Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dasar post partum


1. Pengertian post partum
Varney, H (2007), mengatakan bahwa periode pasca-persalinan
(postpartum) adalah masa waktu antara kelahiran plasenta dan membran
yang menandai berakhirnya periode intra partum sampai menunju
kembalinya sistem reproduksi wanita tersebut ke kondisi tidak hamil.

Menurut saleha (2009), masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
dan berakhir kira-kira 6 minggu.

Menurut anggarini (2010), masa nifas (puerpenium) adalah dimulai setelah


plasenta lahir dan berkahir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil.masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minngu
atau 42 hari, namun secara keseluhruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.

2. Tahapan masa nifas


Masa nifas di bagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate
puerperium), puerperium intermedial (early puerperium) dan remote
puerperium (later puerperium). Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a. Puerperium dini (immediate puerperium), yaitu pemulihan dimana ibu
telah di perbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam
postpartum). Dalam agama islam di anggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari

9
10

b. Puerperium intermedial (early puerperium), suatu masa dimana


pemulihan dari orga-organ reproduksi secara menyeluruh selama
kurang lebih 6 sampai 8 minggu.
c. Remote puerperium (later puerperium), waktu yang di perlukan untuk
pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap
terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami
komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu , bulan bahkan
tahun.

3. Perubahan masa nifas


a. Perubahan sistem reproduksi
1. Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus Merupakan suatu proses yang
menyebabkan uterus kembali pada posisi semula seperti sebelum
hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga di
katakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula.
Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penaggalan
decidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat
implantansi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta
perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochea. Proses involusi
uterus sebagai berikut :
a) Autolisis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterin. Enzym proteolitik akan memendekkan
jaringan otot yang telah mengendur hingga 10x panjangnya dari
semula selama hamil atau dapat juga dikatakan sebagai
pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang
berlebihan hal ini di sebabkan karena penurunan kadar hormon
esterogen dan progresteron.
11

b). Terdapat polymorph phagolitik dan macrophages di dalam


sistem cardiovaskuler dan sistem limphatik.
c). Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)
Penyebab kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan
mengompres pembuluh darah yang menyebabkan kurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta-plasenta serta mengurangi
perdarahan.
Tabel.5.perubahan uterus selama masa nifas
Bobot uterus Diameter Palpasi
uterus serviks
Pada akhir persalinan 900-1000 gram 12,5 cm Lembut/lunak
Pada akhir minggu I 450-500 gram 7,5 cm 2 cm
Pada akhir minggu II 200 gram 5,0 cm 1 cm
Sesudah akhir 6 60 gram 2,5 cm menyempit
minggu
Sumber : saleha,S (2009)

Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari desidua yang
mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik (mati/layu).
Decidua yang mati akan keluar bersama dengan cairan, suatu
campuran antara darah dan cairan yang di sebut lochea, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.

2. Lochea
Pengeluaran lochea ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6
minggu. Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea berasal dari pengelupasan desidua. Lochea mempunyai
reaksi basa/alkalis yang dapat membuat microorganisme
berekmbang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada
wanita normal. Lochea mempunyai bau amis (anyir), meskipun
12

tidak terlalu menyengat, dan volumenya berbeda–beda pada setiap


wanita. Volume total lochea bervariasi pada setiap wanita, tapi di
perkirakan berjumlah 500 ml (240-270 ml). Selama respons
terhadap isapan bayi menyebabkan uterus berkontraksi sehingga
semakin banyak lochea yang terobservasi.
Lochea berwarna merah yang persisten selama 10 hari, keluarnya
bekuan darah, atau bau lochea yang tajam merupakan tanda-tanda
patologis, yang menunjukan tertahannya produk konsepsi atau
adanya infeksi juga dapat mempredisposisi terjadinya perdarahan
pasca partum sekunder, yang di defenisikan sebagai perdarahan
berlebih dari saluran genetalia yang terjadi selama lebih dari 24 jam,
tetapi masih dalam minggu keenam, setelah melahirkan. Penemuan-
penemuan ini menunjukan perlunya rujuk ke dokter dan penanganan
segera. Adapun macam-macam lochea :
a. Lochea rubra (cruenta)
Berwarna merah tua berisi darah dari perobekan /luka pada
plasenta dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua dan
korion, verniks kaseosa, lanugo, sisa darah dan mekonium,
selama 3 hari postpartum.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna kecoklatan berisi darah dan lendir , hari ke 4-7
postpartum.
c. Lochea serosa
Berwarna kuning berisi cairan lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta, pada hari ke 7-14 postpartum.
d. Lochea alba
Cairan putih berisi leukosit berisi selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati setelah 2 minggu sampai 6 minggu
postpartum.
13

e. Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochea statis
Lochea tidak lancar keluarnya atau tertahan.

3. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk
serviks yang akan membuka seperti corong. Bentuk ini di sebabkan
oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan
seviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan
antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat di
lalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak
karena robekan dalam persalinan. Pada minggu pertama hanya dapat
di lalui 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan
bagian atas dari canalis cervikalis. Pada serviks terbentuk sel-sel
otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah.
Karena hyper palpasi ini dan karena retraksi dari serviks, robekan
serviks menjadi sembuh, setelah 6 minggu persalinan serviks
menutup. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium
externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada
umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir
sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan
bibir belakang pada serviks.
14

4. Vulva dan vagina


Mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur akan muncul
kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Ukuran vagina
akan selalu lebih besar di bandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum
dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan
vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir
puerperium dengan latihan harian.

5. Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendur karena sebelumnya
teregang oleh tekanan kepala bayi yang beregerak maju, pada
postnatal ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian
besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelum melahirkan. Tipe penurunan tonus otot dan motilitas
traktus intensial berlangsung hanya beberapa waktu setelah
persalinan. Penggunaan analgetik dan anastesi yang berlebihan
dapat memperlambat pemulihan kontraksi dan motilitas otot.

6. Payudara
Bagi setiap ibu yang melahirkan akan tersedia makanan bagi
bayinya dan bagi si anak akan merasa puas dalam pelukan ibunya,
merasa aman, tentram, hangat akan kasih sayang ibunya. Hal ini
merupakan faktor yang penting bagi perkembangan anak
selanjutnya. Produksi ASI masih sangat di pengaruh oleh faktor
kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih , kurang
percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan menurunkan
15

volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yg sedang


menyusui juga jangan terlalu banyak di bebani urusan pekerjaan
rumah tangga , urusan kantor dan lainnya, karena hal ini juga dapat
mempengaruhi produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik
harus dalam keadaan tenang.
Ada 2 refleks yang sangat di pengaruhi oleh keadaan jiwa ibu yaitu:
a. Refleks prolaktin
Pada waktu bayi mengisap payudara ibu, ibu menerima
rangsangan norhormonal pada puting dan areola, rangsangan ini
melalui nervus vagus diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus
anterior, lobus anterior akan mengeluarkan horman prolaktin
yang masuk melalui peredaran darah sampai pada kelenjar-
kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi
ASI.
b. Refleks let down
Refleks ini mengakibatkan memancarnya ASI keluar, isapan
bayi akan merangsang puting susu dan aerola yang dikirim lobus
posterior melalui nervus vagus, dari glandula pituitary posterior
dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam peredaran darah yang
menyebabkan adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas ke
arah ampula. Perubahan payudara dapat meliputi :
1). Penurunan kadar progresteron secara tepat dengan
peningkatan hormon prolaktin setelah persalinan.
2). Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI
terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 setelah persalinan.
3). Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda
mulainya proses laktasi.
b. Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini
umumnya karena makan padat dan kurangnya berserat selama
16

persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap


makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting
untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya
kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang
dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa
laktasi (Saleha, 2009).

c. Perubahan sistem Perkemihan


Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu,
tergantung pada Keadaan/status sebelum persalinan, lamanya partus
kala II dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera
setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia
didinding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).

d. Perubahan dalam Sistem Endokrin


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan
dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak
bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya,
kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan
folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21
17

hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan


otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal
meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

e. Perubahan Tanda- tanda Vital


Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC,
sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari
setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi
seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi
saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7
jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-
70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia
kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan
kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa
jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik
(penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil
pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah
melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan
penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala
dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami
18

preeklampsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi


pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

f. Perubahan psikologis masa nifas menurut Reva-Rubin terbagi


menjadi dalam 3 tahap yaitu :
a. Periode Taking in ibu (fokus pada diri sendiri)
Periode ini terjadi setelah 1-3 hari pasca persalinan. Ibu yang
baru akan melahirkan bersikap pasif dan sangat tergantung pada
dirinya (trauma), segala energinya difokuskan pada ke
khawatiran tentang badannya. Dia akan bercerita tantang
persalinannya secara berulang-ulang. Kelelahannya membuat
ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur,
seperti mudah tersinggung. Hal ini membua ibu menjadi pasif
terhadap lingkungannya.
b. Masa taking on (fokus pada bayi)
Masa ini terjadi 3-10 hari pasca persalinan, ibu menjadi khawatir
akan kemampuannya merawat bayi dan menerima tanggung
jawabnya sebagai ibu dalam merawat bayi semakin besar.
c. Masa letting go (mengambil tugas sebagai ibu tanpa bantuan)
Masa ini biasanya terjadi bila ibu sudah pulang dari RS dan
melibatkan keluarga. Fase ini merupakan fase menerima
tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari
setelah melahirkan. Ibu mengambil langsung tanggung jawab
dalam merawat bayinya, dia harus menyesuaikan diri dengan
tuntutan ketergantungan bayinya dan terhadap interaksi sosial.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan.
Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase
ini.
19

