Puji syukur kami panjatakan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan berkat, rahmat dan bimbingannya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Kami sangat mengharapkan kiranya makalah ini bisa berguna bagi kita
semua dalam rangka peningkatan pendidikan khususnya di bidang ‘Pertanahan’.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita menjadi
lebih luas lagi.
Seperti ada pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak.”
Demikian pula kami menyadari makalah ini belumlah sempurna, masih banyak
kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran
untuk penyempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
1
BAB 1.
PENDAHULUAN
2
Mengetahui permasalahan pengelolaan rumah susun sehingga tidak berfungsi
maksimal dan menemukan solusi agar rumah susun agar dapat berfungsi
maksimal dan meningkan fungsi kota secara keseluruhan.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
(b) Sebutan yang digunakan para pendidik. Sedangkan para pendidik menyebut
usia awal kanak-kanak sebagai usia pra-sekolah, usia pra-sekolah adalah usia yang
belum memasuki usia sekolah atau masih di taman kanak-kanak, kelompok
bermain, atau penitipan anak-anak.
(c) Sebutan yang digunakan para ahli psikologi. Para ahli psikologi menggunakan
sejumlah sebutan yang berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari
perkembangan psikologi anak selama tahun awal masa kanak-kanak.
Sebab, suatu saat, sebuah keluarga yang memiliki anak balita itu mungkin
saja lengah dalam memberikan pengawasan. Dan saat lengah itulah sang tetangga
dapat mengover pengawasan kepada anak-anak.Tidak hanya itu, manfaat adanya
ikatan komunal, bila terjadi kecelakaan yang tidak disengaja saat aktivitas anak-
anak bermain dapat diselesaikan secara kekeluargaan.Misalnya, dalam kasus
Daniel, ketika temannya tanpa sengaja mendorongnya hingga jatuh dari lantai
empat, dapat diselesaikan di luar pengadilan.Arist mengamini pentingnya
penyelesaian sengketa antara anak-anak itu di luar ketentuan hukum, meskipun
siapa pun yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang pada dasarnya
harus diproses secara hukum. Anak-anak tidak bisa disalahkan karena mereka
sejatinya masih belum sepenuhnya mengerti berbagai bahaya, baik bahaya itu
dapat mengancam nyawanya sendiri atau anak lainya.
5
keamanan yang tidak memadai untuk anak-anak secara teori dapat diperkarakan di
pengadilan. Ambil contoh kasus yang dialami Daniel. Orang tua sebenarnya dapat
menggugat pihak pengembang maupun pemberi izin bangunan tentang bangunan
yang tidak berperspektif anak.Gugatan tersebut tentunya untuk memberikan efek
jera agar kasus serupa tidak terulang lagi serta dapat menjadi pelajaran bagi
pengembang saat akan membangun rusun.Tapi permasalahannya selama ini,
berdasarkan pengamatan Ibnu, belum ada penghuni rusun yang berani
melayangkan gugatan ke pihak pengembang, apalagi kepada pemberi izin dalam
hal ini pemerintan daerah setempat. Hal rersebut bisa dimaklumi lantaran proses
pengadilan di negeri ini memakan waktu bertahun-tahun dan biaya yang
dibutuhkan tentu tidak murah.
6
Dengan segala kondisi tersebut, mengakibatkan beberapa kelemahan
dalam pelayanan perkotaan seperti:
1) Keterbatasan dalam penyediaan air minum, listrik, gas, bahan bakar dan
sebagainya, baik secara kualitas maupun kuantitas;
2) Keterbatasan ketersediaan infrastruktur perkotaan seperti jalan, saluran,
drainase, pengolah sampah dan sebagainya;
3) Keterbatasan dalam pelayanan publik seperti: rumah sakit, sekolah dan
sebagainya;
4) Keterbatasan sarana perumahan yang terjangkau dan layak huni,
khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Karena keterbatasan ini, maka dampak yang ditimbulkan adalah sebagai
berikut:
Kemacetan lalu lintas;
Banjir;
Menurunnya tingkat kesehatan;
Tingginya kriminalitas;
Permukiman kumuh;
Dalam mengatasi permasalah tersebut salah satu solusi yang telah dibuat
adalah dengan mendekatkan permukiman penduduk dengan lokasi tempat mereka
bekerja dan berusaha. Dikarenakan di perkotaan ketersediaan lahan untuk
permukiman sangat terbatas dan sangat mahal, maka solusi yang ditawarkan
adalah dengan pembangunan perumahan dengan sistem vertikal yang biasa
disebut apartemen atau rumah susun.
