Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Sederhana


Et Causa
Diare Akut tanpa Dehidrasi

Pembimbing :
Dr. Dwi Haryadi, Sp.A

Di susun Oleh :
KELLY 11-2015-272 10-2012-078
STACY VANIA 11-2015-256 10-2012-043
VIFIN ROTUAHDO SARAGIH 11-2015-342 10-2012-232
DIAN NURUL HIKMAH 11-2015-367 10-2012-292
AHMAD MARZUQI BIN ABDULLAH 11-2015-434 10-2012-475
JEREMY JOSHUA SANTOSA 11-2015-360 10-2012-27

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM BAYUKARTA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
(Periode 12 September 2016 s/d 19 november 2016)

1
BAB I
STATUS PASIEN

I.IDENTITAS PASIEN
Nama : An. BFA
Umur : 1 Tahun 10 Bulan 2 hari
Tanggal Lahir : 09 Desember 2014
Tempat lahir : Karawang
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jati Mulya II RT 008/009 Karawang Barat
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Tanggal masuk RS : 27 sept 2016 Jam 19:45:08 WIB

II. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Orang Tua Ibu Ayah

Nama Ny. SP Tn. HF

Umur 26 tahun 30 tahun

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan

Alamat: Jati Mulya II RT 008/009 Karawang Barat

Hubungan dengan orang tua : anak kandung.

Anamnesis
Diambil dari : Alloanamnesis dari ibu dan ayah pasien

Tanggal : 27 September 2016, jam 21.20 di ruang Lukas

Keluhan Utama : Kejang

2
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien demam sejak 1 hari SMRS, demam mendadak tinggi , terus menerus sepanjang
hari, sampai 39ºC (diukur dengan termometer). tidak keringat dingin, tidak ada mimisan,
tidak berdarah saat sikat gigi, tidak ada bintik kemerahan di kulit. Tidak ada sakit kepala.
Tidak ada batuk, pilek, ataupun sesak. Tidak ada nyeri tenggorokan. Tidak ada nyeri telinga,
keluar sekret dari telinga, ataupun telinga berdengung. Tidak ada nyeri saat buang air kecil.

Pasien buang air besar cair sejak 7 jam SMRS, sebanyak 4 kali dengan jumlah kira-
kira ½ gelas aqua tiap kali BAB terdapat ampas, tidak ada lendir, tidak ada darah. Pasien juga
muntah sebanyak 2 kali, dengan jumlah kurang lebih ¼ gelas aqua, muntah berisi makanan.
Pada saat menangis pasien masih menangis kuat dan masih mengeluarkan air mata. Buang
air kecil masih banyak. Berat badan tidak menurun. Tidak ada sesak napas.

Pasien kejang 30 menit SMRS, sebanyak 1 kali dengan lamanya kejang < 5 menit,
saat sebelum kejang pasien masih demam. Kejang terjadi pada seluruh anggota badan.
Kejang tidak dimulai pada salah satu sisi tangan ataupun kaki. Saat kejang mata pasien
mendelik keatas dan badan kelojotan, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak
tergigit..Ini merupakan serangan kejang yang kedua, serangan pertama ketika pasien berusia
9 bulan. Saat kejang pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar langsung menangis.
Saat tiba di IGD RS Bayukarta pasien sudah tidak kejang.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah kejang disertai demam 1 kali saat usia 9 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga

Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak
kanaknya. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti ini.

Riwayat Pengobatan

Pasien sudah minum obat penurun panas terakhir satu setengah jam yang lalu tapi
tidak ada perubahan.

3
Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran

A. Kehamilan
- Perawatan antenatal : Teratur, kontrol 1 bulan 1 x.
- Penyakit kehamilan : Tidak ada
B. Kelahiran
- Tempat kelahiran : Rumah sakit
- Penolong persalinan : dokter spesialis kandungan
- Cara persalinan : Normal pervaginam
- Masa gestasi : 39 minggu, cukup bulan
C. Keadaan bayi
- Langsung menangis : positif
- Berat badan lahir : 2900gram
- Panjang badan lahir : 49 cm
- Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
- Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada
- Kelainan bawaan : tidak ada
G2P2A0

Riwayat Nutrisi

 Usia 0 – 6 bulan : ASI


 Usia 6 - 9 bulan : ASI + susu formula + bubur susu
 Usia 9 - 12 bulan : ASI + susu formula + bubur susu + bubur saring
 Usia 12 - 18 bulan : ASI + susu formula + bubur saring + bubur nasi
 Usia 18 bulan sampai sekarang : ASI + susu formula + bubur nasi + makanan keluarga

