Anda di halaman 1dari 8

2.

6 FAKTOR YANG MEMENGARUHI RESFONS TERHADAP STRESOR

Resfons terhadap stresor yang diberikan pada individu akan berbeda. Hal tersebut bergantung
pada faktor stresor dan kemampuan koping yang dimiliki individu. Berikut akan di jelaskan
secara singkat beberapa karkteristik stresor yang dapat memengaruhi respon tubuh.

1. SIFAT STRESOR. Sifat stresor dapat berubah secara tiba-tiba atau berangsur-angsur
dan dapat memengaruhi respons seseorang dalam mengalami stres, bergantung pada
mekanisme yang dimilikinya.
2. DURASI STRESOR. Namanya stresor yang dialami seseorang dapat memengaruhi
respons tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respons juga akan lebih
lama, dan tentunya dapat memengaruhi tubuh.
3. JUMLAH STRESOR. Semakin banyak stresor yang dialami seseorang, semakin besar
dampaknya bagi fungsi tubuh.
4. PENGALAMAN MASA LALU. Pengalaman masa lalu seseorang dalam menghadapi
stres dapat menjadi bekal dalam menghadapi stres berikutnya karna individu memliki
kemampuan beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik.
5. TIPE KEPRIBADIAN. Tipe kepribadian seseorang diyakini juga dapat memngaruhi
respons terhapa stresor. Menurut Frietman dan Rosenman (1974) terdapan 2
kepribadian yaitu tipe A dan tipe B. Orang berkepribadian tipe A lebih rentan terkena
stres apabila dibandingkan dengan orang yang memiliki kepribadian tipe B. Tipe A
memiliki ciri – ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah
tersinggung, mudah marah, meiliki kewaspadaan yang berlebihan, berbicara dengan
cepat, berkerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau
memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, takut terhadap waktu,
tidak mudah di pengaruhi, serta sulit untuk bersantai, sementara itu, tipe B memiliki
sifat kebalikan dari tipe A, antar lain lebih santai, penyabar, tenang, tidak mudah
marah atau tersinggung, jarang kekurangan waktu untuk melakukan hal – hal yang
disukai, fleksibel, mudah bergaul, dll
6. TAHAP PERKEMBANGAN. Tahap perkembangan individu dapat membentuk
kemampuan adap tasi semakin baik terhadap stresor. Stresor yang dialami individu
berbeda terhadap setiap saat pada usia sebagai mana dalam tabel 2.1

Tahap perkembangan Jenis stresor


Konflik kemandirian dan ketergantungan
Anak pada orang tua.
Mulai bersekolah.
Hubungan dengan sebaya.
Kompetisi dengan teman.
Perubahan tubuh.
Remaja Hubungan dengan teman.
Sekseualitas.
Kemandirian.
Menikah.
Dewasa muda Meninggalkan rumah.
Mulai bekerja.
Melanjutkan pendidikan.
Membesarkan anak.
Menerima proses penuaan.
Dewasa tengah Status sosial.
Usia lanjut.
Dewasa tua Perubahan tempat tinggal.
Penyesuaian pada masa pensiun.
Proses kematian.

2.7 Tahapan Stres

Robert J.van Hamberg dalam hawari (2001), stres dapat dibagi kedalam 6 tahap
sebagai berikut :

1. Tahap pertama. Tahap ini merupakan tahap stres yang paling ringan yang
biasanya ditandai dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan lebih
“tajam” dari biasanya, dan merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari
biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan timbulnya rasa
gugup yang berlebihan).
2. Tahap kedua. Pada tahap ini, dampak stres yang semula ‘menyenangkan’ mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan karna habisnya cadangan energi.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan antara lain merasa letih sewaktu
bangun pagi dalam kondisi normal, badan (seharusnya terasa segar), mudah lelah
sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore sering mengeluh lambung atau
perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, oto punggung dan tengkuk terasa
tegang, dan tidak bisa santai.
3. Tahap ketiga. Jika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan memadai,
maka keluhan akan semakin nyata, seperti gangguan lambung dan usus
(gastritis/maag, diare), ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang,
gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam, dan sukar
kembali tidur atau bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali), tudubuh
terasa lemah seperti tidak bertenaga.
4. Tahap keempat. Orang yang mengalami tahap-tahap stres diatas ketika
memeriksakan diri kedokter sering kali dinyatakan tidak sakit karena tidak
ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun, pada konsisi
berkelanjutan, akan muncul gejalan seperti ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas ini karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu lemah karna
gangguan pola tidur, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun, serta
muncul rasa takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya.
5. Tahap kelima. Tahap ini ditandai dengan kelelahan fisik yang sangat, tidak
mampu menyelesaikan pekerjaan ringan dan sederhana, gangguan pada sitem
pencernaan semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan cemas.
6. Tahap keenam. Tahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai dengan
timbulnya rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin
cepat, kesulitan untuk bernapas, tubuh bergetar dan berkeringat, dan adanya
kemungkinan tejadi kolaps atau pingsan.

