KELOMPOK IV
1. ADITYA RAHMAN (16035053)
2. DIANA SAFITRI (16035007)
3. NOVA PUTRI(16035021)
4. RIZKY ANGGI SUHAIRAH N (16035035)
DOSEN PEMBINA:
1. ANANDA PUTRA, S.Si, M.Si.,Ph.D
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji & syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah. SWT karena atas berkah, rahmat & karunia-Nya kepada
kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Adapun judul
dari makalah ini yaitu “The Electronic States of Atoms.
I. The Hydrogen Atom”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna disebabkan karena terbatasnya referensi,
pengetahuan baik teori maupun praktek, oleh karena itu kritik maupun saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada dosen yang bersangkutan yang telah memberikan tugas makalah
ini kepada kami sehingga dapat melatih kami dalam pembelajaran ini.
Kelompok IV
Istilah "kimia fisik" mungkin pertama kali di gunakan oleh Mikhail Lomonosov pada tahun 1752, ketika ia
menyampaikan kuliah berjudul "Pelajaran Kimia Fisika yang Benar" kepada mahasiswa Universitas Petersburg.
Landasan Kimia Fisik modern di letakkan pertama kali pada tahun 1876 oleh Josiah Willard Gibbs dalam
makalahnya, On the Equilibrium of Heterogeneous Substances, yang memuat beberapa konsep dan prinsip
penting kimia fisik, seperti energi Gibbs, potensial kimia, aturan fase Gibbs.
1. atom hidrogen adalah contoh dari sistem pusat-force (sistem dua partikel di mana energi potensial
hanya bergantung pada jarak antara dua partikel).
2. Persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen dapat dipisahkan menjadi satu persamaan untuk gerak
pusat massa dan satu persamaan untuk gerak elektron relatif terhadap inti.
3. Persamaan Schrödinger relatif dapat diselesaikan dalam koordinat polar bola dengan pemisahan
variabel, dengan asumsi bahwa
5.kuadrat dari momentum sudut orbital dari elektron dan satu komponen dari momentum sudut ini dapat
memiliki nilai-nilai diprediksi jika atom hidrogen dalam keadaan yang sesuai ke eigenfunction energi.
Nilai-nilai momentum sudut yang berbeda dari teori Bohr.
6.Elektron memiliki momentum sudut intrinsik (spin) selain momentum sudut gerak orbital.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada prinsipnya, persamaan ini dapat digunakan untuk menentukan banyak hal:
misalnya cara di mana elektron kelompok sendiri tentang inti ketika membentuk sebuah atom,
energi elektron yang masing-masing memiliki, cara yang dapat menjalani transisi antara keadaan
energi, dll dalam praktek penerapan persamaan Schrodinger untuk masalah ini menyajikan
kesulitan yang hanya dapat diatasi dalam kasus atom sederhana atau dengan menggunakan
perkiraan kotor. Namun, di sini kita akan membahas dengan hasil yang diperoleh dan hanya
dalam jangka kualitatif daripada teori matematis dari proses.
Teori Schrodinger dapat digunakan untuk memprediksi probabilitas sebuah elektron
dengan energi tertentu berada di titik tertentu dalam ruang, dan itu mengungkapkan
kemungkinan ini dalam hal ekspresi aljabar yang sangat penting yang disebut fungsi gelombang
elektron. Fungsi gelombang diberi ψ simbol Yunani. Cukup sederhana, probabilitas untuk
menemukan sebuah elektron, fungsi gelombang yang merupakan ψ. Dalam satuan volume pada
suatu titik tertentu dalam ruang, sebanding dengan nilai ψ2 pada saat itu.
Probabilitas Densitas Relatif = ψ2
Fungsi gelombang elektronik terdiri dari tiga unsur:
(1) beberapa konstanta fisik fundamental (π, h, m, e, dll di mana m dan e adalah massa dan
muatan, masing-masing, elektron),
(2) parameter khas sistem misalnya untuk atom, jarak dari inti, baik radial (r) atau sepanjang
beberapa sumbu koordinat (x, y, z), dan (3) satu atau lebih bilangan kuantum.
Yang terakhir ini tidak berarti sewenang-wenang diperkenalkan ke masalah dalam rangka untuk
membuat prediksi sesuai dengan percobaan, mereka milik solusi dari persamaan Schrodinger
dalam arti bahwa ψ merupakan situasi fisik yang masuk akal hanya jika bilangan kuantum
memiliki nilai tertentu.
Sebagai contoh, kita dapat memberikan persamaan fungsi gelombang, ψn, yang merupakan
solusi untuk persamaan Schrodinger untuk atom hidrogen:
Dimana a0 = h2/4π2me2, r adalah jarak radial dari inti, f (r/a0) adalah deret pangkat derajat (n-1)
di r/a0, dan n adalah bilangan kuantum utama, yang hanya dapat memiliki nilai-nilai integral , 1,
2, 3, ....., ∞. The a0 konstan memiliki dimensi panjang (dan pada kenyataannya, sekitar 53 nm)
sehingga jumlah r/a0 adalah angka murni. Jadi untuk nilai tertentu r dan n, ψn dan ψ2 juga hanya
angka, dan ψ2n merupakan probabilitas untuk menemukan elektron pada jarak r kami dipilih dari
inti bila dalam keadaan diwakili oleh nilai n yang diberikan. Hal ini ditemukan bahwa fungsi
gelombang elektronik dari semua atom memerlukan pengenalan hanya empat bilangan kuantum.
Kita akan jelaskan secara singkat ini di sini, meninggalkan diskusi yang lebih menyeluruh untuk
bagian berikutnya.
Gambar 5.1 Beberapa orbital elektronik yang dapat ditempati oleh elektron dalam atom
hidrogen.
