Anda di halaman 1dari 16

1Pengertian Relai Differensial

Relay differensial merupakan suatu relay yang prinsip kerjanya berdasarkan kesimbangan (balance),
yang membandingkan arus-arus sekunder transformator arus (CT) terpasang pada terminal-terminal
peralatan atau instalasi listrik yang diamankan. Penggunaan relay differensial sebagai relay pengaman,
antara lain pada generator, transformator daya, bus bar, dan saluran transmisi. Relay differensial
digunakan sebagai pengaman utama (main protection) pada transformator daya yang berguna untuk
mengamankan belitan transformator bila terjadi suatu gangguan. Relay ini sangat selektif dan sistem
kerjanya sangat cepat.

Prinsip Kerja Relai Differensial


Sebagaimana disebutkan diatas, Relay differensial adalah suatu alat proteksi yang sangat cepat
bekerjanya dan sangat selektif berdasarkan keseimbangan (balance) yaitu perbandingan arus yang
mengalir pada kedua sisi trafo daya melalui suatu perantara yaitu trafo arus (CT). Dalam kondisi normal,
arus mengalir melalui peralatan listrik yang diamankan (generator, transformator dan lain-lainnya). Arus-
arus sekunder transformator arus, yaitu I1 dan I2 bersikulasi melalui jalur IA. Jika relay pengaman
dipasang antara terminal 1 dan 2, maka dalam kondisi normal tidak akan ada arus yang mengalir
melaluinya. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 1 Pengawatan Dasar Relay Differensial


Jika terjadi gangguan diluar peralatan listrik peralatan listrik yang diamankan (external fault), maka arus
yang mengalir akan bertambah besar, akan tetapi sirkulasinya akan tetap sama dengan pada kondisi
normal, sehingga relay pengaman tidak akan bekerja untuk gangguan luar tersebut. Jika gangguan terjadi
didalam (internal fault), maka arah sirkulasi arus disalah satu sisi akan terbalik, menyebabkan
keseimbangan pada kondisi normal terganggu, akibatnya arus ID akan mengalir melalui relay pengaman
dari terminal 1 menuju ke terminal 2. Selama arus-arus sekunder transformator arus sama besar, maka
tidak akan ada arus yang mengalir melalui kumparan kerja (operating coil) relay pengaman, tetapi setiap
gangguan (antar fasa atau ke tanah) yang mengakibatkan sistem keseimbangan terganggu, akan
menyebabkan arus mengalir melalui Operating Coil relay pengaman, maka relai pengaman akan bekerja
dan memberikan perintah putus (tripping) kepada circuit breaker (CB) sehingga peralatan atau instalasi
listrik yang terganggu dapat diisolir dari sistem tenaga listrik. Seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2 Sistem Pengaman Relay Differensial


Tinjauan Beberapa Masalah Terhadap Relay Differensial

1. Karakteristik CT
Relay differensial dalam operasinya bahwa dalam keadaan normal atau terjadi gangguan diluar daerah
pengamanannya arus pada relay sama dengan nol. Karena itu kemungkinan salah kerja dari relay
differnsial dapat terjadi, arus yang dapatmenyebabkan relay salah kerja tersebut dinamakan arus
ketidakseimbangan. Bila suatu arus yang besar mengalir melalui suatu trafo arus maka arus pada terminal
sekunder tidak lagi linear terhadap arus primer. Hal ini disebabkan kejenuhan pada intinya. Pada relay
differensial trafo arusnya harus identik, namun kejenuhan intinya tidak dapat sama betul. Hal ini
disebabkan perbedaan beban dari masingmasing trafo arus tersebut.

