Anda di halaman 1dari 49

ONKOLOGI KEPERAWATAN

MASALAH KEJIWAAN PADA PASIEN DENGAN KANKER OTAK

Ns. Herman, M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Suci Ramadhanty I1032141005


2. Audina Safitri I1032141009
3. Bagus Febry Hariandi I1032141014
4. Deviliani I1032141026
5. Eni Sartika I1032141047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Masalah Kejiwaan Pada Klien Dengan Kanker Otak”.

Adapun penyusunan makalah ini merupakan salah satu bentuk tugas terstruktur pada
mata kuliah Onkologi Keperawatan.Dalam kesempatan ini, penyusun mengucapkan terimakasih
kepada

1. Bapak Ns. Herman, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini.

2. Teman-teman anggota kelompok yang telah berkerja sama untuk menyelesaikan makalah ini,
serta semua pihak yang telah turut membantu, memberikan bimbingan, serta memberikan
motivasi kepada penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan.Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat menjadi sarana belajar dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
khususnya bagi pembaca.

Pontianak, April 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otak merupakan organ vital yang berperan sangat penting bagi tubuh. Otak
mengatur proses berfikir, berbahasa, kesadaran, emosi dan kepribadian seseorang. Selain
itu, otak manusia juga berfungsi mengatur dan mengkoordinir, gerakan, perilaku dan
fungsi tubuh, serta homeostasis seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh,
keseimbangan cairan, keseimbangan hormonal, mengatur emosi, ingatan, aktivitas motorik
dan lain-lain. (Dewi, 2016)
Salah satu penyakit yang banyak menyerang otak adalah tumor otak. Tumor otak
meliputi 85-90% dari seluruh tumor susunan saraf pusatdengan frekuensi 80% terletak
intrakranial dan 20% di kanalis spinalis.Insidensi berkisar antara 6,6 per 100.000 penduduk
per tahun di Amerika Serikat dengan angka mortalitas 4,7 per 100.000 penduduk per tahun.
Mortalitas lebih tinggi pada pria.Urutan frekuensi neoplasma di dalam ruang intrakranial
adalah sebagai berikut: glioma 35-60%, meningioma sekitar 9-22%, hipofisoma 5-16%,
neurilemoma 7-9%. (Dewi, 2016)
Tumor otak merupakan penyebab kematian yang kedua dari semua kasus kanker
yang terjadi pada pria berusia 20-39 tahun.Di Amerika Serikat insidensi kanker otak ganas
dan jinak adalah 21.42 per 100.000 penduduk per tahun (7.25 per 100.000 penduduk untuk
kanker otak ganas, 14.17 per 100.000 pendudukper tahun untuk tumor otak jinak).Angka
insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan angka standar populasi
dunia adalah 3.4 per 100.000 penduduk.Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000
penduduk per tahun.Mortalitas lebih tinggi pada pria.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Definisi dari Tumor Otak?
1.2.2 Bagaimana Etiologi dari Tumor Otak?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi dari Tumor Otak?
1.2.4 Bagaimana Klasifikasi dari Tumor Otak?
1.2.5 Apa Manifestasi Klinis dari Tumor Otak?
1.2.6 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Tumor Otak?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksaan dari Tumor Otak?
1.2.8 Bagaimana Reaksi Psikologis dari Tumor Otak?
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak?
1.3. Tujuan
1.3.1 Apa Definisi dari Tumor Otak?
1.3.2 Bagaimana Etiologi dari Tumor Otak?
1.3.3 Bagaimana Patofisiologi dari Tumor Otak?
1.3.4 Bagaimana Klasifikasi dari Tumor Otak?
1.3.5 Apa Manifestasi Klinis dari Tumor Otak?
1.3.6 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dari Tumor Otak?
1.3.7 Bagaimana Penatalaksaan dari Tumor Otak?
1.3.8 Bagaimana Reaksi Psikologis dari Tumor Otak?
1.3.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Otak?
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi
Tumor intracranial meliputi lesi desak ruang jinak maupun ganas yang tumbuh di
otak, meningen, dan tengkorak.Klien tumor intracranial datang dengan berbagai gejala
yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi sukar. Tumor
intracranial dapat terjadi pada semua umur, tidak jarang menyerang anak-anak dibawah
usia 10 tahun, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa pada usia 50-60 tahun.
(Muttaqin, 2008)
Tumor otak atau tumor itrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space
occupyinglesion atau space taking lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial. Di dalam hal ini mencakup
tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf
otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya.(Satyanegara,
2014).
Kanker otak adalah sekumpulan massa sel-sel otak yang tumbuh abnormal, di luar
kendali. Sebagian besar kanker otak dapat menyebar melalui jaringan otak, tetapi jarang
menyebar ke area lain dari tubuh. Pada kasus tumor otak jinak, saat mereka tumbuh,
mereka dapat menghancurkan dan menekan jaringan otak yang normal lainnya, yang dapat
berakibat pada kelumpuhan ataupun fatal.Karena itu, dokter lebih suka menggunakan
istilah "tumor otak" daripada "kanker otak."Yang menjadi concern utama pada pasien
kanker otak maupun tumor otak ini adalah seberapa cepat mereka menyebar melalui bagian
otak/syaraf tulang belakang lainnya dan apakah mereka bisa diangkat dan tidak kambuh
lagi.Kanker Otak dan syaraf tulang belakang pada orang dewasa berbeda dengan pada
anak-anak.Mereka sering terbentuk di daerah yang berbeda, berkembang dari tipe sel yang
berbeda, dan mungkin pendekatan pengobatannya juga berbeda. (Nurwati, 2014)
2.2. Etiologi
Menurut Reiza (2014) tumor otak tidak memiliki etiologi yang pasti, namun melibatkan
faktor-faktor risiko seperti:
1). Umur
Umur memegang peran penting karena sebagian besar tumor otak terjadi pada
anak-anak dan orang dewasa tua meskipun setiap kelompok usia memiliki peluang
yang sama untuk mengidap tumor otak.
2). Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih mungkin menderita tumor otak
daripada perempuan, namun beberapa jenis tumor otak yang spesifik seperti
meningioma lebih umum terjadi pada perempuan.
3). Industri dan pekerjaan
Zat-zat karsinogenik dan neurotoksik seperti pelarut organik, minyak
pelumas, akrilonitril, formaldehida, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan fenol
dapat menginduksi tumor otak pada hewan coba.Pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan operasi mesin kendaraan bermotor, pengolahan karet, dan
penggunaan pestisida berkaitan dengan insidensi tumor otak.
4). Radiasi ionisasi
Radiasi ionisasi dosis tinggi diketahui dapat meningkatkan risiko
meningioma, glioma, dan nerve sheath tumor
5). Makanan dan diet
Konsumsi senyawa N-nitrosourea diduga berperan sebagai neurokarsinogen
dengan mekanisme-mekanisme yang melibatkan kerusakan pada DNA
6). Pemakaian telepon selular
Telepon selular memiliki sebuah transmiter kecil yang memancarkan radiasi
frekuensi radio berenergi rendah tepat di samping kepala sehingga memunculkan
kekhawatiran bahwa individu yang terpapar radiasi memiliki risiko untuk mengidap
tumor otak. Namun, penelitian-penelitian yang sudah ada belum menunjukkan
adanya hubungan antara pemakaian telepon dengan tumor otak atau tumor lainnya
7). Supresi imun
Supresi sistem imun yang didapat seperti pada infeksi HIV (human
immunodeficiency virus) atau terapi imunosupresif kronis setelah transplantasi
organ meningkatkan risiko limfoma SSP primer. Risiko glioma juga meningkat
pada individu yang terinfeksi HIV .
8). Obat-obatan dan bahan kimia lainnya
Beberapa penelitian telah menemukan adanya hubungan antara tumor otak
pada anak-anak dengan paparan prenatal terhadap obat fertilitas, kontrasepsi oral,
obat tidur, obat antinyeri, antihistamin, dan diuretik.Pada orang dewasa, obat sakit
kepala, antinyeri, dan obat tidur memiliki efek protektif yang tidak signifikan
terhadap tumor otak.
9). Sindrom genetik
Sejumlah sindrom herediter berhubungan dengan peningkatan risiko tumor
otak. Misalnya, neurofibromatosis tipe 1 meningkatkan risiko glioma,
neurofibromatosis tipe 2 meningkatkan risiko schwannoma vestibular dan
meningioma, dan sindrom Li-Fraumeni yang berkaitan dengan mutasi pada gen
supresor tumor p53 menyebabkan glioma dan meduloblastoma.
2.3. Patofisiologi
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepatpada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang
mendesak otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis
(gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial) (Prince & Wilson,
2005).Tumor dapat berasal dari sel-sel embrionik yang tertinggal di otak selama proses
perkembangan. Tumor juga dapatmuncul dari transformasi neoplastik sel-sel dewasa yang
matang seperti astrosit, oligodendrosit, mikroglia, atau sel ependimal.Selama sel-sel ini
memperbanyak diri, sel-sel anakan menjadi anaplastik dan derajat keganasan semakin
bertambah.Terbentuknya tumor didasarkan atas anggapan bahwa lapisan sel tuba neuralis
bermigrasi dan berdiferensiasi menjadi meduloblas yang kemudian berdiferensiasi menjadi
dua bagian, yaitu golongan neuron menjadi neuroblas dan neuron, dan golongan glia
melalui spongioblas menjadi astrosit dan oligodendrosit. Lapisan sel tuba neuralis juga
dapat menjadi sel ependimal.(Reiza, 2014)
Setiap tipe sel ini dapat berubah menjadi neoplastik sehingga meduloblas menjadi
meduloblastoma, neuroblas menjadi neuroblastoma dan ganglioneuroma, astrosit menjadi
astrositoma, oligodendrosit menjadi oligodendroglioma, dan sel ependimal menjadi
ependimoma.Tumor yang berasal dari sel-sel glia ini dinamakan glioma. (Reiza, 2014)
Identifikasi penyimpangan kromosom tertentu yang timbul pada sel-sel tumor sistem
