Anda di halaman 1dari 19

1.

1 Proses keperawatan

1.1.1 Transcultural Nursing

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan

keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (

Sunrise Model ) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa

proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan

solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan

dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,

1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada ” Sunrise

Model”

yaitu :

a. Faktor teknologi ( tecnological factors) Teknologi kesehatan

memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan

masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit,

kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan

kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang

penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan

saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors )

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis

bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk

menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.

Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status

pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan

kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

c.Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinship and social factors )

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama

panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,

pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala

keluarga.

d.Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways) Nilai-

nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya

yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang

mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu

dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala

keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang

dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan

kebiasaan membersihkan diri.

e.Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang

mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew

and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang

boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

f.Faktor ekonomi (economical factors) Klien yang dirawat di rumah sakit

memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya

agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya :

pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,

biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau

patungan antar anggota keluarga.

g.Faktor pendidikan (educational factors) Latar belakang pendidikan klien

adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat

ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh

bukti- bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi

terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji

pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta

kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya

sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang

dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and

Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan

dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal

berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan


disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan

dengan sistem nilai yang diyakini.

3. Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses

keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses

memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang

sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga

pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,

1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak

bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien

kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang

dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan

perawatan bayi

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan

pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik


c.Cultual care repartening/reconstruction

1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan

melaksanakannya

2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

3) Gunakan pihak ketiga bila perlu

4)Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami

oleh klien dan orang tua

5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses

akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya

akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien

maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan

klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan

menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

4. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien

tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi

budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya

baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.

Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar

belakang budaya klien.


1.2 ANALISA KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas klien

Nama : Nn. F

Usia : 22 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Pelajar

Suku : Madura

Alamat : Talkandang , Situbondo Rt 2 Rw 5

Diagnosa Medis : Thypoid

Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. K

Usia : 41 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

Suku : Madura

Alamat : Talkandang , Situbondo Rt 2 Rw 5

Hubungan dengan klien : Ayah

2. Riwayat kesehatan sekarang


Klien mengatakan sejak 7 hari yang lalu klien merasakan panas pada malam hari , saat

siang hari panas terasa hilang , kadang di sertai dengan mual muntah , penurunan nafsu

makan ,dan sakit pada bagian perut .

3. Faktor teknologi

Klien memeriksakan diri dengan di antar ayahnya ke bidan terdekat rumah , dalam

pengobatan bidan menyarankan untuk ke Rumah Sakit atau Klinik untuk di cek darah .

4. Faktor agama dan falsafah hidup

Klien menyatakan beragama Islam, percaya kepada ilmu sihir dan hal-hal gaib.

Klien percaya bila bayinya dibawa terlalu lama dari rumah maka bayinya akan

hilang dibawa gendolweweatau kalongwewe. Biasanya bayi tersebut akan dibawa

selepas maghrib, karena menurut mereka bayi masih berbau amis dan mahluk gaib

sangat menyukai hal-hal yang berbau amis. Bayi tersebut biasanya digunakan

tumbal oleh mereka yang memuja ingin awet muda. Biasanya bagi keluarga yang

baru saja memiliki bayi akan menggunakan tradisi ”meutingan” yaitu tradisi

menginap di rumah keluarga yang baru saja melahirkan. Mereka biasanya

ngaos(membaca ayat-ayat suci Al Qur’an) selama 7 hari 7 malam yang dimulai

selepas maghrib sampai dengan Isya. Mereka percaya dengan cara tersebut bayi

yang baru saja lahir tidak akan hilang.

5. Faktor sosial dan keterikatan keluarga

Hubungan kekerabatan masih sangat kuat terutama dari keluarga perempuan. Ibu

dari pihak wanita, bu nde (kakak orangtua wanita), tante (adek dari orang tua)

akan menginap di rumah sakit menunggui anaknya yang sedang sakit , keluarga

berjaga saling bergantian .


6. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Madura. Setelah sembuh dari sakitnya

pantangan bagi seseorang yang menderita penyakit Thypoid adalah di larang makan

makanan yang kecut , seperti buah jeruk ,mangga dll , biasanya keluarga

memberikan jamu tradisional yakni jamu cacing dengan labu china .

7. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku

Saat sakit seluruh masyarakat mempercayakan kepada tim kesehatan , contohnya

seperti perawat dan bidan

8. Faktor ekonomi

yang mencari nafkah adalah ayah klien, yang bekerja sebagai guru di salah satu

sekolah menengah atas di daerah situbondo , sedangkan ibu klien membuka took

yang menjual peralatan tulis .

9. Faktor pendidikan

Klien menempuh pendidikan SD di SDN III Talkandang Situbondo , dan SLTP di

SMP 1 Situbondo ,serta SLTA di SMA 2 Situbondo , dan saat ini klien menempuh

pendidikan Perguruan tinggi .