Karena fungsi gelombang hanya mewakili distribusi probabilitas sebuah elektron maka
sulit untuk mendefinisikan dengan tepat bentuk dan ukuran orbital. Dari Persamaan Schrodinger
kita melihat bahwa bahkan pada nilai-nilai yang sangat besar dari r, ψn (maka ψ2n) masih
memiliki nilai, meskipun kecil. Dengan demikian ujung orbital ke infinity (meskipun, karena
kecilnya a0, 'infinity' pada skala atom mungkin diambil sebagai 10-4 10-5 atau cm) ke segala
arah. Namun, kesulitan dapat diatasi jika kita setuju untuk menggambar bentuk tiga dimensi di
mana elektron menghabiskan, katakanlah, 95% atau beberapa fraksi lainnya pada masanya. Hal
ini dapat diambil sebagai batas efektif dari domain elektron dan dapat disebut orbital.
Mengingat masih fungsi gelombang Persamaan Schrodinger kita melihat bahwa orbital
yang sesuai harus bola, karena pada setiap r jarak tertentu dari ψn nukleus memiliki nilai yang
sama terlepas dari arah. Dengan demikian batas 95% akan bola. Untuk besar n yang terakhir
memiliki fungsi kurang cepat dengan jarak dan sehingga elektron dapat menghabiskan lebih
proporsional dari waktu jauh dari inti, sehingga bola 95 persen akan bertambah besar dengan n.
Kami telah ditarik kasus n=1, 2, dan 3 seperti dibagian atas pada Gambar 5.1 ini yang orbital
bentuk bola, begitu terjadi, berkaitan dengan nilai l dari nol (dan karenanya m=0) dan mereka
disebut sebagai orbital s. (Meskipun mungkin membantu untuk menghubungkan s dengan bentuk
'bola', namun pada kenyataannya label muncul secara historis karena ketajaman tertentu dugaan
garis spektrum yang timbul dari transisi elektron menempati orbital s adalah koneksi yang harus
diingat adalah antara orbital s dan l=0 ). Orbital s diberi label sesuai dengan mereka kuantum n
bilangan: 1s, 2s, ...., ns.
Orbital ini dengan l=1 (dan karenanya n≥2) juga muncul sebagai solusi untuk persamaan
Schrodinger untuk atom hidrogen. Ini adalah twin-lobed dan memiliki bentuk perkiraan yang
ditunjukkan untuk n = 2 di bagian bawah pada Gambar 5.1. Orbital s dengan n=3, l=1 lebih besar
tetapi memiliki bentuk yang sama. Such orbital diberi label p (historis transisi mereka dianggap
‘principal’) dan kita melihat bahwa, untuk n diberikan, ada tiga dari mereka, masing-masing
sepanjang satu sumbu koordinat. Jika perlu mereka dapat dibedakan sebagai npx, npy dan npz.
Fakta bahwa ada tiga dari mereka yang terhubung dengan tiga nilai dari m, m=+1, 0, dan -1,
diperbolehkan untuk keadaan l=1. Hal ini konvensional untuk mengasosiasikan nilai m=0
dengan orbital npz akan tetapi karena alasan fisik yang baik yang berada di luar lingkup buku ini,
maka tidak mungkin untuk mengasosiasikan nilai m lain dengan baik npx atau npy. Representasi
lain dari yang orbital dapat ditarik, bagaimanapun, sedemikian rupa bahwa ada korespondensi
satu-ke-satu antara setiap nilai m dan orbital, representasi ini kurang sesuai untuk tujuan
deskriptif buku ini dan kami tidak akan membahas mereka di sini.
Kita bisa melangkah lebih jauh: untuk l=2 (maka n≥3) kita memiliki satu set orbital d (historis
‘difusi’) dan l=3 (n≥4) orbital f (historis ‘fundamental’): ada lima dari mantan (m=± 2, ± 1 atau
0) dan tujuh dari kedua (m=±3, ±2, ±1, atau 0). Sketsa menunjukkan orbital d bahwa mereka
memiliki empat lobus, sedangkan orbital f memiliki enam, tapi kami tidak akan mencoba untuk
mereproduksi ini di sini. Orbital ini dengan nilai-nilai l yang lebih tinggi, l=4, 5, 6, ..., adalah
kurang penting dan kami tidak akan menganggap mereka lebih lanjut, jika diperlukan mereka
diberi label abjad setelah f, yaitu l=4 adalah g; l=5 adalah h dll.
Dimana εo adalah permitivitas vakum, dan di mana konstanta fundamental telah dikumpulkan
bersama dan diberi simbol R, yang disebut konstanta Rydberg. Sejak orbital p, d, ... memiliki
energi yang sama seperti yang sesuai (untuk hidrogen saja), persamaan tersebut mewakili semua
tingkat energi elektronik dari atom ini.
Nilai terendah dari εn adalah jelas εn=-Rcm-1 (ketika n=1), dan hal ini merupakan
keadaan dasar paling stabil: εn meningkat dengan meningkatnya n, mencapai batas, εn=0 untuk
n=∞. Hal ini merupakan penghapusan lengkap elektron dari inti, yaitu keadaan ionisasi. Sketsa
ini merupakan tingkat energi untuk n=1 sampai 5 dan l=0, 1, dan 2 seperti pada Gambar 5.2
(beberapa transisi yang mungkin, juga ditampilkan, akan segera dibahas). Tiga orbital p dan lima
orbital d untuk setiap n dan tidak ditampilkan secara terpisah. Persamaan tersebut dan Gambar
5.2 mewakili tingkat energi atom, ketika membahas spektrum yang mungkin timbul kita perlu
aturan seleksi yang mengatur transisi. Persamaan Schrodinger menunjukkan ini menjadi:
Δn = semuanya boleh dan Δl = hanya ±1
dari aturan seleksi kita melihat langsung bahwa elektron dalam keadaan dasar(1s) dapat
mengalami transisi ke keadaan dasar p :
1s ⟶ np (n≥2)
Sementara elektron 2p dapat memiliki transisi ke keadaan dasar s atau p:
2p⟶ns atau nd
Transisi orbital s dan d ini dibahas pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Beberapa tingkat yang lebih rendah energi elektronik dan transisi di antara mereka
untuk elektron tunggal dari atom hidrogen. Umumnya elektron dalam tingkatan energi yang
lebih rendah nn dapat mengalami transisi ke dalam tingkatan energi yang lebih tinggi n’, dengan
energi absorpsi:
Δε = εn’ - εn” cm-1
Oleh karena itu:
Sebuah garis spektral yang identik akan diproduksi dalam emisi jika elektron jatuh dari keadaann
n' ke negara n". dalam kedua kasus l harus berubah dengan kesatuan. Mari kita perhatikan
beberapa transisi ini, membatasi diri untuk penyerapan untuk kesederhanaan.
