CEDERA KEPALA
Oleh :
Pembimbing :
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala didefinisikan sebagai suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik. Keadaan ini merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
yang paling sering ditemukan pada kelompok usia produktif, sebagian besar diakibatkan
kecacatan lalu lintas.
Di Indonesia, diperkirakan kasus cedera kepala mencapai 500.000 kejadian
pertahunnya, 10% penderita meninggal sebelum tiba dirumah sakit. Cedera kepala dibagi
menjadi simple head injury, commutio cerebri, contusio cerebri, laceratio cerebri dan basis
cranii fracture.
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai keadaan patologis berupa perdarahan
intrakranial seperti Subdural hematoma, Epidural Hematoma, Intracerebral hematoma dan atau
Intraventrikular hematoma. Keadaan ini dapat didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
memiliki pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita. Tindakan
ini dapat berupa pemberian oksigen yag adekuat, mempertahankan tekanan darah yang adekuat
untuk mempertahankan sufisiensi perfusi otak, dan menghindari komplikasi.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang cedera
kepala dan tatalaksana.
2
1.4 Manfaat Penulisan
Metode penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk dari berbagai
literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
4
Cedera kepala dapat menyebabkan cedera otak. Dari penelitian yang
dilakukan pada beberapa rumah sakit, pada tahun 2005 di RS. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, terdapat 434 pasien dengan cedera otak ringan,
315 pasien dengan cedera otak sedang, dan 23 pasien meninggal akibat cedera otak.
Pada Rumah Sakit Pirngadi Medan, pada tahun 1995 hingga 1998, berdasarkan
tingkat keparahan, dijumpai 60,3% kasus dengan cedera otak ringan (2463 kasus),
27,3% cedera otak sedang (1114 kasus), dan 12,4% pasien (505 kasus) dengan
cedera otak berat, dan angka kematian akibat cedera otak sebesar 11% (448 kasus).1
A.Kulit Kepala
5
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan
akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah
terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang cukup lama terperangkap
sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkannya. 6
b. Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya
diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis
cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa
yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat temporalis dan fosa
posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum. 6
c. Meningen
1. Duramater
6
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media
yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam
substansi otak juga diliputi oleh pia mater 3.
d. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan)
7
terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan
rhombensefalon(otak belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan
serebellum.
e. Cairan serebrospinalis
f. Tentorium
g. Vaskularisasi
Otak- otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri
vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak
dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan
8
otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.
Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis3.
a.Tekanan intrakranial
b.Hukum Monroe-Kellie
9
yang konstan. Hipotesis ini didukung oleh eksperimen Kellie. Hipotesis ini
kemudian dikenal dengan doktrin Monro – Kellie, yang menyatakan bahwa
jumlah volume otak, CSS dan darah pada intrakranial selalu konstant.
Peningkatan pada salah satu komponen tersebut harus dikompensasi dengan
penuruan pada salah satu atau dua komponen lainnya. Hipotesis ini memiliki
implikasi teoriritis yamg substansial dalam peningkatan tekanan
intrakranial.4
10
Mekanisme homeostatik ini sering terganggu pada keadaan post
trauma (resistensi pembuluh darah vaskular biasanya meningkat), dan otak
menjadi rentan terhadap perubahan tekanan darah. Area otak yang
mengalami iskemi, atau berisiko iskemik, sangat bergantung pada aliran
darah otak yang adekuat yang dibantu oleh tekanan perfusi otak yang
normal. 6
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder.Cedera primer merupakan cedera
pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan
benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselarasi deselarasi gerakan kepala.
11
menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan
dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecou)3.
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung
pada kepala. Benturan dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yaitu
kompresi, akselerasi, dan deselerasi. Sulit untuk memastikan kekuatan mana
yang paling berperan.
Kelainan pada otak dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan
atau tanpa fraktur tulang tengkorak. Cedera fokal dapa menyebakan
gangguan fungsional saja seperti gegar otak atau cedera struktural yang
difus. Dari tempat benturan, gelombang kejut disebarkan kesegala arah.