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat ditegakkan pada kasus ini adalah : Ketidakefektifan

Menejemen Kesehatan karena klien saat minum obat selalu menyangkal dan

banyak alasan dan saat di suruh control klien selalu tidak mau
C.Perencanaan dan Pelaksanaan

Berdasarkan data-data yang ada dalam perawatan penyakit Thypoid adalah :

a. Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses

penyembuhan

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b.Cultural care accomodation/negotiation

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2)Jelaskan tentang pentingnya makan-makanan yang mengandung protein.

Ikan dan telur boleh saja tidak dimakan tetapi harus diganti dengan tempe dan

tahu, kalau bisa sekali-kali makan daging ayam untuk memenuhi kebutuhan

protein hewani baik di konsumsi , serta menghindari makannan yang terlalu

asam dan pedas

3) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

c. Cultual care repartening/reconstruction

1) Jelaskan kepada klien tentang pentingnya minum obat

2) Jelaskan kepada klien akan agar memperbanyak asupan nutrisi

3) Gunakan gambar-gambar yang lebih mudah dipahami oleh klien

4) Jelaskan pada klien bahwasanya pemberian pisang adalah buah yang aman di

konsumsi oleh penderita thypoid.

5) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan

melaksanakannya

6) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok


7) Gunakan pihak ketiga misalnya keluarga yang sekolah sampai ke tahap SMA atau

pada saat menjelaskan juga menghadirkan kepala desa sebagai pemimpin di daerah

tersebut.

8) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat

dipahami oleh klien dan orang tua

9) Berikan informasi pada klien tentang sarana kesehatan yang dapat dugunakan .

D. Evaluasi

Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang :

1. Makan-makan protein nabati seperti tempe dan tahu dan makan protein hewani

selain ikan dan telur misalnya daging ayam

2. Factor ekonomi dari pengkajian di atas , keluarga sanggup membayar

administrasi pengobatan asalkan anaknya bisa cepat sembuh .

3. Factor pendidikan keluarga dank lien yang mempermudah terjalinnya

komunikasi terapeutik dalam merlaksanakan asuhan keperawatan mudah di

terima oleh klien .

B. Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagnose yang dapat di ambil dalam kasus ini , yakni

ketidakefektifan menejemen kesehatan , dan ketidak patuhan dalam minum obat .

C. Perencanaan dan Pelaksanaan

Dalam perencanaan dan penatalaksanaan yakni membuatkan jadwal rutin minum

obat dan control apabila gejala masih terasa , anjurkan klien menghindari makanan asam

dan pedas , serta apabila ingin mengkonsumsi buah , konsumsilah buah yang tinggi kadar

air dan karbohidrat contohnya seperti apel ,pisang , buah pir ,dll.

D. Evaluasi

Dalam perkembangan proses penyembuhan , apabila klien rutin minum obat dan

menghindari makanan yang tidak di anjurkan maka klien akan cepat sembuh .

Komponen Health Belief Model

Health belief model memiliki enam komponen yaitu:

1. Perceived Susceptibility

Perceived Susceptibility adalahkepercayaan seseorang dengan menganggap menderita

penyakit adalah hasil melakukan perilaku terentu. Perceived susceptibility juga diartikan

sebagai perceived vulnerability yang berarti kerentanan yang dirasakan yang merujuk pada

kemungkinan seseorang dapat terkena suatu penyakit. Perceived susceptibility ini memiliki

hubungan positif dengan perilaku sehat. Jika persepsi kerentanan terhadap penyakit tinggi
maka perilaku sehat yang dilakukan seseorang juga tinggi. Contohnya seseorang percaya

kalau semua orang berpotensi terkena kanker.

2. Perceived Severity

Perceived Severity adalah kepercayaan subyektif individu dalam menyebarnya penyakit

disebabkan oleh perilaku atau percaya seberapa berbahayanya penyakit sehingga

menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Hal ini berarti perceived severity

berprinsip pada persepsi keparahan yang akan diterima individu. Perceived severity juga

memiliki hubungan yang positif denga perilaku sehat. Jika persepsi keparahan individu

tinggi maka ia akan berperilaku sehat. Contohnya individu percaya kalau merokok dapat

menyebabkan kanker.

3. Perceived Benefits

Perceived Benefits adalah kepercayaan terhadap keuntungan dari metode yang disarankan

untuk mengurangi resiko penyakit. Perceived benefits secara ringkas berarti persepsi

keuntungan yang memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat. Individu yang sadar

akan keuntungan deteksi dini penyakit akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical

check up rutin. Contoh lain adalah kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena kanker.

4. Perceived Barriers

Perceived barriers adalah kepercayaan mengenai harga dari perilaku yang dilakukan.

Perceived barriers secara singkat berarti persepsi hambatan aatau persepsi menurunnya

kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat. Hubungan perceived barriers dengan

perilaku sehat adalah negatif. Jika persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi maka
perialu sehat tidak akan dilakukan. Contohnya, kalau tidak merokok tidak enak, mulut

terasa asam. Contoh lain SADARI (periksa payudara sendiri) untuk perempuan yang dirasa

agak susah dalm menghitung masa subur membuat perempuan enggan SADARI.

