Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN MATA KULIAH

MANAJEMEN OPERASIONAL II

“Just In Time and Lean Production”

Disusun Oleh :

USENG LIENARDO A021171013

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
1. Just In Time
Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi yang dirancang untuk mendapatkan
kualitas, menekan biaya, dan mencapai waktu penyerahan yang harus seefisien mungkin
dengan menghapus seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi
sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang maupun jasa) sesuai
kehendak konsumen dengan tepat waktu. Untuk mencapai sasaran dari sistem ini,
perusahaan memproduksi hanya sebanyak jumlah yang dibutuhkan/diminta konsumen dan
pada saat dibutuhkan sehingga dapat mengurangi biaya pemeliharaan maupun menekan
kemungkinan kerusakan atau kerugian akibat menimbun barang.
Berdasarkan makna dari JIT tersebut, sehingga JIT juga dapat diaplikasikan dalam
bidang jasa. Semua teknik JIT dalam hubungannya dengan para pemasok, tata letak,
persediaan dan penjadwalan digunakan dalam sektor jasa.
Aplikasi prinsip JIT di bidang jasa tidak berbeda dengan apa yang dilakukan dalam
bidang industri manufaktur. Beberapa contoh bagian dari industri jasa yang sudah sukses
mengaplikasikan JIT adalah:
 Membuat penjadwalan yang tepat, sehingga tidak terjadi antrian atau konsumen
yang terlalu lama menunggu untuk mendapatkan pelayanan.
 Menggunakan tenaga kerja yang multifungsi sehingga kecepatan respon terhadap
kebutuhan layanan yang dibutuhkan konsumen juga meningkat.
 Perbaikan pada lokasi layanan yang berkaitan dengan kebersihan atau penataan
tempat yang efektif.

2. Prinsip Dasar Just In Time ( JIT )


Untuk mengaplikasikan metode JIT maka ada delapan prinsip yang harus dijadikan dasar
pertimbangan di dalam menentukan strategi sistem produksi, yaitu:
a. Berproduksi sesuai dengan pesanan Jadual Produksi Induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan produk menunggu
setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah tertentu masuk. Tujuan
utamanya untuk memproduksi finished goods tepat waktu dan sebatas pada jumlah
yang ingin dikonsumsikan saja (Just in Time), untuk itu proses produksi akan
menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan secepatnya dikirim ke pelanggan yang
memerlukan untuk menghindari terjadinya stock serta untuk menekan biaya
penyimpanan (holding cost).
b. Produksi dilakukan dalam jumlah lot (Lot Size)
Yang kecil untuk menghindari perencanaan dan lead time yang kompleks seperti
halnya dalam produksi jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa
dilakukan, karena hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan permintaan
pasar.
c. Mengurangi pemborosan (Eliminate Waste)
Pemborosan (waste) harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada. Semua
pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam kerja mesin atau orang, dan
lain-lain) tidak boleh melebihi batas minimal yang diperlukan untuk mencapai target
produksi.
d. Perbaikan aliran produk secara terus menerus
(Continous Product Flow Improvement) Tujuan pokoknya adalah menghilangkan
proses-proses yang menimbulkan bottleneck dan semua kondisi yang tidak produktif
(idle, delay, material handling, dan lain-lain) yang bisa menghambat kelancaran aliran
produksi.
e. Penyempurnaan kualitas produk (Product Quality Perfection)
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just in Time dalam sistem produksi.
Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “Zero Defect” dengan cara
melakukan pengendalian secara total dalam setiap langkah proses yang ada. Segala
bentuk penyimpangan haruslah bisa diidentifikasikan dan dikoreksi sedini mungkin.
f. Respek terhadap semua orang/karyawan (Respect to People)
Dengan metode Just in Time dalam sistem produksi setiap pekerja akan diberi
kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil keputusan apakah
suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan karena dijumpai adanya
masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
g. Mengurangi segala bentuk ketidak pastian (Seek to Eliminate Contigencies)
Inventori yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi demand yang berfluktuasi
dan segala kondisi yang tidak terduga, justru akan berubah menjadi waste bilamana
tidak segera digunakan. Begitu pula rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar
secara tidak terkendali seperti halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek
akan menyebabkan terjadinya pemborosan bilamana tidak dimanfaatkan pada
waktunya. Oleh karena itu dalam perencanaan dan penjadualan produksi harus bisa
dibuat dan dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan
ketidakpastian harus bisa dieliminir dan harus sudah dimasukkan dalam pertimbangan
dan formulasi model peramalannya.

Ketujuh prinsip pelaksanaan Just in Time dalam sistem produksi di atas bukanlah suatu
komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka waktu pendek, melainkan harus
dibangun secara berkelanjutan dan merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek, ada kemungkinan aplikasi Just in Time dalam sistem produksi justru
akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses terbentuknya kurva belajar.