Riwayat Imunisasi

Imunisasi
Waktu Pemberian
Bulan Tahun

0 1 2 3 4 6 9 1 1 5 6 12
5 8

4
BCG I

DPT I II II
I

Polio (OPV) I II II I
V

Hepatitis B I II II
I

Campak I

Imunisasi dasar lengkap dilakukan di Rumah Sakit


Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan

Motorik kasar : Mengangkat dan mempertahankan kepala dalam posisi tengkurap : 3 bulan
Tengkurap bolak balik : 4-5 bulan
Didudukkan dan belajar merayap : 6-7 bulan
` Duduk sendiri, merangkak : 8-9 bulan
Berdiri , berjalan dengan berpegangan :10-12 bulan
Berjalan sendiri :13-15 bulan
Motorik halus : Meraih, menggenggam, memindahkan benda : 4-6 bulan
Makan biskuit : 7-9 bulan
Mencoret – coret, minum : 10-12 bulan
Menggambar, memakai sendok : 13-18 bulan
Belajar membuka baju : 18- 22 bulan
Bahasa : Babbling : 4-8 bulan
Tatata-bibibi : 7-12 bulan
Merangkai kata : 1-2 tahun

Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos Mentis

5
Tanda Vital
• Suhu : 38,5oC
• Nadi : 128 x/menit
• Pernapasan : 32 x/menit

Berdasarkan Kurva Pertumbuhan WCGS


Berat Badan : 12 kg
Panjang badan : 90 cm
Lingkar Kepala : 49 cm

 Lingkar kepala menurut usia : Lingkar kepala sesuai usia

6
 Berat badan menurut usia : Berat badan sesuai usia

 Panjang badan menurut usia : Panjang badan sesuai dengan usianya

7
 Berat badan menurut tinggi badan : Berat badan sesuai dengan tinggi
badan

Antropometri
- Panjang badan : 90 cm
- Berat badan : 12 kg
- Lingkar kepala : 1 s/d 2 SD (normal)
- BB/U : 0 s/d 2 SD (normal)
- PB/U : 0 s/d 2 SD (normal)
- BB/TB : -1 s/d 0 SD (normal)
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.

Pemeriksaan Sistematis

Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar sudah menutup, tidak cekung, tidak


cembung, tidak teraba benjolan, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah
dicabut

8
Mata : Bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak cekung, kedudukan
bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis,
sclera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan dan kiri jernih, kedua pupil
bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
pada kedua mata positif, tidak terdapat sekret, nistagmus tidak ada,
strabismus tidak ada.

Telinga : Normotia, liang telinga lapang, tidak terdapat serumen, tidak terdapat sekret.

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada.

Mulut : Bentuk normal, mukosa mulut lembab, sianosis tidak ada, tidak ada tremor,
tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis.

gigi geligi tidak ada karies V IV III II I I II III IV V

V IV III II I I II III IV V

Leher : Tidak ada kelainan, kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba pembesaran,
trakea di tengah.

Thorax

Paru-paru
- Inspeksi : bentuk dada normal, simetris keadaan stasis maupun dinamis, retraksi
sela iga (-)
- Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-.
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
- Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga V linea mid clavicula sinistra.
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, tidak tampak massa.
- Auskultasi : Bising usus (+) hiperperistaltik

9
- Palpasi : Supel, tidak teraba adanya massa, tidak teraba adanya perbesaran hepar
dan lien, turgor kulit masih baik.
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang.
Genitalia eksterna : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada
sianosis, CRT < 2 detik
Tonus : Normotonus.
Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.

Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Motorik

Pergerakan+/+, simetris +/+, simetris


Kekuatan 5-5-5/5-5-5 5-5-5/5-5-5
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
Reflek fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek patologis -/ - -/-
Klonus -/-
Tanda rangsang meningeal :

Kaku kuduk (-)

Brudzinki I dan II (-)

Tanda Kernig (-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Olfaktorius : Sulit dinilai

Nervus Opticus : reflek cahaya +/+, penglihatan normal

Nervus Ocullomotorius : pergerakan mata normal, reflek cahaya +N/+N

Nervus Troklearis : pergerakan mata ke medial bawah normal

Nervus Trigeminus : reflek kornea +N/+N,

10
reflek bulu mata +N/+N

Nervus Abdusen : pergerakan mata ke lateral normal

Nervus Fasialis : tersenyum simetris, kelopak mata menutup

secara sempurna

Nervus Vestibulokoklear : sulit dinilai

Nervus Glosofaringeus : deviasi uvula (-)

