Anda di halaman 1dari 9

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reaksi pencoklatan dapat dialami oleh buah-buahan dan sayur-sayuran yang
tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencoklatan karena menyebabkan warna
makanan berubah menjadi coklat. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
reaksi pencoklatan, salah satunya adalah keberadaan enzim. Reaksi pencoklatan ini
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi
pencoklatan non-enzimatis.
Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran
dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna
coklat (melanin). Proses pencoklatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase
dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal
yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini
bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat
terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara
mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak
mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu tirosin,
asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.
Reaksi pencoklatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua macam
dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan.
Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh
hijau. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang
terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang terjadi pada produk pangan lain seperti
misalnya kopi. Polifenol oksidase juga bertanggung jawab pada karakteristik warna
coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem,
dan buah ara.
Reaksi pencoklatan enzimatis ini juga memiliki kerugian yaitu hilangnya nilai
gizi pada produk pangan dan dapat merusak flavor dari bahan pangan itu sendiri.
Dalam industri pangan perlu dilakukan langkah-langkah untuk meminimalisasi
adanya penurunan mutu produk yaitu dengan mengendalikan reaksi pencoklatan
enzimatis. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yakni blansir, pendinginan,
pembekuan, mengubah pH, dehidrasi, iradiasi, HPP (High Pressure Processing),
penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi.
Berdasarkan uraian diatas, praktikum mengenai browning enzimatis dan non
enzimatis dilaksanakan.