3. Manfaat Just In Time


 Waktu set-up gudang dapat dikurangi. Mengatur waktu secara signifikan berkurang
dalam gudang yang akan memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan bottom line
mereka untuk melihat lebih banyak waktu efisien dan fokus menghabiskan di daerah
lain.
 Aliran barang dari gudang ke produksi akan meningkat. Beberapa pekerja akan fokus
pada daerah pekerjaannya untuk bekerja secara cepat. Arus barang dari gudang ke rak
ditingkatkan. Memiliki karyawan difokuskan pada area-area tertentu dari sistem akan
memungkinkan mereka untuk proses barang lebih cepat daripada harus mereka rentan
terhadap kelelahan dari melakukan terlalu banyak pekerjaan sekaligus dan
menyederhanakan tugas-tugas di tangan.
 Pekerja yang menguasai berbagai keahlian digunakan secara lebih efisien. Karyawan
yang memiliki multi-keterampilan yang digunakan lebih efisien. Hal ini akan
memungkinkan perusahaan untuk menggunakan pekerja dalam situasi di mana mereka
dibutuhkan bila ada kekurangan pekerja dan permintaan yang tinggi untuk produk
tertentu.
 Penjadwalan produk dan jam kerja karyawan akan lebih konsisten. Konsistensi yang
lebih baik dari penjadwalan dan konsistensi dari jam kerja karyawan yang mungkin.
Hal ini dapat menghemat uang perusahaan dengan tidak harus membayar pekerja untuk
pekerjaan tidak selesai atau bisa minta mereka fokus pada pekerjaan lain di sekitar
gudang yang belum tentu dilakukan pada hari normal.
 Adanya peningkatan hubungan dengan suplyer. Peningkatan penekanan pada hubungan
pemasok / suplyer dicapai. Tidak ada perusahaan yang ingin istirahat dalam sistem
persediaan mereka yang akan menciptakan kekurangan pasokan sementara tidak
memiliki persediaan duduk di rak-rak. Persediaan terus sekitar jam menjaga pekerja
produktif dan bisnis terfokus pada omset. Memiliki manajemen berfokus pada
pertemuan tenggat waktu akan membuat karyawan bekerja keras untuk memenuhi
tujuan perusahaan untuk melihat manfaat dalam hal kepuasan kerja, promosi atau lebih
tinggi bahkan membayar.
 Perputaran Persediaan. Kecepatan dengan perputaran terjadi melibatkan sumber daya
perusahaan cair: tunai, akan ada peningkatan laba bersih. Semakin pendek selang waktu
antara penerimaan bahan baku dan penggabungan dari mereka dalam proses
manufaktur, semakin besar profitabilitas. Filosofi persediaan diputar pada merancang
sistem persediaan yang sempurna memadukan dasar-dasar meminimalkan biaya dan
memaksimalkan keuntungan. Fundamental ini adalah laki-laki, material dan mesin
sering disebut 3ms operasi manufaktur atau persediaan, jika hasil seimbang baik dalam
filsafat JIT bisa diterapkan.

4. Perbandingan Sistem Manajemen JIT dan Tradisional

JIT TRADISIONAL
1. Sistem tarikan 1. Sistem dorongan
2. Persediaan tidak signifikan 2. Persediaan signifikan
3. Basis pemasok sedikit 3. Basis pemasok banyak
4. Kontrak jangka panjang dengan pemasok 4. Kontrak jangka pendek dengan pemasok
5. Pemanufakturan berstruktur seluler 5. Pemanufakturan berstruktur departemen
6. Karyawan berkeahlian ganda 6. Karyawan terspesialisasi
7. Jasa terdesentralisasi 7. Jasa tersentralisasi
8. Keterlibatan karyawan tinggi 8. Keterlibatan karyawan rendah
9. Gaya manajemen sebagai penyedia 9. Gaya manajemen sebagai pemberi
fasilitas perintah
10. Total quality control (TQC) 10. Acceptable quality level (AQL)

