Anda di halaman 1dari 18

TEKNIK SOSIALISASI

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) DI RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu : Elly Listyani, dr., M.Kes

OLEH
BELLA OKTAVIA
NIM. 101814253023

PROGRAM STUDI MAGISTER


KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang kompleks, tidak hanya
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan
tempat pendidikan dan pelatihan kedokteran. Selain berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif, rumah sakit juga disebut sebagai
tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang sangat besar, potensi bahaya
tersebut tidak hanya karena penyakit infeksi saja, kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja juga menjadi ancaman yang dapat menganggu
keselamatan dan kesehatan kerja (Depkes, 2009).
Undang-undang Nomor 36 pasal 164 (1) tahun 2009 tentang
kesehatan menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi tenaga kerja agar dapat hidup sehat dan bebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Berdasarkan
data International Labour Organization (ILO) tahun 2013, satu pekerja di dunia
meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami
sakit akibat kerja. Selain itu, hasil laporan pelaksanaan kesehatan kerja di 26
provinsi di Indonesia tahun 2013, jumlah kasus penyakit umum pada pekerja
ada sekitar 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan jumlah 428.244 kasus (Depkes, 2014). Kejadian kasus penyakit
akibat kerja terus saja meningkat tiap tahunnya, salah satunya penyakit akibat
kerja di rumah sakit. Rumah sakit memiliki berbagai instalasi yang memiliki
potensi bahaya tinggi, mulai dari instalasi binatu, instalasi farmasi, instalasi
gizi, laboratorium kedokteran forensik, steam boiler, dan gudang B3.
Sebuah penelitian yang dilakukan Mehta A, Rodrigues C dkk pada
tahun 2010 menemukan bahwa dari 342 kasus Needle Stick injury yang
dialami petugas kesehatan di sebuah pelayanan kesehatan didapati 37 kasus
yang seropositif; 13 kasus terkena HIV, 15 kasus terkena HCV, sembilan kasus
untuk HBV. Data penyebab luka akibat jarum suntik yaitu Enam puluh enam
luka tajam melalui kantong sampah, 43 luka terjadi selama pemberian infus,
41 kasus selama pemberian injeksi, 35 kasus selama jarum recapping, 32 kasus
selama pengambilan sampel darah, 27 kasus selama pemantauan gula darah
acak (GDA), 24 dari instrumen OT, 17 kasus saat pembuangan jarum suntik,
16 kasus saat menggunakan pisau bedah, 7 kasus selama penjahitan dan 34
kasus dari sumber-sumber lain-lain.
Munculnya kejadian kasus diatas disebabkan banyak hal salah satunya
adalah pelaksanaan upaya K3 yang belum optimal sehingga para tenaga kerja
di rumah sakit (maupun pengunjung rumah sakit) tidak menyadari besarnya
potensi kecelakaan kerja dan penyakit kerja yang dapat mereka alami di rumah
sakit. Agar K3 di rumah sakit dapat dilaksanakan dengan baik, maka pihak
manajemen perlu memahami dan menerapkan berbagai hal yang terkait
dengan K3. Dengan penerapan K3 yang baik dan benar tersebut maka berbagai
PAK dan KAK dapat diminimalisasi, produktivitas pekerja dapat ditingkatkan
dan pada akhirnya dapat meningkatkan profit bagi Rumah Sakit. Salah satu
cara efektif menuju penerapan K3 RS yang baik adalah dengan sosialisasi
program K3 (Setiadi dkk, 2010). Pada makalah ini akan di bahas lebih lanjut
mengenai sosialisasi K3 di rumah sakit sebagai bagian dari upaya kesehatan
dan keselamatan kerja.

B. Tujuan
1) Apa yang dimaksud dengan sosialisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit ?
2) Bagaimana teknik sosialisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit ?

