Kelompok C3
Di dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam sistem dengan mekanisme kompleks yang
saling berkaitan erat antara satu sama yang lain. Salah satu sistem terpenting untuk bertahan
hidup adalah sistem respirasi. Sistem ini mempunyai 4 bagian utama, yaitu saluran pernapasan,
paru-paru, jaringan pembuluh darah, dan otot. Saluran pernapasan adalah serangkaian organ
yang dilalui udara sebelum dapat berdifusi di alveolus di paru-paru. Organ-organ tersebut adalah
hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Proses difusi merupakan
mekanisme pernapasan yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan dalam alveolus, darah, dan
jaringan. Dengan bantuan otot-otot pernapasan, aktifitas pernapasan pun dapat berlangsung.
Abstract
There are many systems with complexity which are related to other systems in the human body.
One of the most important systems to survive is the respiration system. This particular system
has 4 main parts namely respiratory tract, lungs, vascular tissue, and respiration muscles.
Respiratory tract is a group of organs traversed by air before it diffuses in the lungs’ alveolus.
These organs are nose, pharynx, larynx, trachea, bronchus, bronchioles, and alveolus. The
diffusion process is the respiratory mechanism that occurred because of the pressure diversity in
alveolus, blood, and tissue. Also with the help of respiratory muscles, breathing can happen.
Pendahuluan
Sebelum udara mencapai paru-paru, ia masuk melalui lubang hidung. Kemudian udara tersebut
disaring oleh rambut, dihangatkan, dilembapkan, dan diperiksa apabila ada bebauan, sementara
udara mengalir melalui berbagai ruang di dalam rongga hidung. Dari rongga hidung, udara
mengarah ke faring tempat jalur udara dan makanan saling bersilangan. Ketika makanan ditelan,
laring (bagian atas saluran respirasi) bergerak ke atas dan merebahkan epiglotis di atas glotis
(pembukaan pada batang tenggorokan) sehingga makanan dapat turun ke esofagus dan lambung.
Namun, apabila glotis dalam keadaan terbuka, maka udara dapat diteruskan ke paru-paru. Dari
laring, udara lewat ke dalam trakea atau batang tenggorokan. Trakea bercabang menjadi bronkus.
Selanjutnya, bronkus ini akan bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Pada ujungnya
terdapat bronkiolus terminal yang nantinya terbagi menjadi bronkiolus respiratorius, dan kantung
alveolus. Disinilah udara mengalami difusi.4
Paru-paru
Mayoritas thoraks berfungsi sebagai pelindung paru-paru. Fungsinya adalah untuk tempat
transfer O2 dengan cara berinteraksi dengan darah serta menjaga tingkat keasaman darah (pH).5
Organ ini terbagi menjadi beberapa lobus; paru-paru kanan menjadi 3 lobus (superior, media,
inferior) dan paru-paru kiri 2 lobus (superior, inferior). Lobus-lobus ini dipisahkan oleh fisura.
Pada paru-paru kanan, lobus superior dan media dipisahkan oleh fisura horizontal sementara
lobus media dan inferior dipisahkan oleh fisura oblikus. Lobus superior dan inferior pada lobus
kiri dipisahkan oleh fisura oblikus.6 Nantinya lobus-lobus ini terbagi lagi menjadi beberapa
segment. Paru-paru kanan terbagi menjadi 10 segment dan paru-paru kiri menjadi 8 segment.7
Sebagai salah satu organ vital, paru-paru dilindungi oleh 2 selaput yang disebut pleura visceral
dan pleura parietal. Pleura parietal merupakan selaput yang tumbuh menjadi satu dengan
jairngan paru-paru sementara pleura visceral melapisi pleura parietal. Keduanya terletak sangat
dekat namun tidak sampai menempel sehingga membentuk sebuah ruang yang dikenal sebagai
ruang intrapleural.8 Ruang ini berisi cairan serosa yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mengurangi gesekan dalam proses respirasi.9
Seperti yang dikatakan pada paragraf sebelumnya, udara melalui bronkus dalam perjalanannya
menuju jaringan. Bronkus (jamak, tunggal = bronki) ada disusun oleh jaringan kartilago dan ada
dua. Masing-masing menuju belahan tiap paru-paru. Bronkus kanan lebih lebar dan pendek dan
terletak lebih vertikal sehingga benda asing cenderung masuk ke bronkus kanan dibandingkan
dengan bronkus kiri. Kedua bronkus kemudian bercabang menjadi percabangan yang lebih halus
yang disebut bronkiolus. Nantinya, terdapat bronkiolus paling ujung, bronkiolus terminal, yang
melanjutkan udara ke bronkiolus respiratorius, bagian yang mampu melakukan pertukaran gas.