1. Sistem tarikan dibanding sistem dorongan


Sistem tarikan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas permintaan
konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh dalam
perusahaan pemanufakturan permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan aktivitas pembelian.
System dorongan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar dorongan
aktivitas-aktivitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian
mendorong aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas penjualan.
2. Persediaan tidak signifikan dibanding persediaan signifikan
Karena JIT menggunakan system tarikan maka dapat mengurangi persediaan menjadi
tidak signifikan atau sangat sedikit dan bahkan mencita-citakan nol. Sebaliknya, dalam
system tradisional, karena menggunakan system dorongan maka persediaan jumlanya
signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli melebihi kebutuhan produksi,
jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen dan perlu adanya
persediaan penyangga. Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan konsumen
melebihi jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk produksi melebihi
jumlah bahan yang dibeli.
3. Basis pemasok sedikit dibanding basis pemasok banyak
JIT hanya menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi atau
mengeliminasi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan yang
bermutu tinggi dan berharga murah. Sedangkan system tradisioanl menggunakan
banyak pemasok untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, tapi
akibatnya banyak aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dan untuk memperoleh harga
yang lebih murah harus dibeli bahan dalam jumlah yang banyak atau mungkin dengan
mutu yang rendah.
4. Kontrak jangka panjang dibanding kontrak jangka pendek
JIT menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna
membangun hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih
pemasok yang memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman
tepat waktu dan tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan. Sedangkan
tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak pemasok
sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam jumlah yang banyak atau
mungkin mutunya rendah.
5. Struktur seluler dibanding struktur departemen
Struktur seluler dalam JIT adalah pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga,
biasanya kedalam struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel tertentu
dapat digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga produk
tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada dasarnya merupakan pabrik
mini atau pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler ini dapat mengeliminasi
aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai tambah. Sedangkan struktur departemen
dalam system departemen adalah struktur pengolahan produk melalui beberapa
departemen produksi sesuai dengan tahapan-tahapannya dan memerlukan beberapa
departemen jasa yang memasok jasa bagi departemen produksi. Akibatnya struktur
departemen menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan biaya-biaya tidak bernilai
tambah dalam jumlah besar.
6. Karyawan berkeahlian ganda dibanding karyawan terspesialisasi
System JIT yang menggunakan system tarikan waktu “bebas” harus digunakan oleh
karyawan struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam
berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan pencegahan,
reparasi, setup, inspeksi mutu. Sedangkan pada system tradisional system karyawan
terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya misalnya departemen produksi
atau departemen jasa. Karyawan pada departemen jasa terspesialisasi pada aktivitas
penangan bahan, listrik, reparasi, dan pemeliharaan, karyawan pada departemen
produksi terspesialisasi pada aktivitas pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan,
dan penyempurnaan.
7. Jasa terdesentralisasi dibanding jasa tersentralisasi
System tradisional mendasarkan pada system spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi
pada masing-masing departemen jasa. Sedangkan pada system JIT jasa terdesentralisasi
pada masing-masing struktur seluler, para karyawan selain selain ditugaskan untuk
berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa yang secara langsung
mendukung produksi si struktur selulernya.
8. Keterlibatan tinggi dibanding keterlibatan rendah
Dalam system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relative rendah
karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan dalam system
JIT manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara
melibatkan mereka atau member peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam
manajemen organisasi. Menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan
keterlibatan karyawan dapat meningkatkan produktviitas dan efisiensi biaya secara
menyeluruh. Para karyawan dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai
bagaimana pabrik beroperasi.
9. Gaya pemberi fasilitas dibanding gaya pemberi perintah
System tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan karena
fungsi utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Sedangkan pada system JIT memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapt
diberdayakan, maka gaya maanjemen yang cocok adalah sebagai fasilitator dan
bukanlah sebagai pemberi perintah.
10. TQC dibanding AQL
TQC (Total Quality Control) dalam JIT adalah pendekatan pengendalian mutu yang
mencakup seluruh usaha secara berkesinambungan dan tiada akhir untuk
menyempurnakan mutu agar tercapai kerusakan nol atau bebas dari kerusakan. Produk
rusak haruslah dihindari karena dapat mengakibatkan penghentian produksi dan
ketidakpuasan konsumen. AQL (Accepted Quality Level) dalam system tradisional adalah
pendekatan pengendalian mutu yang memungkinkan atau mencadangkan terjadinya
kerusakan namun tidak boleh melebihi tingkat kerusakan yang telah ditentukan
sebelumnya.

5. Lean

Lean Manufacturing atau Lean Production atau dikenal sebagai Lean, merupakan metode
optimal untuk memproduksi barang melalui peniadaan waste (pemborosan) dan penerapan
flow (aliran), sebagai ganti batch dan antrian. Lean adalah filosofi manajemen proses yang
berasal dari Toyota Production System (TPS), yang terkenal karena menitikberatkan pada
peniadaan seven waste dengan tujuan peningkatan kepuasan konsumen secara keseluruhan.