7
Pasal 5 Undang-Undang No.16 Tahun 1985 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun yang menyatakan bahwa Rumah Susun dibangun
sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama masyarakat
yang berpenghasilan rendah. Pembangunannya dapat dilaksanakan atau
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, atau
Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dibidang itu.
Dalam perkembangannya, banyak rumah susun yang dibangun oleh
pemerintah tidak dihuni oleh orang-orang yang tepat, sebagaimana sasaran
semula. Sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap fungsi
kota secara keseluruhan,
2.3 Umum
Sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat, cukup banyak permasalahan
yang menyangkut pengelolaan rumah susun. Permasalahan penghunian datang
dari kenyataan bahwa menghuni rumah susun masih dirasakan sebagai bentuk
budaya baru yang memerlukan waktu penyesuaian. Rumah susun terdiri dari
beberapa lantai hunian, merupakan bentuk perubahan hidup yang biasa melekat
dengan tanah, menjadi tidak memiliki tanah untuk sekedar bercocok tanam.
Kendala lain adalah masalah penghunian, pada awal penghunian sudah diadakan
seleksi sesuai dengan target sasasan, yaitu masyarakat yang berpenghasilan
rendah. Namun dalam perjalanannya, banyak penghuni yang memperjual-belikan
hak penghuniannya kepada orang-orang yang tidak berhak. Hal ini dipicu Tugas
oleh kebutuhan ekonomi para penghuni awal. Masalah-masalah lainnya antara
lain adalah sebagai berikut:
2.3.1 Teknis
Secara teknis permasalahan yang sering kali timbul dalam pengelolaan
rumah susun adalah:
a. Mahalnya harga tanah di pusat-pusat kota yang berdekatan
dengantempat bekerja dan berusaha, sehingga harga jual rusunawa
masihmahal walau telah disubsidi;
8
b. Kurang sempurnanya perletakan antara dapur, kamar mandi dan
kamar tidur, dikarenakan keterbatasan luasan per satuan unit rumah
susun serta belum adanya desain standar yang ideal;
c. Kurangnya pengawasan pada saat pelaksanaan pembagunan,
sehingga sering terjadi kebocoran air, baik itu air bersih atau air
kotor dari lantai diatasnya;
d. Tidak tersedianya ruang jemur pakaian yang memadai;
e. Karena umumnya berlantai lebih dari 4, maka pada saat hujan
terjadi tempias dan saat musim panas cahaya dapat masuk
langsung ke dalam rumah;
f. Kualitas bangunan yang serba standar, sehingga mengurangi rasa
nyaman;
g. Tidak tersedia lift untuk bangunan sampai dengan berlantai 5.
h. Tidak tersedianya ruang pertemuan yang memadai sebagai tempat
bersosialisasi;
i. Belum semua bangunan rumah susun yang dilengkapi dengan ramp
untuk penyandang cacat.
j. Distribusi air bersih sering kali tidak merata, misalnya apabila unit
bagian bawah memakai air, maka unit bagian atas akan kesulitan
mendapatkan air, karena kurangnya volume dan tekanan air.
2.3.2 Sosial Budaya
Tinggal di rumah susun merupakan budaya yang relatif baru bagi
masyarakat kita, sehingga seringkali kegiatan sehari-hari yang dilakukan pada saat
tinggal di rumah biasa (tidak susun) terbawa ke lingkungan rumah susun
(Ekaputra,dkk. 2014), yang antara lain sebagai berikut:
a. Berbicara dan menggunakan perangkat audio dengan keras, sehingga
mengganggu tetangga kamar maupun penghuni secara keseluruhan;
b. Mengutamakan kepentingan individu dalam menggunakan fasilitas
umum seperti, tangga, selasar depan kamar yang juga berfungsi
sebagai jalan akses bagi tetangga, dapur dan kamar mandi umum,
9
tempat bermain umum bagi anak-anak, parkir dan fasilitas umum
lainnya;
c. Menjemur pakaian keluar jendela, sehingga merusak pemandangan
dan dapat meneteskan air dari pakaian yang masih basah ke jemuran
pakaian yang sudah kering di bawahnya;
d. Tanpa disadari selalu membuang sampah atau barang tidak berharga
lainnya ke luar yang dapat mengganggu kenyamanan penghuni lainya,
khususnya dilantai bawah;
e. Karena terletak saling berdekatan, maka segala kegiatan, harta benda
tetangga jelas terlihat, sehingga sering menjadi pergunjingan dan
saling cemburu;
f. Kurangnya kesadaran penghuni dalam memelihara fasilitas umum.