4. Tujuan keperawatan masa nifas


a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining yang komperhensif, mendeteksi masalah
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang keperawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi
dan perawatan bayi sehat.
d. Untuk mendapatkan kesehatan emosi.
(anggraini, Y.2010)

5. Perawatan masa nifas


a. Mobilisasi dini
Sehabis melahirkan ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8 jam pasca
persalinan. Kemudian boleh miring kekanan dan kekiri untuk mencegah
terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari kedua di perbolehkan
duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari keempat atau kelima sudah di
perbolehlkan pulang.
b. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu
lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberi ASI sehingga
kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
c. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum khusus yang perlu dilakukan antara lain adalah
keasadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
d. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus ibu nifas meliputi :
a) Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah, nadi dan suhu.
b) Fundus uteri: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
c) Payudara: putting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.
d) Lochea: lochea rubra, lochea sanginolenta, lochea serosa, lochea alba.
20

e) Luka jahitan episiotomi: apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi.

6. Penatalaksanaan
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, susah akan miring
kanan kiri.
c. Hari ke 1-2 memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
nifas pemberian informasi tentang senam nifas.
d. Hari ke-2: mulai latihan duduk
e. Hari ke-3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan.

7. Komplikasi
a. Pembengkakan payudara
b. Mastitis (peradangan pada payudara)
c. Endometrilis (peradangan pada endometrium)
d. Postpartum blues
e. Infeksi puerpeuralis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri,
kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari
jalan lahir selama persalinan atau sesudah persalinan.

8. Asuhan keperawatan
Pengertian Asuhan Keperawatan Menurut Carpenito (2009), asuhan
keperawatan adalah kegiatan profesional perawat yang dinamis,
membutuhkan kreatifitas, dan berlaku pada berbagai keadaan dan rentang
kehidupan manusia. Tahap dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
21

a. Pengkajian Menurut Wong (2008), pengkajian adalah suatu proses


continue yang dilakukan semua fase pemecahan masalah dan menjadi
dasar untuk pengambilan keputusan. Pengkajian menggunakan banyak
keterampilan keperawatan dan terdiri atas pengumpulan, klasifikasi dan
analisis data dari berbagai sumber. Untuk memberikan pengkajian yang
akurat dan komperehensif, perawat harus mempertimbangkan informasi
mengenai latar belakang biofisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual
pasien.
1. Aktifitas/ istirahat menurut Ujiningtyas (2009) Aktifitas/ istirahat:
bisa tampak berenergi, kelelahan, atau mengantuk.
2. Sirkulasi: nadi biasanya melambat menjadi sekitar 50-70 kali
permenit karena hipersensitivitas vagal. Tekanan darah bervariaso,
dapat lebih rendah sebagai respons terhadap analgesik atau
menigkat pada respons pemberian oksitosin atau hipertensi karena
kehamilan. Terdapat edema pada ekstremitas atas, wajah atau umum
karena kehamilan. Kehilangan darah 400-500 ml pada persalinan
vaginal 600-800 ml pada persalinan sectio caesarea.
3. Integritas ego reaksi emosional bervariasi, dapat berubah-ubah.
Ekspresi dapat terlihat takut terhadap kondisi bayi atau ungkapan
minta maaf karena perilaku intrapartum.
4. Eliminasi sering terdapat hemoroid yang menonjol. Kandung kemih
mungkin teraba di atas simpisis pubis. Diuresis dapat terjadi bila
tekanan bagian presentasi menghambat aliran urine.
5. Makanan/ cairan dapat mengeluh haus, lapar, atau mual
6. Nyeri dan ketidaknyamanan-ketidaknyamanan dari berbagai
sumber, nyeri, kandung kemih penuh, trauma jaringan, dan tremor
atau menggigil (Ujiningtyas, 2009).
7. Kontraksi uterus baik/ tidak, yang dapat diketahui dengan palpasi.
Lakukan masage dan berikan uterinika: methergin, ermetrin, dan
pitosin.
22