Nervus Vagus : tidak ada gangguan menelan

Nervus Assessorius : sulit dinilai

Nervus Hipoglosus : lidah tremor (-), deviasi lidah (-)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 28 September 2016

Darah Rutin

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

Hematologi darah rutin

Hemoglobin 11,6 g/dl 11,5-18,0

Hematokrit 35,6 % 37-54

Eritrosit 4,59 106 /µL 3,80 – 6,50

Leukosit 13.70 /µL 4,6 – 10,2

Trombosit 270 /µL 150 – 400

Hitung jenis leukosit

 Basofil 0 % 0-1

 Eosinofil 0 % 0-3

 batang/stat 0 % 0-5

 limfosit 12 % 25-50

11
 monosit 8 % 2-10

 Segmen 80 % 50-80

Nilai eritrosit rata-rata

 VER (MCV) 77,6 fL 80,0-100,0

 HER (MCH) 25,3 Pg 26,0-32,0

 KHER 32,6 g/dL 31,0-36,0


(MCHC)

Kesan: normal

RESUME:
An.BFA 1 tahun 10 bulan dengan kejang sekitar 30 menit yang lalu sebanyak 1 kali
dengan lama kejang nya kurang dari 5 menit, kejang kelojotan pada seluruh anggota badan.
Kejang di dahului dengan demam sejak 1 hari smrs, demam terus menerus. Pasien juga
mengalami mencret 4 kali sejak 7 jam yang lalu dengan konsistensi cair, ada ampas. lendir-,
darah- mencret sebanyak ½ gelas aqua. Pasien juga muntah sebanyak 2 kali, ¼ gelas aqua,
muntah berisi makanan.

Diagnosa Kerja
 Kejang demam sederhana et causa Diare akut tanpa dehidrasi
Dasar diagnosis kerja
 Pasien berusia 1 tahun 10 bulan, kejang berlangsung kurang dari 15 menit,
kejang seluruh badan , kaku kedua tangan dan kaki dengan mata mendelik ke
atas, kejang berhenti sendiri, setelah kejang pasien langsung menangis, kejang
tidak berulang dalam 24 jam.

Diagnosa Banding
 Kejang demam kompleks
 Meningitis
 Ensefalitis

12
Dasar diagnosis banding
 Kejang demam kompleks
Manisfestasi klinis yang terjadi adalah kejang disertai demam, kejang
seluruh tubuh, kedua tangan dan kedua kaki disertai mata mendelik keatas.
Namun pada kejang demam kompleks , kejang berlangsung lebih dari 15
menit, kejang berulang dalam 24 jam.
 Meningitis
Manisfestasi klinis yang terjadi adalah kejang disertai demam, kejang
seluruh tubuh, kedua tangan dan kedua kaki disertai mata mendelik keatas.
Namun pada meningitis ditemukan defisit neurologis, rangsang meningeal
positif, namun pada pasien ini, rangsang meningeal tidak dapat diperiksa
karena myelinisasi belum terbentuk sempurna.
 Ensefalitis
Manisfestasi klinis yang terjadi adalah kejang disertai demam, kejang
seluruh tubuh, kedua tangan dan kedua kaki disertai mata mendelik keatas.
Namun pada ensefalitis terjadi penurunan kesadaran setelah kejang.

Pemeriksaan penunjang
 Darah rutin
Penatalaksanaan :
• Infus D5 ½ NS 12 tpm
• Paracetamol 4x120 mg
• Zinc smart syrup 20 mg
• Diazepam IV 6mg (jika kejang diruangan)

Prognosis
1. Ad Vitam :dubia ad bonam
2. Ad Fungsionam :dubia ad bonam
3. Ad Sanationam :dubia ad bonam

13
FOLLOW UP
27 sept 2016
S: kejang (-), demam (+),mual (-), muntah (-), mencret (+) frek. 5kali, konsistensi cair,
ampas (+) lendir (-) darah (-), batuk (-), pilek (-), nafsu makan berkurang, minum masih mau,
BAK lancar
O: ku: tss, kes: cm, n: 136x/mnt, nafas: 32x/men, s: 38,1 °C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/-
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo : I: simetris saat statis+/+, dinamis, retraksi -/-
P: Massa -/-
P: Sonor
A: SNV +/+, wh-/-, rh-/-