saraf memberi kesanbahwa biogenesis dan perkembangan tumor otak disebabkan
olehgangguan kendali siklus sel. Sebagian defek molekuler memengaruhi terbentuknya
tumor, sedangkan sebagian yang lain mendasari perkembangan berikutnya, mempercepat
transformasi menjadi ganas, dan menimbulkan sensitivitas atau resistansi terhadap
kemoterapi. Mutasi pada gen-gen yang normalnya menekan proliferasi sel, yaitu gen
supresor tumor, dapat memicu perkembangan tumor, contohnya mutasi berupa delesi gen
supresor tumor p53 pada kromosom 17p yang ditemukan pada 50% kasus astrositoma
kavum kranii memiliki volume yang terbatas dan memiliki tiga unsur yang relatif tidak
dapat terkompresi, yaitu otak (sekitar 1.200-1.400 mL), cairan serebrospinalis (70-140
mL), dan darah (150 mL). Hukum Monro-Kellie menyatakan volume total ketiga unsur ini
selalu konstan dan penambahan volume salah satu unsur mengurangi volume unsur
lainnya. Tumor yang tumbuh di salah satu bagian otak akan menekan jaringan otak di
sekitarnya dan mengurangi volume cairan serebrospinalis dan darah. (Reiza, 2014)
Begitu batas akomodasi ini telah dicapai, tekanan intrakranial (TIK) akan meningkat.
Seiring pertumbuhan tumor, venula-venula di jaringan otak yang berdekatan dengan tumor
akan tertekan sehingga tekanan kapiler meningkat, terutama pada jaringan substansia alba
di mana edema lebih mencolok. Pertumbuhan tumor yang lambat memungkinkan otak
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan aliran darah otak dan peningkatan TIK.Pada
stadium pertumbuhan tumor yang lebih lanjut, mekanisme kompensasi gagal serta tekanan
cairan serebrospinalis dan TIK meningkat.Pada awalnya, tumor mulai menggeser jaringan
di sekitarnya dan kemudian menggeser jaringan pada jarak tertentu dari tumor,
menimbulkan tanda-tanda lokalisasi yang palsu. (Reiza, 2014)
2.4. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008) jenis-jenis tumor otak intracranial adalah:
a. Glioma
Glioma bertanggung jawab atas sekitar 40-50% tumor intrakranial.Glioma
diklasifikasikan atas dasar asal embriologis.Pada orang dewasa, sel neuroglia sususan
saraf pusat berfungsi untuk perbaikan, penyokong, dan pelindung sel-sel saraf yang
lunak.Glioma terdiri atas jaringan penyambung dan sel-sel penyokong, yaitu neuroglia
yang mempunyai kemampuan untuk terus membelah selama hidup.Sel-sel glia
berkumpul membentuk parut sikatriks padat di bagian otak, tempat neuron menghilang
oleh karena cedera atau penyakit.Terdapat tiga jenis sel glioma, yaitu mikroglia,
oligodendroglia, dan astrosit.Mikroglia secara embriologis berasal dari lapisan
mesodermal oleh karena itu pada umumnya tidak diklasifikasikan sebagai sel glia
sejati.Mikroglia masuk ke dalam susunan saraf melalui sistem pembuluh darah dan
berfungsi sebagai fagosit, membersihkan debris, serta melawan infeksi.Oligodendroglia
dan astrosit merupakan neuroglia sejati seperti neuron dan berasal dari lapisan
embrional ektodermal.Oligodendroglia berperan dalam pembentuan mielin.Fungsi
astrosit masih dalam penyelidikan.Bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-sel ini
mungkin berperan dalam menghantarkan impuls dan transmisi sinapsis dari neuron dan
bertindak sebagai saluran penghubung antara pembuluh darah dan neuron.
b. Oligodendroglioma
Oligodendroglioma mirip dengan astrositoma namun terdiri atas sel-sel
oligodendroglia.Tumor relatif avaskular dan cenderung mengalami klasifikasi.
c. Ependimoma
Adalah tumor ganas yang berasal dari bagian dalam dinding ventrikel.Pada anak-
anak tempat yang paling sering adalah ventrikel keempat.Tumor ini menyerang
jaringan sekitarnya dan menyumbat ventrikel.Kematian biasanya terjadi dalam 3 tahun
atau kurang.
d. Astrositoma
Astrositoma menginfiltrasi otak dan sering berkaitan dengan kista dalam berbagai
ukuran.Walaupun menginfiltrasi jaringan otak, efeknya pada fungsi otak hanya sedikit
sekali, yaitu pada saat permulaan penyakit.
Pada umumnya, astrositoma tidak ganas walaupun dapat mengalami perubahan
keganasan menjadi glioblastoma (suatu astrositoma yang sangat ganas).Tumor-tumor
ini pada umumnya tumbuh lambat.Oleh karena itu, klien sering tidak datang berobat
walaupun tumor sudah berjalan bertahun-tahunsampai timbul gejala misalnya serangan
epilepsi atau nyeri kepala.Glioblastoma multiforme adalah glioma yang paling ganas.
Tumor ini mempunyai kecepatan pertumbuhan yang sangat tinggi dan eksisi bedah
yang lengkap tidak mungkin dilakukan.Harapan hidup pada umumnya kira-kira 12
bulan.Tumor ini dapat terjadi di mana saja tetapi paling sering pada hemisfer serebri
dan sering menyebar ke sisi yang berlawanan melalui korpus kalosum.
e. Tumor Meningeal
Meningioma merupakan tumor asal meningen, sel-sel metosel, serta sel-sel
jaringan penyambung arachnoid dan dura meter yang paling penting. Sebagian besar
tumor adalah jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan yang berdekatan
namun menekan struktur yang berada di bawahnya.Oleh karena pertumbuhan tumor
yang lambat, gejala-gejala mungkin tidak diperhatikan dan diagnosis sama sekali salah.
Gejala-gejalanya antara lain epilepsi idiopatik, hemiparesis, dan afasia.
f. Tumor Hipofisis
Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil, atau basofil dari hipofisis
anterior.Tumor-tumor ini menimbulkan nyeri kepala, hemianopsia bitemporalis
(disebabkan oleh karena penekanan pada kiasma optikum), dan tanda-tanda kelainan
sekresi hormon hipofisis anterior.Bermacam-macam cacat lapang penglihatan yang
sering ditemukan bila lesi melibatkan traktus optikus.
g. Tumor Kromofob
Tumor kromofob adalah tumor nonsekretoris yang menekan kelenjar hipofisis,
kiasma optikum, dan hipotalamus. Gejala-gejala tumor otak ini adalah depresi fungsi
seksual, hipotiroidisme sekunder, dan hipofungsi adrenal (amenore, impotensi, rambut
rontok, kelemahan, hipotensi, metabolisme basal rendah, hipoglikemia, dan gangguan
elektrolit).
h. Adenoma Eosinofilik
Umumnya lebih kecil dan tumbuh lebih lambat daripada tumor kromofob.Gejala-
gejalanya adalah akromegali paa orang dewasa, gigantisme pada anak-anak, nyeri
kepala, gangguan berkeringat, parestesia, nyeri otot, dan hilangnya libido.Gangguan
lapang penglihatan (hemianopsia bitemporalis) jarang dijumpai.
i. Adenoma Basofil
Pada umumnya kecil, tumor ini dihubungkan dengan gejala-gejala sindrom
Cushing (obesitas, kelemahan otot, atrofi kulit, osteoporosis, pletora, hipertensi retensi
garam dan air, hipertrikosis, dan diabetes melitus).
j. Neurilemoma
Tumor saraf pendengaran merupakan 3-10% tumor intrakranial.Tumor ini
mungkin berasal dari sel-sel Schwann selubung saraf.Serabut-serabut saraf kranial VIII
menjadi rusak.
Pada penyakit Recklinghausen dapat terjadi neurilemoma auditorius
bilateralis.Pada umumnya tumor ini jinak tetapi kadang-kadang dapat mengalami
perubahan menjadi ganas.Gejala-gejala neurilemoma pendengaran awal adalah tuli,
tinitus, kehilangan reaktivitas vestibular terhadap kalori, dan vertigo yang disusul rasa
tidak enak pada suboksipital, berjalan terhuyung-huyung, gangguan pada saraf-saraf
otak yang berdekatan, dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Pada umumnya terdapat nistagmus, terutama horizontal. Pengobatan adalah
dengan pengangkatan total jika memungkinkan, karena pengangkatan yang tidak
menyeluruh umumnya akan diikuti kekambuhan tumor. Sebagai konsekuensi
pembedahan, klien dapat mengalami paralisis wajah dan tuli.
k. Pinealoma
Pinealoma (tumor adneksa) hanyalah bagian kecil dari lesi intrakranial yang
dijumpai dan termasuk tumor-tumor yang berasal dalam badan pineal (pinealoma),
maupun dari pleksus koroideus sekitarnya (papiloma koroid).Pinealoma menekan
aqueduktus yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif dan juga hipotalamus yang
mengakibatkan pubertas prekoks dan diabetes insipidus.Papiloma koroid menyebabkan
perdarahan intraventrikular dan juga manyumbat sistem ventricular.
2.5. Manifestasi Klinis
Menurut Reiza (2014) gejala klinis tumor otak bergantung pada lokasi dan derajat
peningkatan TIK.Tumor-tumor yang tumbuh dengan lambat di daerah-daerah yang relatif
tenang seperti lobus frontalis mungkin saja tidak terdeteksi dan dapat menjadi cukup
besarsebelum memunculkan gejala.Tumor-tumor kecil di daerah-daerah penting dapat
menimbulkan kejang, hemiparesis, atau afasia.
Tumor otak biasanya muncul dengan salah satu dari tiga sindrom: (1) progresi
subakut dari suatu defisit neurologis fokal, (2) kejang, atau (3) kelainan neurologis
nonfokal. Adanya gejala sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, anoreksia, atau
demam cenderung menunjukkan suatu metastasis dibandingkan suatu tumor otak yang
primer. Defisit neurologis fokal yang progresif munculdari kompresi neuron dan jaras-jaras
pada substansia alba oleh karena perkembangan tumor dan edema di sekitarnya. Tumor
otak jarang muncul dengan defisit neurologis fokal yang bersifat tiba-tiba seperti pada
stroke.Kejang dapat disebabkan oleh gangguan pada sirkuit kortikal.Kelainan neurologis
nonfokal biasanya menunjukkan peningkatan TIK, hidrosefalus, atau penyebaran tumor
yang difus.Peningkatan TIK dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih luas dengan
mengkompresi struktur otak yang kritis.Gejala-gejala yang umum dijumpai adalah
penurunan kesadaran, malaise, sakit kepala, mual/muntah, dan papiledema.Sakit kepala
pada tumor otak, selain disebabkan oleh peningkatan TIK, dapat juga diakibatkan oleh
iritasi fokal atau pergeseran dari struktur-struktur yang sensitif terhadap nyeri.
Tumor otak seringkali muncul tanpa adanya gejala yang berarti seperti gangguan