8. Perdarahan ada/ tidak, banyak/ biasa


9. Luka jahitannya baik/ tidak, ada perdarahan/ tidak
10. Keamanan awalnya suhu meningkat sedikit karena dehidrasi atau
pengerahan tenaga, seiring dengan adanya perbaikan episiotomy
yang utuh dengan tepi jaringan merapat suhu juga akan berlangsung
normal kembali (Erawati, 2010).
b. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
a. Ukur suhu untuk mendeteksi pola kenaikan suhu.
b. Ukur tekanan darah untuk mendeteksi kenaikan.
c. Inspeksi
a). Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak dan
karakteristik episiotomy.
b). Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah.
c). Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah.
d). Inspeksi payudara apakah ada area kemerahan.
e). Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, melepuh.
d. Palpasi
a) Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan
b) Palpasi apakah ada nyeri tekan, hangat, benjolan dan nyeri
pada kaki
c) Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan
nyeri tekan
d) Uji laboratorium dan pemeriksaan diagnostik
e) Biakan dan uji sensitivitas (pada luka, drainase atau urine)
digunakan untuk mendiagnosis infeksi
f) Venografi adalah metode yang paling akurat untuk
mendiagnosis thrombosis vena profunda.
23

g) Ultrasonografi Doppler real-team dan ultrasonografi


Doppler berwarna adalah metode diagnostik yang tidak
infasif untuk mendiagnosis tromboflebitis dan thrombosis.

c. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Diagnosa
keperawatan terdiri dari 3 komponen yaitu respon, faktor berhubungan,
tanda dan gejala (Setiadi, 2012). Menurut Herman dan Komitsuru
(2014), diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan
postpartum normal adalah
a. Nyeri akut Berhubungan agen cedera fisik.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan edema jaringan
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot.
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
e. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan
miometrium dan mekanisme homeostatik.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas

d. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat dan rasional dari intervensi dan
24

mendokumentasikan rencana perawat (Hidayat,2008). Kriteria hasil


adalah batasan karakteristik atau indikator keberhasilan dari tujuan yang
telah ditetapakan. Dalam menentukan kriteria hasil berorientasi pada
SMART yaitu Spesifik, berfokus pada pasien, singkat dan jelas, M:
Measurable, dapat diukur, A: Achieveble, realistis, R: Reasonable,
ditentukan oleh perawat dan klien, Time: kontrak waktu (Darmawan,
2012). Menurut Herman dan Komitsuru (2014), intervensi keperawatan
sesuai dengan diagnosa diatas yaitu:
a. Nyeri fisik berhubungan dengan agen cedera fisik Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan Nursing
Outcome Classification (NOC):
a). Mampu mengontrol nyeri
b). Melaporkan nyeri berkurang dengan manajemen nyeri
c). Mampu mengenali nyeri
d). Tanda-tanda vital dalam batas normal Tekanan darah 110/70
– 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-
2- kali permenit, suhu 36,5-37,5oC

Intervensi NIC:

1. Kaji skala nyeri (PQRST) pasien


2. Pantau tanda-tanda vital
3. Berikan posisi nyaman
4. Ciptakan lingkungan nyaman
5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
6. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik
25

b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan edema jaringan.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan
masalah nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan.
Nursing Outcome Classification (NOC) yaitu :
1. Kandung kemih kosong
2. Intake cairan dalam rentang normal 1-2 liter/hari
3. Bebas infeksi saluran kemih
4. Berkemih > 150cc setiap kali
5. Klien mampu berkemih secara mandiri

Intervensi NIC:

1. Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau,


volume dan warna urine.
2. Palpasi kandung kemih
3. Bantu pasien untuk berkemih secara berkala 6-8 jam post
partum
4. Ajarkan pasien untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
5. Anjurkan klien minum 6-8 gelas perhari
6. Kolaborasi dengan dokter pemasangan kateter.

c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas saluran


gastrointestinal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan masalah konstipasi dapat teratasi dengan
kriteria hasil berdasarkan
Nursing Outcome Classification (NOC) yaitu:
1. Pola eliminasi dalam rentang normal, feses lembut dan
berbentuk
2. Klien mampu mengeluarkan feses tanpa bantuan
3. Tidak terjadi penyalahgunaan alat bantu
26

4. Bising usus dalam batas normal 5-35x/menit


5. Mengintesti cairan dan serat dengan adekuat

Intervensi NIC:

1. Kaji warna, konsistensi dan frekuensi feses pasca post


partum
2. Auskultasi adanya bising usus
3. Berikan informasi diet yang tepat tentang peningkatan
makan dan cairan, uoaya untuk membuat pola pengosongan
normal
4. Anjurkan klien untuk meningkatkan aktivitas dan ambulansi
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian laktasif
6. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
kurang pengetahuan.

d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang
ditunjukkan dengan pengetahuan menyusui,
mempertahankan menyusui dan penyapihan menyusui
2. Bayi menunjukkan kemantapan menyusui ditandai dengan
sikap dan penempelan sesuai, menghisap dan menempatkan
lidah yang benar, mencengkram aerola dengan tepat,
menelan dapat didengar, minimal menyusui 8 kali sehari.
3. Mengenali isyarat lapar dari bayi dengan segera
4. Mengindikasikan kepuasan terhadap meyusui
5. Tidak mengalami nyeri tekan pada payudara
27