Oleh karena itu kami berharap serangkaian garis pada bilangan gelombang yang diberikan di
atas. Hanya seperti seri memang diamati dalam spektrum atom hidrogen, dan itu disebut deret
Lyman setelah penemunya. Munculnya spektrum ini digambarkan pada Gambar. 5.3 bersama
dengan skala dalam satuan R dan dalam jumlah gelombang. Kita bisa melihat bahwa spektrum
menyatu ke titik R cm-1, dan dari spektrum yang diamati nilai sangat tepat R=109677,581 cm-1
diperoleh. Ini batas konvergensi, yang muncul ketika 'n = ∞, ditunjukkan melesat pada gambar.
Ini jelas merupakan penghapusan lengkap ionisasi yaitu elektron dan energi yang dibutuhkan
untuk mengionisasi atom diberikan, dalam cm-1, dengan nilai R menggunakan faktor konversi 1
cm-1 = 1,987x10-23J, kita memiliki ukuran yang sangat tepat dari potensi ionisasi dari tanah (1s)
menyatakan: 2,1781x10-18J (atau lebih dikenal sebagai 13,595eV).
Transisi electron yang muncul di 2s atau 2p: 2s⟶n'p atau 2p⟶sn, n'd. Sehingga:
Gambar 5.3 Representasi bagian dari seri Lyman dari atom hidrogen, menunjukkan konvergensi
(ionisasi) titik. Jadi kita berharap seri lain dari garis konvergen ke ¼ R cm-1 (n’=∞), seri ini,
disebut deret Balmer setelah penemunya, diamati dan nilai ¼ R diperoleh dari batas konvergensi
yang merupakan potensi ionisasi dari keadaan tereksitasi pertama adalah dalam perjanjian baik
dengan nilai R dari deret Lyman.
2.2 MOMENTUM ANGULAR ELEKTRON
2.2.1 Momentum Angular Orbital
Sebuah elektron yang bergerak pada orbitnya di dalam inti memiliki momentum angular
orbital, sebuah ukuran yang memberikan nilai yang sesuai untuk orbital. Momentum ini
tentunya, dikuantisasi dan biasanya dinyatakan pada unit istilah h/2π, dimana h adalah tetapan
planck. Kita boleh menuliskannya :
√(l(l+1).) h/2π = √(l(l+1)) satuan
Momentum angular adalah besaran vektor, yang mempunyai besar dan arah yang sama
pentingnya. Secara konvensional, vector dapat diwakili oleh anak panah, dan vector momentum
angular diwakili oleh panah berbasis dipusat pada puncak, sepanjang puncak sumbu, dan dari
panjang sebanding dengan besarnya momentum angular orbital. Seperti anak panah bisa
berbelok dalam duaarah yang berbeda, pada 1800satu sama lain, petunjuk ini terkait, tergantung
pada konvensi tanda yang digunakan, dengan rotasi searah jarum jam dan berlawanan arah jarum
jam dari puncak. Secara matematis, kita dapat mengabaikan bentuk perputarannya dan hanya
memperhatikan sifat dari anak panah tersebut. Hal itu biasanya untuk membedakan jumlah
vector dengan menggunakan tipe garis tebal dan kami sesuaiakan mewakili momentum angular
orbital oleh I symbol di mana:
I = √(l(l+1) ) satuan
Pada persamaan ini l selalu bernilai 0 atau positif dan begitu juga I. Karena I dan l sangat
berkaitan erat sehingga sering digunakan dengan bebas secara bergantian. Sehingga kita
menganggap bahwa sebuah elektron mempunyai momentum angular 2 ketika menganggap l=2
dan I = √("2 X 3" ) = 2,44 satuan.
Momentum angular orbital terjadi karena interaksi antara bilangan-bilangan kuantum orbital (l)
dari masing-masing elektron. Resultan dari bilangan-bilangan kuantum orbital tersebut
dinyatakan dengan momentum angular orbital (I) yang harganya terkuantisasi.
Kita mungkin awalnya berpikir bahwa vektor dari momentum angular dari sebuah elektron bisa
menunjukkan jumlah yang tak terbatas dari arah yang berbeda. Namun akan tetap diperhitungkan
tanpa menggunakan teori kuantum. Pada kenyataannya, sekali arah referensi telah ditetapkan
(dan ini dapat dilakukan dengan banyak cara, baik secara eksternal, misalnya dengan
menerapkan medan listrik atau magnet, atau internal, mungkin dalam hal vektor momentum
angular dari satu elektron tertentu, vektor momentum angular dapat menunjuk hanya agar
komponennya sepanjang arah referensi merupakan kelipatan integral dari h/2h. Gambar 5.4 (a)
dan (b) menunjukkan keadaan untuk sebuah elektron dengan nilai l = 1 dan l = 2 (i.e a=p dan
b=d). Arah dari contoh disini mengambil garis vertikal pada gambar yang secara konvensional
digunakan untuk menetapkan sumbu z, dan kita dapat menuliskan componen dari I pada arah ini
sebagai Iz.