kapasitas aktivitas mental, sedangkan tanda-tanda fokal lainnya tidak muncul. Pada
kelompok pasien yang lain, terdapat indikasi awal adanya tumor otak berupa hemiparesis
yang progresif, kejang yang muncul pada orang yang sebelumnya sehat, dan gejala-gejala
lainnya. Kelompok pasien yang lainnya memiliki gejala berupa peningkatan TIK dengan
atau tanpa tanda-tanda lokalisasi tumor.Beberapa pasien juga memiliki gejala-gejala yang
sangat khas yang jarang muncul oleh karena penyakit yang lainnya sehingga dapat
ditegakkan diagnosis bukan hanya eksistensi tumor otaknya saja, namun juga tipe dan
lokasi tumor tersebut.
Menurut Reiza (2014) gejala klinis tumor otak bervariasi menurut lokasinya,seperti:
1). Tumor lobus oksipitalis menyebabkan hemianopia dan gangguan penglihatan.
2). Tumor lobus frontalis sering menyebabkan perubahan kepribadian, demensia,
kelainan cara berjalan, seizure, hemiparesis, dan afasia ekspresif dari hemisfer
serebri yang dominan
3). Tumor lobus temporalis menyebabkan perubahan kepribadian, termasuk gangguan
berbahasa dari hemisfer serebri yang dominan, kejang parsial kompleks, dan defisit
lapangan pandang.
4). Tumor pada korpus kalosum dapat menyebabkan demensia apabila kalosum anterior
terlibat, perubahan kepribadian dan kehilangan ingatan yang berat dengan sindrom
amnestik apabila splenium terlibat, atau tanpa gejala sama sekali.
5). Tumor pada sudut serebelopontin dapat menyebabkan ketulian ipsilateral, mati rasa
pada wajah, kelemahan, dan ataksia.
6). Tumor basis kranii umumnya memengaruhi saraf kranialis.
7). Tumor pineal menyebabkan hidrosefalus dan sindrom Parinaud dengan upgaze yang
terganggu dan kelainan pada pupil.
8). Tumor serebelum menyebabkan sakit kepala, ataksia, nistagmus, dan nyeri leher.
9). Tumor hipofisis menyebabkan hemianopia bitemporal dari kompresi kiasma
optikum.
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Reiza (2014), tidak selalu mudah untuk menduga dan membuat suatu
diagnosis tumor otak karena gejala klinis yang dihasilkan dapat bervariasi tergantung pada
histopatologi dan lokasinya. Misalnya, glioma tahap dini, yaitu astrositoma gradeI dan II,
dapat mendekam di otak tanpa menimbulkan manifestasi klinis apapun. Selain itu, gejala
klinisnya sukar dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya, sehingga dugaan yang
mengarah ke tumor otak sering terlewatkan.Padahal, tumor otak merupakan penyakit yang
serius dan kesuksesan pengobatannya bergantung pada diagnosis yang lebih dini.Diagnosis
tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan penunjang, di antaranya
pemeriksaan EEG, CT scan, arteriografi, dan patologi anatomi.
Menurut Reiza (2014), pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya massa intrakranial antara lain:
1). Magnetic Resonance Imaging(MRI)
MRI merupakan pilihan utama dalam mengevaluasi tumor intrakranial.MRI lebih
sensitif daripada CT scan untuk menggambarkan detail anatomis dan tumor-tumor di
fossa posterior. Functional MRI(fMRI) dapat menunjukkan hubungan tumor dengan
struktur intrakranial yang lain seperti pusat motorik atau berbicara sehingga dokter
bedah dapat memastikan keamanan reseksi komplit sebelum pasien dibawa ke ruang
operasi.
2). Computed tomography scan (CT scan)
CT scan berguna dalam mendeteksi erosi tulang pada tumor metastasis atau
hiperostosis pada meningioma, namun kurang sensitif untuk tumor yang terletak di
fossa posterior.Administrasi kontras pada CT scan dan MRI dapat mendeteksi defek
pada sawar darah-otak dan tumor ekstraaksial. Baik CT scan maupun MRI dapat
menvisualisasikan perdarahan (hemorrhage) pada suatu tumor.
3). Positron-emission tomography(PET)
PET dengan 18F-fluoro-deoxyglucose(FDG) digunakan untuk mengukur
metabolisme tumor dan membedakan tumor dari nekrosis radiasi.
4). Single-photon emission computed tomography(SPECT)
SPECT melibatkan administrasi zat radioaktif dan digunakan untuk fungsi yang
sama dengan FDG-PET.
5). Elektroensefalografi (EEG)
EEG hampir tidak berguna untuk mendiagnosis tumor otak, namun dapat
bermanfaat apabila pasien tidak responsif dan dicurigai menderita status epileptikus
nonkonvulsif.
6). Angiografi
Angiografi digunakan untuk menetapkan anatomi pembuluh darah sebelum
pembedahan seperti menggambarkan patensi sinus venosus, dan untuk embolisasi
preoperatif untuk mengurangi vaskularitas tumor sebelum reseksi, seperti pada tumor
glomus jugularis.
7). Analisis cairan serebrospinalis
Analisis cairan serebrospinalis umumnya tidak diperlukan untuk kebanyakan
neoplasma intrakranial.Tes ini bermanfaat hanya untuk stagingneurologis yang
dibutuhkan dalam diagnosis limfoma SSP primer, tumor germ cellintrakranial,
meduloblastoma, atau pineoblastoma.
2.7. Penatalaksaan
Pasien kanker otak memiliki beberapa pilihan pengobatan.Tergantung dari jenis
dan stadium kanker, pasien dapat diobati dengan operasi pembedahan, radioterapi, atau
kemoterapi.Beberapa pasien menerima kombinasi dari perawatan diatas.Selain itu, pada
setiap tahapan penyakit, pasien mungkin menjalani pengobatan untuk mengendalikan .rasa
nyeri dari kanker, untuk meringankan efek samping dari terapi, dan untuk meringankan
masalah emosional.Jenis pengobatan ini disebut perawatan paliatif.(Nurwati, 2014)
1) Pembedahan Untuk Kanker Otak
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk kanker otak.Tujuannya
adalah untuk mengangkat sebanyak kankernya dan meminimalisir sebisa mungkin
peluang kehilangan fungsi otak.Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut
kraniotomi.Hal ini dilakukan dengan anestesi umum.Sebelum operasi dimulai, rambut
kepala dicukur.Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan
sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang daTi tengkorak. Setelah
menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut
dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau bahan. Ahli bedah kemudian
menutup sayatan di kulit kepala.Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang
ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi untuk
meminimalkan akumulasi darah atau cairan.(Nurwati, 2014).Efek samping yang
mungkin timbul pasca operasi pembedahan kanker otak adalah sakit kepala atau rasa
tidak nyaman selama beberapa hari pertama setelah operasi.Dalam hal ini dapat
diberikan obat sakit kepala. Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah
menumpuknya cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak
(edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan pembengkakan.Sebuah
operasi kedua mungkin diperlukan untuk mengalirkan cairan.
Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung, panjang dan tipis (shunt) dalam
ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah kulit ke bagian lain dari tubuh,
biasanya perut.Kelebihan cairan dari otak dialirkan ke perut.Kadang-kadang cairan
dialirkan ke jantung sebagai gantinya. Infeksi adalah masalah lain yang dapat
berkembang setelah operasi (diobati dengan antibiotic). Operasi otak dapat merusak
jaringan normal.kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki
masalah berpikir, me\ihat, atau berbicara.Pasien juga mungkin mengalami perubahan
kepribadian atau kejang.Sebagian besar masalah ini berkurang dengan berlalunya
waktu.Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa permanen.Pasien mungkin
memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi kerja.(Nurwati, 2014)
2) Radiosurgery Stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah teknik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan kanker otak tanpa membuka tengkorak.CT scan atau MRI digunakan
untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak.Energi radiasi tingkat tinggi
diarahkan ke tumomya dari berbagai sudut untuk menghancurkan tumornya.Alatnya
bervariasi, mulai dari penggunaan pisau gamma, atau akselerator linier dengan foton,
ataupun sinar proton.Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil
kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan.
Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat diteliti lebih
lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat terjadi setelah
radioterapi. Kadangkadang operasi tidak dimungkinkan.Jika tumor terjadi di batang
otak (brainstem) atau daerah-daerah tertentu lainnya, ahli bedah tidak mungkin dapat
mengangkat tumor tanpa merusak jaringan otak normal.Oalam hal ini pasien dapat
menerima radioterapi atau perawatan lainnya.(Nurwati, 2014)
3) Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor.Sebuah mesin
besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya.Mungkin kadang radiasi
diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.Radioterapi biasanya
dilakukan sesudah operasi.Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa) yang mungkin tidak
dapat diangkat melalui operasi.Radiasi juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti
operasi.
Jadwal pengobatan tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien.
Setiap sesi radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit. Beberapa bentuk
terapi radiasi antara lain fraksinasi dan hiperfraksinasi. Fraksinasi merupakan
radioterapi yang biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa minggu.
Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi jaringan sehat di
daerah tumor. Pada bentuk hiperfraksinasi pasien mendapat dosis kecil radiasi dua
atau tiga kali sehari, bukan jumlah yang lebih besar sekali sehari. Efek samping dari
radioterapi dapat meliputi: perasaan lelah berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan
rambut, perubahan warna kulit (seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan
kejang (gejala nekrosis radiasi). (Nurwati, 2014)
4) Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk membunuh sel-
se\ kanker.Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan infus intravena ke seluruh
tubuh.Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode
pengobatan dan periode pemulihan. Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide
(Temodar) dan bevacizumab (Avastin), bam-baru ini telah mendapat persetujuan untuk
pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping lebih
sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama. Temozolomide
memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral. Efek samping dari kemoterapi, antara
lain: mual dan muntah, sariawan, kehilangan nafsu makan, rambut rantak, dan banyak
lainnya. Untuk menangani efek samping dari kemoterapi, diskusikan hal ini dengan
dokter anda.(Nurwati, 2014)
5) Psikoterapi
Memberikan psikoterapi bagi pasien kanker merupakan pekerjaan yang menuntut
penguasaan teknis dan profesionalitas yang tinggi. Bila dapat mengaplikasikan prinsip
terapi secara baik, hasil terapinya akan baik. Bila tidak, akan berpengaruh bagi
pemulihan kesehatan pasien, bahkan dapat memperparah penyakitnya.
a. Persiapan umum sebelum psikoterapi
- Pemeriksaan fisik dan laboratorium yang di perlukan
- Pemeriksaan psikologis yang perlu .Setelah diagnosis penyakit primer pasien
ditegakkan, jika diduga pasien mengalami masalah psikologis atau perlu
mengetahui masalah psikis pasien beserta derajat keparahannya, maka
diperlukan pemeriksaan psikologis. Secara klinis, lingkup pemeriksaan
psikologis yang umum meliputi watak, emosi, maupun gejala psikis. Materi
konkrit di tentukan berdasarkan keperluan.
- Lingkungan yang di perlukan bagi psikoterapi. Pada umumnya di perlukan
ruangan tersendiri dengan situasi nyaman, dan asri. Selama psikoterapi
umumnya tidak diperkenankan ke hadiran pihak ketiga.
b. Pemilihan metode psikoterapi
Hingga saat ini, psikoterapi sebagai metode penting dalam terapi penyakit
memiliki banyak jenis dan cara. Bagaimana memilih metode psikoterapi yang
sesuai bagi pasien, bergantung sepenuhnya pada jenis penyakit pasien dan derajat
keparahannya, ciri kepribadian, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengalaman hidup,
serta pengetahuan tentang kesehatan.
Dewasa ini belum ada suatu metode psikoterapi yang memiliki efektifas
khusus untuk masalah psikis tertentu.Secara klinis saat ini, khususnya RRC sering
kali di gunakan kombinasi dua jenis atau lebih metode psikoterapi.
c. Hal yang perlu diperhatikan sewaktu psikoterapi
- Psikoterapi dapat di pandang sebagai suplemen penting bagi terapi
konvensional. Bagi pasien kanker, masalah psikis yang ada dapat di
tatalaksana dengan metode psikoterapi dan obat yang diperlukan.
Efektifitasnya tidak dapat di capai hanya dengan terapi konvensional semata.
- Tutur kata dan sikap dokter yang baik merupakan mata rantai penting terapi.
Dalam proses terapi, ucapan dan tindakan dokter dapat berpengaruh pada
kondisi psikologis pasien, bahkan berpengaruh besar pada perubahan kondisi
penyakit pasien. Sugesti atau penjelasan yang berwibawa dan meyakinkan
mempunyai pengaruh positif, efeknya ada kalanya melebihi obat.Sikap yang
lembut dan teliti dalam tindakan dapat menimbulkan rasa percaya dari pasien
serta meningkatkan rasa percaya dirinya, sihingga ketaatan pada nasehat
dokter bertambah kuat.
- Hubungan psikoterapi dan dukungan keluarga serta masyarakat.
Pada pasien kanker kondisi psikisnya dapat sangat sedih, bahkan timbul
kebencian pada dunia. Di samping itu terhadap masalah ekonomi keluarga,
pekerjaan dan lain – lain yang membawa pengaruh besar. Dalam keadaan itu,
hanya mengandalkan dokter dalam terapi jelas tidak cukup. Diperlukan
dukungan dan kerja sama dari keluarga pasien dan masyarakat (rekan kantor
maupun tetangga), barulah dapat secara efektif meredakan emosi buruk dan
gejala psikis lain dari pasien, sehingga pasien kooperatif dalam terapi.
- Waktu psikoterapi
Metode psikoterapi yang di perlukan bervariasi menurut pasien.Waktu
terapi juga berbeda menurut pasien.Waktu terapi juga berbeda menurut
pasien.Pada umumnya 2 – 3 kali per minggu, 20 – 30 menit perkali sudah
memadai.
- Tuntutan terhadap dokter
Untuk psikoterapi pada umumnya, tuntutan profesionalitas tidak tinggi,
maka tidak ada tuntutan spesifik terhadap dokter.Tapi terapi perilaku, terapi
kognitif memerlukan dokter yang menguasi benar psikologi dan terlatih
secara khusus. Metode psikoterapi yang tidak dikuasai, tidak dimengerti ,
tidak boleh di lakukan atas diri pasien. (Desen,2011)
d. Macam-Macam Terapi Psikologis
- Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah suatu metode terapi berlandaskan asumsi bahwa
proses kognisi mempengaruhi emosi dan perilaku. Melalui prosedur atau
metode tertentu mengubah ketidakmengertian pasien, hingga menghasilkan
perbaikan atau pemulihan terhadap hambatan psikologis dan fisiologisnya.
- Terapi Perilaku (behavioral therapy)
Terapi perilkau disebut juga modifikasi pealku merupakan suatu metode
psikoterapi berdasarkan “prinsip pembelajaran”.Fokus terapi adalah perilaku
yang dapat diamati atau kondisi psikis yang dapat diungkapkan.Terapi
bertujuan mengubah psike dan perilaku negatif pasien.
- Terapi Emotif Rasional
Terapi emotif rasional adalah sejenis terapi kognitif, tetapi didalamnya
bercampur dengan sejumlah metode terapi perilaku, maka disebut juga
sebagai terapi kognitif perilaku.
- Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah metode psikoterapi melalui teknik hipnosis yang
membuat lingkup kesadaran pasien menjadi sangat sempit, dengan bantuan
kata-kata sugestif dari dokter, agar hambatan psikis dan faal pasien lenyap.
- Terapi Sugestif
Terapi sugestif adalah sejenis psikoterapi. Pasien tidak menggunakan
logikanya, dan secara total menerima konsep yang diajukan dokter untuk
menterapinya.
- Terapi Keluarga (family therapy)
Terapi Keluarga adalah suatu metode psikoterapi, dimana dokter melalui
hubungan dan pembicaraan teratur dengan semua anggota keluarga pasien,
berusaha menimbulkan beberapa parubahan internal pada keluarga pasien,
agar memperoleh dukungan dari anggota keluarga, sehingga gejala klinis
pasien berkurang atau lenyap.
- Terapi Penggalian (dredge therapy)
Terapi penggalian disebut juga terapi verbal, adalah suatu metode
psikoterapi, menggunakan kata-kata dokter untuk melakukan pelancaran,
pengarahan terhadap “sumbatan” psikologis pasien, sehingga mengurangi
atau menghilangkan hambatan fungsi psikis dan faal yang dialami pasien.
2.8. Reaksi Psikologis
1). Reaksi Psikologis yang Umum pada Pasien Kanker
Meskipun metode terapi kanker sudah mengalami banyak kemajuan, sebagian
kanker sudah dapat disembuhkan, sebagian kanker sudah dapat disembuhkan, tapi
untuk mencapai penaklukan kanker masih terbentang jalan yang panjang. Ketakutan
akan kanker menjadi hal yang umum. Terkena kanker ibarat memasuki jalur
kematian pelahan-lahan yang penuh duka dan derita.Setiap pasien kanker mengalami
reaksi psikologis berat.(Desen, 2011)
Derajat dan manifestasi reaksi psikologis tersebut berkaitan langsung dengan jenis
kelamin, usia, tingkat budaya, pengalaman hidup, pemahaman akan pengetahuan
medis, seperti ciri pribadi. (Desen, 2011)
2). Reaksi Psikologis yang Muncul saat Diagnosis
Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, ia dapat mengalami reaksi psikologis
yang rumit dan kacau. Reaksi tersebut dapat berupa:
a. Penolakan
Ini merupakan jenis reaksi pertahanan psikologis yang umum pada pasien
kanker saat pertama mengetahui diagnosisnya.Ia meragukan hasil diagnosis,
mencari bantuan terapi kemana-mana, melakukan pemeriksaan berulang kali,
berupaya membantah fakta diagnostik, menolak bantuan dan dukungan dari
orang lain. Timbul reaksi mental negatif tertekan, dan berusaha hidup, bekerja
dan belajar seperti biasa. (Desen, 2011)
b. Ansietas dan ketakukan
Setelah mengetahui diagnosisnya sebagian besar pasien mengalami
kegelisahan dan ketakutan. Sepanjang hari merasa kuatir, tidak tenang, mudah
marah, insomnia, nafsu makan berkurang, takut kehilangan daya kerja dan
hidup, dan takut akan kematian yang lamban dan penuh derita. (Desen, 2011)
c. Marah
Pasien kanker sering kali merasa tidak puas terhadap segala sesuatu di
dunia luar, penuh permusuhan, mudah marah besar karena hal-hal kecil, bahkan
merasa iri terhadap kesejahteraan, kesehatan, kegembiraan orang lain. (Desen,
2011)
d. Depresi
Setelah mengetahui diagnosisnya, paisen kanker dapat sering tampak
murung, gundah atau sangat sedih, menderita bahkan tumbul ide atau perilaku
pesimistis.
e. Menyendiri
Pasien kanker seringkali anggap dirinya sudah menjadi beban keluarga
dan masyarakat.Ia tidak ingin berhubungan dengan orang lain, menutup diri,
sering diam, tak banyak bicara, merasa terasing dan tak berdaya. (Desen, 2011)
Sering kali pasien kanker sering klai berharap banyak pada upaya dokter
atau kerabat dekatnya, berharap akan adanya keajaiban. Sebagian kecil pasien
mengalami ilusi, halusinasi dan gejala penyakit jiwa lain. (Desen, 2011)
3). Reaksi psikologi selama terapi
a. Reaksi Psikologis selama radioterapi
Karena sering kurang mengerti tentang radioterapi, atau terlalu
memperhatikan efek samping akibat radiasi atau karena dipengaruhi pihak lain,
maka selama radioterapi pasien sering mengalami ansietas, fobia, depresi dan
emosi negatif lain. Destruksi jaringan, pigmentasi lokal serta efek samping
akibat radiasi lainnya seing kali menimbulkan keraguan pasien akan efektivitas
radioterapi. Dapat pula timbul kekuatiran terjadi metastasis atau penyakit