Gelombang ini akan mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup
besar, akan muncul kerusakan jaringan otak di tempat benturan tersebut, lesi
ini disebut ‘coup’, atau ditempat yang berseberangan dengan datangnya
benturan (contracoup).
12
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan
morfologinya.
13
Gambar 4. Glasgow Coma Scale
c) Morfologi cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi atas fraktur cranium
dan lesi intrakranial.
1. Fraktur cranium
Fraktur cranim dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau
tertutup.Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT
Scan dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis
frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.tanda-tanda
tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis
retroauikular (battle sign), kebocoran CSS(Rhinorrhea, otorrhea) dan
paresis nervusfasialis (Bernath, 2009) Fraktur cranium terbuka atau
komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala
dan permukaan otak karena robeknya selaput duramater. Keadaan ini
membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya fraktur tengkorak
merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup berat sehingga
14
mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Frekuensi fraktura tengkorak
bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian dilakukan pada
populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria
linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada
pasien yang sadar dan 20kali pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria
linearmempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada
pasien yang sadar dan20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan ini,
adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah
sakit untuk pengamatan 9.
2. Lesi Intrakranial
a. Hematoma Epidural
15
Walaupun hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari
keseluruhan atau 9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat
saat menegakkan diagnosis dan ditindak segera. Bila ditindak segera,
prognosis biasanya baik karena penekan gumpalan darah yang terjadi tidak
berlangsung lama. Keberhasilan pada penderita pendarahan epidural
berkaitan langsung denggan status neurologis penderita sebelum
pembedahan.
1. Penurunan kesadaran
2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Pusing
7. berkeringat
16
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak
selalu homogen, bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada
tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space
occupying lesion ). Batas dengan corteks licin, densitas duramater biasanya
jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena
sehingga tampak lebih jelas11.
b. Hematom Subdural
17
1) SDH Akut
2) SDH Kronis
18
d. Perdarahan Intraventrikular
1.Hidrosefalus.
3.Vasospasme serebri :
19
- Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasme intrakranial.
- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari
sirkulasi cairan serebrospinal.
Pada intraventricular hemorrhage yang disertai peningkatan tekanan darah
dan hidrosefalus dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
berpotensi mengakibatkan brain herniation yang fatal.
d. Cedera difus
Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
cedera akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering
terjadi pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera
dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologis
yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi,
namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk yang paling
ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa
amnesia.Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.cedera
komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia
retrograde dan amnesia6.
Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan
menurunnya atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan
amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya
cidera. Dalam beberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk
beberapa waktu.defisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing,
mual, anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal
sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.
Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan
dimana pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama
ddan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik.
Biasanya penderita dalam keadaan kooma yang dalam dan tetap koma
selama beberapa waktuu.Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi
atau deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat,
itupun bila bertahan hidup.Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi
20
otonom seperti hipotensi,hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga
akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksiia secara klinis
tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi 6.
2.7 Diagnosis
A. Anamnesis
21
9. Pemeriksaan fungsi batang otak
10. Pemeriksaan pupil
11. Refleks kornea
12. Doll‟s eye phenomenone
13. Monitor pola pernafasan
14. Gangguan fungsi otonom
15. Funduskopi.12
HEMATOMA EPIDURAL
1. Lucid interval
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal.2,3,5,10
Penunjang diagnostik:
22
Gambar 6. Epidural Hematoma
HEMATOMA SUBDURAL
- Sakit kepala
- Penurunan kesadaran12
Penunjang
diagnostik:
CT scan otak: gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater
dan arakhnoid, umumnya karena robekan dari bridging vein, dan
tampak seperti bulan sabit.
23
Gambar 7. CT Scan Subdural Hematoma
HEMATOMA INTRASEREBRAL
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis :
24
Gambar 10. Bilateral Periorbital Ekimosis
2. Media
25
- Koma lama cedera kepala
- Disfungsi saraf otonom
- Demam tinggi 2
Penunjang diagnostik:
CT Scan otak: awal normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio.