5. Cues to Action

Cues to action adalah mempercepat tindakan yang membuat seseorang merasa butuh

mengambil tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues

to action juga berarti dukungan atau dorongan dari ligkungan terhadap individu yang

melakukan perilaku sehat. Saran dokter atau rekomendasi telah ditemukan utnuk menjadi

cues to action untuk bertindak dalam konteks berhenti merokok (Weinberger et al 1981;.

Stacy dan Llyod 1990) dan vaksinasi flu (Clummings et al 1979).

6. Self Efficacy

Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah self efficacy. Hal ini senada

dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy oleh Bandura

yang penting sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat. Self efficacy dalam istilah

umumadalah kepercayaan diri seseorang dalam menjalankan tugas tertentu. Self Efficacy

adalah kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau

merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan. Self efficcay dibagi menjadi dua

yaitu outcome expectancy seperti menerima respon yang baik dan outcome value seperti

menerima nilai sosial..


Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model

Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari aplikasi

HBM:

1. Preventive health behaviour, yang termasuk promosi kesehatan (seperti olahraga

dan perilaku mengurangi resiko kesehatan seperti pemberian vaksinasi dan

penggunaan alat kontrasepsi.

2. Sick role behaviour yang artinya menuruti rekomendasi dari medis, biasanya diikuti

oleh diagnosi dari profesional tentang penyakit.

3. Clinic use, termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi.

Aplikasi HBM untuk Pencegahan HIV

1. Perceived Susceptibility

Remaja memiliki presepsi bahwa mereka dapat menderita HIV

2. Perceived Severity

Percaya bahwa HIV adalah penyakit menular sehingga remaja menghindari aktifitas yang

dapat menyebabkan HIV

3. Perceived Benefits

Remaja percaya tentang penggunaan kondom dapat melindungi diri HIV. Mereka akan

mendapat keuntungan karana menggunanakan kondom mencegah penularan HIV


4. Perceived Barriers

Persepsi menggunakan kondom menurunkan ‘kenyamanan’ saat berhubungan seks.

Mengidentifikasi bagaimana dapat berhubungan seks dengan ‘nyaman’ walaupun

menggunakan kondom

5. Cues to action

Melakukan tindakan nyata untuk meggunakan kondom saat berhubungan seksual.

Menerima isyarat atau pesan pengingingat misalnya, 25% remaja aktif seksual tertular

HIV. Apakah anda salah satu dari mereka?

6. Self Efficacy

Merasa percaya diri dalam menggunakan kondom

Aplikasi HBM untuk Pencegahan Kanker Payudara

1. Perceived Susceptibility

Perempuan memiliki presepsi bahwa mereka dapat menderita kanker payudara.

2. Perceived Severity

Perempuan percaya bahwa kanker payudara adalah penyakit yang membahayakan dan

menyakitkan sehingga diperlukan langkah pencegahan.

3. Perceived Benefits
Perempuan percaya dengan melakukan SADARI (periksa payudara sendiri) adalah upaya

preventif yang menguntungkan.

4. Perceived Barriers

Perempuan harus menghitung masa subur terlebih dahulu sebelum melakukan SADARI

(periksa payudara sendiri) sehingga muncul keengganan dalam melakukannya.

5. Cues to action

Melakukan tindakan nyata SADARI (periksa payudara sendiri) dan membuat jadwal masa

mentruasi sehingga mengetahui masa subur.

6. Self Efficacy

Merasa percaya diri setelah melakukan SADARI (periksa payudara sendiri)

Kelebihan HBM

v HBM mudah dan murah.

v HBM adalah bentuk intervensi praktis untuk peneliti dan perawat kesehatan khususnya

yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit (misal screening, imunisasi,

vaksinasi).

v HBM adalah analisator perilaku yang beresiko terhadap kesehatan.


Kelemahan

v Rosenstock berpendapat bahwa model HBM mungkin lebih berlaku untuk masyarakat

kelas menengah saja.

v Sheran dan Orbel (1995) menyatakan dalam penelitian sebelumnya, item kuesioner

HBM tidak random dan dapat dengan mudah 'dibaca' oleh responden sehingga validasinya

diragukan.

v Penelitian cross sectional untuk memperjelas hubungan perilaku dan keyakinan

seseorang.
REFERENSI

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995),

Transcultural Concepts in Nursing Care

,2

nd

Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company Cultural Diversity in Nursing, (1997),

Transcultural Nursing ; Basic Concepts and Case Studies

, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari

http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989),

Conceptual Models of Nursing : Analysis and Application

, USA, Appleton & Lange Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995),

Transcultural Nursing : Assessment and Intervention,

nd

Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc Iyer. P.W, Taptich. B.J, & Bernochi-Losey. D,

(1996),

Nursing Process and Nursing Diagnosis

, W.B Saunders Company, Philadelphia Leininger. M & McFarland. M.R, (2002),

Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and Practice

,3

rd

Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies Swasono. M.F, (1997),

Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya,


Jakarta, UI Press Royal College of Nursing (2006),

Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One Understanding The Theoretical Basis

of Transcultural Nursing Care

Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari

http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing __________________________,

Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Two Transcultural NursingModels ; Theory

and Practice,

Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari

http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing __________________________,

Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Three Application of Transcultural Nursing

Models,

Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari

http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing

Anda mungkin juga menyukai