Karakteristik dari lean meliputi struktur lantai produksi yang aktif melakukan
pemecahan masalah dengan penerapan kaizen dan continuous improvement, serta pelaksanaan
lean manufacturing melalui tingkat inventory yang rendah, manajemen kualitas yang
mengutamakan tindakan preventive (pencegahan) dibandingkan tindakan corrective
(perbaikan), penggunaan pekerja yang sedikit, ukuran lot yang kecil serta penerapan konsep
Just in Time (JIT).

a. Prinsip Lean Manufacturing


1. Prinsip Medefinisikan Nilai Produk
Mendefinisikan Nilai suatu produk berdasarkan pandangan dan perspektif pelanggan
melalui konsep QCDS + PME (Quality Cost Delivery, Service + Productivity,
Motivation and Environment)
Dalam prinsip peng-definisian Nilai suatu produk, perlu melakukan proses Value
Stream identification yaitu melakukan identifikasi terhadap Nilai-nilai yang
terkandung dalam aliran proses mulai dari Supplier (pemasok) sampai ke Customer
(pelanggan). Dari Identifikasi aliran proses tersebut kita dapat mengetahui mana proses
atau pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah pada produk dan kepuasan
pelanggan.
2. Prinsip Menghilangkan Pemborosan
Pemborosan adalah suatu pekerjaan ataupun proses yang tidak memberikan Nilai
Tambah terhadap produk dan kepuasan pelanggan. Untuk lebih jelasnya anda dapat
melihat artikel 7 Waste yang harus dihindari dalam Produksi.
3. Prinsip Pendukungan Karyawan
Memberikan pengetahuan tentang alat-alat (tools) yang diperlukan untuk melaksanakan
Lean Manufacturing dan pelatihan yang memadai kepada karyawan-karyawati dalam
perusahaan. Hal ini dikarenakan Karyawanlah yang merupakan orang yang langsung
berhadapan dengan pekerjaan penerapan Lean Manufacturing dan merekalah yang
menjalankan operasional harian produksi dalam suatu industri.

b. Strategi Lean Manufacturing


1. Pull System Strategy (Strategi Sistem Tarik)
Yaitu Sistem penarikan material saat diperlukan saja, tujuan dari Pull system ini adalah
untuk meningkatkan fleksibilitas dan dapat merespon dengan cepat kebutuhan
pelanggan serta menghindari pemborosan yang akan terjadi.
2. Quality Assurance Strategy (Strategi Penjaminan Kualitas)
Dalam Lean Manufacturing, Kualitas adalah dibangun dalam proses produksinya.
Dengan kata lain, produksi sendirilah yang harus menjamin kualitas produk itu sendiri.
Beberapa Teknik dan metodologi yang dapat dipakai dalam menjamin kualitas dalam
produksi diantaranya adalah Metodologi Six Sigma dan Konsep dasar Kualitas yaitu
Jangan Menerima barang Reject, Jangan Membuat Reject dan Jangan melewatkan
Reject.
3. Plan Layout & Work assignment Strategy (Strategi Perencanaan Layout & Pembagian
Tugas)
Yaitu strategi dalam merencanakan Layout produksi agar dapat mengurangi
pemborosan (waste) dalam proses serta pembagian tugas yang jelas pada masing-
masing prosesnya.
4. Continous Improvement (KAIZEN) Strategy (Strategi Peningkatan yang
berkesinambungan)
Melakukan perbaikan dan peningkatan terhadap proses secara terus menerus dalam
segala aspek seperti mengurangi pemborosan (waste), meningkatkan keselamatan kerja
ataupun pengurangan biaya produksi. Kebudayaan Kaizen (Peningkatan yang
berkesinambungan) ini harus diterapkan ke semua level karyawan di perusahaan.
5. Decision Making Strategy (Strategi Pengambilan Keputusan)
Pengambilan Keputusan yang benar merupakan hal yang sangat penting dalam
menjalankan peningkatan proses yang terus menerus. Contohnya Keputusan-keputusan
dalam mengubah Layout produksi, penggunaan peralatan kerja maupun penentuan
pembagian tugas. Pengambilan keputusan yang dianjurkan dalam Lean Manufacturing
adalah pengambilan keputusan secar mufakat yang artinya dapat didukung oleh semua
pihak yang berkaitan dengan penerapan Lean Manufacturing dalam suatu Industri.
6. Supplier Partnering Strategy (Strategi kerjasama dengan Pemasok)
Supplier atau pemasok merupakan salah satu pihak yang terpenting dalam memberikan
dukungan dalam menjalankan Lean Manufacturing disebuah perusahaan seperti
memberikan dukungan dalam pengiriman yang tepat waktu, menyediakan material
(bahan produksi) yang berkualitas tinggi atau bebas dari kerusakan. Supplier
(pemasok) harus dianggap sebagai bagian dari perusahaan yang menerapkan Lean
Manufacturing sehingga diperlukan pengembangan dan pelatihan terhadap suppliernya.

Daftar Pustaka

Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi Edisi 9 Buku 2. Jakarta: Salemba
Empat

Anda mungkin juga menyukai