Diulangi setelah 24 jam, edema otak luas2
Perdarahan Subarachnoid Traumatika
Gejala dan tanda klinis:
- Kaku kuduk
- Nyeri kepala
- Bisa didapati gangguan kesadaran
Penunjang diagnostik: CT scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang
subarakhnoid2,6,8
26
GCS 13-15, CT Scan normal, pingsan < 30 menit, tidak ada lesi
operatif, rawat RS< 48 jam, amnesia pada trauma (APT) < 1 jam
GCS < 9 yang menetap dalam 48 jam sesudah trauma, pingsan > 24
jam, APT > 7 hari.1,2
Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
27
- CT Scan otak untuk menentukan luas dan letak lesi intrakranial
(edema, kontusio, hematoma)7,9,10
Neurobehaviour
2.9 PENATALAKSANAAN
- GCS < 15
- Orientasi terganggu, ada amnesia
- Gejala sakit kepala, muntah, dan bertigo
- Fraktur tulang kepala
28
- Tidak ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
-
Mengatasi gejala (mual, sakit kepala, vertigo)
-
Mengevluasi adanya keluhan (terutama) gangguan fungsi luhur pasca
trauma berkepanjangan yang akan mempengaruhi kualitas hidup
-
Menilai kemungkinan terjadinya hematoma epidural atau hematoma
subdural3,14
Pemeriksaan penunjang CKR
29
Urutan tindakan menurut prioritas
Resusitasi jantung paru, dengan tindakan Airway (A), Breathing (B), dan
Circulation (C).
B: Berikan oksigen dosis tinggi 10-15 liter/menit, intermitten. Bila perlu pakai
ventilator
C: Jika terjadi hipotensi (sistolik < 90 mmHg), cari penyebabnya, oleh faktor
ekstrakranial berupa hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat
dalam, trauma dada disertai tamponade jantung atau pneumotorak dan shock
septik. Tindakan tata laksana:
- Kesadaran
- Tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan
- Pupil
- Defisit fokal serebral
- Cedera ekstrakranial (dengan konsultasi dan kerjasama tim.
Pemeriksaan Penunjang CKS/CKB
30
Lihat pemeriksaan radiologi dan laboratorium1,7
Posisi tidur : Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan
dada dalam satu bidang.1,7
31
dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan elektrolit (pemberian diuretik, diabetes insipidus, SIADH),
pemasukan cairan harus disesuaikan. Pada keadaan ini perlu dipantau kadar
elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, dan osmolalitas darah.1,7
Nutrisi
Komplikasi
- Epilepsi/kejang
Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma
disebut early epilepsy, dan yang terjadi setelah minggu
pertama disebut late eplepsy.
32
-
GCS <10, kontusio kortikasl, fraktur kompresi tulang tengkorak,
Hematom Subdural, Hematom Epidural
-
Hematom Intracerebral, luka tembus dan kejang yang terjadi
dalam kurun waktu <24 jam pasca cedera
Pengobatan
- Demam
Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya.
Selain itu dilakukan tindakan menurunkan suhu dengan kompres pada
kepala, ketiak, dan lipat paha. Dan ditambahkan obat antipiretik. 3,14,15
- Gastrointestinal
Pada pasien CKB sering ditemukan gastritis erosi dan lesi
gastroduodenal lain, dengan 19-24% diantaranya akan berdarah.
Penderita cedera kepala akan mengalami peningkatan rangsang
simpatik yang mengakibatkan gangguan fungsi pertahanan mukosa
sehingga mudah terjadi erosi. Keadaan ini dapat dicegah dengan
pemberian antasida 3x1 peroral atau bersama H2 reseptor bloker
33
yaitu simetidine, ranitidin, atau famotidin yang diberikan 3x1 ampul
i.v selama 5 hari, atau Proton Pump Inhibitor seperti omeprazole.