C. Manfaat
1) Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan sosialisasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit ?
2) Dapat mengetahui bagaimana teknik sosialisasi Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi sosialisasi K3RS


Sosialisasi merupakan suatu proses dimana seseorang mempelajari
pola-pola hidup dalam masyarakat sesuai dengan nilai, norma dan kebiasaan
yang berlaku untuk berkembang sebagai anggota masyarakat dan sebagai
individu (pribadi). Dalam arti luas, sosialisasi adalah proses pembelajaran
masyarakat “menghantar” warganya kedalam kebudayaan. Sedangkan arti
secara sempit, sosialisasi merupakan seperangkat kegiatan masyarakat , yang
di dalamnya individu-individu belajar dan diajar memahirkan diri dalam
peranan sosial sesuai dengan bakatnya (Setiadi dkk, 2010).
Pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko
bahaya. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk
menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah
mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk
dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3
diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan. Dalam pelaksanaan K3 sangat
dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu manusia, bahan, dan metode yang
digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dalam
mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien. Sebagai bagian dari ilmu
Kesehatan Kerja, penerapan K3 dipengaruhi oleh empat faktor yaitu adanya
organisasi kerja, administrasi K3, pendidikan dan pelatihan, penerapan
prosedur dan peraturan di tempat kerja, dan pengendalian lingkungan kerja.
Dalam Ilmu Kesehatan Kerja, faktor lingkungan kerja merupakan salah satu
faktor terbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun demikian tidak
bisa meninggalkan faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang dalam
melaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan
efektivitas keberhasilan K3 (Suma’mur, 2009).
Dalam pasal 86 Undang – Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral
dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta
nilai-nilai agama. Keselamatan kerja disebutkan pula dalam Undang-undang
No.1 tahun 1970 yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-
undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan. Keselamatan dan kesehatan kerja mutlak
untuk dilaksanakan oleh karyawan dalam rangka meningkatkan produktivitas
baik individu maupun produktivitas di tempat kerja. Keselamatan dan
kesehatan kerja akan terwujud dimulai dari perilaku karyawan dalam
melaksanakan K3. Menciptakan perilaku yang berkaitan dengan keselamatan
dan kesehatan kerja dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah
pengetahuan, sikap dan motivasi. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku baik, maka perilaku karyawan dalam penerapan prinsip K3 dengan
sendirinya akan menjadi baik dan produktivitas kerja meningkat. Untuk
menungkatkan pengetahuan, sikap dan motivasi K3, perlu dilakukan sebuah
program sosialisasi K3 terhadap karyawan yang bertujuan meningkatkan
perilaku K3 karyawan (Suma’mur, 1981).
Sosialisasi keselamatan dan kesehatan kerja yaitu sosialisasi tentang K3
kepada tenaga kerja maupun pengunjung RS agar mereka tahu tentang
pentingya K3 . Hal ini dilakukan untuk mengurangi banyaknya kecelakaan
kerja pada RS. Sosialisasi K3 yang efisien berdasarkan pembahasan
sebelumnya adalah sosialisai yang didalamnya juga diberikan simulasi pada
saat memberika pengetahuan tentang K3 pada saat melakukan suatu pekerjaan.
Dengan begitu semua tenaga kerja akan lebih memahami materi yang
disampaikan pada saat pelaksanaan sosialisasi. Serta dapat lebih menarik
perhatian (Walad, 2010).
Dengan mengadakan simulasi pada saat proses sosialisasi, dapat
menunjang proses sosialisasi agar dapat diterima. Hal ini sesuai dengan
tahapan-tahapan dalam sosialisasi. Salah satu tahapan sosialisasi adalah tahap
meniru dan siap bertindak. Pada tahap ini, setelah tenaga kerja melihat
simulasi, mereka akan mempersiapkan diri untuk menerima atau mengenal apa
yang disimulasikan. Tahap ini ditandai dengan kegiatan meniru meski tidak
sempurna. Tahap selanjutnya adalah meniru secara menyeluruh yang ditandai
dengan semakin sempurnanya tenaga kerja untuk meniru apa yang telah
mereka lihat dalam simulasi tersebut. Tahap terakhir adalah tahap siap
bertindak yaitu tahap dimana mereka memainkan peran atau melakukan hal
yang sama dengan apa yang mereka lihat pada saat simulasi.
Menurut Dyah (2009), Salah satu program K3RS yang harus diterapkan
adalah pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
rumah sakit (K3RS) yang meliputi :
a) Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi
pekerja,pasien serta pengunjung rumah sakit.
b) Penyebaran media informasi dan komunikasi baik melalui film ,leaflet,
poster, pamflet dll.
c) Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS dan pada para
pasien serta para pengantar pasien/pengunjung Rumah Sakit.
Sosialisasi K3 Rumah Sakit adalah suatu proses penyampaian
informasi kepada seluruh pekerja rumah sakit untuk dapat menerapkan budaya
K3RS secara komprehesif dengan tujuan dapat menciptakan lingkungan kerja,
tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja
rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
Sosialisasi pentingnya K3 di rumah sakit salah satunya bisa dilakukan
dengan mengikutsertakan seluruh sumber daya manusia yang ada untuk
mengikuti training K3 rumah sakit. Untuk terlaksananya program K3 dan dapat
dilaksanakan dengan baik, maka pihak manajemen rumah sakit perlu
memahami berbagai hal yang terkait dengan K3. Menindaklanjuti kebutuhan
pemahaman terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit tersebut,
dalam training ini akan menjawab permasalahan-permasalahan yang terkait K3
di rumah sakit, tidak hanya dari aspek pengelolaannya saja, akan tetapi lebih
meningkatkan profesionalisme tenaga kerja yang ada di rumah sakit, sehingga
diharapkan para tenaga kerja tersebut lebih peka dan kreatif dalam
implementasi K3 di rumah sakit. Dengan penerapan K3 rumah sakit yang baik
dan benar tersebut maka berbagai kasus-kasus kecelakaan kerja dapat
diminimalisasi, produktivitas pekerja dapat ditingkatkan dan pada akhirnya
dapat meningkatkan profit bagi rumah sakit.
Menurut Dyah (2009) Sosialisasi dilakukan melalui proses internalisasi yaitu
melalui:
a) Persuasi
b) Pembiasaan (Conditioning)
c) Sistem dan Prosedur
d) Kekuasaan
Metode sosialisasi penerapan budaya K3 rumah sakit melalui:
1. Pengenalan (awareness) diantaranya :
a) Sosialisasi kebijakan K3 pada setiap pertemuan (rapat, upacara)
b) Spanduk dengan pesan K3 (bulan K3, ultah RS)
c) Poster-poster pesan keselamatan ,Buku saku yang berisi kebijakan
K3 (bersamaan dengan slip gaji)
d) Safety talk sebelum melaksanakan tugas
e) Contoh langsung di lapangan
f) Pemberian materi K3
2. Pemahaman
Pemahaman disini yakni memberikan informasi tentang pentingnya
penerapan k3 dalam Rumah Sakit atau instansi kesehatan lainnya. Bentuk
upaya pemahaman yang bisa dilakukan yaitu:
a) Kursus / Pelatihan
b) Seminar
c) Study banding
d) Pelibatan dalam organisasi K3
e) Praktek Lapangan K3