Cor : I: IC tak tampak


P: IC teraba di ics 4, Thrill(-)
P: Pekak
A: BJ I-II murni reguler (+), mur-mur(-), galop (-)
Abdomen : I: datar
A: BU(+), hiperperistaltik
P: massa (-) nyeri tekan (-) pembesaran hepar(-), lien(-)
P: Timpani (+)

Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat + +
Oedem - -
Sianosis - -
Gerak aktif aktif
Refleks fisiologis + +
Refleks patologis - -

Pemeriksaan neurologist : kaku kuduk (-), kerniq (-), laseque (-), refleks fisiologis : normo
refleksi, refleks patologis: (-)

14
28 September 2016
S: kejang (-), demam (-),mual (-), muntah (-), mencret (+) frek. 2kali, konsistensi cair,
ampas (+) lendir (-) darah (-), batuk (-), pilek (-), nafsu makan membaik, minum mau, BAK
lancar
O: ku: tss, kes: cm, n: 136x/mnt, nafas: 34x/mnt, s: 37,2 °C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/-
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo : I: simetris saat statis+/+, dinamis, retraksi -/-
P: Massa -/-
P: Sonor
A: SNV +/+, wh-/-, rh-/-
Cor : I: IC tak tampak
P: IC teraba di ics 4, Trill(-)
P: (-)
A: BJ I-II murni reguler (+), mur-mur(-), galop (-)
Abdomen : I: datar
A: BU(+), normoperistaltik
P: massa (-) nyeri tekan (-) pembesaran hepar(-), lien(-)
P: Timpani (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

29 September 2016
S: kejang (-),demam (-), mencret (-), mual (-), muntah (-), batuk (-), pilek (-), nafsu makan
membaik, BAK & BAB lancar.
O: ku: tss, kes: cm, n: 132x/mnt, nafas: 38x/men, s: 36,7 °C
Kepala : normosefali, UUB sudah menutup, cekung (-), cembung (-)
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil isokor +/+, RCL +/+, RCTL +/+, hiperemis -/-
Hidung : sekret -/-, septum deviasi (-)
Telinga : serumen -/-, normotia +/+
Mulut : mukosa lembab(+)
Pulmo : I: simetris saat statis+/+, dinamis, retraksi -/-
P: Massa -/-
P: Sonor
A: SNV +/+, wh-/-, rh-/-
Cor : I: IC tak tampak
P: IC teraba di ics 4, Thrill(-)
P: Pekak
A: BJ I-II murni reguler (+), mur-mur(-), galop (-)
Abdomen : I: datar
A: BU(+), normoperistaltik

15
P: massa (-) nyeri tekan (-) pembesaran hepar(-), lien(-)
P: Timpani (+)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

BAB II

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhuh tubuh
(suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
biasanya terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang demam sederhana
merupakan gangguan kejang yang paling lazim ditemukan pada anak. Kejang demam
merupakan suatu bangkitan kejang yang terjadi akibat adanya demam tinggi pada anak yang
umumnya disebabkan adanya infeksi, misalnya infeksi saluran pernapasan dan pendengaran.
Umumnya kejang demam terjadi antara periode 9 bulan hingga 5 tahun. Ada kecenderungan
genetik yang dijumpai pada kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Meski hal ini telah banyak diteliti,
masih terdapat perbedaan pendapat mengenai pengertian kejang demam, hubungannya
dengan sindroma epilepsy, manfaat pengobatan maintenance dan prognosis jangka panjang
dari anak yang menderita kelainan ini.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari
1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau
lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya.
Wegman (1939) dan Millichap (1959) berkesimpulan bahwa suhu yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya bangkitan kejang.

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rectal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium1.Kejang
demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering dijumpai padaanak, terutama
pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5
tahun pernah menderita kejang demam2. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai
demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.1
Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko yang penting
adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor resiko lainnya adalah riwayat
keluarga kejang demam, problem pada masa neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang
demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-
kira 9% akan mengalami 3X recurrent atau lebih.2

Epidemiologi

Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari
sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam terjadi pada
2-5% anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidensi tertinggi pada
umur 18 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat,
atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang kembali disertai demam tidak termasuk dalam kejang demam.
Seorang anak yang mengalami kejang demam, tidak berarti dia menderita epilepsi karena
epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh adanya demam.