Intervensi NIC:

1. Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan bayi pada


puting
2. Pantau integritas kulit puting
3. Demonstrasikan perawatan payudara sesuai dengan
kebutuhan.
4. Instruksikan kepada ibu tentang teknik memompa payudara
5. Ajarkan teknik menyusui yang meningkatkan keterampilan
dalam menyusui bayinya
6. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan kegagalan
miometrium dan mekanisme homeostatik.

e. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan masalah resiko tinggi perdarahan dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Kehilangan darah selama post partum kurang 500cc
2. Kandung kemih kosong
3. Kontrasksi uterus baik
4. Klien tidak pucat
5. Kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal
6. TTV dalam batas normal tekanan darah 110/70 – 120/80
mmHg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali
permenit, suhu 36,5-37,5oC

Intervensi:

1. Kaji jumlah lokea pasca persalinan


2. Kaji kepenuhan kandung kemih dan kebersihan perineum
3. Pantau TTV pasien
28

4. Kaji kadar hemoglobin dan hematokrit klien


5. Catat tinggi fundus uterus dan kontraksi uterus
6. Lakukan masage uterus
7. Berikan cairan intravena jenis isotonic
8. Kolaborasi dengan dokter mengganti kehilangan darah
9. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma mekanis

f. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan masalah resiko tinggi infeksi dapat teratasi dengan
kriteria hasil berdasarkan NOC:
1. Tidak ada tanda-tanda infkesi
2. Leokosit dalam batas normal (3,6-11 10^3/uL)
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal tekanan darah 110/70
– 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali permenit, pernapasan 16-
20 kali permenit, suhu 36,5 – 37,5oC.
4. Pasien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi

Intervensi NIC:

1. Kaji tanda infeksi


2. Kaji leukosit pasien
3. Pantau tanda-tanda vital
4. Lakukan perawatan luka dalam vulva hygiene
5. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengetahui tanda-tanda
infeksi
6. Ajarkan pasien untuk mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik
8. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet
9. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidaknyamanan.
29

g. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


diharapkan masalah resiko tinggi perdarahan dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1. Aktivitas fisik meningkat
2. Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan dan
kemampuan dalam gerak

Intervensi:

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilisasi


2. Berikan terapi ambulasi (tukar posisi)
3. Bantu klien dalam melakukan aktifitas
4. Ajarkan ROM.

e. Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk


mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,2008).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010), komponen tahap
implementasi terdiri dari:
a). Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan tanpa instruksi dari
dokter.
b). Tindakan keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar
c). praktik American nurses association: undang-undang praktik
keperawatan Negara bagian dan kebijakan institusi perawatan
kesehatan.
d). Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan keperawatan
kolaboratif dilakukan apabila perawat bekerja dengan anggota tim
perawat kesehatan yang lain dalam membantu keputusan bersama
yang bersetujuan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
e). Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
30

asuhan keperawatan.
f). Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang
diberikan.

f. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahapan akhir dari proses keperawatan
yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang
telah direncanakan dan merupakan perbandingan hasil yang diamati
dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan
(Hidayat, 2008). Pada evaluasi klien dengan post partum normal
kriteria evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Mampu mengontrol nyeri, melaporkan nyeri berkurang dengan
manejemen nyeri, mampu mengenali nyeri, tanda-tanda vital dalam
batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali
permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-37,5oC.
b. Kandung kemih kosong, intake cairan dalam rentang normal 1-2
liter/hari, bebas infkesi saluran kemih, bcalance cairan seimbang.
c. Bising usus dalam batas normal 5-35 kali permenit, tidak ada
hemoroid, klien mampu defekasi.
d. Kehilangan darah selama post partum kurang dari 500cc, kandung
kemih kosong, kontraksi uterus baik, klien tidak pucat, kadar
hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal, tanda-tanda vital
dalam batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi 60-100 kali
permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-37,5oC.
e. Tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit dalam batas normal, tand
tanda vital dalam batas normal TD 110-70 – 120/80 mmHg, nadi
60-100 kali permenit, pernapasan 16-20 kali permenit, suhu 36,5-
37,5oC, pasien mampu mengetahui tanda-tanda infeksi, pasien
mampu melaporkan rasa nyaman.
31

f. Ibu dan bayi mengalami pemberian ASI yang efektif yang


ditunjukkan dengan pengetahuan menyusui, mempertahankan
menyusui dan penyapihan menyusui. Bayi menunjukkan
kemantapan menyusui ditandai dengan sikap dan penempelan
sesuai, menghisap dan menempatkan lidah yang benar,
mencengkram aerola dengan tepat, menelan dapat didengar,
minimal menyusui 8 kali sehari.
g. Aktivitas fisik meningkat dan melaporkan perasaan peningkatan
kekuatan dan kemampuan dlam gerak.