2. Karakteristik Trafo Arus pada relay differensial, seperti gambar berikut ini :

Gambar 3 Karakteristik Trafo Arus (CT) Pada Relay Differensial

3. Perubahan Sadapan Berbeban


Pada saat ini umumnya transformator sudah dilengkapi dengan pengubah sadapan berbeban dimana tap
input dapat dirubah untuk mendapatkan output yang dikehendaki. Penyetelan dari trafo-trafo arus pada
transformator daya telah diset pada tegangan nominal dari transformator daya tersebut. Dengan demikian
bila terjadi gangguan pada waktu operasi transformator tersebut, maka tegangan pada sisi primernya
harus dirubah agar tegangan pada sisi sekundernya tetap. Oleh karena itu harga-harga tap trafo yang telah
diset pada tegangan nominalnya tadi tidak akan tepat lagi. Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya
arus ketidak seimbangan yang dapat membuat relay salah kerja.

4. Adanya Arus Serbu Magnetisasi (Magnetising Inrush Current) Pada Trafo


Jika trafo daya dihubungkan kesuatu sumber tenaga (jaringan) maka pada sisi primernya akan terjadi
proses transient yaitu menaiknya arus yang dinamakan arus serbu magnetisasi (Magnetising Inrush
Current) yang besarnya dapat mencapai 8 sampai 30 kali dari arus beban penuh yang terjadi dalam waktu
relative cepat. Peristiwa ini dapat membawa pengaruh terhadap kerja suatu relay kendatipun pada daerah
pengamanan tidak terjadi kesalahan.

Relay Differensial Persentase


Untuk mengatasi masalah (a) dan (b) diatas, maka relay differensial dilengkapi dengan kumparan kerja
dan restraining coil (kumparan penahan) atau lebih dikenal dengan Relay Differensial Persentase (Relay
Differensial Bias). Dengan melakukan pembaharuan relay defferensial yang berdasarkan Prinsip
Sirkulasi arusnya adalah untuk mengatasi gangguan yang timbul diluar dari pada perbedaan dalam hal
ratio terhadap nilai arus hubung singkat External yang tinggi. Relay differensial dengan persentase
memiliki Coil (belitan) peredam tambahan yang dihubungkan dengan pilot wire seperti gambar berikut
ini :

Gambar 4 Relay Differensial Persentase (Relay Differensial Bias).


Didalam relay ini kumparan kerjanya dihubungkan dengan titik tengah kumparan penahan (peredam),
total jumlah impedansi belitan didalam kumparan peredam sama dengan jumlah ampere belitan yang ada
pada kedua ½ bagian kumparan yaitu I1N/2 + I2/N yang memberikan rata-rata arus peredam sebesar (I1
+ I2)/2 di dalm belitan N. Untuk gangguan luar I1 dan I2 semakin besar dan karenanya kopel peredam
bertambah besar yang bisa mencegah kesalahan operasi.
Karakteristik operasi dari relay yang demikian diberikan pada gambar dibawah ini :

Gambar 5 Karakteristik Operasi Dari Sebuah Relay Differensial


Ratio arus perendaman rata-rata dari arus operasi differensial persentasenya bisa ditetapkan, maka relay
tersebut dinamakan relay differensial dengan persentase. Relay tersebut juga disebut relay differensial
bias, sebab relay ini dilengkapi dengan flux tambahan. Persentase relay differensial bias memiliki
karakteristik pick-up yang semakin tinggi. Karena besarnya arus yang lewat semakin bertambah, maka
arus peredamannya semakin bertambah.
JAM TRAFO
Pengertian Jam Travo
Jam trafo adalah gambaran perbedaan atau pergeseran sudut antara primer dan sekunder suatu trafo ( R-
r, S-s, T-t). Perbedaan sudut tersebut digambarkan dengan vektor dan akan membentuk seperti jam. kalau
dalam bahasa inggris, namanya vector group of transformer.
Trafo terdiri dari lilitan primer dan sekunder. Pada trafo 3 fase, jumlah lilitannya 3, untuk memenuhi 1
fase 1 lilitan. Hubungan lilitan pada trafo itu dapat dibagi menjadi 2 tipe (gambar ), yaitu wye/star dan
delta.