Iz = lz . h/2π
Persamaan diatas digunakan untuk menjelaskan gambar dibawah, kita bisa melihat jika l =1,
maka, nilai I = +1,0 dan -1, untuk l=2, maka I = +2, +1, 0, -1 dan -2. Secara umum nilai Iz bisa
dirumuskan dengan,
I z = l, l-1, ..., 0,.....,-(l-1), l
1.2.2 Momentum Angular Spin Elektron
Momentum angular spin terjadi karena adanya interaksi atau kopling antara bilangan-
bilangan kuantum spin dari masing-masing elektron. Resultan antara bilangan-bilangan kuantum
spin dinyatakan dengan momentum angular spin (s) yang harganya terkuantisasi. Setiap elektron
dalam atom dapat dianggap berputar terhadap suatu sumbu serta mengorbit sekitar inti. gerak
spin ditunjukkan dengan bilangan kuantum spin s, yang hanya memiliki nilai ½. Sehingga
momentum angular spin diberikan oleh:
S = √(s (s+1) ) h/2π = √(1/2 x 3/2) = 1/2√3
Hukum kuantisasi untuk momentum angularbahwa vektor dapat mengarahkan sehingga memiliki
komponen dalam arah referensi yang setengah kelipatan integral dari h/2pi sehingga s = sh / 2pi
dengan s mengambil nilai +1/2 atau -1/2 saja. (yaitu 2s +1) dua arah diperbolehkan ditunjukkan
pada Gambar 5.4, mereka biasanya berdegenerasi.
Gambar 5.4 Arah yang diijinkan untuk vetor momentum angular elektronik
Gambar 5.5 Dua keadaan energy pada momentum angular total yang berbeda yang dapat muncul
sebagai hasil penjumlahan vector dari l=√2 dan s=1/2 √3
sehingga spektrum yang diharapkan dari keadaan dasar (1s) menyatakan akan identik dengan seri
lyman berharap bahwa setiap baris akan menjadi doublet. pada kenyataannya pemisahan antara
garis terlalu kecil akan mudah diselesaikan tetapi kita segera akan mempertimbangkan spektrum
natrium yang membelah ini mudah diamati.
Gambar 5.6 Tingkat energy terendah dari atom hydrogen, menunjukkan j-splitting.
Gambar 5.7 Senyawa doublet. Spektrum muncul akibat transisi antara level 2P dan 2D dalam
atom hydrogen
Transisi antara 2P dan 2D agak lebih kompleks, Gambar 5.7 menunjukkan untuk tingkat
energi yang terlibat. jelas transisi pada frekuensi terendah akan bahwa antara pasangan terdekat
dari tingkat, 2P3/2 dan 2D3/2. Hal ini sesuai dengan Dj = 0, diperbolehkan. Transisi berikutnya
2D5/2 (∆j=±1) juga diperbolehkan dan akan terjadi kedekatan2P3/2 dengan pertama karena
pemisahan antara keadaan D doublet sangat kecil. 2D3/2 (∆j=±1) tapi transisiketiga, dan lebih
banyak jarak, akan 2P1/2 2D5/2 tidak diperbolehkankeempat (ditunjukkan titik-titik), 2P1/2
karena untuk j=±2 Sehingga spektrum akan terdiri dari tiga baris yang ditunjukkan di kaki angka.
ini, yang timbul dari transisi antara tingkat doublet, biasanya disebut sebagai spektrum senyawa
doublet.
Masuknya penghubung antara orbital dan spin momentum telah menyebabkan sedikit
peningkatan kompleksitas dari spektrum hidrogen. dalam prakteknya, kompleksitas akan diamati
hanya dalam spektrum atom yang lebih berat, karena bagi mereka j-membelah lebih besar
daripada hidrogen. pada prinsipnya, bagaimanapun, semua garis pada spektrum hidrogen harus
doublet dekat jika transisi melibatkan tingkat s, atau doublet senyawa jika s elektron tidak
terlibat.
Tingkat energi litium digambarkan pada gambar 5.8 yang harus dibandingkan dengan Gambar
5.6 untuk hidrogen. 2 diagram yang mirip diharapkan perbedaan energi antara orbital s, p, dan d
pada kulit n pada kasus litium dan kenyataannya, untuk logam ini, keadaan 1s diisi dengan
elektron yang biasanya tidak ambil bagian pada transisi spektroskopi, karena diperlukan sedikit
energi menimbulkan elektron 2s mengalami transisi. Dibawah kondisi energi tinggi, 1 atau kedua
elektron 1s yang dipromosikan atau didorong. Pemilihan aturan pada logam alkali sam adengan
pemilihan pada hidrogen. Bahwa ∆n = apapun, ∆l = ±1, ∆j = 0, ±1, dan semua elektron juga
mirip. nJika transisi dari keadaan dasar (1s22s) berada pada tingkat p: 2S1/2 P1/2, 3/2, dan
akan terbentuk deret doblet mirip dengan deret lyman, akan terbentuk pertemuan disatu titik pada
beberapa titik dari pontensial ion. Dari keadaan 2p, dua deret yang terpisah pada garis akan
dilihat pada:
n 2D3/2, 5/2 n 2S1/2 Dan 2 2P1/2, 3/2 2 2P1/2, 3/2
Bentuknya akan doblet. Akhirnya membentuk senyawa doblet, tapi frekuensinya berbeda karena
energi orbital s dan d tidak lagi sama. Hal yang sama berlaku juga untuk alkali yang lain,
perbedaan antara spektranya dengan litium hanya pada skalanya. Sebagai contoh j-spliting
karena kopling antara l dan s meningkat secara mencolok dengan nomor atom. Jika pemisahan
doblet pada garis pada deret spektra, yang tidak mungkin tampak pada hidrogen, kurang dari 1
cm-1 untuk tingkat 2p litium sekitar 17 cm-1 untuk natrium, dan lebih dari 5000 cm-1 untuk
cesium.
2.4 Momentum Angular Atom Berelektron Banyak
Penurunan persamaan dengan mempertimbangkan kontribusi dua atau lebih elektron
yang ada pada luar kulit untuk menghitung total momentum angular atom. Terdapat dua cara
yang berbeda yaitu kita dapat menghitung momentum orbital dan spin dari beberapa elektron:
Pertama, menghitung kontribusi orbital, kemudian kontribusi spin, dan terakhir menjumlah
kontribusi total orbital dan total spin untuk memperoleh jumlah total, yang disimbolkan dengan:
∑ li = L ∑ si = S L+S = J
dimana kita menggunakan huruf capital yang ditebali untuk menandakan total momentum.