2.8 RESPONS FISIOLOGIS

INTERPRETASI STIMULI OLEH OTAK

Respons fisiologis terhadap stresor merupakan mekanisme protektif dan adaptif untuk
memelihara keseimbangan homeostasis dalam tubuh. Seperti yang diterangkan oleh
McE Ween dan Mendelson (1993), respons stres merupakan “ rangkaian peristiwa
neural dan formonal yang mengakibatkan kcnsekuensi jangka pendek dan panjang
bagi otak dan tubuh... stresor adalah suatu peristiwa yang menantang homeostasis
dengan terjadinya penyakit bila terjadi kegagalan proses normal adaptasi terhadap
stres” (hal.101).

Aksi neural dan hormonal untuk memelihara kesimbangan homeostatis diintegrasi


oleh hipotalamus. Hipotalamus terletak dipusat otak, dikelilingi oleh sistem limbik
dan hemisfer serebri. Hipotalamus mengintegrasikan mekanisme sistem saraf otonom
yang memelihara kestabilan kimia lingkungan internal tubuh. Hipotalamus dan sistem
limbik mengatur emosi dan beberapa kegiatan viseral yang diperlukan untuk bertahan
hidup (miss. Makan, minum, pengaturan suhu, reproduksi, pertahanan, dan agresi)
hipotalamus tersusun atas banyak dan septal nuklei, sesuai dengan struktur lain.

Penelitian mendukung konsep bahwa tiap struktur tersebut bertanggung jawab secara
berbeda terhadap khas. Hemisver serebral dipandang memiliki fungsi kognitif ; proses
berfikir, belajar dan memori. Sistem limbik mempunyai hubungan dengan hesbisver
serebri maupun batang otak. Selain itu, the reticular activation sistem (RAS), yang
merupakan jaringan sel yang membentuk sistem komunikasi 2 arah, memanjang dari
batang otak sampai otak tengah dan sistem limbik. Jaringan ini mengontrol kesiagaan
atau keadaan “terjaga” bagi tubuh; sistem ini mengirim sinyal yang akan ditangkap
sampai ke korteks dan melanjutkan sinyal dari korteks kebawah.

Dalam respons stres, impuls averen akan ditangkap oleh organ pengindra
(mata,telinga,hidung,kulit) dan pengindra internal (baroreseptor,kemoreseptor) ke
pusat saraf diotak. Stres mungkin diterima oleh berbagai pusat yang berbeda mulai
dari korteks sampai kebatang otak yang pada gilirannya akan menyampaikan
informasi tersebut kehipotalamus. Respon terhadap persepsi stres tersebut
diintegrasikan didalam hipotalamus yang akan mengkoordinasikan keadaan
keseimbangan homeostasis. Derajat dan durasi respons sangat bervariasi; stres mayor
akan membangkitkan baik respon simpati maupun pituitari adrenal.

Respons Neuroendokrin

Jalur neural dan neuroendokrin di bawah kontrol hipotalamus akan di aktifkan dalam
respons sress. Pertama , akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti
oleh sekresi simpatis – adrenal –meduler, dan akhirnya, bila stres masih tetap
ada,sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan.