B. Konsep dasar sectio caesarea


1. Pengertian sectio caesarea
Pengertian sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(amru soficn,2012).

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan


melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sarwono, 2009)

Sectio caesarea adalah ibu yang melahirkan janin dengan cara proses
pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam
waktu sekitar kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi akan
kembali pada keadaan tidak hamil (cunningham,2005).

Jenis-jenis operasi sectio caesarea :


a. Sectio caesarea abdomen
b. Sectio caesarea vaginalis
32

c. Sectio caesarea klasik (corporal)


d. Sectio caesarea ismika (profunda)

2. Tujuan kelahiran dengan sectio caesarea


Beberapa tujuan kelahiran sectio caesarea diantaranya diuraikan di bawah
ini :
a. Menurut cunningham (2005) menyatakan bahwa tujuan dari kelahiran
sectio caesarea adalah memelihara kehidupan atau kesehatan ibu dan
janinnya. Selain itu tindakan sectio caesarea dilaksanakan dalam
keadaan dimana penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan
janin, ibu atau keduanya, sedangkan kelahiran pervaginam tidak
mungkin dilakukan dengan aman.
b. Sedangkan iswandi (2011) menyebutkan bahwa pada operasi sectio
caesarea dapat dilakukan secara terencana maupun segera, dimana pada
sectio caesarea. Terencana (eleftik) oprasi telah direncanakan jauh-jauh
hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan
keselamatan ibu maupun janin.

3. Syarat sectio caesarea


a. Rahim dalam keadaan utuh (karena pada sectio caesarea, uterus akan
diinsisi.
b. Berat janin di atas 500 gram

4. Indikasi pada ibu yang dilakukan operasi sectio caesarea


Beberapa indikasi pada ibu yang dilakukan operasi sectio caeserea, antara
lain :
a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan
normal (dystosio).
b. Detak jantung janin melambat (fetal distress)
c. Komplikasi prek eklampsia
33

d. Ibu penderita herpes putus


e. Resiko luka parah pada janin
f. Bayi dalam posisi sungsang, letak lintang
g. Bayi besar
h. Masalah plasenta seperti plasenta previa
i. Pernah mengalami masalah pada penyembuhan perineum, distosia
sectio caesarea berulang
j. Presentasi bokong hipertensi akibat kehamilan (pregnancy induced
hyperention).
k. Kelainan plasenta dan malpresentasi misalnya bahu.

5. Indikasi pada janin yang dilakukan operasi sectio caesarea


Sedangkan indikasi pada janin yang dilakukan operasi sectio caesarea
antara lain :
a. Gawat janin
b. Prolapus funikuli (tali pusat penumpang).
c. Primigravida tua
d. Kehamilan dengan diabetes mellitus
e. Infeksi intra partum
f. Kehamilan kembar
g. Kehamilan dengan kelainan conginetal
h. Anomalia janin misalnya hidrosepalus

6. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
34

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )


Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang
panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklampsi Berat)
Pre-eklampsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklampsi dan eklampsi merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklampsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
35

5. Faktor Hambatan Jalan Lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

7. Pemeriksaan penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam
otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
36

8. Komplikasi
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
2. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
3. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena
atonia uteri
4. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
5. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.Yang sering terjadi
pada ibu bayi : Kematian perinatal

9. Penatalkasanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
37

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi
4. Fungsi gastrointestinal
a. jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita
38

6. Pembalutan dan perawatan luka


a. jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
d. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
e. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
a. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
9. Obat-obatan lain
a. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
10. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
39

c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut


ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi
obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-
kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan
diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi
dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena
itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam
dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi
dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai
indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter
fole
40

10. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu , Penyakit kronis atau menular
dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2. Riwayat kesehatan sekarang, Riwayat pada saat sebelun
inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan
secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3. Riwayat kesehatan keluarga, Adakah penyakit keturunan
dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan,
penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi
peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui
bayinya.
41

3. Pola aktifitas ,Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas
seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4. Pola eleminasi, Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan
sering /susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra
sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
5. Istirahat dan tidur, Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis
setelah persalinan
6. Pola hubungan dan peran, Peran klien dalam keluarga meliputi
hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7. Pola penagulangan sters, Biasanya klien sering melamun dan merasa
cemas
8. Pola sensori dan kognitif, Pola sensori klien merasakan nyeri pada
prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri,
pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9. Pola persepsi dan konsep diri, Biasanya terjadi kecemasan terhadap
keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak
psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body
image dan ideal diri
10. Pola reproduksi dan social, Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan
dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat
karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1. Kepala , Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2. Leher, Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar
tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
42