3,14,15
- Edema pulmonum
- Neurorestorasi /neurorehabilitasi
34
b. >30cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan
batang otak atau hidrosefalus denagn fungsi batang otak atau
hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik
c. EDH progresif
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
2. SDH (subdural hematoma)
a. SDH luas (>40cc/>5mm)dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baik
b. SDH tipis dengan penurunan kesadran bukan indikasi operasi.
c. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift
dengan fungsi batang otak masih baik
3. ICH (perdarahan intraserebral)
pasca trauma Indikasi operasi
ICH pasca trauma:
a. Penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (cushing
refleks)
c. Perburukan defisit neurologi fokal
4. Fraktur impresi melebihi 1 diploe
5. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
6. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)
7. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK,
dipertimbangkan operasi dekompensasi.12
2.10 PROGNOSIS
Skor GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya cedera
kepala.3
35
I Normal CT Scan 9.6%
- Penggunaan helm
- Penggunaan sabuk pengaman
- Penggunaan kantong udara
36
- Perilaku pengemudi
37
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An T
Usia : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum kawin
Alamat : Pasaman Timur
No. RM : 51.23.73
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 13 tahun datang ke IGD RSUD Ahmad
Muchtar Bukittingi pada tanggal 20 Desember 2018 dengan :
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
38
- Riwayat Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Penyakit Jantung (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Survey Primer
Airway : Paten
Breathing : Spontan, frekuensi napas 20x / menit
Circulation : Denyut nadi 80x / menit, tekanan darah 110/70 mmHg
Disability : GCS 12 (E3M5V4), pupil sukar dinilai, RC +/sulit dinilai,
3mm/ -
Exposure : Bengkak pada kelopak mata kiri, bengkak pada
pergelangan tangan kanan, bengkak pada lengan bawah
kanan, jejas pada abdomen atas, bengkak pada kaki kiri
Survey Sekunder
Keadaan Umum:
Kesadaran : GCS 12 (E3M5V4)
Tekanan Darah : 120/75 mmHg
Nadi : 114x / menit
Suhu : 36,5⁰C
Pernafasan : 22x / menit
Sianosis : (-)
Keadaan umum : Sedang
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan :
Berat badan :
39
Kulit :
Sianosis (-), ikterik (-)
Thoraks :
Paru : Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : SN vesikuler rh -/- wh-/-
Jantung : Inspeksi :Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas atas: RIC II
Batas kanan: RIC IV
Batas kiri : RIC V
Auskultasi: BJ regular, bising(-), murmur(-), gallop(-)
Abdomen :
Inspeksi : Jejas di kanan atas, Distensi (-), DC (-), DS (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal
40
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
Palpasi : NT(-), NL(-), defans muskuler (-)
STATUS LOKALIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. PEMERIKSAAN LABORATORIUM; (19-12-2018)
B. CT SCAN
41
DIAGNOSIS
Cedera Kepala GCS 12 (E3M5V4) + EDH et frontotemporal + fraktur linear frontal
+ fraktur zigoma sinistra + fraktur tertutup distal radius
TERAPI
A :
B : Oksigen 2-4 L/menit (Nasal kanul)
C : - NaCl 0,9 % 12 jam/kolf per infus
- Pasang kateter urin
- Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
- Injeksi Ranitidin 2 x 25 mg
42
- Paracetamol 3 x 1 g PO
- Awasi keadaan umum, GCS, tanda-tanda vital
- HOB 300
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
43
BAB IV
DISKUSI
44
Penurunan kesadaran terjadi apabila terdapat penurunan fungsi dari kedua
hemisfer serebri atau dari reticular activating system. Beberapa hipotesis mengenai
mekanisme ini telah diajukan. Diantaranya hipotesis Reticular Activating System
(RAS), RAS terletak pada batang otak yang meluas hingga kebagian atas kolumna
spinalis hingga rostral otak tengah dengan ekstenis hingga talamus dan
hipotalamus. RAS di eksitasi melalui input dari traktus sensori sekitar dan
mentransmisikan eksitasi ini ke kortikal untuk merangsang kewaspadaan kortikal
dan perilaku umum. Tanpa input dari RAS, kesadaran akan terganggu. Peningkatan
tekanan intrakranial akibat perdarahan intrakranial dapat menekan fungsi RAS
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
Pupil sukar dinilai karena terdapat udem pada palpebra. Pada kasus pasien
dengan cedera kepala, penilaian pada pupil dapat ditemukan pupil isokor atau
anisokor. Pada pupil isokor menandakan tidak adanya penekanan pada nervus III
yang menyebabkan dilatasi pupil ipsilateral, sehingga tidak terdapat gejala herniasi
serebral. Dan begitupun jika sebaliknya.
