Anda di halaman 1dari 33

1.

Faktor yang Menyebabkan Jejas Sel dan Mekanisme Terjadinya Jejas


a) Faktor endogen
1) Deprivasi oksigen
Efek dari deprivasi oksigen yaitu terhentinya sintesis ATP,terjadinya
glikolisis anaerob yang menyebabkan pH intrasel meningkat sehingga DNA
tergulung kuat dan bergumpal dalam inti sehingga sintesis mRNA terhenti.
2) Reaksi imunologi
Reaksi imun yang sengaja atau tidak disengaja juga dapat menyebabkan
jejas sel.
3) Defek genetik
Defek genetik dapat menyebabkan perubahan patologis yang menyolok
seperti malformasi kongenital.
4) Penuaan
Proses penuaan menimbulkan perubahan kemampuan replikasi dan
perbaikan sel sehingga menurunnya kemampuan berespon terhadap
rangsang dan cedera eksogen.
b) Faktor eksogen
1) Bahan kimia
Seperti polusi udara,asbes,etanol, garam yang konsentrasinya tinggi dapat
merusak keseimbangan osmotik sehingga dapat menyebabkan cedera
pada sel.
2) Agen infeksius
3) Ketidakseimbangan nutrisi
Seperti diet kaya lemak dapat menyebabkan aterosklerosis yang pada
akhirnya jika tidak ditangani dapat menyebabkan kematian pada sel atau
jaringan.
4) Agen fisik
Seperti trauma,temperatur yang ekstrem, radiasi dan lain-lain.
c) Mekanisme terjadinya jejas:
Hipoksia menyebabkan berkurangnya jumlah ATP yang dihasilkan sehingga
terganggunya aktivitas pompa Na-K, Na,Ca,air masuk ke dalam sel sehingga sel
bengkak dan menyebabkan jejas pada sel.Kondisi ini dapat kembali normal
apabila kebutuhan akan oksigen kembali dipenuhi secara normal.

2. Jejas Reversibel dan Irreversibel


Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka
sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan
menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas
irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat
kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan.
Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung
secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan
sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada
bagian-bagian sel.

