PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
2.2.3 Susu
Menurut winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang di sekresikan oleh kelenjar
mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan mkan dan sumber gizi bagi anaknya.
Sebagian besar susu di konsumsi manusia berasal dari sapi. Susu merupakan makanan alami yang
hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, di antaranya yaitu protein,
kalsium, fosfo, vitamin A, dan tiamin (Vitamin B1) (Almatsier, 2002).
Sifat – sifat fisikokimia susu adalah kerapatan susu antara 1,0260-1,0320 pada suhu 20°C, Ph
susu segar berkisar antara 6,6-6,7, warna normal susu ke putih biru – biruan sampai kuning
kecoklatan, cita rasa susu meyenangkan dan agak manis berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin
berasal dari klorida (Usmiati dan Abu Bakar, 2009).
2.3.2 Penyarinagan
Roasting merupakan prose penyaringan biji yag tergantun pada waktu dan suhu yang di tandahi
dengan perubahan kimiawi yang signifikasi. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas dan produk
pirolisis volatin lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan citarasa. Kehilangan
berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian (Varnam and Sutherland, 1994).
Penyangraian bias berupa oven yang beroprasi secara batch atau contious. Pemanasan di
lakukan pada tekanan atmosfer dengan media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat
juga di lakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang di panaskan, dan pada beberapa
desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada pemanasan. Desain paling umun yang dapat
di sesuaikan baik untuk penyangrain secara batch maupun continous yaitu berupa drum horizontal
yang dapat berputar (Ciptadi dan Nasution, 1985).
2.3.3 Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100°C, tetapi
denagn waktu yamg berfvariasi dari beberapa detik sampai menit beberapa menit tergantung pada
tingginya suhu yang di gunakan. Makain tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat waktu yang
dibutuhkan untuk pemanasannya. Tujuan utama dari proses pasteurisasi adalah untuk menginaktifkan
sel-sel vegetative mikroba pathogen, mikroba pembentuk toksin maupun mikroba pembusuk.
Pemanadsan dalam proses pasteurisasi dapat di laukan dengan menguapkan air, air panas atau udara
panas. Tinggi suhu dan lamanya waktu pemanasan yang dibutuhkan dalam proses pasteurisasi
tergantungdari ketahanan mikroba terhadap panas. Namun perlu di perhatikan juga sensivitas bahan
pangan yang bersangkutan terhadap panas. Pada prisipnya, pasteurisasi memadukan antara suhu dan
lama waktu pemanasan yang terbaik untuk suatu bahan pangan. Pasteurisasi dapat di lakukan dengan
dua cara, yaitu metode 1) low Temperature Long atau di singkat LTLT dan 2) High Temperature
Short Time yang di singkat HTST. Metode LTLT dilakukan pada suhu 62,8°C selam 30 menit,
sedangkan HTST. Metode dilakukan pada suhu 71,7°C selama 15 detik (Koeswardhani, 2006).
2.3.4 Sterilisasi
Sterilisasimerupakan salah satu cara pengolahan bahan pangan yang bersifat mengawetkan.
Sterilisasi juga merupakan istilah untuk setiap proses yang menghasilkan istilah untuk setiap proses
yang menghasilakan kondii steril dalam bahan pangan. Jadi sterilisasi adalah cara atau langkah atau
usaha yang di lakukan untuk membunuh semua mikroba yang dapat hidup dalam bahan pangan
(Koeswardhani, 2006).
Dalam proses sterilisasi, semakin rendah suhu yang di gunakan maka semakin lama waktu yang
dibutuhkan. Namun, waktu pemanasan yang cukup lama, lebih-lebih pada suhu tinggi, akan berakibat
menurunnya nilai gizi. Sterilisasi tersebut dikenal dengan istilah Ultra High Temperature atau di
singkat dengan UHT, yaitu dilakukan pada suhu sekitar 135°C selama 2 – 4 detik (Koeswardhani,
2006).
Asideu (1989) mengungkapkan produk coating dan anrobing dapat diubah sesuai yang
dikehendaki karena dapat dilindungi dari kerusakan mekanis. Keanekaragaman penyalut yang
digunakan untuk memberikan suatu bahan appearance yang berbeda dari penampilan sebelumnya,
yaitu berpa gloss dan color dapat menjadi keunggulan dari produk itu sendiri. Setelah mengalami
coating dan enrobing, bahan makanan biasanya akan mengikuti ingradent yang dibawa oleh
penyalutnya.
Ketebalan dari coating dan enrobing di tentukan oleh viskositas bahan. Semakin tinggi viskositas
bahan akan semakin bumbu yang menyelimuti bahan makanan (warsito, 2003). Proses coating dan
enrobing menghasilkan perubahan pada warna, rasa, tekstur , dan juga flavor. Menurut deman (1989)
warna penting bagi banyak makanan. Warna memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia pada
makanan, seperti reaksi browning, Tekstur merupakan faktor penentu mutu makanan dari pada
warna dan rasa. Ciri dari tekstur adalah renyah, berminyak, rapuh, empuk, bersari, menempung, dan
mengeripik. Flavor merupakan kombinasi bau, rasa, dan maouthfeel.