Gambar :
sisi kiri menggambarkan contoh lilitan berbentuk wye/star, dengan a), b), c) sama namun dengan
penggambaran yang berbeda.
sisi kanan menggambarkan konfigurasi lilitan delta, dengan a), b), c) sama namun dengan
penggambaran yang berbeda
Cara pemasangan dan tipe hubungan lilitan tersebut dapat bermacam-macam, sehingga membuat
berbagai jam trafo.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jam trafo tersusun dari vektor-vektor tegangan pada lilitan-lilitan
trafo, sehingga dapat dibentuk kode-kode tertentu seperti jam. Pada jam trafo, Setiap perbedaan 1 jam,
artinya fasenya berbeda 30 derajat.

Berikut ini ada 4 contoh:


1. Hubungan Trafo Wye-Delta Jam 1
Ambil contoh, anggap lilitan merah (R) primer dan sekunder menghasilkan fasor tegangan demikian,
begitu pula S dan T ( gambar 2a ). Tiap fase memiliki perbedaan 120 derajat.

Gambar 2.
a) Trafo dengan wye-delta berserta arah fasornya.
b) jika fasor kedua sisi dibandingkan, akan membuat arah jam 1
Bagian primer (kiri) mempunyai konfigurasi lilitan star, bagian sekunder (kanan) mempunyai konfigurasi
delta. Jika kedua fasor sisi primer dan sekunder disatukan dengan titik tengahnya, maka akan membentuk
arah jam 1 (gambar 2b ).
Jika kita ambil patokan fase warna merah, sisi primernya sebagai penunjuk angka 12, sedang sisi
sekundernya terlihat bergeser. Kemudian ditarik garis dari titik netral ke ujung panah r, maka membentuk
sudut 30 derajat (gambar 2b).
2. Hubungan Trafo Wye-Delta Jam 11
Gambar 3.
a) Trafo dengan wye-delta berserta arah fasornya.
b) jika fasor kedua sisi dibandingkan, akan membuat arah jam 11
Mirip dengan Yd1. Namun, liat konfigurasi delta pada sekunder, dan bandingkan dengan Yd1. Perbedaan
tersebut membuat perbedaan urutan fasenya, sehingga membentuk arah jam yang berbeda.
3. Hubungan Trafo Delta-Wye Jam 1

Gambar 4.
a) Trafo dengan delta-wye berserta arah fasornya.
b) jika fasor kedua sisi dibandingkan, akan membuat arah jam 1
Sisi primer mempunyai lilitan delta, dan sekunder mempunyai lilitan star.
4. Hubungan Trafo Delta-Wye Jam 11

Gambar 5.
a) Trafo dengan delta-wye berserta arah fasornya.
b) jika fasor kedua sisi dibandingkan, akan membuat arah jam 11
Mirip dengan konfigurasi Dy1. Sekali lagi, pengaruh hubungan lilitan di bagian delta yang
mempengaruhi perbedaan dengan Dy1.
Konfigurasi Lainnya:
Berikut ini adalah beberapa contoh konfigurasi lilitan pada trafo. Contoh sebelumnya menggunakan
penanda berupa r-s-t, namun pada gambar 6, berupa I-II-III. Intinya sama, hanya masalah penamaan saja.
Gambar 6. konfigurasi jam trafo lainnya beserta susunan lilitannya (zone4info.com)
PEDOMAN PEMELIHARAAN
2.1 In Service Inspection
In Service inspection adalah kegiatan inspeksi yang dilakukan pada saat trafo dalam
kondisi bertegangan/ operasi. Tujuan dilakukannya in service inspection adalah untuk
mendeteksi secara dini ketidaknormalan yang mungkin terjadi didalam trafo tanpa
melakukan pemadaman.
Subsistem trafo yang dilakukan in service inspection adalah sebagai berikut:
Electromagnetic circuit
Dielektrik
Struktur Mekanik
Bushing
OLTC
Pendingin
Selain subsistem di atas terdapat bagian-bagian lain yang dapat dilakukan in service
inspection, antara lain:
NGR – Neutral grounding Resistor
Fire Protection
Sistem monitoring (meter suhu dan on-line monitoring)