3. Repair dan Regenerasi Sel


Penyembuhan Luka (Repair)
Salah satu fungsi dari proses inflamasi adalah untuk penyembuhan jaringan
yangterluka. Penyembuhan dapat terjadi sebagai hasil dari resolusi atau repair.
Repair hanya dapat terjadi jika regenerasi memungkinkan.
Dalam Repair terjadi pembersihan elemen inflamasi dari jaringan, sehingga
jaringan kembali ke struktur dan fungsi normalnya. Pada proses Repair terjadi
perbaikan pada vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, lalu
pembersihan eksudat inflamasi dan sel-sel yang mati, selanjutnya adalah
regenerasi jaringan. Repair hanya dapat berlangsung jika kerusakan jaringan tidak
luas dan terdapat sel parenkim yang dapat melakukan regenerasi. Selama proses
Repair, makrofag memakan dan menghancurkan neutrofil yang mati, sel jaringan
yang mati, dan sel darah merah yang ada pada eksudat, juga fibrin.
Pada regenerasi terjadi penggantian jaringan yang rusak dengan jaringan baru
yang asalnya sama. Secara umum, semakin tinggi spesialisasi jaringan, semakin
berkurang kapasitasnya untuk regenerasi. Terdapat tiga tingkat regenerasi, yang
pertama adalah sel yang terus-menerus membelah sepanjang hidup. Ia memiliki
kapasitas terbaik untuk regenerasi. Contohnya adalah sel epitel permukaan,
jaringan yang membentuk darah dan jaringan limfoid. Kedua adalah sel yang
memiliki kapasitas untuk membelah namun ada batasnya, yaitu sel parenkim dari
organ viseral dan sel mesenkim (fibroblas, osteoblas). Ketiga adalah sel yang tidak
dapat membelah dan tidak dapat beregenerasi, yaitu neuron, otot lurik, dan otot
jantung.
Alternatif lain dari Repair adalah penyembuhan dengan jaringan fibrosa (fibrous
repair). Pembentukan jaringan fibrosa yaitu dengan pembentukan jaringan
granulasi. Jaringan granulasi adalah jaringan yang kaya akan sel-sel dan
tervaskularisasi tinggi, yang menjaga sisa-sisa gel fibrin-fibronektin.Hal ini meliputi
proliferasi pembuluh-pembuluh darah kecil (neovascularization) dan fibroblas.
Jaringan granulasi dibentuk dari jaringan sehat pada tepi luka. Jaringan ini
meningkat dalam jumlah besar sampai luka terisi.
Selama dua atau tiga hari injury, dasar luka akan tampak kemerahan. Selama hari-
hari berikutnya seluruh permukaan akan menjadi berwarna merah, tampak
granular, ini merupakan proses granulasi. Tiap-tiap granula mengandung inti
kapiler baru yang meningkat menutupi lapisan fibroblas dan makrofag, ini
menghasilkan granula yang kecil. Jaringan granulasi meningkat dengan tipis, dan
akhirnya luka terisi dengan jaringan yang baru. Granulasi harus terjadi untuk
mengisi luka. Jaringan granulasi merupakan tanda dari proses penyembuhan.
Tahap-tahap penyembuhan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tahap inflamasi, tahap
fibroplastik dan tahap remodeling.
Tahap inflamasi dimulai saat terjadi injury jaringan dan saat tak ada faktor lain
yang memperpanjang inflamasi. Tahap ini berlangsung 3-5 hari.
Terdapat dua fase pada tahap inflamasi. Pertama adalah fase vaskular. Fase
vaskular terjadi saat inflamasi. Fase ini dimulai dengan vasokonstriksi awal
pembuluh darah yang terganggu akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi
ini memperlambat aliran darah ke area injury dan memulai terjadinya koagulasi
darah. Dalam beberapa menit, histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung
dengan leukosit, menyebabkan vasodilatasi dan membuka ruangan kecil antara
sel endotel, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan
interstitial.
Fibrin dari transudat plasma menyebabkan obstruksi limfatik dan transudat plasma
berakumulasi pada area injury untuk menghilangkan kontaminan. Pengumpulan
cairan ini disebut edema.
Tanda utama inflamasi adalah eritema, edema, rasa panas, dan rasa sakit. Rasa
panas dan eritema disebabkan vasodilatasi pembuluh darah. Pembengkakan
disebabkan transudasi cairan. Rasa sakit dan hilangnya fungsi disebabkan
histamin, kinin, dan prostaglandin yang dibebaskan leukosit, serta karena tekanan
edema.
Fase yang kedua adalah fase selular. Fase ini dipicu oleh aktivasi serum
komplenen oleh injury jaringan. Produk complement-split, terutama C3a dan C5a
bertindak sebagai faktor kemotaksis dan menyebabkan PMN mengalami
marginasi, lalu bermigrasi melewati dinding pembuluh darah (diapedesis).
Saat berkontak dengan material asing, neutrofil membebaskan isi lisosomnya
(degranulasi). Enzim lisosom, terutama protease, menghancurkan material asing
dan membersihkan jaringan nekrotik. Pembersihan debris juga dilakukan
makrofag, yang melakukan fagositosis material asing dan jaringan nekrotik.
Seiring dengan berjalannya waktu, limfosit (B dan T) berakumulasi pada area
injury. Limfosit B dapat mengenali antigen, memproduksi antibodi yang
mengingatkan sistem imun dalam mengidentifikasi benda asing, serta berinteraksi
dengan komplemen untuk melisiskan benda asing. Limfosit T dibagi menjadi tiga
kelompok. Sel T helper yang menstimulasi proliferasi dan diferesiasi sel B. Sel T
supressor yang mengatur kerja sel T helper. Sel T sitotoksik (killer) melisiskan sel
yang membawa antigen asing.
Tahap selanjutnya adalah tahap Fibroplastik. Fibrin yang diperoleh dari koagulasi
darah, akan menutup luka dengan membentuk anyaman. Pada anyaman tersebut
fibroblas dapat mulai mengeluarkan ground substance dan tropokolagen. Ground
substance terdiri dari banyak mukopolisakarida yang bertindak sebagai
penggabung serat kolagen. Fibroblas mengubah sel mesenkim pluropotensial
yang bersirkulasi dan yang lokal, sehingga dimulai produksi tropokolagen pada
hari ke ke-3 dan ke-4 setelah injury. Fibroblas juga mensekresikan fibronectin,
protein yang memiliki banyak fungsi. Fibronectin membantu dalam menstabilkan
fibrin, mengenali benda asing yang harus dihilangkan oleh sistem imun, dan
bertindak sebagai faktor kemotaksis bagi fibroblas, serta membantu makrofag di
sepanjang untaian fibrin untuk fagositosis fibrin. Jaring-jaring fibrin juga digunakan
oleh kapiler yang muncul dari pembuluh darah di sepanjang tepi luka, untuk
menyatukan luka.
Saat fibroplasia terus berlangsung, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel
baru, fibrinolisis terjadi. Ini disebabkan oleh plasmin yang dibawa oleh kapiler baru
untuk menghilangkan jaring-jaring fibrin yang tak diperlukan lagi.
Tropokolagen yang dideposit oleh fibroblas membuat terbentuknya kolagen.
Awalnya kolagen diproduksi dalam jumlah banyak dan susunannya tidak teratur.
Orientasi yang buruk dari serat menurunkan keefektifan kolagen dalam
menghasilkan wound strength. Walau susunan kolagen buruk, wound strength
secara cepat meningkat pada tahap fibroplastik, yang normalnya bertahan dua
sampai tiga minggu.
Secara klinis, luka pada akhir tahap fibroplastik akan kaku, karena banyaknya
kolagen, serta tampak eritema karena tingginya vaskularisasi.
Selanjutnya masuk ke tahap remodeling. Pada tahap ini serat kolagen yang tidak
teratur tadi dihancurkan dan digantikan dengan serat kolagen baru yang
berorientasi lebih baik dalam Monahan tensile force luka. Wound strength
meningkat tapi tidak sebesar peningkatan pada tahap fibroplastik. Karena serat
kolagen memiliki keefektifan yang lebih baik, maka hanya dibutuhkan sedikit,
sehingga kelebihan kolagen dihilangkan, dan luka menjadi lebih lembut.
Saat metabolisme luka menurun, vaskularisasi juga menurun, sehingga eritema
hilang.
Proses akhir yang dimulai pada akhir tahap fibroplastik dan berlangsung selama
awal remodeling adalah kontraksi luka. Pada banyak kasus, kontraksi luka
memiliki keuntungan bagi penyembuhan luka. Selama kontraksi luka, bagian tepi
luka bermigrasi ke arah satu sama lainnya. Pada luka yang tidak terdapat aposisi,
kontraksi luka akan mengurangi ukuran luka.

Tahap Remodelling
Tahap akhir dari penyembuhan luka dikenal sebagai fase remodeling. Periode ini
melibatkan pematangan jaringan yang baru terbentuk, aktivitas fibroblast
menurun, organisasi peningkatan matriks ekstra selular dan kembali ke aktivitas
histokimia normal. Dalam jaringan lunak proses dimulai sekitar tiga minggu setelah
injury, berlanjut hingga tahap perbaikan dan regenerasi. Kemudian terus berlanjut
selama setahun atau lebih dimana serat kolagen berorientasi sepanjang jaringan
yang terluka.
Serat otot adalah sel permanen yang tidak mereproduksi dalam merespon cedera.
Namun ada sel-sel cadangan dalam membran basal pada tiap serat otot yang
mampu meregenerasi serat otot setelah cedera. Cedera otot yang parah dapat
mengakibatkan jaringan parut atau pembentukan adhesi dalam otot, yang
menghambat otot, yang kekuatannya mungkin kembali hanya sekitar 50% dari
pra-cedera. Faktor ini memiliki implikasi besar terhadap return awal kompetisi
sebelum menyelesaikan program rehabilitasi penuh. Karena tendon dan ligamen
memiliki beberapa sel reparatif, penyembuhan struktur ini dapat berlangsung lebih
dari satu tahun. Jika jaringan mengalami abnormal tegangan tarikan yang tinggi
sebelum pembentukan jaringan parut selesai, akibatnya jaringan yang baru
terbentuk dapat memanjang dan dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi.
Setelah cedera, jaringan yang sembuh tidak akan sama seperti sebelumnya.
Apalagi karena ujung saraf yang tidak beregenerasi.
4. Adaptasi Pada Jejas Sel dan Kematian Sel