3. Pengembangan (Development )
Pengembangan budaya k3 rumah sakit dilakukan dengan pendampingan
oleh staf ahli yang diberi wewenang untuk memberikan pengarahan bagi
staf atau tenaga kerja lainnya. Dalam metode pengembangan ini dua
elemen yang sangat berpengaruh yaitu
a) Keterlibatan dalam tim K3
b) Sebagai fasilitator K3

B. Teknik Sosialisasi K3 di Rumah Sakit


1. Tahap persiapan
Apapun bentuk kegiatan perlu adanya persiapan. Persiapan dilakukan agar
kegiatan dapat berjalan lancar dan mempersiapkan materi-materi yang akan
digunakan dalam acara yang ingin dilaksanakan. Dalam tahap ini beberapa
kegiatan yang dilakukan sebagai berikut.
a) Menentukan Pokok Bahasan
Pokok bahsan atau tema. Tema diperlukan agar sosialisai dapat
mengarah pada bahasan utama. Tema juga digunakan untuk merancang
kegiatan sosialisasi yang akan dilaksanakan. Sehingga dengan
penentuan tema itu dapat memperhitungkan faktor-faktor seperti
ketersediaan waktu, ketertarikan peminat dengan terhadap sosialisasi,
dan kebermanfaatan sosialisasi.
b) Mempersiapkan Alat dan Bahan
Alat dan bahan perlu disiapkan. Alat dan bahan memiliki peran penting
untuk pelaksanaan sosialisasi yang akan dilaksanakan. Beberapa alat
dan bahan harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan
dilaksankan agar pada saat pelaksanaan dapat berjalan tanpa kendala.
Alat dan bahan yang diperlukan seperti : mic & speaker, LCD projector,
dan konsumsi untuk peserta.
Contoh :
Topik Utama : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dirumah
sakit dalam upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Sub Pokok Bahasan : Hand Hygiene, Etika Batuk, Penggunaan APD,
Pengelolaan limbah infeksius dan benda tajam, Proses penanganan
linen dan laundry, Penanganan Sterilisasi (CSSD) Penggunaan Spill Kit
Sasaran : - Seluruh Karyawan Rumah Sakit
- Pasien dan pengunjung pasien
Waktu : 08.00 WIB
Tempat : Aula Rumah Sakit
Tanggal : 28 Oktober 2019
Alat dan Bahan : mic & speaker, LCD projector
Materi : Terlampir
Teknik sosialisasi : Ceramah dan Praktik
Media : Power Point, Gambar, Leaflet, Benner
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah kegiatan utama dalam suatu bentuk kegiatan.
Pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan agenda yang telah dibuat pada
saat perencanaan kegiatan. Pelaksanaan dapat dilaksanakan setelah
tahapan-tahapan sebelumnya telah dilaksanakan. Sehingga sosialisasi
dapat dilakukan. Sosialisasi diadakan sesuai dengan agenda yang telah
dibuat pada saat perencanaan kegiatan. Sosialisasi bertujuan agar peserta
mendapat pengetahuan tentang materi yang telah dipersiapkan pada tahap
persiapan. Selain itu dengan dengan pelaksanaan ini dapat
mempertimbangkan faktor-faktor diantaranya: materi yang diberikan,
kesesuaian dengan agenda dan pengaruh sesudah sosialisasi diadakan.

