OLEH
BELLA OKTAVIA
NIM. 101814253023
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang kompleks, tidak hanya
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan
tempat pendidikan dan pelatihan kedokteran. Selain berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif, rumah sakit juga disebut sebagai
tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang sangat besar, potensi bahaya
tersebut tidak hanya karena penyakit infeksi saja, kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja juga menjadi ancaman yang dapat menganggu
keselamatan dan kesehatan kerja (Depkes, 2009).
Undang-undang Nomor 36 pasal 164 (1) tahun 2009 tentang
kesehatan menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi tenaga kerja agar dapat hidup sehat dan bebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Berdasarkan
data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu pekerja di dunia
meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami
sakit akibat kerja. Selain itu, hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26
provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja
ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan jumlah 428.244 kasus (Depkes, 2014). Kejadian kasus penyakit
akibat kerja terus saja meningkat tiap tahunnya, salah satunya penyakit akibat
kerja di rumah sakit. Rumah sakit memiliki berbagai instalasi yang memiliki
potensi bahaya tinggi, mulai dari instalasi binatu, instalasi farmasi, instalasi
gizi, laboratorium kedokteran forensik, steam boiler, dan gudang B3.
Sebuah penelitian yang dilakukan Mehta A, Rodrigues C dkk pada
tahun 2010 menemukan bahwa dari 342 kasus Needle Stick injury yang
dialami petugas kesehatan di sebuah pelayanan kesehatan didapati 37 kasus
yang seropositif; 13 kasus terkena HIV, 15 kasus terkena HCV, sembilan kasus
untuk HBV. Data penyebab luka akibat jarum suntik yaitu Enam puluh enam
luka tajam melalui kantong sampah, 43 luka terjadi selama pemberian infus,
41 kasus selama pemberian injeksi, 35 kasus selama jarum recapping, 32 kasus
selama pengambilan sampel darah, 27 kasus selama pemantauan gula darah
acak (GDA), 24 dari instrumen OT, 17 kasus saat pembuangan jarum suntik,
16 kasus saat menggunakan pisau bedah, 7 kasus selama penjahitan dan 34
kasus dari sumber-sumber lain-lain.
Munculnya kejadian kasus diatas disebabkan banyak hal salah satunya
adalah pelaksanaan upaya K3 yang belum optimal sehingga para tenaga kerja
di rumah sakit (maupun pengunjung rumah sakit) tidak menyadari besarnya
potensi kecelakaan kerja dan penyakit kerja yang dapat mereka alami di rumah
sakit. Agar K3 di rumah sakit dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak
manajemen perlu memahami dan menerapkan berbagai hal yang terkait
dengan K3. Dengan penerapan K3 yang baik dan benar tersebut maka berbagai
PAK dan KAK dapat diminimalisasi, produktivitas pekerja dapat ditingkatkan
dan pada akhirnya dapat meningkatkan profit bagi Rumah Sakit. Salah satu
cara efektif menuju penerapan K3 RS yang baik adalah dengan sosialisasi
program K3 (Setiadi dkk, 2010). Pada makalah ini akan di bahas lebih lanjut
mengenai sosialisasi K3 di rumah sakit sebagai bagian dari upaya kesehatan
dan keselamatan kerja.
B. Tujuan
1) Apa yang dimaksud dengan sosialisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit ?
2) Bagaimana teknik sosialisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit ?
C. Manfaat
1) Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan sosialisasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit ?
2) Dapat mengetahui bagaimana teknik sosialisasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit ?
BAB II
PEMBAHASAN
3. Pengembangan (Development )
Pengembangan budaya k3 rumah sakit dilakukan dengan pendampingan
oleh staf ahli yang diberi wewenang untuk memberikan pengarahan bagi
staf atau tenaga kerja lainnya. Dalam metode pengembangan ini dua
elemen yang sangat berpengaruh yaitu
a) Keterlibatan dalam tim K3
b) Sebagai fasilitator K3
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi sangat penting, karena evaluasi bertujuan untuk
mengoreksi apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan
perencanaan yang sudah dibuat. Dengan melihat kesesuaian pelaksanaan
kegiatan dan perencanaan, akan didapat hal positif atau negatifnya
berdasarkan hasil evaluasi. Hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan
untuk lebih menigkatkan kualitas kegiatan yang akan diadakan. Evaluasi
juga digunakan sebagai perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (Tayipnapis, 1989). Selain itu, evaluasi juga dapat
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan yang akan
dilakukan.
MATERI SOSIALISASI
A. Pengertian PPI dan HAIs
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah suatu upaya kegiatan
untuk mencegah, meminimalkna kejadian infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya yang meliputi pengkajian, perencanaan,pelaksanaan dan
evaluasi
2. Healthcare Assosiated infection (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatanb lainnya, dimmana pada saat masuk tidak ada infeksi atau
tidak masa inkubasi, termasuk infeksi didapat dari rumah sakit tapi
muncul setelah pulang dan juga infeksi pada petugas karena
pekerjaannya.