ADAPTASI PADA JEJAS SEL

1) Atrofi
Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat terjadi akibat
sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami
imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul
sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau
jaringan.
2) Hipertrofi
Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan
suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja
suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu :
a. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu
sel secara sehat.
b. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit
c. Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran
sel lain yang telah mati.
3) Hiperplasia
Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat
peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu :
a. Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus
selama stadium folikuler pada siklus mentruasi.
b. Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon yang
berlebihan.
c. hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk
mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan.
4) Metaplasia
Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi
sebagai respon terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan
peradangan kronis pada jaringan.
5) Displasia
Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang
berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel
asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan
kronik.

KEMATIAN SEL
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian
umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan
teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama
kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo
= “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel terprogram (programmed cell
death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga
keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai
respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut
terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi yang teratur.
1. Apoptosis
Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan teratur tahap
molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan
adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut
dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis
berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu
mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang
menua, sel berbahaya, atau sel pembawa transkripsi DNA yang salah.
Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan terus berlanjut
sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis
meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan sinyal
membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang
menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya
akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan
satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi
virus.
Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut :
a. Sel mengkerut

b. Kondesasi kromatin

c. Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies

d. Fagositosis oleh sel di sekitarnya

2. Nekrosis
Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam
tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.
Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia
berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan
kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan
peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan
cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di
seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis
digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terus-menerus.
Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator
Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis,
demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum.
Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu :
a. Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati)
atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering
meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan
abse.
b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi
protein struktur dan protein enzim sehingga menghambat proteolisis sel
sehingga untuk sementara morfologi sel dipertahankan. Kematian sel
menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma
hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis).

3. Akibat Kematian Sel


Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan sebagai
kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai
kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai diektremitas, umumnya
terjadi akibat hipoksia berkepanjangan. Gangren basah adalah suatu area
kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di organ dalam dan
berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut. Gangren
ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manivestasi
sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren ren gas
adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi
jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut clostridium. Gangren
gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin
yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot
sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas
hidrogen sulfida yang khas. Gangren jenis ini dapat mematikan.
5. Karakteristik histopatologik neoplasma
Klasifikasi Neoplasma
Menurut ICD-10, WHO 1992 :
1. Neoplasma ganas (kanker)
Neoplasma yang telah menunjukkan infiltrasi atau invasi menembus membrana
basalis ke jaringan atau organ di sekitarnya.
2. Neoplasma in situ (kanker in situ)
Neoplasma ganas yang sel-selnya masih terbatas letaknya intraepithelial,
intraduktal, atau intralobuler, belum menembus membrana basalis
3. Neoplasma jinak
Neoplasma yang secara klinis dan patologis jinak.
4. Neoplasma sifat tidak tentu atau tidak tahu
Presentasi gambaran klinis maupun patologis terlihat jinak, tetapi dalam
perjalanan penyakit menunjukkan ada sebagian yang dapat berubah sifatnya
menjadi ganas.
Menurut letak topografi
Tumor diberi nama berdasarkan nama organ atau jaringan tempat tumor itu kali
pertama tumbuh. Misal tumor paru, tumor mammae, dsb.
Menurut histogenesis
1.tumor epithelial, berasal dari sel ektoderm, endoderm, atau neuroektoderm,
seperti kulit, mukosa, kelenjar, otak. Contoh : karsinoma, adenoma.
2. tumor mesoderm atau mesenchymal, berasal dari derivat jaringan mesoderm
seperti tulang, otot. Contoh : osteoma, sarkoma.
3.tumor embrional, seperti sel benih atau trofoblast. Contoh : teratoma, seminoma.
4.tumor campuran, terdiri dari derivat ektoderm dengan endoderm atau
mesoderm. Contoh : fibroadenoma.
Salah satu metode penamaan lainnya ialah dengan eponym, tumor diberi nama
berdasarkan nama orang yang pertama kali melukiskan atau melaporkan tumor
itu. Contoh : tumor Wilm (nefroblastoma), limfoma Hodgkin.
Histopatologi neoplasma
1. perubahan pada inti
Ukuran inti meningkat, dibanding sitoplasma. Rasio inti : sitoplasma dapat berubah
menjadi 1:1 dengan rasio pada sel normal 1:4 atau 1:6. Hal ini disebabkan oleh
pembelahan sel yang sangat cepat dan terus-menerus sehingga volume
sitoplasma sel tidak memiliki kesempatan untuk bertambah
Peningkatan kandungan DNA inti karena DNA dapat bereplikasi sendiri. Akibatnya
inti menjadi poliploid, dengan kromatin yang juga bertambah sehingga inti menjadi
gelap (hiperkromatik). Perubahan bentuk dan ukuran inti yang bermacam-macam
ini diistilahkan dengan pleomorfisme
Ukuran nukleolus (tempat produksi tRNA) meningkat karena pembentukan tRNA
berlebihan akibat pembelahan yang terus-menerus.
Duplikasi DNA yang berulang terkadang dapat membentuk banyak inti tanpa
disertai pembelahan sitoplasma, sehingga terbentuk sel datia. Abnormalitas
kromosom nonspesifik karena duplikasi DNA dan meiosis sel tumor ganas. Mitosis
meningkat, serta mitosis abnormal
2. perubahan pada sitoplasma
Pada sel tumor ganas, terdapat mutasi banyak gen, ada gen yang overekspresi
dan sebaliknya ada gen yang tidak lagi berfungsi. Hal ini menyebabkan perubahan
pada sitoplasma misalnya produksi berlebihan mitokondria dan lisosom (dengan
enzim oksidatifnya) yang menyebabkan sitoplasma sel berubah warna menjadi
asidofilik; peningkatan filamen miosin kontraktil dan aktin berpolimerisasi, yang
terlibat sebagai sitoplasma subplasmalemmal. Meningkatnya produksi ribosom
juga dapat menyebabkan sitoplasma menjadi basofilik.
3. perubahan metabolik
Produksi enzim tertentu yang berbeda dari sel asal
Derajat glikolisis anaerob tinggi
Tumor tertentu membutuhkan bahan metabolik yang tidak diperlukan sel normal
seperti kebutuhan akan sistein-sistin yang tinggi
Tumor yang diinisiasi oleh karsinogen biasanya resisten terhadap bahan
karsinogen kimiawi tsb.
4. perubahan struktural
Hilangnya polaritas sel sehingga sel tumor ganas berkembang dan membentuk
struktur yang abnormal, tidak terorganisasi. Sel tumor ganas juga memiliki ikatan
kohesif antarsel yang longgar, yang memudahkan untuk menginvasi jaringan
sekitar (dan metastasis)