akibat radiasi pada dirinya. (Desen, 2011)
b. Reaksi Psikologis Selama Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang sering digunakan.Adanya efek
langsung atau efek samping obat yang digunakan, selama waktu tertentu pasca
kemoterapi pasien sering kali mengalami ansietas, tegang, fobia, depresi,
maupun keraguan.Bila sebelum kemoterapi pasien sudah takut terhadap
kemoterapi, reaksi psikologis pasca kemoterapi yang muncul seringkali
menjadi lebih berat. (Desen, 2011)
c. Reaksi Psikologis selama Operasi
Operasi juga merupakan stimulus kejiwaan signifikan bagi pasien kanker.
Selain mengalami ketegangan, ketakutan yang umum, pasien sering kali
mengemukakan kekuatiran berlebih akan keberhasilan, ririko dan aspek lain
operasi. Sebelum operasi pasien sering kuatir akan peluang keberhasilan
operasi, apakah dapat secara tuntas mengangkat tumor atau tidak. Dalam
operasi, kuatir apakah tumor akan menyebar atau bermetastasis, hingga timbul
ketakutan dan kegelisahan. Hal ini sering timbul pasca operasi, terutama
amputasi osteosarkoma, atau operasi di bagian wajah yang merusak
penampilan. Operasi tersebut membuat rasa kehormatan pasien terluka.
Akibatnya dapat timbul kesedihan, bila berat dapat timbul depresi, ansietas
menonjol, bahkan pikiran pesimistis dan membenci dunia. (Desen, 2011)
4). Reaksi Psikologis Pasien Kanker Stadium Lanjut
Karena siksaan akibat kanker dan efek samping dari berbagai terapinya serta
kelemahan fisik pasien, maka reaksi psikologis pasien stadium lanjut lebih kuat dan
rumit.Secara umum reaksi psikologis pasien stadium lanjut dapat dibagi menjadi 3
fase.
a. Fase Penolakan
Fase ini timbul relatif dini.Reaksi emosi pasien yang semula sangat kuat
mulai menjadi tenang. Melalui mekanisme penolakan, ia menghadapi derita
dan goncangan dari diagnosis. Pasien tidak mau menerima kenyataan bahwa ia
menjelang ajal, meragukan akurasi diagnosis, mengharapkan kesimpulan yang
menolak diagnosis, melarang oramng lain berbicara hal apapun tentang
penyakitnya, apalagi tentang kematiannya.
b. Fase Ketakutan
Timbul pada kanker stadium sedang dan lanjut. Pasien akhirnya
memahami diagnosisnya tidak dapat ditolak lagi, bahwa ia akan meninggal dan
tidak berdaya. Kondisi jiwanya dapat berubah drastis, sangat emosional, marah,
bahkan sepanjang hari marah-marah atau timbul perilaku agresif, hingga
merasa putus asa.Sebagian kecil pasien dibawah dorongan depresi timbul
pikiran pesimistis atau bunuh diri.
c. Fase Adaptasi
Terlepas dari pasien mau atau tidak mau, pada akhirnya ia menerima dan
beradaptasi dengan diagnosis. Ketakukan akan kematian secara bertahap
lenyap, dan menjadi relatif stabil (namun sulit mencapai kondisi psikis sebelum
sakit). Pasien dapat tampil luar biasa tenang, tidak acuh terhadap segala hal
atau bereaksi hambar, sedikit bicara, tidak ingin berhubungan sosial, tetapi
sudah memiliki kesiapan mental tertentu menghadapi kematian yang
menjelang.
2.9. Komplikasi
Menurut Ariani (2012), komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
1) Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak (space-occupying).Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2) Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan
serebrospinal akibat massa.
3) Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4) Epilepsi
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal dan disebabkan oleh berbagai etiologi.
5) Metastase ketempat lain
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Kasus
Seorang pria berusia 52 tahun didiagnosis mengalami kanker otak pada lobus okspital
dengan ukuran tumor 2,5 cm. Diagnosis ditegakkan sejak 2 bulan lalu. Setelah diagnosis ia
diwajibkan menjalani regimen radioterapi (Isotope Cuprum). Klien mengeluh sering nyeri
kepala dan mengatakan tidak berdaya lagi menghadapi penyakitnya, dan mengalami
penurunan nafsu makan.Sejak didiagnosis klien mulai mengalami tanda-tanda ansietas yang
semakin lama semakin buruk, klien tidak bisa tidur, mencemaskan banyak hal, dan sering
merasakan nyeri kepala hebat.Jika nyeri kepala hebat berlangsung klien bisa mengalami
agitasi dan peningkatan systole pada tekanan darah.Saat dikaji klien mengatakan nyeri
datang tiba-tiba ketika beraktivitas maupun tidak, nyeri tumpul hanya daerah kepala
belakang, dengan skala nyeri 6, nyeri hilang datang. Setelah menjalani 3x radioterapi, klien
telah kehilangan seluruh rambutnya (hair loss) klien juga semakin menunjukkan respon
negative, ia banyak berdiam diri, menunjukkan perilaku tidak asertif, sulit menyatakan
perasaannya, menarik diri, afek sedih, cenderung ingin sendirian, sulit diajak bicara, dan
tidak mau beribadah dengan alasan merasa tidak bersih, merasa tidak berdaya dan merasa
bahwa ibadah itu tidak berguna juga tidak akan mengubah kondisinya.Saat diajak bicara
klien tidak menunjukkan kontak mata yang baik, klien sering melihat ke langit-langit atau
membelakangi perawat.
Perawat mengalami kesulitan masuk dalam situasi klien dan direncanakan skrinning
depresi.Diduga faktor biaya, perjalanan penyakit, keluarga, kehilangan peran dan ancaman
kematian menjadi penyebab perubahan afek emosi/psikologis klien.
3.2.Pengkajian
a. Data Demografi
- Nama :-
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Usia : 52 Tahun
b. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Dahulu :-
- Riwayat Kesehatan Sekarang : Klien didiagnosis mengalami kanker otak lobus
oksipital sejak 2 bulan lalu dengan ukuran tumor 2,5 cm
- Riawayat Kesehatan Keluarga : -
c. Keluhan Utama
Klien mengeluh sering nyeri kepala dan mengatakan tidak berdaya lagi menghadapi
penyakitnya, dan mengalami penurunan nafsu makan.
Pengkajian nyeri PQRST:
P : Nyeri datang tiba-tiba saat beraktivitas maupun istirahat
Q : Nyeri tumpul
R : Daerah kepala belakang
S : Skala 6
T : Hilang datang
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per
system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing),
B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1). Pernafasan B1 (breath)
- Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri kanan, tidak tampak lesi, edema dan
kemerahan daerah dada. Saat inspirasi-ekspirasi dada kiri dan kanan
seimbang, tidak ada retraksi dinding dada maupun depresi sternum.
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, edema, maupun massa teraba. Fokal
fremitus terdengar seimbang.
- Perkusi : Suara paru saat perkusi sonor
- Auskultasi : Suara nafas terdengar vesikuler
2). Kardiovaskular B2 (blood)
- Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak tampak lesi, edema maupun
kemerahan
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, edema, maupun massa teraba. Ictus kordis
teraba di IC 4 dan 5
- Perkusi : Saat perkusi menentukan batas atas, bawah, kiri, kanan jantung
tidak terdapat pembesaran ruang jantung
- Auskultasi : Suara s1 dan s2 seimbang
3). Persyarafan B3 (brain)
- Penglihatan (mata) :Tidak terdapat penurunan penglihatan dan
gangguan mata lainnya
- Pendengaran (telinga) :Klien tidak mengalami gangguan pada telinga dan
pendengaran. Terganggu bila mengenai lobus temporal
- Penciuman (hidung) :Klien tidak mengalami gangguan pada penciuman.
Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
- Pengecapan (lidah) :Klien tidak mengalami gangguan pada fungsi
pengecapan
4). Perkemihan B4 (bladder)
- Inspeksi : Tidak terdapat lesi, kemerahan, edema pada daerah genital. Tidak
ada hipospadia atau kelainan lain. Urine berwarna bening, tidak ada disuria,
hematuria.
5). Pencernaan B5 (bowel)
- Inspeksi : Mukosa bibir terlihat sedikit kering, lidah bersih, abdomen
tampak datar, tidak terdapat lesi, kemerahan, edema, ataupun massa yang
tampak
- Palpasi : Palpasi 4 kuadran tidak terdapat nyeri. Palpasi hepar dan limfa
tidak terdapat pembesaran
- Perkusi : Perkusi 4 kuadran terdengar timpani
- Auskultasi : Bising usus 15x/menit
6). Muskuloskeletal B6 (bone)
- Inspeksi : Ekstremitas atas dan bawah terlihat normal klien mampu turun
tempat tidur jika tidak sedang nyeri kepala hebat. Berjalan dengan bantuan
karna lemah
e. Pola Fungsional Gordon
- Pola Persepsi Kesehatan; Pola Manajemen Kesehatan
Klien tidak mengalami gangguan pada persepsi kesehatan.Klien mengatasi masalah
kesehatan dengan pergi ke rumah sakit dan menjalani terapi yang dianjurkan.
- Pola Nutrisi; Pola Metabolik
Klien mengalami penurunan nafsu makan. Berat badan tidak tercantum mengalami
penurunan
- Pola eliminasi
Klien tidak mengalami masalah pada BAK maupun BAB
- Pola Aktivitas; Pola Latihan
Aktivitas tidak mengalami gangguan.
- Pola Tidur; Pola Istirahat
Klien tidak bisa tidur dan mengalami tanda-tanda ansietas lainnya
- Pola Kognitif; Pola Persepsi
Klien tidak mengalami gangguan pada kognitifnya
- Pola Persepsi Diri; Pola Konsep Diri
Klien merasa dirinya tidak bersih untuk beribadah, banyak berdiam diri
- Pola Peran; Pola Hubungan
Klien sulit diajak bicara, menarik diri
- Pola Sexual; Pola Reproduksi
Klien tidak mengalami gangguan pada pola reproduksi
- Pola Koping; Pola Toleransi Stress
Klien banyak berdiam diri, menarik diri, afek datar, sulit diajak bicara, dan tidak
mau beribadah. Klien juga mengalami tanda-tanda ansietas yang semakin lama
semakin memburuk
- Pola Nilai; Pola Kepercayaan
Klien tidak mau beribadah karena merasa dirinya tidak bersih dan merasa bahwa
ibadah tidak akan mengubah kondisinya
3.3.Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds : Tumor intracranial Nyeri Akut b.d Agen
Klien nyeri kepala hebat  cidera biologis
disertai agitasi Bertambahnya massa di
Do : dalam tengkorak
Peningkatan systole 
Mekanisme kompensasi p
TIK