Respons sistem saraf simpatis. Respons sistem saraf simpatis bersifat cepat dan
singkat kerjanya. Norepinefrin di keluarkan pada ujung saraf yang berhubungan
langsung dengan ujung organ yang dituju mengakibatkan meningkatkan fungsi organ
vital dan keadaan perangsangan tubuh secara umum. Frekuensi jantung meningkat.
Terjadi vasokontriksi perifer, mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Darah juga
akan dialirkan keluar dari organ abdomen. Tujuan aktifitas tersebut adalah untuk
memperoleh perfusi yang lebih baik pada organ vital (otak,jantung,otot,skelet)
glukosa darah meningkatkan dan menyediakan sumber energi siapakah yang lebih
banyak. Pupil akan berdilatasi, dan aktiftas mental akan meningkat : rasa kesiaagan
menjadi lebih besar. Kontruksi pembuluh darah pada kulit akan membatasi
perdarahan bila terjadi trauma. Secara subjektif kita akan merasa kaki dingin, kulit
dan tangan lembab, menggigil, berdebar-debar dan “kejang” pada perut. Secara khas,
kita akan merasa tegang, dengan otot leher, punggung atas, dan bahu menegang:
pernapasan dangkal dan cepat, dengan diafragma yang menegang.

Respons simpatis-adrena-meduler. Selain efek langsungnya terhadap organ mayor


akhir, sistem saraf simpatis (SNS) juga menstimulasi medula kelenjar adrenal untuk
mengeluarkan hormon epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Aksi hormon
tersebut mirip dengan yang ada SNS dan mempunyai efek perlambat dan
memperlama aksinya. Epinefrin dan norepinefrin juga menstimulasi sistem saraf dan
menghasilkan efek metabolik yang akan meningkatkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan laju metabolisme. Efek respon simpatis dan adrenal-meduler di ringkas
dalam efek tersebut disebut reaksi ‘fight or fight’

Respons hipotalamus-pituitari. Fase dengan kerja terlama pada respon fisiologis,


yang biasa terjadi pada stres yang menetap, melibatkan jalur hipotalamus-pituitari.
Hipotalamus mensekeresi corticotropin-releasing factor, yang akan menstimulasi
pituitari anterior untuk memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) kemudian
ACTH akan menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokortiroid,
terutama kontrisol. Kortisol akan menstimulasikan katabolisme protein, melepaskan
asam amino; menstimulasi ambilan asam amino oleh hepar dan konversinya menjadi
glukosa (glukoneogenesis) dan menginhibisi ambilan glukosa (aksi anti-insulin) oleh
berbagai sel tubuh selain otak jantung. Efek metabolisme yang diinduksi kortisol ini
akan meneyediakan sumber energi yang siap pakai selama keadaan stres terdapat
berbagai implikasi penting terhadap efek ini: orang yang menderita diabetes bila
mengatasi stres, seperti akibat infeksi, akan membutuhkan insulin lebih banyak dari
biasanya. Setiap pasien akan mengalami stres (penyakit,pembedahan,stres,psikologis
yang berkepanjangan) akan mengakatabolisme protein tubuh dan sehingga
memerlukan tambahan. Anak yang mengalami stres berat akan mengalami retardasi
pertumbuhan. Aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) dan oritisol paling
penting pada respon umum terhadap stres. Hormon lain yang juga dikeluarkan adalah
antibiuretik hormon (ADH) dari pituitari posterior dan aldosteron dari korteks
adrenal. ADH dan aldosteron mengakibatkan retensi natrium dan air, yang merupakan
mekanisme adaptif bila ada perdarahan atau kehilangan cairan melalui keringat yang
berlebihan. ADH ternyata juga mempengaruhi proses belajar dan sehingga akan
memudahkan untuk menghadapi situasi baru dan mengancam. Hormon pertumbuhan
dan glukagon disekresi dan menstimulasi ambilan asam amino oleh sel, yang
membantu mobilisasi sumber energi. Sekresi hormon lainnya juga akan terpengaruh,
namun fungsi adaptifnya masih belum jelas. Produktif endofrin suatu opiat endogen,
juga meningkat dalam keadaan stres dan menaikan ambang untuk menahan stimuli
nyeri. Juga mempengaruhi suasana hati diimplikasikan sebagai “high” seperti yang
dialami oleh pelari jarak jauh.

Stres dan Sistem Imun

Glukokortikoid akan mendepresi sistem imun. Bila konsentrasinya cukup tinggi, akan
terjadi penurunan sistem inflamasi terhadap injury atau infeksi. Tahap-tahap proses
inflamasi akan terhambat, limfosit akan dihancurkan dalam jaringan limfoid dan
produksi antibodi akan menurun. Akibatnya, kemampuan seseorang menahan infeksi
akan berkurang. Inhibisi respon inflamasi dapat diambil manfaatnya secara
tarmakologis dengan meresepkan kortisol untuk merawat respon imun dan inflamasi
pada artritis, asma penolakan transplantasi. Hubungan stres dan respon imun
merupakan subjek penelitian baru yang disebut sebagai behaviora imunology,
pisokoimunologi dan neoroimunomodulasi. Penelitian hewan menunjukkan bahwa
stres fisiologis yang ekstrim dan mengakibatkan dampak yang berat pada kemampuan
imunologis. Penelitian pada manusia sebelum dapat disimpulkan (sebagian karena
masalah desagin dan kontorl eksperimental) namun para peneliti percaya bahwa
pikiran mempengaruhi respon imun dengan akibat membahayakan bagi pejamu
(kiecolt-glaser & glaser,1962).