2.3.3 Ekonomi
Penghuni rumah susun sewa umumnya adalah yang berpendidikan dan
berpenghasilan rendah, sehingga dalam kegiatan penghunian selalu timbul
permasalahan:
1. Kriminalitas diantara sesama penghuni;
2. Kecemburuan secara ekonomi antar penghuni;
3. Terlambat membayar sewa, air, listrik dan iuran lainnya sebagai
penghuni;
4. Kurangnya insentif perpajakan kepada para penghuni, pengelola
maupun pengembangnya.
2.3.4 Hukum
a. Hak dan kewajiban penghuni dan pengelola tidak terperinci secara
jelas berikut sanksi yang akan diterapkan apabila terjadi pelanggaran;
b. Rendahnya disiplin para penghuni dalam mematuhi segala kewajiban;
c. Lemahnya penegakan hukum terhadap semua pelanggaran yang
dilakukan.
2.3.5 Administrasi
Masalah – masalah yang sering timbul dari segi administrasi adalah:
10
a. Lemahnya pengelola dalam mengadiministrasikan penghuni, baik yang
masuk maupun yang keluar;
b. Rendahnya kesadaran para penghuni dalam melaporkan dan
mencatatkan segala kegiatan keluar – masuk penghuni, jumlah dan
kegiatannya kepada pengelola.
2.4 Permasalahan Lain
Mulailah muncul masalah, karena unit hunian yang luasnya hanya 36 m2
itu menjadi terasa sumpek. Apalagi bangunan rumah susun tidak bisa
dikembangkan seperti hanya bangunan rumah horisontal. Karena itu sekitar
dua tahun lalu Djunaedi memutuskan untuk pindah ke rumah biasa, yang
memiliki halaman. Walaupun setiap tahun dilanda banjir dan setiap hari harus
mengeluarkan biaya transportasi yang cukup besar, tetapi ia mengaku cukup
senang dan puas. Di sini terlihat bahwa orang lebih rela sedikit menderita
(transport mahal, banjir) daripada harus tinggal di rumah susun yang sumpek
tetapi dekat ke mana-mana.
11
permukiman dengan pola vertikal yang biasa disebut rumah susun ini. Rumah
susun memiliki beberapa ciri fisik antara lain, kepadatan penghuni tinggi,
disain tidak fleksible, jauh dari tanah, dan hubungan antar pintu yang satu
dengan pintu yang lain relatif dekat (Suara Pembaharuan, 3/1/1999). Selain itu
batas-batas kepemilikan hanya mencakup unit huniannya saja, sedangkan
ruang-ruang lain seperti koridor/ selasar, tangga, halaman di lantai dasar,
taman dan tempat parkir adalah ruang-ruang yang dimiliki bersama. Sehingga
dalam pemanfaatan ruang-ruang bersama tersebut dibutuhkan adanya rasa
memiliki dan rasa tanggung jawab bersama dari setiap warga penghuni rumah
susun yang bersangkutan. Untuk dapat bertahan hidup di lingkungan rumah
susun dituntut adanya toleransi yang tinggi antar warga, kesadaran akan hak
dan kewajiban, sopan santun bertetangga, serta kedisiplinan dalam
menjalankan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang ada. Hal-hal tersebut
di atas menjadi suatu masalah manakala kita menghubungkannya dengan
manusia-manusia yang dituntut untuk melaksanakannya.
12
royongan dan keselarasan sesuai dengan kepribadian Indonesia dalam
mengelola bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, maka
dibentuk perhimpunan penghuni yang mengatur dan mengurus
kepentingan bersama.”
