Disusun Oleh :
Indah Hairunisa
1103617024
MP C 2017
2018
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami telah berhasil menyusun makalah yang diberikan oleh dosen matakuliah Teori Belajar
dan Pembelajaran dengan judul makalah “Meningkatkan Multiple Intelegence Melalui
Kurikulum dan Pembelajaran yang Menyenangkan”.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kami mengharapkan,
kritik dan saran positif yang kiranya dapat membantu dalam penyempurnaan makalah
berikutnya. Akhir kata kami ucapkan terimakasih,
Indah Hairunisa
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah intelegensi atau kecerdasan bukanlah sesuatu yang baru bagi kita
sebagai pendidik. Namun sejalan dengan perkembangun ilmu pengetahuan, ilmu
tentang intelegensi pun berkembang. Pada dasarnya setiap anak memiliki multiple
intelegensi. Hanya saja, sering tidak semuanya terasah dengan baik oleh orang tua,
pendidik di sekolah, atau sistem pendidikan (kurikulum) nasional, sehingga kurang
berkembang. Padahal dengan mengembangkan seluruh potensi intelegensi anak sejak
dini, berarti kita memberi anak jalan untuk lebih mudah mencapai puncak sukses
kelak di kemudian hari. Kebanyakan anak memiliki sejumlah intelegensi yang
dominan dengan gaya belajar yang berbeda yang diekspresikan dengan cara yang
berbeda. Jika kita melihat anak tidak tertarik pada satu bidang tertentu, dimungkinkan
anak tersebut mempunyai lebih dari satu intelegensi primer. Namun, dapat juga berarti
sebaliknya, anak tersebut belum cukup matang untuk mengembangkan satu minat
yang kuat. Ormstein dan Gardner sependapat bahwa seluruh potensi otak tersebut
harus diberdayakan untuk mencapai kompetensi tertentu baik untuk kegiatan
pembelajalran di sekolah atau pendidikan di rumah. Seluruh potensi otak diberi
kesempatan yang sama melalui berbagai aktivitas dan stimulus yang diberikan dan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Guru perlu mengembangkan
suatu program pembelajaran yang dapat memberdayakan dan mengembangkan
intelegensi-intelegensi tersebut melalui kurikulum yang digunakan dan melalui
pembelajaran yang menyenangkan untuk mencapai kompetensi tertentu dalam
suatu kurikulum.
Kurikulum menjadi dasar dan cermin falsafah pandangan hidup suatu bangsa,
akan diarahkan kemana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa ini di masa depan,
semua itu ditentukan dan digambarkan dalam suatu kurikulum pendidikan. Kurikulum
haruslah dinamis dan terus berkembang untuk menyesuaikan berbagai perkembangan
yang terjadi pada masyarakat dunia dan haruslah menetapkan hasilnya sesuai dengan
yang diharapkan. Sejak isu reformasi pendidikan digulirkan, maka banyak
bermunculan gagasan-gagasan pembaharuan pendidikan. Arah reformasi dalam
mewujudkan pengembangan pendidikan terkait dengan kebijakan kurikulum adalah
ikut diperbaharuinya kurikulum yang ada sebelumnya dari kurikulum 1984
diperbaharui menjadi kurikulum 1994 diperbaharui menjadi kurikulum 2004 atau
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Selang dua tahun kemudian KBK pun telah
mengalami pembaharuan kembali menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) atau kurikulum 2006 dan terakhir diperbaharui menjadi kurikulum 2013.
Dan pada akhirnya anak didik menjadi cerdas karena seluruh intelegensinya
berkembang secara berimbang karena kurikulum dan metode pembelajaran yang
diberikan oleh guru. Hal ini sejalan dengan Undang-undang Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 yang
menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha adil dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertaketerampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Multiple Intelegences ?
2. Apa pengertian kurikulum 2013 ?
3. Apa saja karakteristik dari kurikulum 2013 ?
4. Bagaimana metode pembelajaran di dalam kurikulum 2013 ?
5. Bagaimana cara untuk melakukan pembelaran yang menyenangkan ?
6. Bagaimana cara meningkatkan multiple intelegences melalui kurikulum dan
pembelajaran yang menyenangkan ?
7. Bagaimana evaluasi pendidikan dalam peningkatan multiple intelegence melalui
kurikulum 2013 dan pembelajaran yang menyenangkan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan multiple intelegences
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kurikulum 2013
3. Untuk mengetahui apa saja karakteristik dari kurikulum 2013
4. Untuk mengetahui bagaimana metode pembelajaran dari kurikulum 2013
5. Untuk mengetahui bagaimana cara melakukan pembelajaran yang menyenangkan
6. Untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan multiple intelegence melalui
kurikulum dan pembelajaran yang menyenangkan
7. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi pendidik dalam peningkatan multiple
intellegence melalui kurikulum 2013 dan pembelajaran yang menyenangkan
D. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi tugas matakuliah teori belajar dan pembelajaran pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu peneliti tentang kecerdasan manusia adalah Prof. Howard Gardner
yang merupakan seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard. Gardner
(Dalam Suciati, 2005) menyatakan bahwa IQ tidak boleh dianggap sebagai tinggi atau
rendah seperti tekanan darah manusia dan kecerdasan seseorang tidak dapat diukur
secara mutlak dengan tes-tes IQ. Tes IQ hanya mampu mengukur kemampuan
seseorang dalam mengerjakan tes IQ tersebut saja.