6. Faktor Resiko Neopllasma


a. Faktor Geografik dan lingkungan
Faktor geografik dan lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam
terjadinya kanker. Contohnya ca mamae lebih sering di amerika serikat dan
eropa, ca lambjmg 7x lebih banyak di jepang daripada di AS, ca liver lebih
sering di Afrika.
b. Faktor Lingkungan
Merokok Ca. Paru, Sirih Ca bibir / rongga mulut, Kawin muda Ca. Cervix,
Makanan ikan asap/asin Ca. Nasofaring, Konsumsi alkohol Ca liver, Diet
>>lemak Ca. colon, Ca. mamma
c. Umur (age)
Frekuensi kanker meningkat dengan meningkatnya umur, terkait dengan
akumulasi mutasi somatik dan penurunan sistem imun. Kebanyakan kematian
a,ibat kanker terjadi antara umur 55-75 tahun.
d. Herediter
Mutasi ppada single gene meningkatkan resiko terjadinya tumor. Contoh :
Retinoblastoma.

7. Perubahan Siklus Sel pada Neoplasma


Ada 4 hal yang ada dalam pengendalian pertumbuhan dan perkembangan dari
neoplasma yaitu :
a. Growth promoting proto-onkogen
b. Growth inhibition tumor suppressor gene
c. Gene regulate programme cell death (apoptosis)d. DNA repairProto - onkogen
mengalami mutasi akan menjadi onkogen. Onkogen memunyai kemampuan self
promoting growth factor sehingga dapat melakukan self suffisiensi. Onko-protein
merupakan produk dari onkogen yang merupakan bahan protein mirip sel normal
akan tetapi produknya tidak penting lagi bagi sel tersebut. Proto - onkogen
merupakan gene normal tetapi dapat mengalami transformasi menjadi oncogen.
Beberapa proto - onkogen sendiri merupakan gen yang ikut dalam proses
differensiasi dan mitosis. adapun gen yang masuk golongan proto - onkogen
adalah RAS, RET, WNT, MYC, ERK dan TRK.
Siklus sel pada Neoplasma
Perkembangan lain selain gen yang menjadi onkogen, produk onkoprotein,
rangsangan yang timbul dari growth faktor telah dikembangkan dalam
mempelajari siklus sel yang mempelajari produk sel menjadi dua dan seterusnya.
Yang telah terjadi adalah dengan masuk ke siklus sel maka mitosis terjadi. Pada
dasarnya sela dalam keadaan resting (G0) kemudian masuk ke G1 - S (sintesis) -
G2 - M (mitosis).Dalam fase - fase ini dipengaruhi protein cyclin yang berikatan
dengan CDK (cyclin dependent kinase). Fase G1-S dipengaruhi Cyclin D dan CDK
4, dan G1-S pertengahan dipengaruhi Cyclin E dan CDK 6, S-G2 dipengaruhi oleh
Cyclin A dan CDK 2, dan G2-M dipengaruhi oleh Cyclin B dan CDK 1. Yang
terpenting disini adalah Cyclin dan CDK tersebut dapat terhenti oleh karena ada
protein-protein kunci diatasnya. Protein kunci yang menyebabkan STOP dari kerja
Cyclin ini yang disebut Tumor Suppressor Gene. Seperti contoh Cyclin D dapat
dihambat oleh p15, p16, p18 dan p19, Cyclin E oleh p21, p27 dan p57, dan Cyclin
A dan B oleh p21, p27 dan p57.Tumor suppresor gen yang terkenal adalah p53,
ini merupakan protein yang istimewa selain punya andil dalam menghentikan
siklus sel pada titik 2 check point. Gen suppressor ini juga dapat menghambat p21.
Begitupula aktivasi dari p53 ini masuk dalam BAX yang pada akhirnya menuju
proses Caspase dan apoptosis terjadi. Adanya mutasi pada p53 ini menjadi
masalah karena terjadi kebalikan fungsi dari tumor suppressor gen.

