Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechtstaat) bukan
berdasarkan atas kekuasaan (Manchstaat). Oleh sebab itu setiap warga negara indonesia
harus tunduk pada hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak
terkecuali para aparatur negara termasuk didalamnya para anggota militer atau Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Tentara bukanlah merupakan kelas tersendiri tentara adalah
juga sebagai anggota masyarakat biasa, tapi karena adanya kewajiban sebagai Angkatan
Bersenjata, sebagai inti dalam pembelaan dan pertahanan negara, maka diperlukan suatu
aturan dan pemeliharaan yang lebih disiplin dalam organisasinya, sehingga seolah-olah
merupakan kelompok tersendiri untuk mencapai/melaksanakan tujuan tugasnya yang
pokok, untuk itu diperlukan suatu hukum yang khusus dan peradilan yang tersendiri yang
terpisah dari peradilan umum.1 Anggota militer adalah warga negara indonesia yang
karena undang-undang diangkat sebagai anggota militer untuk kemudian tunduk pada
hukum militer. Oleh karena mereka tunduk pada hukum militer, maka jika anggota TNI
melakukan suatu pelanggaran atau melakukan suatu tindak pidana, maka mereka akan
diadili disuatu lembaga peradilan khusus dalam bentuk peradilan militer.
Dalam penerapannya Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) sebagai hukum material dan hukum acara
pidana militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer sebagai hukum formal. Terhadap setiap perbuatan yang merupakan
pelanggaran hukum dengan kategori tindak pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau
yang dipersamakan dengan Prajurit TNI, maka berdasarkan ketentuan Hukum Pidana
Militer harus diproses melalui Pengadilan Militer.
Peradilan militer merupakan suatu badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang
memeiliki ruang lingkup di lingkungan militer yang meliputi Pengadilan Militer,
Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer
Pertempuran.2, yang secara kelembagaan berada dibawah pembinaan dan komando dari
panglima TNI. Namun pembinaan dan komando dari pamglima tersebut tidak boleh
mempengaruhi kinerja hakim dalam proses persidangan. Sebagaimana halnya dalam
hukum pidana umum, proses penyelesaian perkara pidana militer terbagi atas beberapa
tahapan yang meliputi tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan militer,
hingga sampai pada proses eksekusi.
Adanya tahapan-tahapan tersebut terkait pula dengan pembagian tugas dan fungsi
dari berbagai institusi dan satuan penegak hukum di lingkungan TNI yang pengaturan
kewenangannya adalah sebagai berikut :
a. Komandan Satuan selaku Atasan yang berhak menghukum (Ankum) dan atau
Perwira Penyerah Perkara (Papera)
b. Polisi Militer selaku penyidik
c. Oditur Militer (Odmil) selaku penyidik, penuntut umum dan eksekutor
d. Hakim Militer di Pengadilan Militer yang mengadili, memeriksa dan
memutuskan perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI atau yang
dipersamakan sebagai prajurit TNI menurut Undang-Undang.
Ditinjau dari perannya dalam fungsi penegakan hukum militer, Komandan selaku
Ankum adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997
tentang Hukum Disiplin Prajurit diberi kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin
kepada setiap Prajurit TNI yang berada di bawah wewenang komandonya apabila Prajurit
TNI tersebut melakukan pelanggaran hukum disiplin. Dalam hal bentuk pelanggaran
hukum tersebut merupakan tindak pidana, maka Komandan-Komandan tertentu yang
berkedudukan setingkat Komandan Korem dapat bertindak sebagai Perwira Penyerah
Perkara atau Papera yang oleh undang-undang diberi kewenangan menyerahkan perkara.
Selanjutnya Papera dengan kewenangannya mempertimbangkan untuk menentukan
perkara pidana tersebut diserahkan kepada atau diselesaikan di Pengadilan Militer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bentuk Surat keputusan yang di keuarkan Papera ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Oditur Militer

Dalam Pasal 1 angka 2 pada Undang-undang Peradilan Militer Oditurat Militer


merupakan Badan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang melakukan
kekuasaan pemerintahan negara dibidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan
dari Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Institusi Oditurat Militer sebagai lembaga penuntutan dalam peradilan militer tidak
independen karena berada langsung di bawah struktur komando Panglima TNI. Fungsi
penuntutan oleh Oditur Militer subordinatif terhadap kebijakan Panglima sebagai atasan.
Institusi Oditurat Militer dibatasi oleh kewenangan yang dimiliki pejabat administrasi
militer yang bertindak sebagai Papera. Hal ini berakibat lembaga penuntutan pidana di
kalangan militer menjadi alat kelengkapan pejabat administrasi militer.

a. Oditur Militer

Menurut UU Peradilan Militer Pasal 64, Oditur militer mempunyai tugas dan

wewenang:

1. Melakukan penuntutan pada perkara pidana yang Terdakwanya :

a. Prajurit yang berpangkat Kapten kebawah;

b. Mereka yang terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan Kapten

Kebawah;

c. Mereka yang harus diadili oleh Pengadilan Militer.

2. Melaksanakan penetapan Hakim atau putusan Pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Militer atau Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum

3. Melakukan pemeriksaan tambahan.


b. Papera (Perwira Penyerah Perkara)

Perwira Penyerah Perkara (Papera) yaitu pejabat dilingkungan TNI yang

berdasarkan perundang-undangan diberi kewenangan untuk menyerahkan perkara

Prajurit bawahannya kepada peradilan militer atau peradilan lain yang berwenang,

yang terdiri dari :

a. Pangab (sebagai Papera tertinggi).

b. KSAD, KSAL, dan KSAU.

c. Pangkotama (Pangdam atau yang setingkat)

d. Komandan/Kepala Kesatuan/Dinas/Jawatan setingkat Komandan Korem yang

ditunjuk.

Perwira Penyerah Perkara berwenang untuk:

a. Memerintahkan Penyidik untuk melakukan penyidikan.

b. Menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan.

c. Memerintahkan upaya paksa memperpanjang penahanan terhadap tersangka.

d. Memperpanjang penahanan terhadap tersangka.

e. Menerima atau meminta pendapat Oditur.

f. Menyerahkan perkara kepada Pengadilan yang berwenang.

g. Menentukan suatu perkara harus diselesaikan menurut Hukum disiplin Prajurit atau
tidak

B. Proses Penyelesaian Perkara di Peradilan Militer

Anda mungkin juga menyukai