EPISTAKSIS ANTERIOR
Disusun oleh:
20174011060
Diajukan kepada:
Disusun oleh :
Hanum Maftukha Ahda
20174011060
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. W
Usia : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bantul
Status Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Masuk Rumah Sakit : 02 November 2018
No.RM : 45-01-95
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien tanggal 05 November 2018
Keluhan Utama
Keluar darah dari hidung kiri.
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa (+) sejak tahun 2014
Riwayat penyakit jantung bawaan (+)
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat alergi obat, makanan / minuman disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat anggota keluarga menderita keluhan yang sama disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes melitus disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Personal Sosial dan Lingkungan
Pasien sehari-hari beraktivitas di rumah.
Anamnesis sistem
Sistem serebrospinal : demam (+), mual (-), pusing (-)
Sistem respiratorius : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-),
Sistem kardiovaskuler : sesak (-), nyeri dada (-) sianosis (-)
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem genitalia : tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
1. Keadaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
2. Tanda-tanda vital
5
- Suhu : 37.4 C
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Pernafasan : 18 x/menit
- VAS Nyeri :3
3. Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : simetris, deviasi septum nasi (-), nyeri tekan (+)
- Telinga : simetris, nyeri tekan aurikula (-), serumen (-/-)
- Mulut : bibir lembab, mukosa bucal lembab, tonsil T1-T1
4. Leher
- Kelenjar limfa tidak ditemukan pembesaran
5. Thorax
a. Jantung
- Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat
- Auskultasi: bunyi jantung S1-S2 regular, murmur (+)
b. Paru-paru:
- Inspeksi: simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi substernal
intracostal dan substernal (-)
- Palpasi: vocal fremitus simetris kanan dan kiri.
- Perkusi: sonor (+/+)
- Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
6. Abdomen
- Inspeksi: supel, warna kulit normal
- Auskultasi: peristaltik (+)
- Perkusi: tympani (+)
- Palpasi: nyeri tekan (-)
7. Ekstremitas
- akral hangat, nadi kuat, edema (-)
6
STATUS LOKALIS
Pars Flacid
Proc.
Brevis AD AS
malleus
Umbo
Pars Tensa
Cone of Light
1. Telinga
7
2. Hidung dan Paranasal
Concha nasi
medius
Meatus
nasi medius
Sekret
D S
Septum
meatusnasi nasi
inferior
8
Massa
3. Tenggorok
Massa (-), glandula thyroid tak teraba
Cavum oris: karies gigi (-), peradangan
ginggiva (-), mukosa mulut
dalam batas normal, papil lidah
dalam batas normal, lidah
mobile, uvula sentral tak
Dinding hiperemis, massa (-)
Belakang
Tonsila
Faring
Tonsil : T1-T1 menurut broadsky,
Palatina
hiperemis (-/-), detritus (-/-)
Arcus palatoglosus : tidak hiperemis,
protrusi asimetris (-), massa(-)
uvula
Arcus palatopharingeus : hiperemis (-),
protrusi asimetris (-), massa(-)
Faring : mukosa hiperemis (-), edema (-),
massa (-)
Laringoskopi indirek
Tidak dilakukan.
Epiglottis P. Vestibularis
Cuneiformis Trakea
Esophagus
Plica vocalis
Corniculata
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
Creatinin 0.60 0.60-1.10 Mg/dl
03/11/2018
Masa perdarahan 3.5 1-5
Rontgen Thorax
- Endoskopi nasal
- Epistaksis Anterior
- Tetralogi of Falot
- Anemia
- Pansitopenia
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung luar merupakan bagian yang dapat dilihat dan menonjol dari
wajah. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan kartilago hialin yang
dilapisi kulit, jaringan ikat dan otot yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung ketika otot-otot yang bekerja pada hidung
berkontraksi.