3. Tahap Evaluasi
Evaluasi sangat penting, karena evaluasi bertujuan untuk
mengoreksi apakah pelaksanaan kegiatan sudah sesuai dengan
perencanaan yang sudah dibuat. Dengan melihat kesesuaian pelaksanaan
kegiatan dan perencanaan, akan didapat hal positif atau negatifnya
berdasarkan hasil evaluasi. Hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan
untuk lebih menigkatkan kualitas kegiatan yang akan diadakan. Evaluasi
juga digunakan sebagai perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (Tayipnapis, 1989). Selain itu, evaluasi juga dapat
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan yang akan
dilakukan.

MATERI SOSIALISASI
A. Pengertian PPI dan HAIs
1. Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah suatu upaya kegiatan
untuk mencegah, meminimalkna kejadian infeksi pada pasien, petugas,
pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya yang meliputi pengkajian, perencanaan,pelaksanaan dan
evaluasi
2. Healthcare Assosiated infection (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatanb lainnya, dimmana pada saat masuk tidak ada infeksi atau
tidak masa inkubasi, termasuk infeksi didapat dari rumah sakit tapi
muncul setelah pulang dan juga infeksi pada petugas karena
pekerjaannya.
B. Cuci Tangan
1. Pengertian Cuci Tangan (hand hygiene) adalah tindakan membersihkan
tangan dengan tepat dan benar yang dapat dilakukan dengan:
a. Melakukan cuci tangna dengan Handrub dengan cairan cairan
berbasis alcohol,dilakukan bila tangan tidak tampak kotor. Cuci
tangan menggunakan handrub dilakukan selama 20-30 detik.
b. Mencuci tangan dengan sabun dan air, bila tangan tampak atau
terasa kotor, terkontaminasi dengan darah maupun cairan tubuh, dan
bila berpotensi membentuk spora kuman. Cuci tangan menggunakan
sabun dan air dilakukan selama 40-60 detik.
2. Indikasi Kebersihan Tangan
a. Five Moment untuk cuci tangan

- Sebelum Kontak dengan Pasien


- Sebelum melakukan tindakan aseptic
- Setelah tekena/kontak dengan cairan tubuh pasien
- Setelah kontak dengan pasien
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
b. Indikasi kebersihan tangan lainnya
- Segera setelah tiba di rumah sakit
- Sebelum masuk dan meninggalkan ruang pasien
- Diantara kontak pasien 1 dengan pasien yang lainnya
- Setelah ke kamar mandi/ membersihkan sekresi hidung
- Bila tangan kotor
- Sebelum meninggalkan rumah sakit
- Segera setelah melepaskan sarung tangan
- Sebelum dan setelah menyiapkan, mengkonsumsi
makanan.

C. Etika Batuk
Pengertian batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh di saluran
pernafasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau raksi tubuh terhadap
iritasi di tenggorokan karena adanya lender, makanan, debu, asap dan
sebagainya
Etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar dengan cara
menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju shingga bakteri
tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.