2.9 CARA MENILAI STRES

Terdapat beberapa cara untuk menilai stres, anatar lain skala Holmes dan Rahe (1967)
beserta skala miller dan smith (1985).

Skala Holmes dan Rahe

Skala ini menghitung jumlah stres yang dialami seseorang dengan cara menambahkan
nilai relatif stres, yang disebut unit perubahan hidup (life change units-LCU). Untuk
berbagai peristiwa yang dialami seseorang. Skala ini didasarkan pada perenis bahwa
peristiwa baik ataupun buruk dalam kehidupan seseorang dapat meningkatkan tingkat
stres dan membuat orang tersebut lebih rentang terhadap penyakit dan masalah
kesehatan mental. Pada skala tersebut sejumlah peristiwa yang dialami seseorang
selama 12 bulan terakhir. Beri tanda pada peristiwa yang dialami misalnya, seseorang
yang mengalami perpindahan rumah selama 2 kali selama 12 bulan terakhir, maka
skornya adalah 2 x 20 = 40. Selanjutnya seluruh nilai tersebut dijumlah untuk
mengetahui berapa total nilai stres. Skor 250 atau lebih dianggap tinggi orang yang
memiliki toleransi rendah terhadap stres mungkin sudah melampui tingkat stres yang
normal dengan skor 150. Skor 150 atau kurang memiliki kemungkinan 37% untuk
mengalami sakit yangs serius. Jika skornya 150-300, kemungkinan tersebut naik
menjadi 51% diatas 300, kemungkinan mengalami sakit yang serius, dalam dua tahun
kedepan akan menaik menjadi 80%.

No. Peristiwa Skor

1. Kematian pasangan hidup 100

2. Perceraian dengan pasangan 73

3. Perpisahan dengan pasangan hidup 65

4. Dipenjara 63

5. Kematian anggota keluarga terdekat 63

6. Kecelakaan atau jatuh sakit 53

7. Pernikahan 50

8. Dipecat dari pekerjaan 47

9. Rujuk dalam pernikahan 45

10. Pensiun 45

11. Perubahan status kesehatan anggota keluarga 44

12. Kehamilan 40

13. Masalah seksual 39

14. Kehaidran anggota keluarga baru 39

15. Penyesuaian pekerjaan/usaha 39

16. Perubahan kondisinkeuangan 38

17. Kematian sahabat dekat 37

18. Pindah kerja atau perubahan pekerjaan 36

19. Konflik dengan pasangan 35

20. Pinjaman dalam jumlah besar 31

21. Pelunasan utang/hipotek 30


22. Perubahan tanggung jawab di tempat kerja 29

23. Anak meninggalkan rumah 29

24. Masalah dengan ipar, mertua, menantu 29

25. Prestasi yang luar biasa 28

26. Pasangan mual atau berhenti bekerja 26

27. Pemulauan atau akhir masa sekolah 26

28. Perubahan kondisi tempat tinggal 25

29. Perubahan kebiasaan pribadi 24

30. Masalah dengan atasan 23

31. Perubahan kondisi atau jam kerja 20

32. Pindah rumah 20

33. Pindah sekolah 20

34. Perubahan pola rekreasi 19

35. Perubahan aktifitas keagamaan 19

36. Perubahan aktifitas sosial 18

37. Pinjaman dalam jumlah kecil 17

38. Perubahan pola tidur 16

39. Perubahan jumlah pertemuan dengan keluarga 15

40. Perubahan pola makan 15

41. Berlibur ke luar kota/negeri 13

42. Sendirian di hari libur 12

43. Pelanggaran hukuman ringan 11

JUMLAH 1466d

Tingkat stres
Tidak signifikan < 149

Rendah = 150-200
Sedang = 200-299

Tinggi > 300

Anda mungkin juga menyukai