8. Proses Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah proses pembentukan neoplasma atau tumor ganas
danterjadinya melalui tiga tahap:
1. Inisiasi kanker
Tahap ini menggambarkan perubahan genetik dalam sebuah sel somatik
normaltunggal via mutasi dan masuk ke dalam jalur/mekanisme
perkembangan abnormal yangberpotensi neoplastik. Sel target proses ini
umumnya mempunyai karakteristik selseperti sel stem dan terjadi dalam waktu
singkat. Sel terinisiasi antara lain karenamutasi titik pada DNA atau kerusakan
yang lebih besar pada kromosom seperti dilesi,duplikasi, translokasi atau
aneuploidi. kerusakan DNA yang berakhir pada mutagenesis. Sel yang telah
berubah ini tumbuhlebih cepat dibandingkan dengan sel normal di sekitarnya.
Pada tahap ini proses mutasiakan mengaktivasi atau menghambat proto-
onkogen. Yang mengubah fungsi proto-onkogen dan tumor suppressor gene
antara lain adalah karsinogen yang mengubahstruktur DNA, radiasi yang
memicu pembentukan spesies kimia reaktif dan radikalbebas, dan virus. Tahap
inisiasi berlangsung dalam satu sampai beberapa hari.
2. Tahap Promosi Kanker
Promosi kanker yang merupakan perkembangan awal sel yang terinisiasi
membentukklon melalui pembelahan; berinteraksi melalui komunikasi sel ke
sel; stimulasimitogenik, faktor diferensiasi sel, dan proses mutasi dan non
mutasi (epigenetik) yangsemuanya mungkin berperan dalam tahap awal
pertumbuhan pra-neoplastik. Padatahap ini sel mengalami sejumlah
perubahan tambahan dalam genom yang berpotensimengakselerasi
ketidakstabilan genom sel. Promosi membutuhkan waktu beberapatahun.
Tahap promosi berlangsung lama bisa lebih dari sepuluh tahun. Suatu proses
panjangyang disebabkan oleh kerusakan yang melekat dalam materi genetik
di dalam sel.Melalui mekanisme epigenetik akan terjadi ekspansi sel-sel rusak
membentukpremalignansi dari populasi multiseluler tumor yang melakukan
proliferasi. Senyawa-
senyawa yang merangsang pembelahan sel disebut promotor atau
epigenetikkarsinogen.
3. Tahap Progresi Kanker
Tahap ini diawali dari transformasi malignansi yang menggambarkan
perubahangenomik yang cepat dimana populasi klonal sel yang berevolusi
akan mengarah padaperkembangan malignansi/keganasan jika tidak dihambat
oleh lingkungan mikro dalamsel. Progresi malignansi sebagai fase
karsinogenik dengan perbanyakan sel yang telahmengalami transformasi yang
relatif tertunda sampai mengalami peningkatankeganasan dan mampu untuk
bermigrasi ke jaringan normal di sekitarnya dan yanglebih jauh (metastasis).
Kanker yang dapat dideteksi secara klinis membutuhkan waktubeberapa tahun
bergantung pada perkembangan vaskularisasi kanker, proses inflamasidan
interaksi dengan lingkungan mikro dan komunitas seluler di sekitar sel
transformanberada. Progresi adalah tahap karsinogenesis yang paling dekat
dengan data klinis.
Pada tahap perkembangan (progression), terjadi insta-bilitas genetik
yangmenyebabkan perubahan-perubahan mutagenik dan epigenetik. Proses
ini akanmenghasilkan klon baru sel-sel tumor yang memiliki aktivitas proliferasi,
bersifat invasif (menyerang) dan potensi metastatiknya meningkat. Selama
tahapan ini, sel-sel malignaberkembang biak menyerbu jaringan sekitar,
menyebar ke tempat lain. Jika tidak adayang menghalangi pertumbuhannya,
akan terbentuk dalam jumlah yang cukup besar untuk mempengaruhi fungsi
tubuh, dangejala-gejala kanker muncul. Tahapterakhir ini berlangsungselama
lebih dari satu tahun, sehinggaseluruh karsinogenesisdapat berlangsung
selama dua puluhtahun.
9. Invasi dan metastasis neoplasma.
Setiap sel di tubuh kita adalah sel yang rentan terhadap berbagai macam
gangguan yang mampu mengancam kelangsungan hidupnya. Gangguan itu bisa
berupa agen-agen karsinogenik yang memicu perubahan pada sel. Akan tetapi,
Allah swt telah memberikan program pertahanan kepada sel di tubuh kita untuk
mampu beradaptasi terhadap berbagai gangguan dan rintangan yang menimpa.
Namun, kemungkinan terburuk masih ada, karena setiap hal diciptakan-Nya
dengan keseimbangan. Ada kalanya sel di tubuh kita ini tidak mampu beradaptasi
terhadap gangguan yang ada, sehingga memicu perubahan dan berujung kepada
jejas pada sel tersebut. Mekanisme hipertrofi, hiperplasi, metaplasi, displasia
ringan hingga berat hingga kalanya menjadi neoplasma adalah suatu hal yang
mungkin terjadi. Namun apabila sebuah sel normal telah berubah menjadi sel
neoplasma, dan neoplasma itu telah berinfiltrasi ke jaringan sekitarnya, maka
jadilah ia sel tumor ganas, atau sel kanker. Infiltrasi atau invasi yang dilakukan
oleh sel ini pada mulanya terjadi pada jaringan di sekitar tempat tumbuhnya sel
kanker tersebut, dan ini masih bisa diupayakan kesembuhannya. Akan tetapi,
ketika sel kanker tersebut telah ber-metastasis ke organ lainnya, yang biasa terjadi
pada stadium akhir sel kanker, upaya paliatif mungkin menjadi jalan terakhir.