3. Mata, Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,


konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia)
karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4. Telinga, Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5. Hidung, Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6. Dada, Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae
7. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8. Genitalia, Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9. Anus, Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena
rupture
10. Ekstermitas, Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan
karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena
penyakit jantung atau ginjal.
11. Tanda-tanda vital, Apabila terjadi perdarahan pada pos partum
tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh
turun.
2. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang bernar.
2. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
43

3. Intervensi
DX I
NOC :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
menunjukkan respon breast feeding adekuat dengan indikator:
a. klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
b. klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara
NIC :
1. Berikan informasi mengenai :
a. Fisiologi menyusui
b. Keuntungan menyusui
c. Perawatan payudara
d. Kebutuhan diit khusus
e. Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan,
cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan
pemberian Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara,
infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam
pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat
memberikan informasi/memberikan pelayanan KIA
44

DX II
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nteri berkurang dengan indicator:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
45

k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi


l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

DX III
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pengetahuan klien meningkat dengan indicator:
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
46

f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang


tepat
g. Hindari jaminan yang kosong
h. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
i. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
k. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
l. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
tepat
m. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
n. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

DX IV
NOC :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien
meningkat dengan indicator:
a. Klien terbebas dari bau badan
b. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
c. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :
a. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
47

b. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,


berpakaian, berhias, toileting dan makan.
c. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
d. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
f. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
g. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
h. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

C. Konsep Nyeri
a. Definisi Nyeri
Definisi menurut azis (2009), bahwa nyeri merupakan kondisi berupa perasaan
yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif. Perasaan nyeri pada
setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya. nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, sangat subyektif, yang
dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.

b. Tipe nyeri
1. Tipe I
Tipe ini meliputi aktivitas serabut saraf yang di pengaruhi oleh sensori
nyeri. Jika serabut saraf berdiameter besar maka akan menutup pintu
yang dilalui oleh implus nyeri. Teknik ini dipergunakan untuk
48

mengurangi nyeri dengan cara merangsang kulit dimana terdapat


serabut saraf berdiameter besar.
2. Tipe II
Rangsangan dari batang otak mempenagruhi sensasi nyeri karena
formasi retikuler di batang otak memonitor pengaturan input sensori.
Apabila seseorang menerima rangsang secara terus-menerus atau
berlebihan, maka batang otak akan mengirimkan implus untuk menutup
pintu sehingga rangsang nyeri dapat dihambat.
3. Tipe III
Tipe ini meliputi aktivitas neurologik dalam sensori dan thalamus.
Pikiran, emosi, dan ingatan seseorang dapat mengaktifkan implus nyata
yang dapat disadari.
c. Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri terletak pada kulit, tulang, persendian, dinding arteri,
memberan yang mengelilingi otak dan usus. Nyeri digambarka bermacam-
macam, seperti : terbakar, terpotong, tertusuk, tikam.
Hampir semua jaringan tubuh terdapat ujung-ujung syaraf nyeri. Ujung-
ujung syaraf ini merupakan ujung syaraf yang bebas dan reseptornya adalah
nociceptor , ini akan aktif bila di rangsang oleh rangsangan kimia, mekanik,
dan sugu. Zat-zat kimia yang merangsang rasa nyeri antara lain : bradikinin,
serotonin, histamin, ionkalium, dan asam asetat, sedangkan enzym
proteolitik dan substansi P akan meningkatkan sensitifitas dari ujung syaraf
nyeri. Semua zat kimia ini berasal dari dalam sel. Bila sel terserbut
mengalami kerusakan maka zat tersebut akan keluar merangsang reseptor
nyeri, sedangkan pada mekanik umumnya karna spasme otot dan kontraksi
otot. Spasme ototo akan menyebabkan penekanan pada pembuluh darah
sehingga terjadi iskemia pada jaringan, sedangkan pada kontraksi otot
terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan suplai nutrisi
sehingga jaringan kekurangan nutrisi dan oksitosin yang mengakibatkan
terjadinya mekanisme anaerob dan mengahasilkan zat besi sisa, yaitu asam
49