Menghitung secara terpisah antara momentum orbital dan spin dari masing-masing elektron,
kemudian total individual dijumlah untuk mendapatkan jumlah total utama:
Ii + si = Ji ∑ ji = J
Metode pertama adalah mengetahui coupling Russel-Saunders yang memberikan hubungan
dengan spektra ukuran atom (kecil dan medium), metode kedua diaplikasikan untuk atom dengan
ukuran besar (yang disebut j-j coupling, sejak individual j’s telah dihitung). Kita harus
mempertimbangkan pembentukan secara detail.
5.4.1 Perhitungan Kontribusi Orbital
Momen orbital I1, I2, .... dari masing-masing elektron yang mungkin ditambahkan oleh metode
yang sama yang telah didiskusikan pada bab 5.2.3 untuk perhitungan momen orbital dan spin
pada elektron tunggal. Sehingga kita memperoleh:
Membuat vektor I1, I2, …. secara grafikal, mengingat bahwa resultan L diekspresikan dengan:
L = √("L (L+1)" ) (L = 0, 1, 2, …)
Dimana L adalah total momentum orbital bilangan kuantum sehingga L dapat mempunyai nilai
0, √2, √6, √12, …. Seterusnya. Pada Gambar 5.9 menunjukkan metode untuk sebuah elektron p
dan d, l1=1, l2=2; karena I1=√2, I2=√6 jadi ada tiga dan hanya tiga. Nilai L untuk √12, √6, √2
mengikuti bilangan kuantum secara berturut-turut L = 3, 2, dan 1. Adapun ketiga nilai dari L
adalah sebagai berikut
Gambar. 5.9 Perhitungan momen angular orbital untuk satu elektron p dan d
Secara alternatif kita dapat menambahkan bilangan kuantum individual l1 dan l2 untuk
memperoleh bilangan kuantum total, dimana hubungannya adalah sebagai berikut:
L = l1 + l2, l1 + l2 – 1, …. |l1 + l2|
Dimana symbol |..…| menunjukkan bahwa kita dapat mengambil harga dari l1 - l2 atau l2 – l1
apapun yang hasilnya bernilai positif. Untuk yang mempunyai dua elektron kita menggunakan
2li+1 yang bernilai beda dari L, dimana li bernilai lebih kecil daripada dua l.
Terakhir kita dapat menambahkan komponen z dari ektor individual, diambil dari hasil
komponen yang berhubungan dengan bermacam-macam nilai L yang diijinkan. Proses ini
disimbolkan dengan:
Lz = ∑ liz
Metode 2 lebih sederhana tetapi hanya dapat diaplikasikan ketika elektron individual/tunggal
terdapat perbedaan nilai n atau perbedaan nilai l (disebut elektron tidak ekivalen). Jika n dan l
adalah sama untuk dua atau lebih elektron dimana dalam disebut ekivalen maka yang digunakan
metode 3.
5.4.2 Perhitungan Kontribusi Spin
Metode yang dapat digunakan sama dengan metode pada sub bab 5.4.1. Apabila kita menuliskan
total momentum angular spin sebagai S dan total spin bilangan kuantum sebagai S (yang sering
disebut dengan total spin), kita dapat mempunyai:
Perhitungan grafik, yang memberikan resultan
S = √("S(S+1)" )
Dimana S adalah integral atau nol jika jumlah kontribusi spin-spin adalah genap atau S adalah
setengah integral jika jumlah spin adalah ganjil.
Perhitungan bilangan kuantum individual untuk spin N adalah:
S = ∑ si, ∑ si – 1, ∑ si – 2, ….
= "N" /"2" , "N" /"2" "-1" , …., "1" /"2" (untuk N ganjil)
= "N" /"2" , "N" /"2" "-1" , …., "1" /"2" (untuk N genap)
Perhitungan untuk sz individual memberikan Sz
Untuk 3 elektron kita dapat memprediksikan sebagai berikut:
Gambar 5.10 Komponen z dari (a) vector momentum angular orbital, (b) vector spin ketika S
setengah-integral, dan (c) vector spin ketika S integral
5.4.3 Total Momentum Angular
Persamaan total momentum orbital L dan total momentum spin S memberikan jumlah total
momentum J yang dapat diperoleh dengan jalan yang sama untuk persamaan l dan s untuk
mendapatkan j untuk elektron tunggal. Persamaan bilangan kuantum J dituliskan sebagai berikut:
J = √("J(J+1)" ) ∙ "h" /"2π"
Akan integral jika S integral dan setengah integral jika S setengah integral. Dalam bilangan
kuantum kita dapat menyebutkan:
J = L+S, L+S-1, …., |L-S|
Dimana nilai positif dari L-S adalah batas terendah. Contoh jika L=2, S= "3" /"2" maka kita
mendapatkan
J = "7" /"2" , "5" /"2" , "3" /"2" , dan "1" /"2"
Dan apabila L=2, S=1 maka nilai dari J adalah:
J = 3, 2, atau hanya 1
2.4.4 Term Simbols
Dalam spektroskopi elektron, term simbol menentukan tingkatan elektron suatu atom (biasanya
multi-elektron), dengan menguraikan bilangan kuantum untuk momentum angular atom tersebut.
Term simbol untuk tingkatan atomik tertentu dinyatakan sebagai berikut : Term simbol =
(_^(2S+1))L_j
Dimana L merupakan total orbital angular momentum, 2S+1 merupakan multiplicity, J
merupakan total angular momentum.
Contoh :
S = 1/2, L = 2; sehingga J = 5/2 atau 3/2 dan 2s+1 = 2. Term simbol : 〖(_^2)D〗_(5⁄2) dan
〖(_^2)D〗_(3⁄2)
Apabila L ≥ S, multiplicity sama dengan banyaknya jumlah perbedaan tingkatan energi.
