH mata kembali normal dan diikuti dengan
pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin, antiglaukoma, dan lain
lain. Terapi pembedahan merupakan pilihan terakhir pada kasus gawat
darurat dan gagal dengan terapi non- operatif
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG; Taylor A ; Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.


Jakarta. 2000.
2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
3. Radosavljević A, Kalezić, T, Golubović S. The Frequency of Chemical
Injuries of the Eye in a Tertiary Referral Centre. School of Medicine,
University of Belgrade, Belgrade, Serbia. 2013;141(9-10):592-596
4. American Academy of Ophthalmology. The eye: Fundamental and
princilples of ophthalmology. BSSC, section2.2012.p41-50
5. Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and
Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons.
6. American Academy of Ophthalmology. Clinical aspects of toxic and
traumatic onjuries of the anterior segment: External Disease and Cornea.
BSSC, section8.2012.p353-359
7. Tsai, James C. Denniston, Alastair K. Murray, Philip I. Oxford
American Handbook of Ophthalmology.2011. Oxford University Press
Inc.p84-85
8. Schlote, T. Rohrbach, J. Grueb, M. Mielke, J. Pocket Atlas of
ophthalmology.2006. George Theime Verlag. p105-107.
9. James, bruce. Lecture notes on ophthalmology. 9th edition. Blackwell
scientific.2003.p1-16,p194-195.

10. Drake B, Paterson R, Tabin G, Butler F, Cushing T. Treatment of Eye


Injuries and Illnesses in the Wilderness.2012. Denver Health Medical
Center. Denver,wilderness and environmental medicine 23, 325–336
11. R. Palao , I. Monge, M. Ruiz, J.P. Barret. Chemical burns:
Pathophysiology and treatment. Burns .2009. Burn Centre, Department
of Plastic Surgery and Burns, University Hospital Vall d’ Hebron
doi:10.1016/ j.burns.2009.07.009
30

12. Kosoko, Adeola. Chemical ocular burns.2009.American journal of


clinical medicine.Vol:6-3
13. Fish R, Davidson R. Management of ocular thermal and chemical
injuries, including amniotic membrane therapy.2010. University of
Colorado School of Medicine, Opinion in Ophthalmology 2010, 21:317–
321
14. Lang, Gerhard. A short textbook : Ophtalmology. 2000. Georg Thieme
Verlag.New York. p517-522
15. Schrage, Norbert. Current Recommendations for Optimum Treatment of
Chemical Eye Burns.2012. Ophthalmology Department, Municipal
Hospital of Cologne-Merheim p327-332
16. Ralf, Kuckelkorn ; Norbert, Schrage; Gabriela, Keller; Claudi,
Redbrake. Emergency treatment of chemical and thermal eye
burns.2002. Department of Ophthalmology, Universitätsklinikum der
RWTH Aachen Germany. Acta Ophthalmol. Scand. 2002: 80: 4–10
17. Morgan, J Stephen. Chemical burns of the eye : causes and management.
1987. British journal of ophthalmology.p854-857
18. Olver, Jane. Ophthalmology at glance : Ophthalmic trauma principles
and management of chemical industry .2005. Blackwell science.p36-38

19. Houman, Hemmati ; Colby, Kathryn. Treating acute chemical injuries of


the cornea. 2012.Ophthalmic Pearls EyeNet Magazine.p43-45
20. Hall, Alan.Epidemiology of ocular chemical burn injuries. 2011.
Springer- Verlag Berlin Heidelberg.p9-15
21. Gerald,Lim, ; Lung-Kun, Yeh: Chiung, Lin. Sequels, Complications and
Management of A Chemical Burn Associated with Cement Splash.2006.
Chang Gung Med J Vol. 29 No. 4.p424-428

Anda mungkin juga menyukai