2.2. In Service Measurement


In Service Measurement adalah kegiatan pengukuran/ pengujian yang dilakukan pada
saat trafo sedang dalam keadaan bertegangan/ operasi (in service). Tujuan dilakukannya
TRAFO TENAGA
19
in service measurement adalah untuk mengetahui kondisi trafo lebih dalam tanpa
melakukan pemadaman.
2.2.1 Thermovisi/ Thermal Image
Pada saat trafo dalam keadaan operasi, bagian trafo yang dialiri arus akan menghasilkan
panas. Panas pada radiator trafo dan maintank yang berasal dari belitan trafo akan
memiliki tipikal suhu bagian atas akan lebih panas dari bagian bawah secara gradasi.
Sedangkan untuk bushing, suhu klem pada stud bushing akan lebih panas dari
sekitarnya.
Suhu yang tidak normal pada trafo dapat diartikan sebagai adanya ketidaknormalan pada
bagian atau lokasi tersebut. Metoda pemantauan suhu trafo secara menyeluruh untuk
melihat ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo dilakukan dengan menggunakan
thermovisi/ thermal image camera.

Gambar 2-1 Salah satu contoh kamera thermovisi/thermal image camera


Lokasi-lokasi pada trafo yang dipantau dengan thermovisi / thermal image camera adalah
sebagai berikut:
1. Maintank
2. Tangki OLTC
3. Radiator
4. Bushing
5. Klem-klem pada setiap bagian yang ada
6. Tangki konservator
7. NGR
Pada setiap pengukuran menggunakan thermovisi / thermal image camera, secara umum
dilakukan pengukuran suhu pada tiga titik (atas, tengah, dan bawah). Pada display /
tampilan alat, objek yang di monitor akan terlihat tertutupi sebuah lapisan gradasi warna
atau gradasi hitam putih. Warna – warna yang muncul akan mewakili besaran suhu yang
terbaca pada objek. Disamping kanan tampilan / display dilengkapi dengan batang
korelasi antara warna dengan suhu sebagai referensi warna-warna yang muncul pada
tampilan.

Lokasi-lokasi pada trafo yang dipantau dengan thermovisi / thermal image camera adalah
sebagai berikut:
1. Maintank
2. Tangki OLTC
3. Radiator
4. Bushing
5. Klem-klem pada setiap bagian yang ada
6. Tangki konservator
7. NGR
Pada setiap pengukuran menggunakan thermovisi / thermal image camera, secara umum
dilakukan pengukuran suhu pada tiga titik (atas, tengah, dan bawah). Pada display /
tampilan alat, objek yang di monitor akan terlihat tertutupi sebuah lapisan gradasi warna
atau gradasi hitam putih. Warna – warna yang muncul akan mewakili besaran suhu yang
terbaca pada objek. Disamping kanan tampilan / display dilengkapi dengan batang
korelasi antara warna dengan suhu sebagai referensi warna-warna yang muncul pada
tampilan.

Pengukuran thermovisi pada maintank dan OLTC trafo dilakukan pada tiga posisi yaitu
bawah, tengah dan atas untuk mengetahui gradasi panas pada trafo yang mewakili
normal tidaknya proses operasi dari trafo.
Sama halnya seperti pengukuran thermovisi pada maintank trafo, pengukuran thermovisi
pada sirip pendingin dilakukan pada tiga titik untuk mengetahui efisiensi dari proses
pendinginan sirip trafo tersebut.
Pengukuran pada bushing trafo adalah dengan melihat titik yang paling panas dalam
sebuah bushing dan membandingkan karakteristik suhu terhadap fasa lainnya.
Untuk pengukuran konservator dan NGR dilihat tiga titik secara vertikal untuk mengetahui
karakteristik suhu peralatan.