I.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum mengenai Browning enzimatis dan non
enzimatis adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempercepat dan
menghambat terjadinya pencoklatan enzimatis serta membandingkan
pengaruh masing-masing faktor tersebut berdasarkan warna yang tampak pada buah
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Apel dan Kandungan Gizinya
Apel ( Malus sylvestris Mill ) yang dikenal sekarang adalah hibrida
dengan asal-usul yang sangat kompleks. Taksonomi apel menjadi tidak jelas
karena proses hibirida, seleksi dan pemusnahan. Banyak ahli yang yakin
bahwa apel-apel yang ada sekarang ini berasal dari apel liar Malus pumilla.
Bermodalkan apel liar ini tanaman termasuk divisi Spermatophyta, kelas
dikotil dan keluarga Rosaceae ini dikembangkan. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan buah berkualitas, berproduksi tinggi dan tahan terhadap
serangan hama/penyakit (Untung,1996).
Buah apel mengandung karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Buah
apel banyak mengandung mineral yang berguna bagi kesehatan manusia.
Kandungan protein dan lemak relatif sedikit. Komponen terbesar buah apel
adalah air. Menurut Susanto dan Saneto (1994), dari segi komposisi kimianya,
buah apel mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Buah apel juga
mengandung karoten, karoten memiliki aktivitas sebagai vitamin A dan juga
antioksidan yang berguna untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab
berbagai penyakit degeneratif . Apel mengandung banyak vitamin C dan B,
selain itu apel kerap menjadi pilihan para pelaku diet sebagai makanan
substitusi karena kandungan gizinya.
Beberapa senyawa fitokimia yang ada pada buah apel dan berfungsi
sebagai antioksidan adalah golongan flavonoid, tokoferol, senyawa fenolik,
kumarin, turunan asam sinamat, dan asam-asam organik polifungsional.
Selain itu, apel mengandung betakaroten yang berfungsi sebagai provitamin A
untuk mencegah serangan radikal bebas. Kandungan apel berupa zat berguna
bagi tubuh manusia diantaranya pektin (sejenis serat), quersetin (bahan anti
kanker dan anti radang) serta vitamin C yang tinggi merupakan sebagian
alasan mengapa ahli gizi sangat menganjurkan masyarakat untuk
mengkonsumsi buah Apel secara teratur. Beberapa persoalan kesehatan seperti
susah buang air besar, obesitas, kolesterol tinggi, arthritis dan lainnya dapat
diatasi dengan terapi buah Apel. Kandungan anti oksidan yang sangat tinggi
juga menjadi alasan tingginya konsumsi buah Apel oleh masyarakat sebagai
upaya pencegahan terhadap penyakit dan disfungsi kesehatan tubuh lainnya
(Baskara, 2010).
II.2 Kentang dan Kandungan Gizinya
Solanum tuberosum atau yang lebih dikenal sebagai kentang
merupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyamak dan bersifat
menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjang bisa mencapai 50 – 120
cm dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah-merahan atau
keungu-unguan. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan
sangat halus. Selain mempunyai organ-organ di atas, kentang juga mempunyai
organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk ke dalam
tanah. Cabang ini merupakan tempat untuk menyimpan karbohidrat sehingga
membengkak dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya
akan membentuk cabangcabang baru. Kentang termasuk tanaman setahun
yang ditanam untuk dipanen umbinya. Umbi kentang merupakan ujung stolon
yang membesar dan merupakan organ penyimpanan yang mengandung
karbohidrat yang tinggi (Setiadi dan Nurulhuda, 1998).
Kentang merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang bergizi. Zat
gizi yang terdapat dalam kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor,
magnesium, natrium, kalsium, dan kalium), protein, serta vitamin terutama
vitamin C dan B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam jumlah
yang relatif kecil, yaitu 1,0 – 1,5%. Komposisi kimia dipengaruhi oleh
varietas, tipe tanah, cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan
kondisi penyimpanan. Perbandingan protein terhadap karbohidrat umbi
kentang lebih tinggi daripada biji serealia dan umbi lainnya. Selain itu,
kandungan asam amino pada kentang juga seimbang, sehingga sangat baik
bagi kesehatan. Umbi kentang tidak mengandung lemak, kolesterol, namun
mengandung karbohidrat, sodium, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan
zat besi, serta kandungan vitamin B6 yang cukup tinggi jika dibandingkan
dengan beras (Rusiman, 2008).
Tingginya kandungan karbohidrat menyebabkan umbi kentang dikenal
sebagai bahan pangan yang dapat menggantikan bahan pangan penghasil
karbohidrat lain, seperti beras, gandum dan jagung. Melihat kandungan
gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Sebagai sumber
utama karbohidrat, kentang sangat bermanfaat untuk meningkatkan energi di
dalam tubuh, sehingga manusia dapat melakukan aktivitas. Di samping itu,
karbohidrat sangat penting untuk meningkatkan proses metabolisme tubuh,
seperti proses pencernaan dan pernafasan. Zat protein dalam tubuh manusia
bermanfaat untuk membangun jaringan tubuh, seperti otot-otot dan daging.
Sebagai sumber lemak, kentang dapat meningkatkan energi. Kandungan gizi