INVASI
Invasi adalah penjalaran sel tumor ke daerah di sekitarnya sehingga menimbulkan
kerusakan pada jaringan di sekitarnya tersebut. Jaringan manusia tersusun
menjadi serangkaian kompartemen yang dipisahkan satu sama lain oleh dua jenis
matriks ektrasel (ECM), yaitu membrane basalis dan jaringan ikat interstisium.
Walaupun tertata secara berlainan, tiap-tiap komponen ECM ini terdiri atas
kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan. Sel tumor harus berinteraksi dengan ECM
di beberapa tahapan dalam jenjang invasi dan metastatic.
Tahapan invasi adalah sebagai berikut:

Meregangnya sel tumor – Pada dasarnya, setiap sel diikat oleh lem antarsel yakni
E-kaderin. Bagian E-kaderin yang berada di sitoplasma berikatan dengan beta-
katenin. Molekul E-kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap
menyatu, sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin
menyalurkan sinyal antipertumbuhan melalui beta-katenin. Beta-katenin bebas
dapat mengaktifkan transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan. Akan tetapi,
fungsi E-kaderin lenyap di hampir semua kanker sel epitel, baik akibat mutasi
inaktivasi gen E-kaderin meupun oleh aktivasi gen beta-katenin, sehingga sel
tumor seolah-olah renggang dari sel lainnya.
Melekatnya sel tumor ke berbagai protein ECM – Contoh protein ECM: laminin dan
fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membrana basalis
yang terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya, sel karsinoma memiliki
lebih banyak reseptor, dan reseptor ini tersebar di seluruh membrane sel,
sehingga memungkinkan perlekatan yang lebih banyak.
Degradasi lokal membrana basalis dan jaringan ikat interstisium – Sel tumor
mengeluarkan enzim proteolitik untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim
penghancur matriks yang disebut metalloproteinase, termasuk gelatinase,
kolagenase, dan stromelisin, ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah suatu
gelatinase yang memecah kolagen tipe IV epitel dan membrane basal vascular.
Keganasan dari sel tumor ditunjukkan oleh meningkatnya kolagenase tipe IV ini,
dan juga inhibitor metaloproteinsase akan berkurang sehingga keseimbangan
akan bergeser ke arah penghancuran jaringan.
Migrasi sel tumor menembus membrana basalis – Migrasi diperantarai oleh
berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor motilitas autokrin.
Selain itu, produk penguraian komponen matriks (misal: kolagen, laminin) dan
sebgian faktor pertumbuhan (misal:nsulin-like growth factor I dan II) memiliki
aktivitas kemotaktik untuk sel tumor. Sel stroma juga menhasilkan efektor parakrin
untuk motilitas sel, seperti hepatocyte growth factor (HGF) yang berikatan dengan
reseptor di sel tumor. Konsentrasi HGF meningkat di bagian tepi tumor otak yang
sangat invasive, glioblastoma multiforma yang mendukung peran faktor ini dalam
motilitas tumor.

METASTASIS
Metastasis adalah invasi sel tumor dalam jarak yang lebih jauh sehingga
memungkinkan tumbuhnya sel tumor yang sama di tempat/organ yang baru.
Proses metastasis pada pembuluh darah adalah sebagai berikut:

Invasi: Sel tumor menembus lapisan membrane basalis dan masuk ke matriks
ekstrasel.
Intravasasi: Dari matriks ekstrasel, sel tumor masuk menembus endotel pembuluh
vaskuler (intravasasi) dan mulai menyebar melalui aliran pembuluh tersebut.
Sirkulasi: saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh
sel imun pejamu. Di dalam aliran darah, sebagian sel tumor membentuk embolus
(gumpalan)/adhesi dan kemudian melekat ke leukosit dan trombosit. Embolus
tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari serangan sel efektor
antitumor pejamu. Namun sebagian besar sel tumor masuk dalam sirkulai sendiri-
sendiri.
Eksravasasi: ketika sampai di lokasi organ yang akan diinangi, sel tumor ataupun
embolus akan melekat ke endotel vaskuliar yang diikuti dengan pergerakan
melalui membrane basal dengan mekanisme yang serupa dengan yang berperan
dalam invasi.
Angiogenesis: Sesampainya sel tumor di organ yang diinangi, sel tersebut akan
mengeluarkan faktor pertumbuhan PLGF untuk merangsang pembentukan
pembuluh darah baru.
Pertumbuhan: setelah semua fasilitas cukup untuk mendukung kehidupan sel
tumor tersebut, maka sel tumor mulai tumbuh dan membelah sehingga
membentuk tumor baru.
10. Pemeriksaan Penunjang Neoplasma

PRINSIP DIAGNOSIS

 Anamnesa + Pemeriksaan Fisik = Diagnosa Kerja


 Diagnosa kerja + Pemeriksaan Penunjang = Diagnosa
 Diagnosa pasti : Patologi Anatomi

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Laboratorium
2.Thorax
3.Usg
4.M.R.I
5.CT.Scan.
6.Mamografi
7.Endoskofi
8.Laparaskofi
9.Tumormaker
10.Histopathology

PEMERIKSAAN PATOLOGI : ( pemeriksaan makro&mikroskopi )

bahan dari : Biopsi laparoskopi, biopsi insisi, biopsy eksisi, biopsy kuret, dll

JENIS DIAGNOSA

A. DIAGNOSA KLINIK, merupakan pemeriksaan non mikroskopi yang didapat dari


hasil Anamnesa + PF, Pemeriksaan Penunjang, Operasi, Tumor Marker.

Contoh : Karsinoma kolon


Karsinoma mamma kanan

Lymphoma Maligna

Karsinoma kolon sigmoid

Lymphoma Maligna Burkit

B. DIAGNOSA PATOLOGI merupakan pemeriksaan mikroskopi, didalamnya


dicantumkan :

- Jenis histologi tumor

- Sifat tumor

- Derajat diferensiasi tumor

ex : Adenocarcinoma colon well

differentiated

Infiltrating ductal carcinoma mammae .

Dasar Diagnosa Klinik Kanker

 Tumbuh progesif
 Hipervaskuler/ Neovaskularisasi
 Rapuh dan Mudah berdarah
 Menunjukan Infiltrasi
 Ada tanda metastase
 Struktur sel khas sel kanker
 Banyak sel mitosis
 Struktur jaringan distorsi
 Infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar atau ke pembuluh darah
Diagnosis Kanker

 Contoh penulisan :Berdasarkan T.N.M.sistem.