2.2.2 Dissolved Gas Analysis (DGA)


Trafo sebagai peralatan tegangan tinggi tidak lepas dari kemungkinan mengalami kondisi
abnormal, dimana pemicunya dapat berasal dari internal maupun external trafo.
Ketidaknormalan ini akan menimbulkan dampak terhadap kinerja trafo. Secara umum,
dampak/ akibat ini dapat berupa overheat, corona dan arcing.

Salah satu metoda untuk mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo adalah
dengan mengetahui dampak dari ketidaknormalan trafo itu sendiri. Untuk mengetahui
dampak ketidaknormalan pada trafo digunakan metoda DGA (Dissolved gas analysis).
Pada saat terjadi ketidaknormalan pada trafo, minyak isolasi sebagai rantai hidrocarbon
akan terurai akibat besarnya energi ketidaknormalan dan akan membentuk gas - gas
hidrokarbon yang larut dalam minyak isolasi itu sendiri. Pada dasarnya DGA adalah
proses untuk menghitung kadar / nilai dari gas-gas hidrokarbon yang terbentuk akibat
ketidaknormalan. Dari komposisi kadar / nilai gas - gas itulah dapat diprediksi dampak –
dampak ketidaknormalan apa yang ada di dalam trafo, apakah overheat, arcing atau
corona.
Gas gas yang dideteksi dari hasil pengujian DGA adalah H2 (hidrogen), CH4 (Methane),
N2 (Nitrogen), O2 (Oksigen), CO (Carbon monoksida), CO2 (Carbondioksida), C2H4
(Ethylene), C2H6 (Ethane), C2H2 (Acetylene).
Untuk mengambil sample minyak untuk pengujian DGA harus menggunakan syringe,
selang sampling dan konektor sampling pada valve trafo.

2.2.3 Pengujian Kualitas Minyak Isolasi (Karakteristik)


Oksidasi dan kontaminan adalah hal yang dapat menurunkan kualitas minyak yang berarti
dapat menurunkan kemampuannya sebagai isolasi. Oksidasi pada minyak isolasi trafo
juga akan ikut andil dalam penurunan kualitas kertas isolasi trafo. Pada saat minyak
isolasi mengalami oksidasi, maka minyak akan menghasilkan asam. Asam ini apabila
bercampur dengan air dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan proses hydrolisis pada
isolasi kertas. Proses hydrolisis ini akan menurunkan kualitas kertas isolasi.

Untuk mengetahui adanya kontaminan atau proses oksidasi didalam minyak, dilakukan
pengujian oil quality test (karakteristik).
Pengujian karakteristik minyak selain dilakukan untuk minyak di dalam maintank trafo juga
dilakukan pada minyak cable box (tubular) untuk koneksi bushing trafo ke GIS 150kV
melalui kabel.
Pengujian oil quality test melingkupi beberapa pengujian yang metodanya mengacu pada
standar IEC 60422. Adapun jenis pengujiannya berupa:
Pengujian Kadar Air
Fungsi minyak trafo sebagai media isolasi di dalam trafo dapat menurun. Salah satu
penyebab turunnya tingkat isolasi minyak trafo adalah adanya kandungan air pada
minyak. Oleh karena itu dilakukan pengujian kadar air untuk mengetahui seberapa besar
kadar air yang terlarut / terkandung di minyak.
Metoda yang umum digunakan untuk menguji kandungan air dalam minyak adalah
metoda Karl Fischer. Metoda ini menggunakan satu buah elektroda dan satu buah
generator. Generator berfungsi menghasilkan senyawa Iodin melalui proses elektrolisis
yang berfungsi sebagai titer / penetral kadar air sedangkan Elektroda berfungsi sebagai
media untuk mengetahui ada tidaknya kadar air di dalam minyak melalui proses titrasi
secara kolumetrik. Perhitungan berapa besar kadar air di dalam minyak dilihat dari berapa
banyak iodin yang di bentuk pada reaksi tersebut.