S = 3/2, L = 1; sehingga J = 5/2, 3/2, 1/2, dan 2S+1 = 4. Term simbols :
〖(_^4)P〗_(5⁄2),〖(_^4)P〗_(3⁄2),〖(_^4)P〗_(1⁄2)
Apabila L < S, hanya ada tiga tingkat energi berbeda, namun demikian masing-masing
dinyatakan sebagai quartet karena 2S+1 = 4 Pada proses sebaliknya apabila diberikan term
simbol untuk tingakatan atom tertentu maka dapat langsung disimpulkan total angular
momentum pada tingkatan tersebut.
〖(_^3)S〗_1 : dapat diketahui bahwa 2S+1 = 3 dan S=1, sehingga L=0 dan J=1
Term simbol hanya menginformasikan total spin, total orbital, dan total momentum tinggi dari
suatu atom secara keseluruhan dan tidak menginformasikan tentang kedudukan elektron individu
dalam atom, ataupun banyaknya kontribusi masing-masing elektron pada suatu atom. Dari
contoh diatas, S = 3/2 menunjukkan bahwa atom mempunyai bilang ganjil pada semua
kontribusi elektronnya, kecuali pada spin yang berpasangan. Nilai L=1 menunjukkan
kemungkinan adanya 1 elektron p atau 1 elektron p dan 2 s, ataupun beberapa kombinasi lainnya
ya memungkinkan.
2.4.5 Spectrum Helium dan Alkali Tanah
Helium memiliki nomor atom 2 sehingga kemungkinan spins pada 2 elektronnya dapat
berpasangan (singlet) dan parallel (triplet). Tetapi berdasarkan aturan pauli, tidak boleh terdapat
dua elektron dalam satu atom dengan empat bilangan kuantum yang sama. Setiap orbital hanya
dapat berisi 2 elektron dengan spin yang berlawanan. Jadi ground state pada Helium adalah
single state, 〖(_^1)S〗_0. Selection rule mengatur transisi antara tingkatan energi elektronik pada
komplek logam transisi, yaitu :
ΔS = 0
ΔL = ±1
ΔJ = 0, ±1
Gambar 5.11 Tingkat energy electron dari atom helium, bersamaan dengan transisi yang
diijinkan.
Keadaan dasar singlet hanya dapat mengalami transisi hanya pada keadaan singlet lainnya.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar, pada saat keadaan 1s^2 〖(_^1)S〗_0 hanya dapat
mengalami transisi menuju keadaan 1〖snp〗^1 P_1. Pada keadaan ^1 P_1 dapat kembali pada
keadaan 〖(_^1)S〗_0 atau dapat mengalami transisi pada keadaan yang lebih tinggi, ^1 D_2.
Sedangkan pada keadaan triplet, karena adanya aturan pauli dalam aturan penempatan orbital,
keadaan energi terendah adalah 1s2s, yang memiliki S = 1, L = 0, dana J = 1 sehingga term
simbol : (_^3)S_1 . Berdasarkan selection rule, transisi hanya terjadi pada keadaan triplet 1 snp
dengan S = 1, L = 1, mempunyai J = 2, 1, atau 0 sehingga transisi yg diperoleh sebagai berikut :
〖(_^3)S〗_1→(_^3)P_2 ,(_^3)P_1 ,(_^3)P_0
Gambar 5.12 Spektrum senyawa triplet yang muncul dari transisi antara tingkat 3P dan 3D pada
atom helium
5.4.6 Ekivalen dan Non-ekivalen elektron; Tingkat Energi Karbon
Tingkat energi terendah pada karbon adalah 1s22s22p2 yang menunjukkan bahwa orbital 1s dan
2s terisi penuh, sementara orbital 2p hanya terisi sebagian. Elektron pada orbital 2p ini yang akan
mengalami transisi spektronik. Dua atau lebih elektron dianggap ekivalen apabila memiliki nilai
yang sama pada n dan l. Sehingga 2 elektron pada orbital 2p dalam suatu konfigurasi elektron
karbon adalah ekivalen (n1=n2=2, l1=l2=1) sementara 1s2s tidak ekivalen (n1≠n2 walaupun
l1=l2). Untuk mengetahui term simbol 2p2 maka digunakan system pendekatan sebagai berikut :
1. Tentukan nilai ML dan Ms
2. Tentukan konfigurasi elektron berdasarkan aturan pauli
3. Buatlah table microstate dan kemudian diisi dengan atomik states yang sesuai
2p2 akan memberikan tiga tingkatan energi yang berbeda 1D, 1S, dan 3P, sehingga tingkatan
energi yang mendekati adalah 3P2, 3P1, dan 3P0. Apabila salah satu elektron pada orbital 2p
mengalami promosi pada orbital 3p maka konfigurasi yang diperoleh 1s22s22p3p. Elektron yang
tereksitasi ini merupakan elektron yang non-ekivalen. Sehingga term simbol untuk konfigurasi
elektron ini adalah 1S, 1P, 1D, 3S, 3P, dan 3D. Untuk elektron non-ekivalen, lebih mudah untuk
langsung menghubungkannya dengan nilai L dan S. Sehingga nilai S1 + S2 = 1 atau 0
bergantung spin elektronnya parallel atau berlawanan, sementara l1 = l2 = 1, dan L = 2, 1, atau 0.
Apabila ditabulasikan nilai L, S dan J bersamaan dengan term simbolnya adalah sebagai berikut :
Gambar 5.14 Energi ikat elektron pada atom bebas hidrogen, litium, dan Fluorin
Jika perlu, garis bahwa menandakan subtingkat dari elektron yang dikeluarkan. Mengikuti
contoh yang menunjukkan kedua notasi untuk bagian kecil yang dipilih.
Term symbol 1S0 2S0 2P1/2 2P3/2
Notasi sinar x K L1 L2 L3
Pada keduanya, spektroskopi fotoelektron sinar x dan spektroskopi fotoelektron ultraviolet
energi kinetik dari elektron yang dikeluarkan diukur menggunakan analiser hemisherical seperti
yang ditunjukkan pada gambar 5.15. Radiasi monokromatik sinar x dan ultraviolet jatuh pada
cuplikan dan elektron yang keluar menembus antara pasangan dari lempengan hemispherical
bermuatan listrik yang bertindak sebagai penyaring energi, memungkinkan elektron hanya dari
energi kinetik tertentu untuk menembus melalui energi tembusnya, E pass. Arus elektron yang
dihasilkan, dihitung melalui pengganda elektron, mengindikasikan jumlah dari elektron yang
keluar dari permukaan dengan energi kinetiknya. Spektrum fotoelektron tersebut adalah alur dari
jumlah elektron yang dipancarkan terhadap energi kinetiknya.