Etiologi
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,
misalnya:
1. Demam itu sendiri

17
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui
atau ensefalopati toksik sepintas
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas
Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin
disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang pada anak, dan
mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus. Demam yang disebabkan oleh
imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang
setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi
terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).3

Patofisiologi Kejang Demam

Sel dan organ otak memerlukan suatu energi yang didapat dari metabolism untuk
mempertahankan hidupnya. Bahan baku terpenting untuk metabolisme otak adalah glukosa.
Sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
H2O. Sifat proses ini adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.2,3

Sel memiliki suatu membrane dengan dua permukaan yaitu permukaan dalam dan
permukaan luar oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energy dan bahan enzim Na-K-ATPase
yang terdapat pada permukaan sel.2-4

Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.

18
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Dan pada kondisi demam kenaikan suhu 1°C
akan mengakibatkan kenaikan metabolism basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium dari membrane tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang.5

Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda, ini tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu 38°C, sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari
kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada anak dengan ambang kejang yang rendah; sehingga pada penanggulangannya perlu
diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

19
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)

Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan Hipotensi disertai berkurangnya


denyut jantung darah aliran darah serebrum sehingga
terjadi hipotensi serebrum
Meningkatnya tekanan Menurunnya gula
darah darah

Meningkatnya kadar Disritmia Gangguan sawar darah otak


glukosa yang menyebabkan edema
serebrum
Meningkatnya suhu pusat Edema paru non
tubuh jantung

Meningkatnya sel darah


putih

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya terjadi apneu (henti napas), meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkpnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolism anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas merupakan faktor
penyebab sehingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak sehingga terjadi kerusakan sel
neuron otak.5

Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama; dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.5

Tabel 2. Efek fisiologis kejang menurut lama terjadinya kejang

20
Keadaan Kejang Menyerupai kejang
1. Onset Detik/menit Mungkin gradual
2. Lama serangan Sering Beberapa menit
3. Kesadaran terganggu Jarang terganggu
4. Sianosis Sering Jarang
5. Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
6. Stereotipik serangan Selalu Jarang
7. Lidah tergigit atau luka Sering Sangat jarang
lain Selalu Jarang
8. Gerakan abnormal bola Gerakan tetap Gerakan hilang
mata ada Hampir selalu
9. Fleksi pasif ekstremitas Jarang Selalu
10. Dapat diprovokasi Jarang Tidak pernah
11. Tahanan terhadap Hampir selalu Hampir tidak pernah
gerakan pasif Selalu Jarang
12. Bingung pasca serangan Selalu
13. Iktal EEG abnormal

Tabel 3. Perbedaan Kejang dan Menyerupai Kejang

Gambar 1. Klasifikasi kejang pada anak

21
Tipe Kejang

Kejang diklasifiaksikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah


kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang
parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan
parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).

1. Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum.
Gejala kejang ini bergatung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila fokus
terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot;
sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala –
gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-
tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena di korteks
sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalah kepucatan,
kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan deJa vu
adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami
perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai
kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis medial
atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih
tinggi serta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini
dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering
disertai oleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal
sebagai perilaku otomatis ( automatic behavior ). Contoh dari perilaku ini adalah
menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir,
atau mengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali
berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak
dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi
kejang generalisata.
2. Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta
ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di
kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasien

22
tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejang
ini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejang
generalisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang
atonik, kejang tonik dan kejang klonik.3,4
a. Kejang absence ( petit mal )
Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih
dari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan
pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip-kedip dengan cepat. Pasien
mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali
sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang
dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang
setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonik-
klonik.
b. Kejang tonik-klonik ( grand mal )
Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-klonik
diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara
menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau
abdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik
kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai
disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh
mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik
memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian
berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak.
Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah.
Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme
rahang dan lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan
diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit
sampai selama 30 menit. Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan,
agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus.3,4
Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya.
Kejang tonik-klonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam,
paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa
kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang berkaitan
dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung singkat, dan

23
mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut
melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejag non demam pada kehidupan
selanjutnya.

Gambar 1. Kejang Tonik-Klonik

c. Kejang mioklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas dibeberapa otot atau tungkai,
cenderung singkat.
d. Kejang atonik
Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh.
e. Kejang klonik
Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tungal atau multipel di
lengan, tungkai, atau torso.
f. Kejang tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontaksi) wajah dan tubuh
bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin
berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.

