TINJAUAN PUSTAKA
Menurut saleha (2009), masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
dan berakhir kira-kira 6 minggu.
9
10
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik (mati/layu).
Decidua yang mati akan keluar bersama dengan cairan, suatu
campuran antara darah dan cairan yang di sebut lochea, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.
2. Lochea
Pengeluaran lochea ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6
minggu. Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea berasal dari pengelupasan desidua. Lochea mempunyai
reaksi basa/alkalis yang dapat membuat microorganisme
berekmbang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
wanita normal. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun
12
e. Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochea statis
Lochea tidak lancar keluarnya atau tertahan.
3. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk
serviks yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini di sebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan
seviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat di
lalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak
karena robekan dalam persalinan. Pada minggu pertama hanya dapat
di lalui 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan
bagian atas dari canalis cervikalis. Pada serviks terbentuk sel-sel
otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah.
Karena hyper palpasi ini dan karena retraksi dari serviks, robekan
serviks menjadi sembuh, setelah 6 minggu persalinan serviks
menutup. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium
externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada
umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir
sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan
bibir belakang pada serviks.
14
5. Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang beregerak maju, pada
postnatal ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelum melahirkan. Tipe penurunan tonus otot dan motilitas
traktus intensial berlangsung hanya beberapa waktu setelah
persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan
dapat memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot.
6. Payudara
Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tersedia makanan bagi
bayinya dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya,
merasa aman, tentram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini
merupakan faktor yang penting bagi perkembangan anak
selanjutnya. Produksi ASI masih sangat di pengaruh oleh faktor
kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih , kurang
percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan
15
e) Luka jahitan episiotomi: apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi.
6. Penatalaksanaan
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, susah akan miring
kanan kiri.
c. Hari ke 1-2 memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
nifas pemberian informasi tentang senam nifas.
d. Hari ke-2: mulai latihan duduk
e. Hari ke-3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan.
7. Komplikasi
a. Pembengkakan payudara
b. Mastitis (peradangan pada payudara)
c. Endometrilis (peradangan pada endometrium)
d. Postpartum blues
e. Infeksi puerpeuralis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri,
kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari
jalan lahir selama persalinan atau sesudah persalinan.
8. Asuhan keperawatan
Pengertian Asuhan Keperawatan Menurut Carpenito (2009), asuhan
keperawatan adalah kegiatan profesional perawat yang dinamis,
membutuhkan kreatifitas, dan berlaku pada berbagai keadaan dan rentang
kehidupan manusia. Tahap dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
21
c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnosa
keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon, faktor berhubungan,
tanda dan gejala (Setiadi, 2012). Menurut Herman dan Komitsuru
(2014), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan
postpartum normal adalah
a. Nyeri akut Berhubungan agen cedera fisik.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan edema jaringan
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
e. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan
miometrium dan mekanisme homeostatik.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas
d. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan rasional dari intervensi dan
24
Intervensi NIC:
Intervensi NIC:
Intervensi NIC:
Intervensi NIC:
Intervensi:
Intervensi NIC:
Intervensi:
asuhan keperawatan.
f). Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang
diberikan.
f. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses keperawatan
yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan
(Hidayat, 2008). Pada evaluasi klien dengan post partum normal
kriteria evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Mampu mengontrol nyeri, melaporkan nyeri berkurang dengan
manejemen nyeri, mampu mengenali nyeri, tanda-tanda vital dalam
batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali
permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-37,5oC.
b. Kandung kemih kosong, intake cairan dalam rentang normal 1-2
liter/hari, bebas infkesi saluran kemih, bcalance cairan seimbang.
c. Bising usus dalam batas normal 5-35 kali permenit, tidak ada
hemoroid, klien mampu defekasi.
d. Kehilangan darah selama post partum kurang dari 500cc, kandung
kemih kosong, kontraksi uterus baik, klien tidak pucat, kadar
hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal, tanda-tanda vital
dalam batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali
permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-37,5oC.
e. Tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit dalam batas normal, tand
tanda vital dalam batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi
60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-
37,5oC, pasien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi, pasien
mampu melaporkan rasa nyaman.
31
Sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan cara proses
pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam
waktu sekitar kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi akan
kembali pada keadaan tidak hamil (cunningham,2005).
6. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
34
7. Pemeriksaan penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
36
8. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
2. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
3. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena
atonia uteri
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
5. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.Yang sering terjadi
pada ibu bayi : Kematian perinatal
9. Penatalkasanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
37
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi
4. Fungsi gastrointestinal
a. jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita
38
3. Pola aktifitas ,Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4. Pola eleminasi, Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan
sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
5. Istirahat dan tidur, Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis
setelah persalinan
6. Pola hubungan dan peran, Peran klien dalam keluarga meliputi
hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7. Pola penagulangan sters, Biasanya klien sering melamun dan merasa
cemas
8. Pola sensori dan kognitif, Pola sensori klien merasakan nyeri pada
prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri,
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9. Pola persepsi dan konsep diri, Biasanya terjadi kecemasan terhadap
keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak
psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
10. Pola reproduksi dan social, Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan
dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat
karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1. Kepala , Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2. Leher, Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar
tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
42
3. Intervensi
DX I
NOC :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
menunjukkan respon breast feeding adekuat dengan indikator:
a. klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
b. klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara
NIC :
1. Berikan informasi mengenai :
a. Fisiologi menyusui
b. Keuntungan menyusui
c. Perawatan payudara
d. Kebutuhan diit khusus
e. Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan,
cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan
pemberian Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara,
infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam
pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi/memberikan pelayanan KIA
44
DX II
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nteri berkurang dengan indicator:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
45
DX III
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pengetahuan klien meningkat dengan indicator:
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
46
DX IV
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien
meningkat dengan indicator:
a. Klien terbebas dari bau badan
b. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
c. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
a. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
47
C. Konsep Nyeri
a. Definisi Nyeri
Definisi menurut azis (2009), bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan
yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif. Perasaan nyeri pada
setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, sangat subyektif, yang
dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
b. Tipe nyeri
1. Tipe I
Tipe ini meliputi aktivitas serabut saraf yang di pengaruhi oleh sensori
nyeri. Jika serabut saraf berdiameter besar maka akan menutup pintu
yang dilalui oleh implus nyeri. Teknik ini dipergunakan untuk
48
c. Skala 4-6
Sebagian aktifitas dapat terganggu, sulit berkonsentrasi, wajah
netral
d. Skala 7-9
Nyeri sedang terasa kram, tidak dapat beraktifitas, menangis, wajah
meringis.
e. Skala 10
Badan tidak ada tenaga, berdiri atau bangun dari tempat tidur dan
tidak dapat beraktifitas terkadang bisa sampai pingsan.