B. Cuci Tangan
1. Pengertian Cuci Tangan (hand hygiene) adalah tindakan membersihkan
tangan dengan tepat dan benar yang dapat dilakukan dengan:
a. Melakukan cuci tangna dengan Handrub dengan cairan cairan
berbasis alcohol,dilakukan bila tangan tidak tampak kotor. Cuci
tangan menggunakan handrub dilakukan selama 20-30 detik.
b. Mencuci tangan dengan sabun dan air, bila tangan tampak atau
terasa kotor, terkontaminasi dengan darah maupun cairan tubuh, dan
bila berpotensi membentuk spora kuman. Cuci tangan menggunakan
sabun dan air dilakukan selama 40-60 detik.
2. Indikasi Kebersihan Tangan
a. Five Moment untuk cuci tangan
C. Etika Batuk
Pengertian batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh di saluran
pernafasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau raksi tubuh terhadap
iritasi di tenggorokan karena adanya lender, makanan, debu, asap dan
sebagainya
Etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara
menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju shingga bakteri
tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.
D. Penggunaan APD
a. Pengertian Alat Perlindung Diri (APD) adalah Peralatan/pakaian khusus
yang digunakan oleh petugas untuk perlindungan diri dari agen infeksi.
(OSHA,CDC)
b. Area Penggunaan Alat Perlindung diri
1. Area perawatan pasien isolasi APD terdiri dari
- Masker bedah dan N95
- Sarung Tangan
- Apron
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
2. Area Rawat Inap
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
3. Area Radiologi
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
4. Area Laboratorium
- Masker
- Sarung Tangan
- Gaun
5. Area Bersalin
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
6. Area ICU
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
7. Area IGD
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung jika perlu
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
8. Area Unit Bedah
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
- Apron pelindung Radiasi
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu
9. Poliklinik
- Masker
- Sarung tangan
- Apron Jika perlu
- Google jika perlu
- Sepatu
10. Area Gizi
- Masker
- Topi
- Sarung tangan plastic bersih
- Sepatu
- Apron kedap air
11. Area Fisoterapi
- Masker
- Sarung Tangan Bersih
- Sepatu
12. Area Laundry
- Maskere
- Topi
- Apron Kedap air
- Sarung Tangan Rumah Tangga
- Sepatu pelindung/Boot
- Google jika perlu
13. Farmasi/Ruangan Pengoplosan Obat
- Masker
- Sarung tangan
- Apron kedap air
- Sepatu
- Topi
14. Petugas Sanitasi Perawatan
- Masker
- Sarung tanga rumah tangga
- Sepatu pelindung/boot
- Google jika perlu
15. Petugas Sanitasi di taman
- Sarung tangan rumah tangga
- Sepatu boot
16. Petugas Sanitasi Pengolahan Limbah
- Masker
- Sarung Tangan Rumah Tangga
- Google
- Sepatu boot
E. Pengolahan Limbah
1. Limbah tajam
Limbah tajam di masukan ke dalam safety box (ampulan, spuit, mess,
abocat, jarum syringe)
2. Limbah Infeksius
Limbah infeksius di masukan ke kantung plastic berwarna kuning.
Macam-macam limbah infeksius Dressing (pembalut/pakaian), sponge
(spone/Penggosok), masker disposable, handscoon, cateter, popok, dan
underpad, bottle infus, drainase set, kantong kolostomy.
3. Limbah non infeksius
Limbah non infeksius di masukan ke kantung plastic hitam. Macam-
macam sampah non infeksius : kertas, bungkus plastic,kertas obat, sisa
makanan, bungkus makanan, tissue yang tidak tercemar cairan tubuh.
4. Limbah kering dari dapur
Menggunakan kantung plastic hitam, serta tempat sampah organic dan
non organik
F. Penanganan Sterilisasi
Cara membersihkan alat terkontaminasi
Larutkan Alkazyme satu schet di campur dengan 5 liter air kemudian
rendam alat selama 10 menit sampai alat terendam semua lalu bilas alat dan
keringkan kemudian alat di steril di CSSD
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Agar
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit tercapai perlu dibuat
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan yang kemudian
dilanjutkan dengan sosialisasi penerapan budaya K3 di rumah sakit.
B. Saran
Sosialisasi penerapan budaya k3 rumah sakit dapat dilakukan melalui
beberapa cara yaitu sosialisasi kebijakan K3, spanduk dengan pesan K3 dapat
dilakukan pada pada bulan K3, ulang tahun Rumah Sakit dan kegiatan ilmiah,
poster-poster pesan keselamatan di area Rumah Sakit, safety talk sebelum
melaksanakan tugas seperti kegiatan operan, laporan status pasien dan
pemberian materi K3. Langkah-langkah sosialisasi ini akan semakin efektif
apabila didukung komitmen kebijakan oleh pimpinan puncak, manajemen dan
pelaksanaan seluruh karyawan tanpa terkecuali pihak outsourcing maupun
pengunjung yang ada di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia
Setiadi, Elly M., Kolip, Usman. (2010). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana.
Ketenagakerjaan