 Ka.Payudara T1N0M0 st.1.(infiltrating ductal ca.)
 T1,T2,T3,T4(ukuran tumor)
 N1,N2,N3,(Nodes)
 M0,M1 (Metastasis jauh)

7 TANDA PERINGATAN KANKER

1. PERUBAHAN KEBIASAAN BERAK / KENCING


2. TUKAK YANG TAK MAU SEMBUH
3. PERDARAHAN / CAIRAN YANG ABNORMAL
4. BENJOLAN, PENEBALAN PADA PAYUDARA ATAU TEMPAT LAIN
5. GANGGUAN MENELAN ATAU PENCERNAAN
6. TAHI LALAT BERUBAH WARNA, BENTUK
7. BATUK ATAU SUARA SERAK

Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan menggunakan :

 Fecal Occult Blood Test (FOTB)

hanya 1-4 % FOTB (+) pada KKR asimptomatik , 70 % pada kanker dan 20-30 % pada
polip

 Pemeriksaan colok dubur

- 10-20 % dapat terdeteksi

- 2/3 Ca rektum dapat dicapai dari anus

- hanya 13 % Dr.Puskesmas dan praktek umum yg melakukannya dgn rutin pada BAB
berdarah

Dari pemeriksaan RT dapat diketahui


1. Adanya tumor rektum
2. Lokasi dan jarak dari anus
3. Posisi tumor, melingkar / menyumbat lumen
4. Perlengketan dgn jar.sekitar
5. Dapat dilakukan biopsi cubit
6. Resektabilitas tumor
7. Komplikasi lokal lain : fistula dll
8. Rencana penanganan dan prognosa

Tanda umum neoplasma :

1. Neoplasma Jinak.

-Masa lunak ,Tumbuh ekspansif.

-Batas tegas ,

-Tidak bermetastsis.

-Permukaan rata

-pergerakan mobil.

2. Neoplasma Ganas (Malignant )

-Masa keras ,Tumbuh Infiltratif.

-Permukaan tidak rata ,

-Umumnya bermetastasis ,regional / jauh.

-Batas tidak tegas

-Pergerakan terbatas.
11. Imunologi Tumor

Fungsi sistem imun adalah fungsi perlindungan, kaitannya dalam tumor ada 3 peran
utama yaitu :

1. melindungi tubuh dari perkembangan tumor yang diinduksi virus dengan meng-
eliminasi atau menekan virus
2. mengeliminasi patogen dan meredakan inflamasi secepatnya sehingga dapat
mencegah terbentuknya inflamasi yang kondusif untuk perkembangan tumor
3. mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor berdasarkan
ekspresi antigen atau molekul spesifik tumor yang terbentuk akibat perubahan sel
yang menjadi ganas.

Peran sistem imun ini disebut immune surveilance.

Beberapa bukti keterlibatan sistem imun dalam eliminasi sel tumor:

1. banyak tumor mengandung sel-sel infiltrasi mononuklear terdiri atas sel T, sel NK,
dan makrofag
2. tumor dapat mengalami regreasi secara spontan
3. tumor lebih sering berkembang pada individu yang imunodefisien atau fungsi
sistem imun tidak efektif
4. tumor menyebabkan imunosupresi pada penderita

Penelitian-penelitian tentang peran sisem imun dalam onkologi akhir-akhir ini demikian
luas, sehingga ruang lingkup imunologi tumor saat ini mencakup secara umum interaksi
antar sistem imun dengan sel kanker, dan secara khusus mencakup:

1. pengetahuan tentang respons imun spesifik terhadap tumor


2. antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun
3. mekanisme efektor untuk melawan tumor
4. pendekatan imunologi untuk mendeteksi, diagnosis, dan pengobatan kanker.

Antigen pada permukaan tumor yang menginduksi respons imun


Sebelumnya muncul asumsi bahwa sel tumor mengekspresikan antigen tumor, namun
tidak dapat membangkitkan sistem imun karena tidak menginduksi inflamasi (asumsi
karena tumor bukanlah suatu patogen). Namun, asumsi ini tidak tervalidasi karena fakta
sekarang adalah produk onkogen yang menjadi aktif, pada perkembangannya dapat
menginisiasi respon inflamasi yang kuat. Beberapa contoh adalah:

1. Studi in vivo pada model tikus tumor paru-paru, yang mengalami mutasi onkogen
K-Ras, memproduksi kemokin yang membangkitkan sistem imun dan
menyediakan lingkungan mikro yang cocok untuk tumorigenesis.
2. Protein RET-PTC, produk fusi onkogen yang mampu mengaktifkan faktor
transkripsi NF-κB yang mengatur imunoregulator sitokin pada perkembangan
kanker tiroid. Protein RET-PTC meningkatkan produksi granulocyte–macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF) dan monocyte chemotactic protein 1 (MCP-1),
selanjutnya membuat lingkungan mikro pro-inflamasi.
3. Produk dari kematian sel seperti heat-shock protein dan monosodium urat adalah
substansi inflamasi pada lingkungan mikro tumor yang bisa memberikan sinyal
berbahaya pada sistem imun.
4. Antigen tumor MUC1, CEA dan NY-ESO juga telah diketahui mampu
membangkitkan respon inflamasi dan memberikan sinyal berbahaya.
Gambar. Tiga cara self-antigen bisa menjadi tumor antigen. Peptida dari protein self
normal (kuning, biru, hijau) dipresentasikan pada permukaan sel normal sebagai peptida
self (kuning, biru, hijau) pada molekul MHC. Pada suatu kasus mutasi (panel A),
kegagalan sel tumor untuk repair DNA damage dapat menghasilkan mutasi (merah) pada
protein normal, selanjutnya presentasi peptida mutant (merah) pada permukaan sel
tumor. Karena mutasi atau faktor yang meregulasi ekspresinya, suatu protein normal
(hijau) dapat mengalami over-ekspresi pada sel tumor dan peptidanya dipresentasikan
pada permukaan sel pada level yang tinggi (panel B). Pada kasus modifikasi post-
translasi (panel C), protein normal bisa menjadi abnormal ketika proses splicing,
glikosilasi, fosforilasi atau pemberian lipid (strip hijau), menghasilkan peptida abnormal
pada permukann sel tumor.