Gambar 5.16 (a) spektra gas argon fotoelektron sinar X dan (b) ultraviolet. (c) tingkat energi dari
keadaan puncak (a) dan (b) dalam spektra.
Gambar 5.16 menunjukkan bagian dari spektra spektroskopi fotoelektron sinar x dan
spektroskopi fotoelektron ultraviolet dari argon dengan ilustrasi terkait dengan tingkat energinya.
Jumlah dari puncak diobservasi yang merupakan sifat dari Ar+ hasil dari perpindahan dari
elektron tunggal dari setiap tingkat yang berbeda. Contohnya, elektron berpindah dari orbital 2p
meninggalkan konfigurasi belakangnya 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6, karena kombinasi yang mungkin
dari nilai l dan s, menghasilkan dua tingkat energi yang sedikit berbeda, 2P3/2 dan 2P1/2. 2P3/2
sedikit lebih tinggi dalam energinya sehingga ketika keadaannya terbentuk, kepergian elektron
membawa energi kinetik yang sedikit lebih kecil. Splitting j ini dapat terlihat yang menimbukan
dua puncak dalam spektra.
Kemungkinan dari keluarnya elektron dari tingkat energi tertentu akan jelas didasarkan pada
jumlah elektron semula pada level tersebut, yaitu pada degenerasinya. Di bawah kondisi operasi
ideal, area dibawah puncak spektroskopi fotoelektron diukur dari degenerasinya. Perbandingan
dari total area dibawah puncak dihasilkan dari eksitasi dari elektron 3s dan 2p pada gambar 5.16
yang menunjukkan rasio sekitar 1:3, seperti yang diharapkan ( dua elektron pada 3s dan enam
pada 2p). Hal ini juga terlihat dari formasi pada 2P1/2, ini disebabkan setiap tingkat memiliki
degenerasi dari 2J+1, yaitu 4 untuk 2P3/2 dan 2 untuk 2P1/2.
Dalam bab ini kita akan lebih memperhatikan tentang dua jenis energy elektronik. Pertama,
energi posisi, yaitu energi yang timbul dari interaksi antara electron-elektron dan inti serta
interaksi antara elektron dan elelktron lain di dalam atom yang sama. Energi ini dapat dijabarkan
dalam bentuk nilai kuantum n dan l, meski seperti yang telah kita bahas, agak kurang presisi,
yaitu dengan menggambar diagram tingkat energi. Kedua, energi dari gerakan /motion, yaitu
energi yang timbul dari penjumlahan orbital dan spin momentum dari elektron-elektron di dalam
atom yang bergantung pada nilai l dan s di tiap elektronnya dan cara bagaimana mereka
terpasangkan. Hal ini memberi peningkatan pada struktur baku dari garis spektroskopis seperti
yang sudah dibahas.
Momentum angular dapat dianggap timbul ketika ada gerakan fisik elektron pada inti dan, karena
elektron-elektron teraliri listrik, gerakan tersebut merupakan arus listrik yang bersirkulasi dan
karenanya menjadi sebuah medan magnet. Medan ini memang dapat dideteksi, dan interaksinya
dengan medan eksteriorlah yang menjadi subyek bagian ini. Kita dapat mewakilkan medan
momentum angular dengan vektor μ (dipol magnetik dari atom) dan itu menunjukkan bahwa μ
adalah berbanding lurus dengan momentum angular J dan memiliki arah yang sama. Jika
elektron dianggap sebagi sebuah poin dari massa M dan muatan e, maka kita harus:
µ = - e/2m J JT-1
(disini kita menggunakan unit SI tentang medan magnet, Tesla (T), yangsetara dengan 10000
Gauss di dalam unit electromagnet) Namun, mekanika quantum menunjukkan bahwa elektron
bukanlah sebuah titik bermuatan dan yan g lebih tepat untuk menunjukkan M adalah:
µ = - ge/2m J = - ge/2m √(J(J+1)) h/2π JT-1
Dimana g adalah factor nilai/angka murni, yang disebut factor pemisahan/pembagi Lande. Faktor
ini bergatung pada keadaan elektron di dalam atom dan diberikan:
g= 3/2+ (S(S+1)- L(L+1))/(2J(J+1))
Secara umum g berkisar antara 0 dan 2.
Sekarang mari kita ingat kembali (cf. Eq. (5.13) untuk satu elektron) dimana J dapat memiliki
baik komponen integral atau separuh integral pada sepanjang arah referensi tergantung pada
apakah J merupakan bilangan kuantum integral atau separuh integral. Gambar 5.17 (a)
menunjukkan hal ini untuk sebuah keadaan dimana J = 3/2, 2J+1 komponen yang telah diberikan
secara umum sebagai:
Jz = J, J-1,…, 1/2 atau 0, … , -J
Untuk lebih lanjutnya, karena μ proporsional dengan J, μ juga akan mempunyai komponen
dalam arah ≠ yang diberikan oleh:
µz = - ge/2m h/2π Jz
hal ini ditunjukkan diagram pada gambar, 5,17 (b). jika saat ini medan eksternal diterapkan pada
atom, sehingga sebelumnya menentukan arah ≠ yang berubah-ubah, μ magnetic dipole atom
akan berinteraksi dengan medan listrik ke tingkat yang tergantung pada komponen dalam arah
medan. Jika kekuatan medan yang digunakan adalah Bz maka tingkat interaksi hanya μzBz;
E = μzBz = -heg/4πm Bz J Interaksi =
dalam persamaan ini kita telah menyatakan interaksi sebagai ∆E karena penerapan medan
memisahkan kemerosotan tingkat energi asli yang sesuai dengan nilai-nilai 2J +1 dari Jz menjadi
2J + 1 tingkat energi yang berbeda. Ini ditampilkan untuk J = 3/2 pada Gambar. 5.17 (c).