Traksi dan pergeseran
struktur peka nyeri dalam
rongga intracranial

Nyeri Kepala
Ds : Tumor otak Ansietas b.d perubahan
- Klien mencemaskan  dalam status kesehatan
banyak hal Saat didiagnosis, menjalani
- Tidak bisa tidur terapi, stadium lanjut
- Agitasi. 
- Mengalami penurunan Reaksi Psikologis
nafsu makan (Penolakan, Ansietas,
Do : Marah, Depresi)

Ds : Tumor otak Isolasi Sosial b.d gangguan


Klien mengatakan tidak  kondisi kesehatan
berdaya Saat didiagnosis, menjalani
Do : terapi, stadium lanjut
- Afek sedih 
- Cenderung ingin Reaksi Psikologis
sendirian (Penolakan, Ansietas,
- Perilaku tidak asertif, Marah, Depresi)
sulit menyatakan 
perasaan Merasa tidak berdaya,
- Sulit diajak bicara cenderung ingin menyendiris
- Tidak menunjukkan 
kontak mata yang Isolasi sosial
baik, klien sering
melihat ke langit-
langit atau
membelakangi
perawat.
Ds : Gangguan Citra Tubuh
- Klien merasa aneh b/d penyakit, terapi
dengan allopesia yang penyakit
dialami
Do :
- Klien selalu menutup
kepalanya dengan topi
- Perubahan dalam
keterlibatan sosial

3.4.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Isolasi sosial b.d kondisi kesehatan
4. Gangguan citra tubuh b/d penyakit, terapi penyakit
3.5.Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Noc Nic


1. Nyeri akut  Pain level Pain Management
 Pain control - Lakukan pengkaian
 Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komperhemsif
- Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri mampu frekuensi, kualitas
menggunakan tekhnik dan faktor
non farmakologi untuk presipitasi.
mengurangi nyeri, - Observasi reaksi non
mencari bantuan) verbal dari
- Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan - Gunakan tekhnik
menggunakan komunikasi
manajemen nyeri. terapeutik untuk
- Mampu mengenali nyeri mengetahui
(Skala, intensitas, pengalaman nyeri
frekuensi, dan tanda pasien
nyeri) - Kontrol lingkungan
- Menyatakan rasa yang dapat
nyaman setelah nyeri mempengaruhi nyeri
berkurang seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Ajarkan tekhnik non
farmakologi
- Berikan anagetik
untuk mengurangu
nyeri
- Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang
di perlukan atau
kombinasi dari
analgesic tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
- Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
- Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
- Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
- Evaluasi efektifitas
analgesic tanda dan
gejala.
2. Ansietas  Anxiety level Anxiety Reduction
 Sosial Anxiety level (Penurunan Kecemasan)
Kriteria Hasil : - Gunakan pendekatan
- Klien mampu yang menenangkan
mengidentifikasi dan - Nyatakan dengan
mengungkapkan gejala jelas harapan
cemas terhadap pelaku
- Mengidentifikasi, pasien
mengungkapkan dan - Jelaskan semua
menunjukkan tekhnik prosedur dan apa
untuk mengontrol cemas yan dirasakan
- Vital sign dalam batas selama prosedur
normal - Pahami persfektif
- Postur tubuh, ekspresi pasien terhadap
wajah, bahasa tubuh dan situasi stress
tingkat aktifitas - Temani pasien untuk
menunjukkan meberikan
berkurangnya keamanan dan
kecemasan mengurangi takut
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Identifikasi tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenai situasi
yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan
persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan
tekhnik relaksasi
- Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
Relaxation Therapy
- jelaskan alasan
untuk relaksasi dan
manfaat, batas, dan
jenis relaksasi yang
tersedia
- menciptakan
lingkungan yang
tenang dengan
cahaya redup dan
suhu yang senyaman
mungkin
- Ajak pasien untuk
bersantai dan
membiakan sensasi
terjadi
- Meunjukkan-berlatih
tekhnik relaksasi
dengan pasien
3. Isolasi social  Lonelines Severity Socialization Enhacement
 Social Involement - Fasilitasi dukungan
Kriteria Hasil : pasien oleh keluarga,
- Iklim sosial keluarga : teman dan
lingkungan mendukung komunitas
yang bercirikan - Dukungan hubungan
hubungan dan tujuan dengan orang lain
anggota keluarga yang mempunyai
- Partisipasi waktu luang : minat dan tujuan
menggunakan aktivitas yang sama
yang menarik, - Dorongan
menyenangkan dan melakukan aktivitas
menenangkan untuk sosial dan komunitas
meningkatkan - Berikan uji
kesejahteraan pembatasan
- Keseimbangan alam interpersonal
perasaan: mampu - Berikan umpan balik
menyesuaikan terhadap tentang peningkatan
emosis sebagai respon dalam perawatan dan
terhadap keadaan penampilan diri atau
tertentu aktivitas lain

- Keparahan kesepian : - Hadapkan pasien

mengendalikan pada hambatan

keparahan respon emosi penilaian, jika

sebagai respon emosi, memungkinkan

sosial atau eksistensi - Dukung pasien

- Penyesuaian yang tepat untuk mengubah

terhadap tekanan emosi lingkungan seperti

sebagai respon terhadap pergi jalan dan

keadaan tertentu bioskop

- Tingkat persepsi positif - Fasilitasi pasien


tentang status kesehatan yang mempunyai
dan status hidup individu penurunann sensori
- Meningkatkan hubungan seperti pengunaan
yang efektif dalam kacamata dan alat
perilaku pribadi pendengaran
- Interaksi sosial dengan - Fasilitasi pasien
orang, kelompok, atau untuk berpartisipasi
organisasi dalam diskusi
- Ketersediaan dan dengan group kecil
peningkatan pemberian - Membantu pasien
aktual bantuan yang mengembangkan
andal dari orang lain atau meningkatkan