Diujung bronkiolus respiratorius terdapat kantung-kantung udara atau alveolus. Alveolus
berukuran sangat kecil sehinga memungkinkan pertukaran O2 dan karbondioksida. Di dinding
alveolus yang tipis terdapat 2 jenis tipe sel. Sel tipe 1 (pneumosit skuamosa) adalah sel yang
membentuk 95% luas permukaan dinding alveolus, berbentuk tipis dan datar serta terbentuk dari
sel epitel. Di sel inilah difusi gas terjadi. Sel tipe 2 (pneumosit grandular) mensekresi surfaktan
yang berfungsi untuk membantu pertukaran gas dengan menurunkan tekanan. Selain itu,
surfaktan juga mencegah alveolus kolaps.9-11
Sistem respirasi
Inspirasi dan ekspirasi merupakan kegiatan yang berhubungan erat dengan fungsi sirkulasi dalam
tubuh. Keduanya diatur oleh sebuah sistem yang dikenal sebagai sistem respirasi. Sistem
respirasi merupakan gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke
seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida (hasil dari pembakaran sel). Fungsinya untuk
menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh serta mengeluarkan
karbondioksida hasil metabolisme sel secara terus-menerus.12
Di dalam sistem respirasi, terdapat aktifitas pertukaran gas yang mencangkup dua proses, yaitu
pernapasan internal dan pernapasan eksternal. Pernapasan internal merupakan pertukaran gas
antara alveoli dengan aliran darah sementara pernapasan eksternal merupakan pertukaran gas
antara kapiler dalam tubuh (selain dalam paru-paru) denagn sel-sel tubuh. Keduanya proses
tersebut terjadi mellaui difusi (perpindahan gas dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat
dengan konsentrasi yang lebih rendah).7
Proses difusi berawal dari udara yang dihirup sampai pada alveoli. Di alveoli, tekanan O2 tinggi
dan tekanan CO2 rendah. Sementara itu, darah di dalam kapiler pulmonar mempunyai tekanan O2
dan CO2 yang terbalik dengan alveoli, dimana tekanan O2 rendah dan CO2 tinggi. Dalam
pernapasan eksternal, perbedaan tekanan ini menyebabkan difusi gas. Hasilnya, darah yang
kembali dari jantung sekarang memiliki tekanan O2 yang tinggi dengan tekanan CO2 yang
rendah. Selanjutnya, darah yang kaya akan O2 ini akan dipompa menuju sel tubuh dan cairan
jaringan yang memiliki tekanan O2 rendah dengan tekanan CO2 yang tinggi. Tekanan O2 yang
rendah disebabkan oleh penggunaan O2 secara kontinu dalam pernapasan sel yang menghasilkan
CO2. Kemudian, difusi kembali terjadi antara O2 di dalam darah dengan yang di dalam jairngan.
O2 berdifusi dari darah ke cairan jaringan serta CO2 berdifusi dari cairan jaringan ke dalam
darah. Kini darah yang akan kembali ke jantung memiliki kandungan O2 yang rendah dengan
CO2 yang tinggi.7
Pusat kontrol pernapasan (breathing control system) berlokasi di beberapa tempat, yaitu di
batang otak (pons dan medula oblongata) serta di korteks. Medula oblongata berfungsi untuk
pernapasan spontan (involuntary), pons berupa apneustic center (bekerja melalui penghambatan
inspirasi) dan pneumotaxic center (bekerja berdasarkan stimuli hipoksia, hiperkapnia, dan inflasi
paru), dan korteks sebagai pengatur pernapasan voluntary (disadari), disebut juga sebagai
behavious-related control of breathing. Pusat pernapasan pada korteks juga berperan penting
dalam mengatur pernapasan ketika bicara, menyanyi, dan mengedan.11
Sensor pernapasan terdiri dari kemoreseptor sentral dan perifer serta reseptor sensoris di dinding
dada dan paru. Kemoreseptor adalah sensor yang distimulasi dengan adanya perubahan di dalam
konsentrasi gas-gas dan ion. Kemoreseptor sentral terletak di medula dan memberikan respons
berupa peningkatan ventilasi apabila kadar CO2 dan pH mengalami penurunan. Namun, apabila
kadar CO2 tetap tinggi, maka rangsangan hilang. Kemoreseptor perifer, terletak di badan-badan
karotid dan aortik, berespons terhadap perubahan kadan tekanan O2. Apabila terangsang, maka
kemoreseptor perifer akan merangsang pusat pernafasan di medula sehingga ventilasi
meningkat.13
Untuk melakukan kegiatan respirasi, tentu saja dibutuhkan kerja dari otot-otot pernapasan.
Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk inspirasi (inspirasi
utama dan tambahan) dan ekspirasi tambahan. Otot inspirasi utama disebut juga sebagai
principal dan otot inspirasi tambahan atau accessory respiratory muscle sering disebut sebagai
otot bantu napas. Pada pernafasan biasan, ekspirasi tidak membutuhkan kegiatan otot. Tetapi,
apabila ada serangan asma, maka dibutuhkan kontribusi otot-otot ekspirasi. Selain itu, otot-otot
ekspirasi juga berfungsi sebagai pengatur pernafasan ketika bicara, menyanyi, batuk, bersin, dan
mengedan saat buang air besar atau saat bersalin. Berikut adalah tabel nama otot beserta
fungsinya (lihat tabel 1).11
Untuk mendeteksi penyakit paru-paru, pemeriksaan diagnosis dapat diklasifikasikan menjadi dua
kategori dan salah satunya adalah metode fiologis. Di metode fisiologis, tes fungsi paru-paru
akan menggunakan alat spirometri untuk mengukur beberapa volume pernapasan antara lain alun
napas (Tidal Volume-TV), cadangan inspirasi (Inspiration Reserve Volume-IRV), cadangan
ekspirasi (Expiration Reserve Volume-ERV), residu (Residual Volume-RV), kapasitas inspirasi
(Inspiration Capacity-IC), kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacity-FRC),
kapasitas vital (Vital Capacity-VC), dan kapasitas paru-paru total (Total Lung Capacity-TLC).
Berikut adalah tabel volume pernapasan yang biasanya diukur (Tabel 2).12
Obstruksi saluran pernapasan terjadi ketika saluran pernapasan atas menyempit atau tertutupi
benda sehingga penderita kesulitan untuk bernapas. Di dalam paru ada dua macam obstruksi
terhadap pergerakan udara, yaitu obstructive pulmonary disease dan upper airway obstruction.
Contoh obstructive pulmonary disease adalah asma sementara upper airway obstruction terjadi di
daerah trakea, faring, dan laring. Upper airway obstruction memiliki persentase kemungkinan
terjadi lebih besar dibandingkan obstructive pulmonary disease. Terdapat berbagai macam hal
yang dapat menyebabkan hal tersebut seperti reaksi alergi, benda asing (mainan kecil, makanan),
infeksi saluran pernapasan atas, dan lain-lain. Gejala yang muncul juga dapat bermacam-macam
seperti tersedak, kesusahan bernapas, dan perubahan suara pernapasan (wheezing, whistling).15
Kesimpulan
Udara yang dihirup melalui hidung nantinya akan mengalami proses difusi di alveolus. Sebelum
sampai di alveolus, udara harus melewati beberapa organ, yaitu lubang hidung, faring, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus, serta alveolus. Di alveolus, difusi oksigen dan karbon dioksida
terjadi dari paru-paru ke darah kemudian nantinya terjadi difusi lagi antara gas-gas di darah dan
jaringan. Proses tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan di paru-paru, darah, dan
jaringan. Apabila terjadi obstruksi atau penyempitan pada saluran pernapasan, maka proses
difusi pun terganggu karena suplai udara yang masuk berkurang. Akibatnya, penderita bisa saja
kekurangan napas jika tidak segera ditangani. Pada pemeriksaan, pada paru-paru penderita juga
dapat terdengar suara wheezing.
Daftar Pustaka
1. Setiawan E. Arti kata napas - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online [Internet].
Kbbi.web.id. 2016 [Dikutip 16 May 2016]. Diunduh dari: http://kbbi.web.id/napas
2. Definition of BREATHE [Internet]. Merriam-webster.com. [Dikutip 16 May 2016].
Diunduh dari: http://www.merriam-webster.com/dictionary/breathe
3. Mustafa Z. Tubuh Manusia. Kuala Lumpur: ITBM; 2015.h.9
4. Campbell N, Reece J, Mitchell L. Biologi Jl. 3 Ed. 5. 5th ed. Jakarta: Erlangga;
2004.h.62-3
5. Herman I. Physics of the human body. Berlin: Springer; 2007.h.622
6. Shields T. General thoracic surgery. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2005.h. 71
7. Gede Yasmin Asih NEffendy C. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC; 2003.h. 8,
14-6
8. Gabriel J. Fisika Kedoktera. Jakarta: EGC; 1996.h. 55
9. Ali SYang G. Lung and mediastinum cytohistology. Cambridge: Cambridge University
Press; 2012.h. 21
10. Illustrated manual of nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2002.h. 327
11. Djojodibroto R. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h. 9-10, 29
12. Somantri I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika; 2007.h. 1-2, 18-9
13. Kee J Hayes E. Farmakologi. Jakarta: EGC; 1996.h. 422
14. Mintz M. Disorders of the respiratory tract. Totowa, N.J.: Humana Press; 2006.h. 21
15. Jacob L. Heller a. Blockage of upper airway: MedlinePlus Medical Encyclopedia
[Internet]. Nlm.nih.gov. [Dikutip 23 Mei 2016]. Diunduh dari:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000067.htm