3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4
TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN
Pasal 20:
“Bagian bersama yang berupa ruang untuk umum, ruang tangga, lift,
selasar, harus mempunyai ukuran yang mempunyai persyaratan dan
diatur serta dikoordinasikan untuk dapat memberikan kemudahan bagi
penghuni dalam melakukan kegiatan sehari-hari, baik dalam hubungan
sesama penghuni, maupun dengan pihak lain, dengan memperhatikan
keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan.”
Pasal 21:
“Benda bersama harus mempunyai dimensi, lokasi, kualitas, kapasitas
yang memenuhi persyaratan dan diatur serta dikoordinasikan untuk dapat
memberikan keserasian lingkungan guna menjamin keamanan dan
kenikmatan para penghuni maupun pihak-pihak lain, dengan
memperhatikan keselarasan, keseimbangan, dan keterpaduan.”
Pasal 54:
“Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian
maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk
mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai
pemilikan, penghunian dan pengelolaan.”
Pasal 61:
“(1) Setiap penghuni berhak:
a) Memanfaatkan rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama secara aman dan
tertib.
b) Mendapatkan perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
13
c) Memilih dan dipilih menjadi Anggota Pengurus Perhimpunan
Penghuni.
(2) Setiap penghuni berkewajiban:
a) Mematuhi dan melaksanakan peraturan tata tertib dalam rumah
susun dan lingkungannya sesuai dengan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
b) Membayar iuran pengelolaan dan premi asuransi kebakaran.
c) Memelihara rumah susun dan lingkungannya termasuk bagian
bersama, benda bersama dan tanah bersama.
(3) Setiap penghuni dilarang:
a) Melakukan perbuatan yangmembahayakan keamanan, ketertiban,
dan keselamatan terhadap penghuni lain, bangunan dan
lingkungannya.
b) Mengubah bentuk dan/atau menambah bangunan di luar satuan
rumah susun yang dimiliki tanpa mendapat persetujuan
perhimpunan penghuni.”
Pasal 62:
“Pengelolaan rumah susun meliputi kegiatan-kegiatan operasional yang
berupa pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana
lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama.”
Pasal 64:
“Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat
dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk
oleh perhimpunan penghuni.”
Pasal 68:
“Badan pengelola mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan dan perbaikan
rumah susun dan lingkungannya pada bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama.
14
b. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sesuai dengan
peruntukannya.
c. Secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni
disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.”
2.5 Pedoman Teknis Pengelolaan Rumah Susun
Kriteria Pemilihan Pengelola Rumah Susun:
a. Mempunyai kemampuan manajerial dasar;
b. Mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik;
c. Profesional dan memiliki kemampuan kewirausahaan;
d. Memiliki pengetahuan mengenai berbagai peraturan dan ketentuan
tentang pengelolaan rumah susun;
e. Mempunyai pengetahuan tentang prinsip-prinsip administrasi dan
keuangan;
15
BAB 3.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa keberadaan rumah susun adalah alternative yang
tepat untuk dijadikan sebagi hunian tempat tinggal bagi penduduk kelas ekonomi
menengah ke bawah yang mengalami permasalahan mengenai kurangnya lahan
dan semakin mahalnya semua kebutuhan. Rumah susun sangat membantu dan
perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar memang rumah susun ini tepat sasaran
dan mampu mengurangi angka tunawisma khususnya di daerah perkotaan serta
menekan peningkatan jumlah gelandangan dan pemukiman kumuh yang semakin
lama terus bertambah. Rumah susun telah memenuhi syarat-syarat ideal suatu
hunian layak huni. Bahwa rumah susun di Indonesia masih memiliki banyak
permasalahan, baik itu secara Teknis, Sosial budaya, Ekonomi, Hukum maupn
administrasi.
3.2 Saran
Rumah susun memang adalah pilihan yang tepat, hanya yang harus
diperhatikan adalah pemeliharaan dan pengelolaannya khususnya di bagian
keamanan dan kebersihan, serta standar kesehatannya. Di bidang keamanan,
pengawasan berupa adanya security sangat penting mengingat kasus kriminalitas
yang marak terjadi di lingkungan rumah susun.
perlu diterapkan tata kelola rumah susun yang benar dan sesuai dengan
peruntukkannya dengan cara penegakan hukum yang telah ada berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku agar seluruh persoalan dari rumah
susun ini dapat diatasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
17