Klasifikasi
Kejang demam memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam
sederhana dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan
kejang demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) menurut Livingstone
memiliki beberapa kriteria, yakni:
1. Terjadi pada usia 6 bulan – 4 tahun
2. Lama kejang singkat kurang dari 15 menit
3. Sifatnya kejang umum, tonik dan atau klonik
4. Umunya berhenti sendiri dan pasien segera sadar
5. Kejang timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam

24
6. Tanpa adanya gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
7. Tidak ada kelainan neurologi sebelum dan setelah kejang
8. Frekuensi kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
9. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan adanya kelainan 2.
Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri
gejala klinis sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh
suatu kejang parsial
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
dengan kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam1.
Tabel 1. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan
sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan

25
disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan atau kekakuan fokal.

Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut6:

 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)

 Kejang tonik-klonik atau grand mal

 Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

 Postur tonik

 Gerakan klonik

 Lidah atau pipi tergigit

 Gigi atau rahang terkatup rapat

 Inkontinensia

 Gangguan pernafasan

 Apneu

 Cyanosis

Setelah mengalami kejang biasanya:

 Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.

 Terjadi amnesia dan sakit kepala.

 Mengantuk

 Linglung

Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya
cedera otak atau kejang menahun adalah kecil.

26
Diagnosis
Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah5:

Anamnesis

a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang, durasi
kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang, penyebab
demam di luar susunan saraf pusat.

b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun).

c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi).

d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).

e. Riwayat trauma kepala.

f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.

g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-lain).

h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:

a. Tanda vital terutama suhu tubuh

b. Manifestasi kejang yang terjadi

c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan

d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam

e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

f. Tanda infeksi di luar SSP

Pemeriksaan neurologis antara lain:

a. Tingkat kesadaran

b. Tanda rangsang meningeal

27
c. Tanda refleks patologis

Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk
tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang


demam, di antaranya:

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urinalisis,
biakan darah, urin atau feses.Pemeriksaan laboratorium tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi. Pasien dengan keadaan diare, muntah dan gangguan
keseimbangan cairan dapat diduga terdapat gangguan metabolisme akut, sehingga
pemeriksaan elektrolit diperlukan. Pemeriksaan labratorium lain perlu dilakukan untuk
mencari penyebab timbulnya demam.

b. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk


menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya
diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:

 Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)


 Mengalami komplex partial seizure
 Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
 Kejang saat tiba di IGD
 Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
 Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi
sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi

28
antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu
lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan.1

Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan


2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Bila secara klinis yakin bukan meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Indikasi Pungsi Lumbal:

 Jika ada kecurigaan klinis meningitis

 Kejang demam pertama

 Pasien telah mendapat antibiotik

 Adanya paresis atau paralisis

c. Electroencephalography (EEG)

Electroencephalography dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas.


Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal. EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan otak.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit neurologis.6

Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang
demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan
timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh
gambaran gelombang yang abnormal setalah kejang demam, gambaran tersebut tidak
bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam
fokal.2

29
d. Pencitraan

Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-scan)
atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya
atas indikasi seperti :

 Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


 Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)
 Paresis nervus VI
 Papil edema
 Riwayat atau tanda klinis trauma

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingstone yang telah


dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA
FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun


2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

Diagnosis Banding

Diagnosis banding kejang demam antara lain penyakit infeksi pada sistem susunan
saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses otak.5

Klinis/Lab Ensefalitis Meningitis Meningitis Meningitis Kejang Demam


Herpes Bacterial/ Tuberkulosa Virus
Simpleks Purulenta
Awitan Akut Akut Kronik Akut Akut
Demam < 7 hari < 7 hari >7 hari < 7 hari < 7 hari
Tipe kejang Fokal/umum Umum Umum Umum Umum/fokal
Singkat/lama Singkat Singkat Singkat Lama>15

30
menit

Kesadaran Sopor-koma Apatis-somnolen Somnolen-sopor Sadar-apatis Somnolen


Pemulihan
kesadaran Lama Cepat Lama Cepat Cepat
Tanda
rangsang - ++/- ++/- +/- -
meningeal
Tekanan Sangat Sangat Normal Normal
intrakranial meningkat Meningkat meningkat
+++
Paresis +++/- +/- - -
Pungsi Jernih Keruh/opalesen Jernih/xanto Jernih Jernih
lumbal Normal/limfo Segmenter/limf Limfo/segmen Normal Normal

Etiologi Virus HS Bakteri M.Tuberculosis Virus Di luar SSP


Anti TBC Penyakit dasar
Terapi Antivirus Antibiotik Simtomatik
Tabel 4. Diagnosis banding infeksi susunan saraf pusat.