Tidak ada rinorrhea, otorrhea, keluar darah dari teling dan hidung. Hal ini
menunjukkan tidak adanya fraktur basis cranii. Pasien tidak mengalami kejang.
Kejang merupakan tanda gawat gangguan otak. Kejang akibat trauma tumpul
merupakan tanda cedera otak kortikal yang dapat muncul secara dini maupun
lambat, dan disebut dengan epilepsi traumatik.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis region capitis, tampak hematom pada
palpebral sinistra, dan nyeri.
Pada pasien ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, maka
dilakukan pemeriksaan CT Scan pada pasien. Pada pemeriksaan CT Scan
ditemukan gambaran hiperdens bikonveks pada daerah frontotemporal. Sehingga
pada pasien ini ditegakkan diagnosis Epidural Hematom.
Terapi untuk pasien adalah meninggikan kepala 30̊ untuk membantu
menurunkan tekanan intrakranial, namun hal ini harus dilakukan dengan hati-hati
dengan pasien tetap dimonitoring karena meninggikan kepala dapat meningkatkan
tekanan perfusi serebral. Pada pasien diberikan oksigen dosis 2-4 L/ menit,
intermitten, hal ini ditujukan untuk menurunkan tekanan intrakranial, yang
direkomendasikan adalah hiperventilasi dengan PCO2 30-35 mmHg, untuk
45
menurunkan tekanan intrakranial untuk waktu yang singkat sebagai metode kontrol
sementra selagi metode kontrol tekanan intrakranial lainnya dimulai pada pasien.
Hiperventilasi hanya mengurangi TIK secara sementara, dan akan kehilangan
efektifitas secara progresif setelah 16 jam penggunaan terus menerus.
Untuk menjaga sirkulasi dan mempermudah pemberian obat, pasien
dipasang infuse NaCl 0,9%, Pasien dipasang kateter urin untuk monitoring output
cairan. Pasien diberi injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gr IV untuk mencegah infeksi. Pasien
diberi Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp IV untuk mencegah muntah.
Pasien diberikan Paracetamol 3 x 500 mg PO karena rangsangan nyeri dapat
memicu peningkatan TIK dan harus ditangani. Pada pasien cedera otak terjadi
peningkatan kadar postraglandin dimana prostaglandin berperan dalam proses rasa
nyeri. Parasetamol memiliki mekanisme menghambat sintesa prostaglandin melalui
blokade enzim COX. Peningkatan kadar prostaglandin terjadi pada pasien cedera
otak.
Keadaan umum, GCS, dan tanda-tanda vital dipantau untuk mengetahui
perburukan ataupun perbaikan keadaan dan menghindari terjadinya komplikasi.
46
DAFTAR PUSTAKA
47
11. Ghazali Malueka. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Trauma
Kapitis. In: Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2006. p1-18.
13. Ginsberg L. Bedah Saraf: Cedera Kepala dan Tumor Otak. In: Lecture Notes:
Neurologi. 8th Ed. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. p114-117
14. RSUP Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo. Komosio Cerebri, CKR, CKS,
CKB. In: Panduan Pelayanan Medis Departemen Neurologi. Pusat Penerbitan
Bagian Neurologi FKUI/RSCM. 2007. p51-58
15. Alfa AY. Penatalaksanaan Medis (Non-Bedah) Cedera Kepala. In: Basuki A,
48