laktat yang berlebihan. Kemudian, asam laktat tersebut akan merangsang


dan serabut rasa nyeri.
d. Penyebab nyeri
Nyeri terjadi karena adanya stimulus nyeri, antara lain :
1. Fisik (termal, mekanik, elektrik)
2. Kimia
Apabila ada kerusakan jaringan akibat adanya kontuinitas jaringan yang
terputus, maka histamin, bradikinin, serortinin, dan prostaglandin akan
diproduksi oleh tubuh. Zat kimia ini akan menimbulkan rasa nyeri,
seperti tertusuk.
e. Klasifikasi
Nyeri diklasifiksikan menajadi nyeri akut dan nyeri kronis. Di bawah ini
akan dijelaskan tentang nyeri akut dan kronis tersebut.
1. Nyeri akut, nyeri aku sesuatu yang dapat dikenali penyebabnya,
waktunya pendek, dan diikuti oleh peningkatan tegangan otot, serta
kecemasan. Contoh, adanya luka karena cedera atau operasi.
2. Nyeri kronis, didefinisikan sebagai suatu nyeri yang tidak dapat dikenali
dengan jelas penyebabnya, nyeri ini kerpakali berpengaruh pada gaya
hidup klien. Nyeri kronis biasanya terjadi pada rentang waktu 3-6 bulan.
f. Faktor yang mempengaruhi nyeri
a. Lingkungan yang ribut dapat meningkatkan intensitas nyeri
b. Keadaan umum, keadaan fisik yang menurun seperti kelelahan dan
kurangnya asupan nutrisi dapat meningkatkan intensitas nyeri yang
dirasakan klien.
c. Faktor situasional, pengalaman nyeri klien pada situasi formal akan
terasa lebih besar daripada pada saat sendirian. Persepsi nyeri juga dapat
dipengaruhi oleh trauma jaringan
d. Status emosi sangat memegang peranan penting dalam persepsi rasa
nyeri karena akan meningikatkan persepsi dan membuat implus rasa
nyeri lebih cepat disampaikan..
50

g. Respon tubuh terhadap nyeri


1. Respon fisik
a. Rasa nyeri akut, akan menstimulasi sistem saraf simpatis sehingga
akan meimbulkan peningkatan tekanan darah, denyut nadi, irama
pernafasan, pucat, banyak keringat, serta dilatasi pupil dan kulit
terasa dingin dan lembap.
b. Rasa nyeri kronik, akan merangsang sistem saraf parasimpatis yang
akan mengakibatkan penurunan tekanan darah, denyut nadi, irama
pernafasan, kontraksi pupil, kulit kering dan terasa panas atau
hangat. Perubahan ekspresi wajah yang dapat diamati adalah
menutupi gigi atau mengerutkan geraham, mendelikan mata,
menyeringai atau mengerenyitkan dahi dan menggigit bibir.
2. Respon tingkah laku
a. Menangis atau merintih
b. Gelisah
c. Banyak bergerak atau tidak tenang
d. Tidak konsentrasi
e. Insomnia
f. Mengelus-elus bagian tubuh yang mengalami rasa nyeri
3. Dampak nyeri
Nyeri yang hebat dapat menyebabkan komplikasi seperti tromboemboli
atau pneumoni. Nyeri mempengaruhi kemampuan klien untuk bernafas
dan bergerak.
4. Skala nyeri menurut mas’rifah (2013)
a. Skala 0
Tidak ada keluahan nyeri, wajah tersenyum, tidak menyentuh atau
menunjukan area nyeri
b. Skala 1-3
Terasa kram tetapi masih dapat ditahan, masih dapat melakukan
aktifitas.
51

c. Skala 4-6
Sebagian aktifitas dapat terganggu, sulit berkonsentrasi, wajah
netral
d. Skala 7-9
Nyeri sedang terasa kram, tidak dapat beraktifitas, menangis, wajah
meringis.
e. Skala 10
Badan tidak ada tenaga, berdiri atau bangun dari tempat tidur dan
tidak dapat beraktifitas terkadang bisa sampai pingsan.

D. Konsep Relaksasi Benson


1. Pengertian
Relaksasi benson adalah teknik relaksasi yang melibatkan teknik
pernafasan dalam efektif dan kata-kata atau ungkapan yang diyakini oleh
seorang dapat menurunkan beban yang di rasakan atau dapat
meningkatakan kesehatan.
Beberapa penelitian yang menemukan bahwa formula-formula tertentu
yang dibaca secara berulang dengan mengakibatkan unsur keyakinan dan
keimanan akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat.
2. Langkah latihan teknik relaksasi
a. Langkah pertama
Pilihan satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan keyakinan
klien.
b. Langkah kedua
Atur posisi klien dengan nyaman. Posisi nyaman ditawarkan kepada
klien apakah akan dilakukan dengan berbaring atau duduk.
c. Langkah ketiga
52

Pejamkan mata dengan wajar dan tidak mengeluarkan bahaya,


hindarkan klien untuk memejamkan mata terlalu kuat karena akan
menimbulakan ketegangan dan membuat klien menajadi pusing
d. Langkah keempat
Lemaskan semua otot tubuh secara beratahap.
e. Langkah kelima
Tarik nafas melalui hidung. Pusatkan kesadaran klien pada
pengembangan perut.

Anda mungkin juga menyukai