12
Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah ; 1) pangkal hidung, 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung
(tip), 4) ala nasi, 5) kolumela, 6) lubang hidung (nares anterior)
Kerangka tulang (pars ossea) terdiri dari :
- Os. Nasal
- Prosesus frontalis os maxilla
- Prosesus nasalis os frontal
Kerangka tulang rawan (pars cartilaginea) terdiri dari :
- Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
- Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior atau disebut kartilago alaris
- Tepi anterior kartilago septum
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat
dibelakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise. Tiap kavum nasi memiliki empat dinding yaitu medial, lateral,
inferior, dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi
membagi ruang hidung menjadi dua cavitas nasi serta memiliki pars ossea dan
pars cartilaginea hialin. Komponen septum nasi yaitu (Moore & Arthur,2013;
Soetjipto et al,2014) ;
- Lamina perpendikularis os ethmoid, yang membentuk pars superior septum
nasi turun dari lamina cribosa dan ke superior sebagai crista galli
- Vomer, yang membentuk pars posteroinferior septum nasi.
- Krista nasalis os maksila
- Krista nasalis os palatine
- Kartilago septum
- Kolumela
Cavitas Nasi
Cavitas nasi dibagi menjadi kanan dan kiri oleh septum nasi. Bagian depan
disebut nares anterior dan belakang disebut nares posterior yang
menghubungkan cavum nasi dengan nasofaring.
Batas – batas cavum nasi :
13
- Superior : lamina cribosa, os sphenoid, os frontalis
- Dasar : os. Maksila dan os palatum
- Medial : septum nasi
- Lateral : conchae nasi
Konka nasi melengkung ke inferomedial, strukturnya seperti gulungan yang
memberikan area permukaan yang luas untuk pertukaran panas. Konka terdiri
dari konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. Diantara
konka tersebut terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Berdasarkan
letaknya meatus ada tiga (3) yaitu (Soetjipto et al,2014);
- Meatus nasi inferior, terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung
dan dinding lateral rongga hidung. Terdapat muara duktus nasolakrimalis.
- Meatus nasi media, terletak antara konka media dan dinding lateral rongga
hidung. Terdapat muara sinus frontal, sinus maksilaris, sinus etmoidalis
anterior.
- Meatus nasi superior, terletak antara konka superior dan konka media.
Terdapat muara sinus etmoid dan sinus sfenoid.
14
Vaskularisasi
- Bagian atas cavum nasi : a.ethmoidalis anterior dan posterior. Cabang
dari a.ophtalmika dari a.karotis interna
- Bagian bawah cavum nasi : a.palatina mayor –cabang dari
a.maxilarisinterna dan a.sphenopalatina yang keluar dari foramen
sphenopalatina memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka
media cabang dari a.carotis eksterna.
- Anterior nasi : cabang-cabang a.facialis
- Anterior septum : pleksus kiesselbach, anastomosis dari
cabang-cabang a.sphenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior,
a.palatina mayor. Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah
cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber perdarahan.
15
B. Epistaksis
Epistaksis atau disebut juga perdarahan dari hidung. Epistaksis
seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. (Wardani et al.,
2014).
Epistaksis seringkali timbul spontan tanpa penyebab yang jelas.
Epistaksis dapat juga disebabkan oleh kelainan lokal ataupun sistemik.
Kelainan local misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah,
infeksi local, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sitemik,
perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.
(Wardani, 2014).
Epidemiologi
Insidensi secara global belum diketahui secara pasti, diperkirakan 60% dari
populasi dunia pernah mengalami satu kali episode epistaksis selama
hidupnya dan 6% diantara yang mencari pertolongan medis (Suh & Garg,
2015).