Pemisahan ini, atau penerapan pencabutan degenerasi pada medan magnet luar, disebut efek
Zeeman sebagaimana nama penemunya.
Pemisahan energi yang terjadi sangat kecil, sedangkan he/4𝜋m faktor Persamaan. (5.31), yang
juga dikenal sebagai magneton Bohr, memiliki sebuah nilai 9,27 x 10-24 JT-1, dengan demikian
untuk g = 1, dan untuk medan Bz satu tesla (yaitu 10000 gauss), energi interaksi hanya beberapa
10-23 joule, yang pada gilirannya adalah urutan 0,5 cm-1. Pembelahan kecil ini, tentu saja,
tercermin dalam pemecahan transisi spektral yang diamati ketika medan magnet diterapkan pada
atom. Untuk membahas efek pada spektrum kita perlu satu aturan seleksi selanjutnya: Jz = 0, ±
1
Mari kita pertimbangkan garis doublet dalam spektrum natrium yang telah dihasilkan, seperti
yang telah kita bahas di Sec. 5.3.2, dengan transisi antara keadaan-keadaan 2S1/2 dan 2P1/2 dan
keadaan 2P3/2. Ketika medan Bz diterapkan pada atom, dimana 2S1/2 dan 2P1/2 keadaan
keduanya terbelah menjadi dua (sejak J = ½, 2J+1=2), sedangkan 2P3/2 dibagi menjadi empat.
Tingkat pemisahan (Persamaan (5.31)) sebanding dengan faktor g di keadaan masing-masing
dan, dari Persamaan. (5.28), kita dengan mudah dapat menghitung:
2S1/2: S = ½, L = 0, J = ½, hence g = 2
2P1/2: S = ½, L = 1, J = ½, hence g = 2/3
2P2/3: S = ½, L = 1, J = 3/2, hence g = 4/3
dan kita melihat bahwa tingkat 2S1/2, 2P1/2, dan 2P2/3 dibagi dalam rasio 3 : 1 : 2. Kami
menunjukkan situasi pada Gambar. 5.18. Pada bagian kiri dari gambar kita melihat tingkat energi
dan transisi sebelum medan Bz diterapkan, tingkat yang tidak dapat dipisah dan spektrum adalah
sebuah doublet sederhana. Di sebelah kanan kita melihat efek dari medan yang diterapkan.
Spektrum menunjukkan bahwa garis aslinya karena 2P1/2 menghilang dan digantikan oleh
empat baris baru,transisi 2S1/2 2P3/2 digantikan oleh enam baris baru.sedangkan transisi
2S1/2 Efek dijelaskan di atas biasanya disebut sebagai anomali efek Zeeman. Pada
kenyataannya, sebagian besar atom menunjukkan efek dalam bentuk ini. Efek Zeeman yang
normal berlaku untuk transisi antara keadaan singlet saja (misalnya transisi elektron dalam atom
helium ditampilkan pada sebelah kiri Gambar. 5.11). Untuk keadaan singlet kita miliki:
2S + 1 = sebab S = 0
maka:
J = L dan g = 1
dengan demikian pemisahan antara semua tingkat singlet adalah identik untuk bidang yang
diterapkan dan spektrum Zeeman terkait jauh disederhanakan.
Secara umum, efek Zeeman dapat memberikan informasi yang sangat berguna tentang keadaan-
keadaan elektronik dari atom. Pertama, jumlah baris di mana setiap transisi menjadi terpisah
pada medan yang diterapkan tergantung pada nilai J dari keadaan-keadaan antar transisi yang
timbul. Selanjutnya nilai g, disimpulkan dari pemisahan untuk penerapan medan yang telah
diketahui, memberikan informasi tentang nilai-nilai L dan S dari elektron yang mengalami
transisi. Kemudian, secara keseluruhan, simbol istilah untuk keadaan berbagai atom dapat
disimpulkan dengan eksperimen Zeeman. Dengan cara ini semua rincian keadaan atom, simbol
istilah, dll, yang dibahas di atas, telah teruji di dalam eksperimen.
3.1 KESIMPULAN
1. atom hidrogen adalah contoh dari sistem pusat-force (sistem dua partikel di mana energi
potensial hanya bergantung pada jarak antara dua partikel).
2. Persamaan Schrödinger untuk atom hidrogen dapat dipisahkan menjadi satu persamaan
untuk gerak pusat massa dan satu persamaan untuk gerak elektron relatif terhadap inti.
4. eigen energi untuk gerak relatif adalah sama seperti dalam teori Bohr.
5.kuadrat dari momentum sudut orbital dari elektron dan satu komponen dari momentum
sudut ini dapat memiliki nilai-nilai diprediksi jika atom hidrogen dalam keadaan yang
sesuai ke eigenfunction energi. Nilai-nilai momentum sudut yang berbeda dari teori Bohr.
6.Elektron memiliki momentum sudut intrinsik (spin) selain momentum sudut gerak orbital.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, I. 2003 .Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri Derivatif.
Logika, Vol. 9(10). Jakarta.
Fatimah, syamsul dkk, 2009. “Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium Menggunakan
Spektrofotometer Uv-Vis”. Seminar Nasional V Sdm Teknologi Nuklir . Yogyakarta
Hendayana, S. Kadarohman, A. Sumarna, A. dan Supriatna, A. 1994 . Kimia Analitik Instrumen,
edisi ke-1. IKIP Press. Semarang.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Alih bahasa: Saptorahardjo. Universitas
Indonesia Press. Jakarta Pavia,
D. L., Lampman, G. M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J. R. 2009.Introduction to Spectroscopi.
Sauders College: Philladelphia.
Santoni, A. 2009. „Elusidasi Struktur Senyawa Metabolit Sekunder Kulit Batang Surian (Toona
sinensis) Meliaceae dan Uji Aktivitas Insektisida.‟ Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Andalas: Padang.