lainnya, seperti zat kalsium dan fosfor bermanfaat untuk pembentukan tulang
dan gigi. Selain itu, kandungan zat besi (Fe) dapat bermanfaat dalam
pembentukan sel darah merah (haemoglobin) (Samadi, 1997).
II.3 Browning Enzimatis
Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak
mengandung senyawa fenol. Pencoklatan enzimatis terjadi setelah senyawa
fenolik yang bertindak sebagai substrat dan terdapat di vakuola bertemu
dengan enzim polifenol oksidase yang terdapat di sitoplasma dan dibantu oleh
oksigen yang bertindak sebagai substrat pembantu (co-substrate). Mekanisme
pencoklatannya adalah enzim polifenol oksidase mengkatalisis oksidasi fenol
menjadi o-quinon. Kemudian o-quinon secara spontan melangsungkan reaksi
polimerisasi menjadi pigmen berwarna coklat yang disebut juga dengan
melanin. Enzim-enzim yang dapat mengkatalisis oksidasi dalam proses
pencoklatan dikenal dengan berbagai nama, yaitu fenol oksidase, polifenol
oksidase, fenolase, atau polifenolase; masing-masing bekerja spesifik untuk
substrat tertentu (Winarno, 1997).
Enzim merupakan protein yang dihasilkan oleh sel hidup yang
bertindak sebagai katalis dalam reaksi kimia organik, yang dapat mengubah
bahan sedangkan dia sendiri tidak mengalami perubahan Untuk mencegah
terbentuknya warna coklat pada buah atau sayuran dapat dilakukan dengan :
Menghilangkan oksigen pada permukaan buah atau sayuran yang terpotong,
misalnya dengan merendam dalam air; menghilangkan tembaga yang terdapat
pada gugus prostetik enzim polifenol oksidase dengan menggunakan
pengkelat seperti EDTA, asam-asam organik, dan fosfor sehingga enzim
polifenol oksidase tidak dapat melangsungkan reaksi pencoklatan enzimatis;
inaktivasi enzim polifenol oksidase dengan melakukan blansir pada buah atau
sayuran; penyimpanan dingin; menggunakan senyawa antioksidan; dan
menggunakan edible coating (Sucipto, 2008).
II.4 Browning non enzimatis
Reaksi pencoklatan nonenzimatis merupakan reaksi yang biasa
dikehendaki. Reaksi pencoklatan akan menghasilkan bahan berwarna coklat,
dimana tanpapengaruh dari enzim. Reaksi pencoklatan nonenzimatis meliputi
karamelisasi,reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat vitamin C.Salah satu
contoh pencoklatan nonenzimatis adalah pembuatan roti. Warna coklat pada
roti merupakan warna yang dikehendaki oleh produsennya sesuai dengan
kebutuhannya. Reaksi demikian disebut reaksi Maillard. Reaksi Maillard
terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi(gugus keton atau
aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang
memiliki bobot molekul besar. Reaksi yang diawali dengan reaksi antara
gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam amino pada protein ini
membentuk glukosilamin.
Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino, faktoryang
memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula,
konsentrasiamino, pH, dan tipe gula. Dalam proses pembuatan roti tidak
hanya pencoklatan saja yang dikehendaki oleh produsennya namun
pengembangan roti pun dikehendaki oleh produsen. Faktor yang
mempengaruhi dalam proses pengembangan roti yaitu: jenis tepung terigu
yang digunakan, cara pemberian ragi, cara menguleni adonan/pencampuran,
dan fermentasi.
II.5 Pengaruh Penyimpanan Dingin Terhadap Browning
Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan
disebabkan oleh reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri
atas pencoklatan (browning) enzimatis dan non enzimatis. Browning
enzimatis disebabkan oleh aktifitas enzim phenolase dan poliphenolase. Pada
buah dan sayuran utuh, sel-selnya masih utuh, sehingga substrat yang terdiri
atas senyawa-senyawa fenol terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak
terjadi reaksi browning. Apabila sel pecah akibat terjatuh/memar atau
terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada
keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi browning enzimatis.
Pembentukan warna coklat disebabkan oksidasi senyawa-senyawa
fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk quinon,
yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna
coklat). Untuk terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya 4
komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan
polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif
enzim. Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat
dilakukan dengan mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau beberapa
komponen tersebut.
III. BAHAN DAN METODE
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Pada praktikum mengenai Browning Enzimatis dan Non-Enzimatis
dilakukan pengamatan terhadap buah apel dengan perlakuan suhu
dingin dan suhu kamar. Pengamatan terhadap buah apel dilakukan
setelah apel disimpan selama 7 hari.
IV.1.1 Enzimatis
Berdasarkan pengamatan pada apel dengan browning enzimatis
setelah 7 hari, diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 1. Pengamatan Apel Browning Enzimatis
Sampel Warna
Apel Suhu Dingin Putih
Apel Suhu Kamar Coklat

IV.1.2 Non-Enzimatis
Berdasarkan pengamatan pada apel dengan browning non-enzimatis
setelah 7 hari, diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 2. Pengamatan Apel Browning non- Enzimatis
Sampel Warna
Apel Suhu Dingin Putih
Apel Suhu Kamar Coklat

IV.2 Pembahasan

Anda mungkin juga menyukai