Gardner juga menemukan bahwa setiap orang memiliki beberapa kecerdasan,
tidak hanya satu kecerdasan. Gardner menyebut istilah ini dengan “Kecerdasan Ganda
atau Inteligensi Ganda atau Multiple Intelligences”. Kecerdasan ganda adalah
kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang
bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika
dihadapkan pada suatu masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk
memecahkan masalah yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Seperti halnya
Ornstein, Gardner juga menyebutkan bahwa inteligensi seseorang terdiri dari
beberapa jenis seperti inteligensi bahasa, logis matematis, visual spasial, kinestetik,
interpersonal, intrapersonal, musical, dan naturalis. Perbedaan antara Ornstein dan
Gardner adalah Gardner tidak memisahkan letak jenis-jenis inteligensi di belahan
otak. Gardner lebih mengutamakan bahwa jenis-jenis inteligensi tersebut harus
dikembangkan secara berimbang, agar setiap individu dapat mengembangkan seluruh
kemampuannya secara maksimal.
Penelitian Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia dalam
memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh – tokoh lain dengan
menambahkan dua kecerdasan lagi, sehingga menjadi 10 macam kecerdasan.
Kehadiran ciri-ciri pada individu menentukan kadar profil kecerdasannya. Dalam
kehidupan nyata, kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul bersama-sama atau
berurutan dalam suatu atau lebih aktivitas. Orang yang memiliki tingkat kecerdasan
yang sangat tinggi pada satu jenis kecerdasan, namun rendah dalam kecerdasan yang
lain. Dalam dunia pendidikan, teori multiple intelligences mulai diterima karena
dianggap lebih melayani semua kecerdasan yang dimiliki anak.
1 Linda Campbell, dkk, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence,(Depok: Intuisi Press,
2004)hlm.65.
intonasi, kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi, mencipta
lagu, dan kemampuan menikmati lagu, musik, dan nyanyian.
6. Inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence)
Adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan,
intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kemampuan untuk menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Seperti dipunyai oleh para
komunikator, fasilitator, dan penggerak massa.
7. Inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence)
Adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan
kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri.
8. Inteligensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence)
Adalah kemampuan untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik.
Kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan
kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan
pengetahuan akan alam.
9. Inteligensi eksistensial (existencial intelligence).
Adalah kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk
menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia.
2 Loeloek. Endah Poerwati&Sofan Amri,Paduan Memahami Kurikulum 2013. (Jakarta:PT Prestasi Pustakaraya ,
2013),hlm.45.
itu, drilling sudah diberikan sejak awal, jauh sebelum siswa menghadapi ujian
nasional. Dalam pembelajaran seperti ini, tujuan pembelajaran yang dicapai lebih
kepada aspek kgnitif dengan menafikan aspek psikomotrik dan afektif.
Ketiga aspek tersebut sebenarnya sudah mendapat penekanan pada kurikulum
kita selama ini. Pada saat pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
2003, aspek kognitif, psikomotorik dan afektif (yang dikenal dengan taksonomi
Bloom tentang tujuan pendidikan), telah juga menjadi kompetensi integral yang harus
dicapai. Lalu pada saat pemberlakuan Kurikulum 2006, melalui pendidikan karakter,
aspek afektif yang seolah dilupakan para praktisi pendidikan, digaungkan. Tapi dalam
dataran praksis, hanya aspek kognitif yang dikejar. Penyebabnya adalah kurikulum
tidak dikawal dengan kebijakan yang sinergis, tetapi malah dijegal dengan kebijakan
ujian nasional.
Soal-soal ujian nasional hanya menguji pencapaian aspek kognitif. Pencapaian
aspek psikomotorik dan afektif tidak bisa diukur dengan menggunakan tes ini.
Padahal tes ini adalah penentu kelulusan. Maka pembelajaran yang terjadi adalah
pembelajaran yang berbasis materi tanpa memedulikan penanaman keterampilan dan
sikap. Pada kenyataannya, sejak awal siswa-siswa telah dibiasakan menghadapi soal-
soal model ujian nasional. Pembelajaran mengacu pada kompetensi dasar yang yang
nanti akan diujikan dalam ujian nasional. Bahkan ada pula guru yang menggunakan
soal-soal ujian nasional yang telah diujikan pada tahun sebelumnya sebagai acuan
dalam pembelajaran. Menjelang menghadapi ujian nasional, guru memberikan
pembelajaran ujian nasional pada siswanya. Apapun yang tidak ada kaitannya dengan
ujian nasional ditiadakan3.
Berdasarkaan pengalaman selama ini, hal tersebut harus didukung dengan
kebijakan yang konsisten, yaitu sistem avaluasi yang mengukur pencapaian
kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif secara berimbang. Tidak bisa
dipungkiri bahwa ujian nasional harus dihapuskan, sehingga penentu kelulusan
nantinya adalah transkrip nilai yang diperoleh dari nilai rapor tiap semester. Karena
nilai-nilai rapor sebagai hasil evaluasi pembelajaran mengandung ketiga aspek secara
menyeluruh, maka pembelajaran juga akan diberikan seccara benyeluruh dalam ketiga
aspek itu. Dengan dihapusnya ujian nasional, wewenang mengadakan evaluasi
kembali kepada guru sehingga lengkaplah kewenangan guru; menyusun rencana
3Ibid,hlm.67.
pembelajaran, melaksanakn kegiatan pembelajaran dan melaksanakan kegiatan
evaluasi. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
4 Ibid,hlm. 73.