D. Penggunaan APD
a. Pengertian Alat Perlindung Diri (APD) adalah Peralatan/pakaian khusus
yang digunakan oleh petugas untuk perlindungan diri dari agen infeksi.
(OSHA,CDC)
b. Area Penggunaan Alat Perlindung diri
1. Area perawatan pasien isolasi APD terdiri dari
- Masker bedah dan N95
- Sarung Tangan
- Apron
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
2. Area Rawat Inap
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
3. Area Radiologi
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
4. Area Laboratorium
- Masker
- Sarung Tangan
- Gaun
5. Area Bersalin
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
6. Area ICU
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
7. Area IGD
- Masker
- Sarung Tangan bersih dan Steril
- Apron kedap air
- Gaun
- Kaca mata pelindung jika perlu
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu pelindung/boot
8. Area Unit Bedah
- Masker
- Sarung Tangan
- Apron
- Apron pelindung Radiasi
- Gaun
- Kaca mata pelindung
- Penutup kepala
- Sandal tertutup
- Sepatu
9. Poliklinik
- Masker
- Sarung tangan
- Apron Jika perlu
- Google jika perlu
- Sepatu
10. Area Gizi
- Masker
- Topi
- Sarung tangan plastic bersih
- Sepatu
- Apron kedap air
11. Area Fisoterapi
- Masker
- Sarung Tangan Bersih
- Sepatu
12. Area Laundry
- Maskere
- Topi
- Apron Kedap air
- Sarung Tangan Rumah Tangga
- Sepatu pelindung/Boot
- Google jika perlu
13. Farmasi/Ruangan Pengoplosan Obat
- Masker
- Sarung tangan
- Apron kedap air
- Sepatu
- Topi
14. Petugas Sanitasi Perawatan
- Masker
- Sarung tanga rumah tangga
- Sepatu pelindung/boot
- Google jika perlu
15. Petugas Sanitasi di taman
- Sarung tangan rumah tangga
- Sepatu boot
16. Petugas Sanitasi Pengolahan Limbah
- Masker
- Sarung Tangan Rumah Tangga
- Google
- Sepatu boot
E. Pengolahan Limbah
1. Limbah tajam
Limbah tajam di masukan ke dalam safety box (ampulan, spuit, mess,
abocat, jarum syringe)
2. Limbah Infeksius
Limbah infeksius di masukan ke kantung plastic berwarna kuning.
Macam-macam limbah infeksius Dressing (pembalut/pakaian), sponge
(spone/Penggosok), masker disposable, handscoon, cateter, popok, dan
underpad, bottle infus, drainase set, kantong kolostomy.
3. Limbah non infeksius
Limbah non infeksius di masukan ke kantung plastic hitam. Macam-
macam sampah non infeksius : kertas, bungkus plastic,kertas obat, sisa
makanan, bungkus makanan, tissue yang tidak tercemar cairan tubuh.
4. Limbah kering dari dapur
Menggunakan kantung plastic hitam, serta tempat sampah organic dan
non organik
F. Penanganan Sterilisasi
Cara membersihkan alat terkontaminasi
Larutkan Alkazyme satu schet di campur dengan 5 liter air kemudian
rendam alat selama 10 menit sampai alat terendam semua lalu bilas alat dan
keringkan kemudian alat di steril di CSSD
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya untuk memberikan
jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian
bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi. Agar
kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit tercapai perlu dibuat
perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan pengawasan yang kemudian
dilanjutkan dengan sosialisasi penerapan budaya K3 di rumah sakit.

B. Saran
Sosialisasi penerapan budaya k3 rumah sakit dapat dilakukan melalui
beberapa cara yaitu sosialisasi kebijakan K3, spanduk dengan pesan K3 dapat
dilakukan pada pada bulan K3, ulang tahun Rumah Sakit dan kegiatan ilmiah,
poster-poster pesan keselamatan di area Rumah Sakit, safety talk sebelum
melaksanakan tugas seperti kegiatan operan, laporan status pasien dan
pemberian materi K3. Langkah-langkah sosialisasi ini akan semakin efektif
apabila didukung komitmen kebijakan oleh pimpinan puncak, manajemen dan
pelaksanaan seluruh karyawan tanpa terkecuali pihak outsourcing maupun
pengunjung yang ada di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia

2009. Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Profil Kesehatan Indonesia.

Jakarta: Depkes RI.

Dyah, W. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: CV. Agung Seto

Mehta A, Rodrigues C, Singhal T et al.2010. Interventions To Reduce Needle Stick

Injuries At A Tertiary Care Centre. Indian J Med Microbiol

Setiadi, Elly M., Kolip, Usman. (2010). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana.

Suma’mur, (2009). Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja Edisi II Cetakan.

Jakarta : CV. Sagung Seto.

Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan

Anda mungkin juga menyukai