Mekanisme efektor untuk melawan tumor

1. Limfosit T

Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal akan dihancurkan oleh
proteasom menjadi potongan peptida, dan dengan molekul major histocompatibility
complex (MHC) kelas I, potongan protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL)
(Gambar . CTL merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen
tumor diolah dan dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik)
(Gambar).
Gambar. Induksi respon sel T terhadap tumor. Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon tumor
dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan
kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus,
kostimulator B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal kedua untuk
diferensiasi sel T CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan
sinyal kedua untuk perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh
sel tumor tidak memerlukan lagi kostimulator atau sel Th.

2. Sel dendritik
Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan
mempresentasikannya kepada sel T untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel
DC memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan
respons anti-tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional
mengalami kerusakan.

Gambar. Cara kerja dendritic cells (DC) dalam merespon antigen tumor. DC akan
menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th.

3. Sel NK

Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang
sangat penting dalam melawan tumor. Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas
spontan terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat
klasik dari makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung
pada MHC.

Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik terhadap
tumor, dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat
aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama
dengan mekanisme yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK
tidak mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.

Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor
hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC,
tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari
CTL, menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang
dilapisi imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk
molekul IgG.

Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang
merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada
permukaan sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel
NK. Hal ini membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu
harus melibatkan MHC, tetapi dapat juga melalui ligan yang diekspresikan oleh sel tumor.

Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan
IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan
yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin
tersebut.

4. Sel iNKT (karaktristik lengkap baca di sini)

Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas
adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat
mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel
iNKT dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan
antigen, yang memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi
sitokin oleh iNKT dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena
sifat-sifat di atas, iNKT dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap
kanker dan immune surveilance.

Suatu penelitian pada menceit membuktikan bahwa sel iNKT dapat mengendalikan
pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated
macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan
pertumbuhan tumor.

5. Makrofag

Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor.


Beberapa bukti yang mendukung hipotesis itu adalah:

 makrofag dapat berakumulasi dalam jumlah besar dalam jaringan tumor


 makrofag mempunyai kemampuan alami atau apabila diaktifkan untuk melisiskan
sel target
 penekanan fungsi makrofag dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan
silika, diasosikan dengan pengingkatan insiden tumor dan metastasis
 transfer adoptif makrofag yang diaktifkan in vitro maupun in vivo menghambat
penyebaran tumor
 beberapa jenis karsinogen dapat menekan fungsi retikuloendotel
 stimulasi makrofag dengan berbagai imunomodulator diasosiasikan dengan
berkurangnya pertumbuhan tumor atau insidensi tumor

Mekanisme makrofag dalam membunuh tumor:

 makrofag dapat melisiskan sel tumor, tidak pada sel normal (in vitro)
 makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan
kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip pada sel NK)
 mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba yaitu
melepas enzim lisosom, ROI, dan RNI.
 makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek
toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak pembuluh darah
tumor (nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF
pada reseptornya pada permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.

Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor,
makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor
yang diperankan oleh fenotip M1. Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-
inflamasi (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan
molekul MHC dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan
sel tumor.

Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-
4, IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan proliferasi sel tumor
dengan memproduksi faktor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain
besar tumor asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.

6. Antibodi

Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal
antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi
dalam eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang
mengekspresikan reseptor Fc-gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi
komplemen.

Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap


pertumbuhan tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh
pada individu imunokompeten karena immune surveilance terhadap tumor ganas ini
relatif tidak efektif. Penjelasan sederhana adalah mungkin kecepatan pertumbuhan dan
penyebaran tumor ganas melebihi kemampuan sel efektor respons imun untuk
mencegah pertumbuhan itu. Jadi kegagalan immune surveilance merupakan kegagalan
mekanisme efektor sistem imun host.

Respon imun sering gagal dalam mendeteksi adanya sel tumor. Kegagalan ini bisa
karena sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon
imun. Sel tumor menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya
adalah:

1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki
peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena
itu sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal.
2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak
mengekspresikan protein ko-stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang
dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T.
3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang
kuat dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah
dikarakterisasi dengan baik adalah transforming growth factor-β (TGF-β) yang
dapat menghambat aktivasi sel T, diferensiasi, dan proliferasi. TGF-β mendorong
tumor untuk menghindar dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF-β
menunjukkan prognosis yang buruk.
4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang
menginfiltrasi jaringan.
Gambar . Mekanisme yang membuat sel tumor menghindar dari pertahanan
tubuh. Imunuitas antitumor berkembang ketika sel T mengenali antigen tumor dan
mereka lalu diaktifkan. Sel tumor mampu menghindar dari respon imun dengan
menghilangkan ekspresi atau molekul MHC atau dengan memproduksi sitokin
imunosupresif.

Tumor bisa menekan kekebalan baik secara sistemik dan dalam lingkungan mikro tumor.
Selain memproduksi imunosupresif molekul seperti mengubah TGF-β dan ligan FasL,
banyak tumor menghasilkan imunosupresif enzim indolamine-2,3-dioksigenase (IDO).
Enzim ini dikenal karena perannya dalam toleransi maternal terhadap antigen dari fetus
dan sebagai regulator dari autoimunitas yang memperantarai penghambatan aktivasi sel
T. Stereoisomer dari 1-metil-triptofan menghambat IDO, dan jika diberikan pada tikus
yang ditranspant tumor, mereka mengembalikan imunitas dan dengan demikian
memungkinkan imunitas anti-tumor. Stereoisomer tersebut bisa memiliki peran dalam
pengobatan kanker.

Anda mungkin juga menyukai