- Mengungkapkan keterampilan sosial

penurunan perasaan atau interpersonal

pengalaman diasingkan - Kurangi stigma


isolasi dengan
menghormati
martabat pasien
- Gali kekuatan dan
kelemahan pasien
dalam berinteraksi
social
Self-Esteem Enhancdement
- Memantau laporan
harga diri pasien
- Menentukan locus
kontrol pasien
- Mendorong pasien
untuk kekuatan
identitas
- Membantu pasien
untuk menemjukan
penerimaan diri
- Membantu pasien
untuk menerima
ketergantungan yang
sesuai pada lain
- Reward atau memuji
kemajuan pasien
mencapai tujuan
- Memfasilitasi
lingkungan dan
kegiatan yang
meningkatkan harga
diri
4 Gangguan  Body image Body image enhancement
citra tubuh  Self esteem - Kaji secara verbal
Kriteria Hasil : dan non verbal
- Body image positif respon klien
- Mampu mengidentifikasi terhadap tubuhnya
kekuatan personal - Monitor frekuensi
- Mendiskripsi secara mengkritik dirinya
faktual perubahan fungsi - Jelaskan tentang
tubuh pngobatan,
- Mempertahankan perawatan, kemajuan
interaksi sosial dan prognosis
penyakit
- Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
- Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
- Fasilitas kontak
dengan individu lain
dalam kelompok
kecil
Self-Esteem Enhancement
- Memantau laporan
harga diri pasien
- Mendorong pasien
untuk kekuatan
identitas
- Membantu pasien
untuk menemukan
penerimaan diri
- Membantu pasien
untuk menerima
ketergantungan yang
sesuai pada lain
- Reward atau memuji
kemajuan pasien
mencapai tujuan
- Memfasilitasi
lingkungan dan
kegiatan yang akan
meningkatkan harga
diri
BAB V

ANALISA JURNAL

1. Nyeri
Menurut Sakiyan (2015) salah satu terapi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
nyeri pada pasien kanker yaitu hypnotherapy. Hypnotherapy adalah keadaan dimana
fungsi analitis logis pikiran direduksi sehingga memungkinkan individu masuk ke dalam
kondisi bawah sadar, dalam kondisi ini dimungkinkan untuk mengakses beragam potensi
internal yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup. Pelaksanaan
hypnotherapy penting sekali menggunakan komunikasi terapeutik dengan pendekatan
interpersonal agar segala sesuatu yang berkaitan dengan nyeri dan kecemasan partisipan
dapat terungkap dan kemudian pesan-pesan hynotherapy dapat diterima sehingga akan
membawa manfaat/ efektif pada nyeri dan kecemasan yang dialami.
Menurut Sendjaja (2004) komunikasi interpersonal memliki karakter humanistik
yaitu keterbukaan, empati, perilaku suportif, perilaku positif. Sikap positif dalam
komunikasi interpersonal yang dapat dilakukan adalah dengan memandang positif
terhadap diri sendiri sehingga yakin akan keberhasilan hypnotherapy dan akan
menularkan keyakinan tersebut kepada partisipan, di samping itu pemberi terapi juga
harus senantiasa menjaga perasaan positif terhadap partisipan terkait dengan respon
partisipan pada saat hypnotherapy dan interaksi lainnya sepanjang waktu pemberian
terapi.
Pemberian hypnoterapi dilakukan tiga kali/ tiga siklus pada masing- masing
partisipan. Proses hypnotherapi dilakukan melalui tahap pra induksi, induksi dan
deepening, pemberian sugesti terapi dan alerting. Hypnoterapi siklus 1 proses induksi dan
depeening menggunakan metode nafas dalam, proses sugesti terapi menggunakan metode
relaksasi, proses alerting/awakening menggunakan metode menghitung satu sampai
sepuluh diiringi dengan kata-kata penguatan sugesti. Hypnoterapi siklus 2 proses induksi
dan depeening menggunakan metode nafas dalam dan mata berkedip, sugesti terapi
menggunakan metode relaksasi dan perintah paradoks, proses alerting/awakening
menggunakan metode menghitung satu sampai sepuluh diiringi dengan kata-kata
penguatan sugesti. Hypnoterapi siklus 3 proses induksi dan depeening menggunakan
metode nafas dalam, mata berkedip, dan imagery oleh terapis, sugesti terapi
menggunakan metode relaksasi dan perintah paradoks, dan metode pemisahan/ disosiasi,
proses alerting/ awakening menggunakan metode menghitung satu sampai sepuluh
diiringi dengan kata-kata penguatan sugesti. (Sakiyan, 2015)
Tahap pemberian hypnotherapy yaitu melalui empat proses diantaranya :
a. Tahap Pra-Induksi
Tahap pra induksi bertujuan untuk mendapatkan data terkait dengan hal-
hal yang dirasakan oleh partisipan, termasuk harapan dan keinginan terhadap
penyelesaian masalah yang dihadapi. Informasi mengenai hal tersebut akan dapat
diperoleh jika terjadi hubungan saling percaya antara terapis dengan partisipan.
Pada tahap ini terapis akan membuat klien mengungkapkan perasaannya terutama
terkait nyeri yang dialami dengan menggunakan pendekatan komunikasi
terapeutik yaitu dengan berhadapan dengan partisipan, menampilkan sikap tubuh
yang rileks, mempertahankan kontak mata, mempertahankan sikap terbuka.
Sakiyan (2015) mendapatkan hasil pada tahap pra-induksi yaitu patisipan yang
mengalami nyeri dalam kategori sangat nyeri sejumlah 3 orang dan 3 orang
mengalami nyeri berat.
b. Induksi dan Deepening
Induksi adalah merupakan suatu metode yang digunakan oleh terapis
(peneliti) untuk membimbing pasien (partisipan) untuk mengalami suatu trance
hypnotheray. Kondisi ini merupakan proses ini terjadi perpindahan pikiran pasien
dari pikiran sadar (conscious mind) ke alam pikiran bawah sadar (sub- conscious
mind).
Deepening merupakan kelanjutan dari induksi yang bertujuan untuk
membawa partisipan pada tingkatan trance hypnosis sehingga akan meningkatkan
kemampuan partisipan untuk menerima sugesti. Trance hypnosis dibagi menjadi
beberapa tahap berdasarkan Davis-Husband Scale menjadi Hypnoidal, light
trance, medium trance, deep tranceatau somnambulism setelah dilakukan induksi
dan deepening diketahui ada perbedan yang cukup tajam terkait dengan tingkat
sugestifi tas pada masing-masing tahap siklus hypnotherapi, pada siklus 1
diketahui rata-rata partisipan masih berada pada tahap midle trance, sedangkan
pada siklus 2 dan siklus 3 partisipan sudah bisa mencapai tahap deep trance,
sehingga lebih sugestif terhadap sugesti therapi, hal ini juga di dukung dengan
hasil penurunan nyeri dan kecemasan yang lebih dirasakan pada hypnotherapi
siklus 2 dan semakin meningkat pada siklus 3. Metode induksi dan deepening
dapat menggunakan metode nafas dalam/deepth breathing, metode membuka dan
menutup mata/mata berkedip dan metode imagery oleh terapis, hal ini dilakukan
dengan beberapa pertimbangan yaitu untuk keseragaman perlakuan, kondisi latar
belakang pendidikan partisipan yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar,
mudah karena tidak banyak perintah yang rumit sehingga tidak memerlukan
banyak waktu bagi partisipan untuk mencerna, serta karena tidak adanya masukan
dan saran dari partisipan pada masing-masing metode karena dirasakan sesuai
dengan kondisi partisipan. (Sakiyan, 2015)
c. Sugesti Therapy
Sugesti terapi yang di berikan kepada partisipan dapat menggunakan
metode relaksasi, perintah paradoks dan pemisahan/disosiasi, pemberian
dilakukan ketika partisipan sudah memasuki kondisi trance, akan lebih efektif
apabila sampai pada deep trance atau somnabulism karena pada tahap ini kondisi
mental atau pikiran pasien menjadi sangat sugestif. Setelah menjalani semua
siklus hypnotherapy di dapatkan data terjadi penurunan nyeri dan kecemasan pada
masing-masing siklus, penurunan nyeri dalam kisaran 4 sampai 6,3 dan
penurunan kecemasan pada kisaran 7 sampai 15,8. Rata-rata penurunan nyeri
tertinggi pada siklus hypnotherapi 3 yaitu pada angka 6,3, hal ini kemungkinan
disebabkan karena pada tahap induksi dan deepening siklus 3 ini semua partsipan
bisa memasuki level deep trance yang lebih dalam sehingga partisipan lebih
sugestif terhadap sugesti terapi yang peneliti berikan seseorang yang mengalami
nyeri berarti tidak terpenuhi kebutuhan rasa nyaman dari partisipan, seseorang
yang nyeri akan mencari pertolongan untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyamannya, dengan hipnosis peneliti dapat memenuhi kebutuhan rasa nyaman
partisipan sejak tahap prainduksi, yaitu dengan menggali permasalahan yang
melatar belakangi nyeri kemudian membantu menyelesaikannya sehingga
partisipan merasa terbebas dari permasalahan dan tentram (ease), partisipan juga
merasa mampu mengatasi permasalahannya (transendece) karena ada orang yang
akan membantunya, hal tersebut terbukti saat penelitian, partisipan menyatakan
nyerinya berkurang langsung setelah selesai sesi hipnosis, partisipan juga merasa
lebih lega dan lebih segar saat terbangun dari hipnosis, partisipan tampak lebih
bersemangat dan lebih bugar. (Sakiyan, 2015)
d. Alerting
Alerting sering disebut juga dengan awakening merupakan tahap akhir
dari seluruh proses terapi. Pada tahap ini pasien perlahan-lahan dibangunkan dari
tidur hypnosis dan mengembalikan sepenuhnya kepada kesadaran, tahap yang
paling menyenangkan dari serangkaian tahap hypnotherapi adalah ketika
partisipanterbangun, membuka mata dan tersenyum kepada therapis, hal ini
menandakan proses hypnosis telah memberikan manfaat kepada pasien. Pada
pelaksanaan alerting pada 3 siklus hypnotherapi peneliti menggunakan metode
menghitung 1- 10 secara perlahan-lahan dengan memberikan ucapan yang
menguatkan terhadap proses sugesti, untuk mengakhiri proses hypnotherapi,
seorang therapis boleh mengucapkan kata-kata yang semakin membuat pasien
bersemangat dan yakin bahwa masalahnya sudah terselesaikan. Hal yang paling
banyak ditemukan adalah ekspresi senyum partisipan, yang menunjukan bahwa
nyeri dan kecemasannya berkurang atau hilang. (Sakiyan, 2015)
2. Ansietas
Menurut Reliani (2015) salah satu terapi untuk mengatasi masalah psikis penderita
kanker termasuk ansietas adalah teknik guided imagery. Teknik guided imagery
merupakan salah satu teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan seseorang dengan
menggunakan kekuatan pikiran. Tingkat kecemasan pada penderita kanker sebelum
dilakukan teknik guided imagery sebagian besar mengalami kecemasan sedang yaitu
sebanyak 9 orang (64%) sedangkan paling sedikit penderita kanker yang mengalami
kecemasan ringan yaitu sebanyak 5 orang (36%) dari 14 responden. Sesudah dilakukan
teknik guided imagery sebagian besar menjadi tidak ada kecemasan yaitu sebanyak 8
orang (57%) dan kecemasan ringan 6 orang (43%) dari 14 responden.
Imajinasi merupakan bahasa yang digunakan oleh otak untuk berkomunikasi
dengan tubuh. Segala sesuatu yang kita lakukan akan diproses oleh tubuh melalui
bayangan. Imajinasi terbentuk melalui rangsangan yang diterima oleh berbagai indera
seperti gambar aroma, rasa suara dan sentuhan. Respon tersebut timbul karena otak tidak
mengetahui perbedaan antara bayangan dan aktifitas nyata. Penelitian membuktikan
bahwa dengan menstimulasi otak melalui imajinasi dapat menimbulkan pengaruh
langsung pada system saraf dan endokrin. Imajinasi terbimbing merupakan suatu teknik
yang menuntut seseorang untuk membentuk sebuah bayangan/imajinasi tentang hal-hal
yang disukai. Imajinasi yang terbentuk tersebut akan diterima sebagai rangsang oleh
berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju
sensor thalamus. Ditalamus rangsang diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian kecil
rangsangan itu ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus sekitarnya dan sebagian
besar lagi dikirim ke korteks serebri, dikorteks serebri terjadi proses asosiasi pengindraan
dimana rangsangan dianalisis, dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata
sehingga otak mengenali objek dan arti kehadiran tersebut. Hipokampus berperan sebagai
penentu sinyal sensorik dianggap penting atau tidak sehingga jika hipokampus
memutuskan sinyal yang masuk adalah penting maka sinyal tersebut akan disimpan
sebagai ingatan. Hal-hal yang disukai dianggap sebagai sinyal penting oleh hipokampus
sehingga diproses menjadi memori. (Reliani, 2015)
Ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal yang disukai tersebut,
memori yang telah tersimpan akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari
pengalaman sensasi yang sebenarnya, walaupun pengaruh/akibat yang timbul hanyalah
suatu memori dari suatu sensasi. Amigdala merupakan area perilaku kesadaran yang
bekerja pada tingkat bawah sadar. Amigdala berproyeksi pada jalur sistem limbic
seseorang dalam hubungan dengan alam sekitar dan pikiran. Berlandaskan pada
informasi ini, amigdala dianggap membantu menentukan pola respon perilaku seseorang
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan setiap keadaan. Dari hipokampus rangsangan
yang telah mempunyai makna dikirim ke amigdala. Amigdala mempunyai serangkaian
tonjolan dengan reseptor yang disiagakan untuk berbagai macam neurotransmitter yang
mengirim rangsangan kewilayah sentralnya sehingga terbentuk pola respons perilaku
yang sesuai dengan makna rangsangan yang diterima (Reliani, 2015).
Pada teknik guided imagery, corteks visual otak yang memproses imajinasi
mempunyai hubungan yang kuat dengan sistem syaraf otonom, yang mengontrol gerakan
involunter diantaranya: nadi, pernapasan dan respon fisik terhadap stres dan membantu
mengeluarkan hormon endorpin (substansi ini dapat menimbulkan efek analgesik yang
sebanding dengan yang ditimbulkan morphin dalam dosis 10-50 mg/kg BB) sehingga
terjadi proses relaksasi dan kecemasan menurun. (Reliani, 2015)
BAB VI