16
Etiologi
a) Trauma
Dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,
benturan ringan, bersin. Trauma yang lebih berat seperti kena pukul,
jatuh, atau kecelakaan lalu lintas. Dapat juga terjadi akibat benda tajam
asing atau trauma pembedahan (Wardani et al,2014).
b) Kelainan Pembuluh Darah (lokal)
Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih
tipis (Wardani et al,2014)
c) Infeksi Lokal
Epistaksis dapat terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal
seperti rhinitis atau sinusitis. Dapat juga pada infeksi spesifik seperti rintis
jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra.
d) Tumor
Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih
sering terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
e) Penyakit Kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti pada
arteriosclerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, atau diabetes mellitus
dapat menyebabkan epistaksis.
f) Kelainan Darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia,
trombositopenia, bermacam-macam anemia serta hemophilia.
g) Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah
telangiektasis hemoragik herediter. Juga sering terjadi pada von
willenbrand disease.
h) Infeksi Sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah. Demam
tifoid, influenza dan morbili juga dapat disertai epistaksis.
17
C. Sumber Perdarahan
Melihat asal perdarahan epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior
dan epistaksis posterior (Wardani,2014).
a) Epistaksis anterior
Kebanyakan berasal dari pleksus kiesselbach di septum bagian
anterior atau dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan septum
anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis
atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada anak
atau usia muda, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri.
b) Epistaksis Posterior
Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri
sfenopalatina. Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang berhenti
sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi,
arteriosclerosis, atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena
pecahnya arteri sfenopalatina.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari hidung. menanyakan
lama perdarahan dan frekuensinya, apakah darah mengalir ke dalam
tenggorok atau keluar dari hidung depan, riwayat perdarahan sebelumnya,
riwayat penyakit sistemik yang diderita, riwayat penggunaan obat-obatan
antikoagulan, riwayat trauma hidung.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaa status generalis mulai dari kesadaran, nadi, tekanan darah,
pernapasan, suhu. Pemeriksaan status lokalis dapat dilakukan rhinoskopi
anterior dan posterior.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah
lengkap, bleeding time, PTT/APTT. CT scan, MRI dilakukan untuk
mengevaluasi kelainan anatomi, adanya benda asing, rinosinusitis. Dapat juga
18
dilakukan nasofaringoskopi jika curiga adanya tumor penyebab perdarahan
(Nguyen,2018).
E. Diagnosis Banding
- Barotrauma
- Rhinitis
- Von Willebrand disease
- Sinusitis
- Benda asing di hidung
- Trauma (Nguyen, 2018)
F. Penatalaksanaan
19
- Tekan cuping hidung selama 10-15 menit
- Bernafas melalui mulut
- Kompres pangkal hidung dengan air dingin
Perdarahan Anterior
20
Perdarahan Posterior
21
Selain tampon ballocq dapat juga digunakan kateter foley dengan balon.
Dengan berkembangnya endoskopi, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik
ligase arteri, hal ini dilakukan bila tampon anterior dan posterior gagal
mengendalikan epistaksis (Wardani,2014).
Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat diberikan pada pasien epistaksis yaitu (Roberts et
al,2014):
- Antibiotik
- Antihemolitik seperti asam traneksamat, vit K, Dycinone, dll
- Analgesik
G. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau
akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat
dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara
mendadak dapat menyebabkan hipotensi, hipoksia, iskemia cerebri,
insufisiensi coroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan
kematian (Wardani,2014).
Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga
peru diberikan antibiotik.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media,
septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu harus sellau diberikan
antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari harus
dilepas. Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya
darah melalui tuba eustachius dan air mata berdarah akibat mengalirnya darah
secara retrograde melalui duktus nasolakrimalis. Pemasangan tampon posterior
dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang
keluar dari mulut terlalu dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon
22
tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa
hidung atau septum (Wardani,2014).
H. Tetralogi of Fallot
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik.
Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau
lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga
ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan
lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan
anatomi sebagai berikut (Ashley, 2004):
1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel.
2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang
keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga
menebal danmenimbulkan penyempitan
3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel
kiri bergeser ke ventrikel kanan, sehingga seolah-olah sebagian aorta
keluar dari bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena
peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
23
BAB IV
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
6. EGC : Jakarta. Hal. 320-322, 330, 339-340, 342.
25