Penatalaksanaan Kejang Demam

Dalam Penanggulangan Kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :
1.Memberantas kejang secepat mungkin
2. Pengobatan penunjang
3. Memberikan pengobatan rumatan
4. Mencari dan mengobati penyebab

1. Memberantas kejang secepat mungkin4-5


Tatalaksana Penghentian kejang akut dilaksanakan sebagai berikut :
 Dirumah/prehospital
Penanganan kejang dirumah dapat dilakukan oleh orangtua dengan pemberian
diazepam per rektal dengan dosis 0,3-0,5mg/kgBB atau secara sederhana bila berat
badan < 10kg : 5mg sedangkan berat badan >10kg : 10 mg. Pemberian dirumah

31
maksimum 2kali dengan interval 5 menit. Bila kejang masih berlanjut bawalah pasien
ke klinik/rumah sakit terdekat.
 Dirumah sakit
Saat tiba diklinik/rumah sakit,bila belum terpasang cairan intravena,dapat diberikan
diazepam per rektal ulangan 1 kali sebelum mencari akses vena. Sebelum dipasang
cairan intravena sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah tepi,elektrolit dan gula darah
sesuai indikasi.Bila terpasang cairan intravena, berikasn fenitoin IV dengan dosis
20mg/kgBB dilarutkan dalam NaCl 0,9% diperikan perlahan-lahan dengan kecepatan
pemberian 50mg/menit. Bila kejang belum teratasi,dapat diberikan tambahan fenitoin
IV 10mg/kg. Bila kejang teratasi,lanjutkan pemberian fenitoin IV setelah 12 jam
kemudian dengan rumatan 5-7mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis.Bila kejang belum
teratasi,berikan fenobarbital IV dengan dosis maksimum 15-20mg/kg dengan
kecepatan pemberian 100mg/menit. Awasi dan atasi kelainan metabolik yang ada.
Jika kejang berhenti,lanjutkan dengan pemberian fenobarbital IV rumatan 4-5
mg/kg/hari dalam 2 dosis 12 jam kemudian.
 Perawatan intensif-rumah sakit
Bila kejang belum berhenti,dilakukan intubasi dan perawatan diruang intensif. Dapat
diberikan salah satu dibawah ini :
o Midazolam 0,2mg/kg diberikan perlahan-lahan,diikuti infus midazolam 0,001-
0,002 mg/kg/menit selama 12-24 jam
o Propofol 1mg/kg selama 5 menit,dilanjutkan dengan 1-5mg/kg/jam diturunkan
setelah 12-24 jam
o Pentobarbital 5-15mg/kg dalam 1 jam, dilanjutkan dengan 0,5-5mg/kg/jam

Diazepam
 Dosis maksimum pemberian diazepam rektal 10 mg,dapat diberikan 2 kali dengan
interval 5-10 menit.
 Sediaan IV tidak perlu diencerkan,maksimum sekali pemberian 10 mg dengan
kecepatan makasimum 2mg/menit,dapat diberikan 2-3 kali dengan interval 5 menit.
Fenitoin
 Dosis inisial maksimum adalah 1000mg (30mg/kgbb)
 Sediaan IV diencerkan dengan NaCl 0,9% 10mg/1cc NaCl 0,9%
 Kecepatan pemberian IV : 1 mg/kg/menit, maksimum 50mg/menit
 Jangan encerkan dengan cairan yang mengandung dextrose,karena akan menggumpal

32
 Sebagian besar kejang berhenti dalam waktu 15-20 menit setelah pemberian
 Dosis rumatan : 12-24 jam setelah dosis inisial
 Efek samping : aritmia,hipotensi,kolaps kardiovaskular pada pemberian IV yang
terlalu cepat.
Fenobarbital
 Sudah ada sediaan IV,sediaan IM tidak boleh diberikan IV
 Dosis inisial maksimum 600mg (20mg/kgbb)
 Kecepatan pemberian 1mg/kg/menit,maksimum 100mg/menit
 Dosis rumat : 12-24 jam setelah dosis inisial
 Efek samping : hipotensi dan depresi napas, terutama jika diberikan setelah obat
golongan benzodiazepin

2. Pengobatan Penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat
dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali
mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan
intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan
ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor
sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala
pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak
lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang
berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi
lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa
menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak
dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas,
anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita
tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.6
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang
diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif
telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain

33
yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang
dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-
0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak
berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang
sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis
20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti
deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan Rumatan
Pengobatan rumatan diberikan jika kejang demam menunjukan ciri sebagai berikut (salah
satu) :
 Kejang lama > 15 menit
 Kelainan neurologis yang nyata sebelum/sesudah kejang : hemiparesis,peresis
Todd,palsi serebral, retradasimental,hidrosefalus.
 Kejang fokal
Atau pengobatan rumatan dipertimbangkan jika :
 Kejang berulang 2kali/lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam >/= 4 kali per tahun.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
 Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada
anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan
dosis 10- 15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-
10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan
untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara
rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak
dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk
menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

34
 Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik
yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang
di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan
kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik
berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang
memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian
antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6
bulan.
Obat rumatan yang diberikan selama perawatan adalah fenitoin dan fenobarbital.
Jika pada tatalaksana kejang,kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan rumatan dengan
dosis 5-7mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Jika pada tatalaksana kejang, kejang
berhenti dengan feobarbital, lanjutkan rumatan dengan dosis 4-5mg/kgBB/hari dalam 2
dosis.
Jika pada tatalaksana kejang,kejang berhenti dengan diazepam,tergantung dengan
etiologi yang dapat dikoreksi secara cepat (hipoglikemia,kelainan elektrolit,hipoksia)
mungkin tidak memerlukan terapi rumatan.
Jika penyebab infeksi SSP (ensefalitis dan meningitis), perdarahan intrakranial,
mungkin diperlukan terapi rumat selama perawatan. Dapat diberikan fenobarbital dengan
dosis awal 8-10mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan dengan
dosis 4-5mg/kgBB/hari sampai resiko berulangnya kejang tidak ada. Jika etiologinya
epilepsi,lanjutkan obat antiepilepsi dengan menaikan dosis. Lanjutan pengobatan ini
tergantung daripada kondisi pasien.

35
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi
traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat
dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan
kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi
lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya
meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang
intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

Indikasi Rawat Inap:

Pasien kejang demam dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:

a. Kejang demam kompleks

b. Hiperpireksia

c. Usia di bawah 6 bulan

d. Kejang demam pertama

e. Dijumpai kelainan neurologis

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian
besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi
dengan cara yang diantaranya :

 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik


 Memberitahukan cara penanganan kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Pemberian obat untu mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek
samping obat

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

 Tetap tenang dan tidak panik

36
 Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
 Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan
memasukkan sesuatu kedalam mulut.
 Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
 Tetap bersama pasien selama kejang
 Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
 Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Prognosis Kejang Demam

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya
normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian
kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang
berulang baik umum atau fokal.

Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya
kejang demam adalah:

 Riwayat kejang demam dalam keluarga


 Usia kurang dari 12 bulan
 Temperatur yang rendah saat kejang
 Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya
10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

37
Faktor resiko terjadinya epilepsi

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko menjadi
epilepsi adalah :

 Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
 Kejang demam kompleks
 Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%,


kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkianan epilepsi mejadi 10-49%
(level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemebrian obat rumat
pada kejang demam.6

BAB IV

PENUTUP

Kejang demam (menurut UKK Neurologi IDAI) adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Definisi ini mengeksklusi anak yang pernah mengalami kejang tanpa
demam.Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan juga tidak termasuk
dalam kejang demam. Berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI, kejang demam
diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam
kompleks (complex febrile seizure).

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.Kejang demam
sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam, sedangkan 20% lainnya
merupakan kejang demam kompleks. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada perempuan dengan perbandingan 1,4:1.

Kejang demam umumnya disebabkan oleh infeksi dan vaksinasi yang mempresipitasi
terjadinya demam. Faktor genetik juga berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam.
Kejang demam terjadi akibat lepasnya muatan listrik secara berlebihan sebagai akibat
perubahan membran potensial. Perubahan ini diakibatkan oleh meningkatnya metabolisme
basal dan kebutuhan oksigen karena demam.

38
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana kejang yaitu memberantas kejang secepat mungkin,
pengobatan penunjang,memberikan pengobatan rumatan dan mencari dan mengobati
penyebab. Prognosis kejang demam umumnya baik. Kecacatan atau kelainan neurologis dan
kematian tidak pernah dilaporkan. Kemungkinan berulangnya kejang demam adalah sebesar
10-15%.Kemungkinan terjadinya epilepsi di kemudian hari sebesar 5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita Selekta
Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta 2006.
2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
: Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.
3. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian IKA FKUI.
4. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit FKUI.
2004.
5. Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005
6. Haslam Robert H.A Sistem Saraf, Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2000

39

Anda mungkin juga menyukai