Pengujian tegangan tembus

Pengujian tegangan tembus dilakukan untuk mengetahui kemampuan minyak isolasi


dalam menahan stress tegangan. Minyak yang jernih dan kering akan menunjukan nilai
tegangan tembus yang tinggi. Air bebas dan partikel solid, apalagi gabungan antara
keduanya dapat menurunkan tegangan tembus secara dramatis. Dengan kata lain
pengujian ini dapat menjadi indikasi keberadaan kontaminan seperti kadar air dan
partikel. Rendahnya nilai tegangan tembus dapat mengindikasikan keberadaan salah satu
kontaminan tersebut, dan tingginya tegangan tembus belum tentu juga mengindikasikan
bebasnya minyak dari semua jenis kontaminan.
Terdapat beberapa metode pengukuran tegangan tembus pada minyak berdasarkan
standar, dimana setiap metode pengujian menggunakan bentuk dan jarak antar
elektroda.:
1. IEC 60156-02 Tahun 1995, dengan elektroda mushroom dengan jarak
elektroda 2,5mm (yang umum digunakan di PLN)
2. ASTM D1816 - 12 (VDE electrode) dengan elektroda mushroom dengan
jarak elektroda 1 atau 2 mm
3. ASTM D877 - 02 Tahun 2007 (Disc-electrodes) dengan elektroda silindrical
dengan jarak electrode 2.54 mm

Pengukuran Tangen Delta


Isolasi yang baik akan bersifat kapasitif sempurna seperti halnya sebuah isolator yang
berada diantara dua elektroda pada sebuah kapasitor. Pada kapasitor sempurna,
tegangan dan arus fasa bergeser 90° dan arus yang melewati isolasi merupakan kapasitif.
Jika ada defect atau kontaminasi pada isolasi, maka nilai tahanan dari isolasi berkurang
dan berdampak kepada tingginya arus resistif yang melewati isolasi tersebut. Isolasi
tersebut tidak lagi merupakan kapasitor sempurna. Tegangan dan arus tidak lagi bergeser
90° tapi akan bergeser kurang dari 90°. Besarnya selisih pergeseran dari 90°
merepresentasikan tingkat kontaminasi pada isolasi.
Dibawah merupakan gambar rangkaian ekivalen dari sebuah isolasi dan diagram phasor
arus kapasitansi dan arus resistif dari sebuah isolasi. Dengan mengukur nilai IR/IC dapat
diperkirakan kualitas dari isolasi.

Pengujian Tangen Delta Pada Isolasi Trafo


Sistem isolasi trafo secara garis besar terdiri dari isolasi antara belitan dengan ground
dan isolasi antara dua belitan.Terdapat tiga metode pengujian untuk trafo di lingkungan
PT PLN, yaitu metode trafo dua belitan, metode trafo tiga belitan dan metode autotrafo.
Titik pengujian trafo dua belitan yaitu:
Primer – Ground (CH)
Sekunder – Ground (CL)
Primer – Sekunder (CHL)
Untuk pengujian trafo tiga belitan titik pengujiannya adalah:
Primer – Ground
Sekunder – Ground
Tertier – Ground
Primer – Sekunder
Sekunder – Tertier
Primer – Tertier

Untuk autotrafo, metode pengujian dilakukan sama dengan metode trafo dua belitan
dengan perbedaan dan beberapa pertimbangan yaitu; Sisi HV dan LV pada autotrafo
dirangkai menjadi satu belitan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga bushing HV, LV dan
Netral dijadikan satu sebagai satu titik pengujian (Primer). Sisi Belitan TV dijadikan
sebagai satu titik pengujian (Sekunder).

Pengujian Tangen Delta Pada Bushing


Pengujian tangen delta pada bushing bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi pada C1
(isolasi antara konduktor dengan center tap) dan C2 (isolasi antara center tap dengan
Ground). Pengujian hot collar dilakukan untuk mengetahui kondisi keramik. Metode
hotcollar hanya digunakan untuk pengujian lanjut atau apabila bushing tidak memiliki tap
pengujian. Apabila tap pengujian rusak maka bushing segera diusulkan untuk
penggantian.

Anda mungkin juga menyukai