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupyinglesion atau space taking lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak
baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, otak dan meningen,
yang bersifat ganas maupun jina dan dalam hal ini mencakup tumor-tumor primer pada
korteks, meningen, vaskuler, kelenjar hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga,
serta tumor metastasis dari bagian tubuh lainnya. Klien tumor intracranial datang dengan
berbagai gejala yang membingungkan oleh karena itu penegakkan diagnosis menjadi
sukar.
Kanker otak adalah sekumpulan massa sel-sel otak yang tumbuh abnormal, di luar
kendali. Sebagian besar kanker otak dapat menyebar melalui jaringan otak, tetapi jarang
menyebar ke area lain dari tubuh. Pada kasus tumor otak jinak, saat mereka tumbuh,
mereka dapat menghancurkan dan menekan jaringan otak yang normal lainnya, yang
dapat berakibat pada kelumpuhan ataupun fatal.Karena itu, dokter lebih suka
menggunakan istilah "tumor otak" daripada "kanker otak."Yang menjadi concern utama
pada pasien kanker otak maupun tumor otak ini adalah seberapa cepat mereka menyebar
melalui bagian otak/syaraf tulang belakang lainnya dan apakah mereka bisa diangkat dan
tidak kambuh lagi.Dimana penyebab dari tumor otak yaitu umur, jenis kelamin, industri
dan pekerjaan, radiasi ionisasi, makanan dan diet, pemakaian telpon seluler, supresi imun,
obat-obatan dan bahan kimia, sindrom genetik.Tumor otak kranial dapat dibedakan
menjadi glioma, oligodendroglioma, ependimoma, astrositoma, tumor meningeal, tumor
hipofisis, tumor kromofob, adenoma eosinofilik, adenoma basofil, neurilemoma,
pinealoma. Manifestasi dari tumor otak berbeda-beda menurut lokasinya, contohnya
tumor serebelum menyebabkan sakit kepala, ataksia, nistagmus, dan nyeri leher, tumor
pineal menyebabkan hidrosefalus dan sindrom parinaud dengan upgaze yang terganggu
dan kelainan pada pupil, dan tumor lobus oksipital menyebabkan hemianopia dan
gangguan penglihatan.
Tumor otak biasanya muncul dengan salah satu dari tiga sindrom: (1) progresi
subakut dari suatu defisit neurologis fokal, (2) kejang, atau (3) kelainan neurologis
nonfokal. Adanya gejala sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, anoreksia, atau
demam cenderung menunjukkan suatu metastasis dibandingkan suatu tumor otak yang
primer.
Tumor otak yang tumbuh dengan lambat di daerah-daerah yang relatif tenang
seperti lobus frontalis mungkin saja tidak terdeteksi dan dapat menjadi cukup besar
sebelum memunculkan gejala, sehingga memerlukan pemeriksaan diagnostik yang lebih
lanjut seperti EEG, CT scan, arteriografi, dan patologi anatomi, MRI, CT-Scan, PET,
SPECT, angiografi, dan analisis cairan serebrospinal. Pada beberapa tumor otak dapat
menimbulkan komplikasi seperti edema serebral, hidrosefalus, herniasi otak, epilepsi,
metastase ketempat lain. Penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan yaitu pembedahan,
radiosurgery stereotactic, radioterapi, kemoterapi.
5.2. Saran
Sebagai tenaga kesehatan khususnya keperawatan sebaiknya kita mengetahui
serta memahami konsep teori dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif agar masalah pada klien dapat teratasi secara efektif.Dalam hal ini, perawat
harus mencari sumber ilmu pengetahuan serta meningkatkan skill yang mana merupakan
landasan dalam melaksanakan tanggung jawab kita sebagai perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, TA. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika

Desen, Wan. 2011. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Dewi, Maharani, Elvie Loho, Vonny N.Tubagus. 2016. Gambaran CT-scan neoplasma
intrakranial di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Oktober 2014 September 2015. (http://download.portalgaruda.org, diakses 29
maret 2017)

IIFI Saraf. 2016. Status Epileptikus. Makassar: Fakultas Kedokteran Unhas.


(http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-_-Status-
Epileptikus.pdf, di akses 20 April 2017)

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa
Nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Jogjakarta: Mediaction

Nurwati, Sri., Prasetya, Rizka Indra. 2014. Kajian Medis Pemanfaatan Teknologi Nuklir Bnct
Untuk Tumor Otak Jenis Glioma.Pusat Sains Dan Teknologi Akselerator – Batan:
Yogyakarta.

Priceand Wilson.2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2.Jakarta: EGC.

Reiza, Yaumil. 2014. Profil Penderita Tumor Otak Di Rsup H. Adam Malik Medan Tahun 2011-
2013. (http://respository.usu.ac.id, diakses 18 April 2017)

Reliani. 2015. Teknik Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Penderita Kanker Serviks.
(http:// http://fik.um-surabaya.ac.id, Diakses 25 April 2017)
Satyanegara. 2014. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
Sakiyan, Elsye Maria Rosa. Action Research: Hypnotherapy to Overcome Pain and Anxiety in
Colon Cancer Patients. (http://download.portalgaruda.org, diakses 24 April 2017)

Sendjaja, D.S. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai