Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KERUSAKAN INTEGRITAS JARINGAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS MULTIPLE FRAKTUR DAN EFUSI PLEURA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Pembimbing Akademik : Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep.,M.Sc
Pembimbing Klinik: Ns. Faisal Abdi, S.Kep

Oleh :
Uvi Zahra Rachmadian
22020118220060

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXXIII


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Berdasarkan hasil Badan Penelitian dan Pengembangan di Indonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintasdan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa
terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang 3,8%, dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, terjadi fraktur sebanyak 1.770 orang 8,5%, dari
14.127 trauma benda tajam / tumpul sebanyak 236 orang 1,7%. Angka
kejadian kecelakaan lalu lintas sepanjang tahun 2013 mencapai 217 kasus,
dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan
sejumlah 480 orang (Yusra, 2014). Salah satu insiden kecelakaan yang
memiliki prevalensi tinggi adalah insiden fraktur yakni sekitar 46,2% dari
insiden kecelakaan. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi
disintegritas tulang yang dapat menjadi kerusakan integritas jaringan.
Kerusakan integritas jaringan Kerusakan integritas jaringan adalah
keadaan dimana individu mengalami kerusakan integrumen, membran
mukosa, corneal, jaringan pembungkus atau jaringan subkutan (Doenges,
2014).Pada kasus kerusakan integritas jaringaan disebabkan karena adanya
multiple fraktur. Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut dan tenaga tersebut, keadaan
tulang itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang yang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012). Pasien
mengalami multiple fraktur yang dikarenakan kecelakaan, fraktur yang
dialami pasien adalah fraktur sesmental mandibula, fraktur maxilla, fraktur
zigomatikum, fraktur costa 8-10 posterior dextra dan fraktur humeri sinistra.
Multiple fraktur adalah keadaan dimana terjadi hilangnyakontinuitas
jaringan tulang lebih dari satu garis yang disebabkan oleh tekanan eksternal
yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas dangangguan
fungsi pada area fraktur (Mansjoer, 2000).Kerusakan integritas jaringan yang
disebabkan karena adanya multiple fraktur dapat menyebabkan perdarahan
pada organ dalam nya, terjadinya fraktur akan mengakibatkan disekitar tempat
patahan dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut(Corwin,2010).
Bila terjadi hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran
sehingga terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat
terjadinya perpindahan, menimbulkan implamasi atau peradangan yang
menyebabkan bengkak dan akhirnya terjadi nyeri.Selain itu karena kerusakan
pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan
tekanan darah menjadi turun, begitupula dengan suplai darah ke otak sehingga
kesadaran pun menurun yang mengakibatkan syok hipovolemi.
Bila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi luka dan kuman akan
mudah untuk masuk sehingga mudah terinfeksi dan lama kelamaan akan
berakibatdelayed union dan mal union dan yang tidak terinfeksi
mengakibatkan non union. Apabila fraktur mengenai peristeum atau jaringan
tulang dan korteks maka akan mengkibatkan deformitas, krepitasi dan
pemendekan ekstremitas. Berdasarkan proses diatas tanda dan gejalanya yaitu
nyeri/tenderness, deformitas/perubahan bentuk, bengkak, peningkatan suhu
tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi dan apabila hal ini tidak teratasi,
maka akan menimbulkan komplikasi yaitu komplikasi umum misalnya : syok,
sindrom remuk dan emboli lemak(Mansjoer, 2000).

B. DEFINISI
Kerusakan integritas jaringan adalah keadaan dimana individu
mengalami kerusakan integrumen, membran mukosa, corneal, jaringan
pembungkus atau jaringan subkutan (Doenges, 2014). Adapula definisi lain
yaitu cedera pada membrane mukosa, kornea,sistem integumen, fascia
muscular, otot tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament
(Herdman&Kamitsuru, 2018).
C. BATASAN KARAKTERISTIK
( Herdman&Kamitsuru, 2018)
1. Nyeri akut
2. Gangguan Integritas Kulit
3. Perdarahan
4. Benda asing menusuk permukaan kulit
5. Hematomaa
6. Area panas local
7. Kemerahan

D. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


(Herdman&Kamitsuru, 2018)
1. Agens cedera kimiawi
Agens cedera kimiawi adalah agen cedera yang berasal dari bahan
bahan kimia.Bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan integritas
jaringan adalah bahan kimia korosif dan eksplosif. Bahan Kimia korosif
adalah sifat suatu subtantsi yang dapat menyebabkan benda lain hancur
atau memperoleh dampak negatif. Benda Korosif dapat menyebabkan
kerusakan pada mata, kulit, sistem pernapasan, dan banyak lagi. Contoh
bahan kimia yang bersifat korosif antara lainAsam sulfat, Asam asetat,
Asam klorida, Asam nitrat, Fenol, Natrium hidroksida, Asam sitrat,
Kalium hidroksida, Amonium hidroksida, dan Klor. Sedangkan bahan
kimia eksplosif adalah bahan kimia eksplosif adalah bahan kimia yang
mudah meledak. Contoh bahan kimia eksplosif adalah karbit, bubuk
mesiu,gas dan flashbang.
2. Kelebihan volume cairan
Cairan yang ada pada pasien dengan keluhan asites dan edeme
berada pada bagian interstitial.kelebihan volume cairan akan menambah
pemasukan cairan dalam tubuh, sehingga semakin memicu terjadinya
edema (Sari, 2016). Jika asupan cairan terlalu bebas dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi (Sari, 2016). Akibatnya terjadi penimbunan
cairan di jaringan subkutis dan kenaikan tekanan intravaskuler atau
penurunan tekanan intravaskuler yang menyebabkan cairan merembes
kedalam ruang intertisial dan dapat menghambat proses katabolisme.
Akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penuruan tekanan osmotik
dan dapat menurunkan laju pembentukan sel baru sehingga dapat
menghambat penyembuhan jaringan yang rusak serta dapat menjadi
edema, yang sering muncul pada daerah mata, jari maupun pada
kaki(Faruq, 2017).
3. Kelembapan
Adanya kelembaban pada kulit dengan durasi lama meningkatkan
terjadinya kerusakan integritas kulit. Kelembaban menurunkan resistensi
kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek.
Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi
dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah dan
inkontinensia (Reuler & Cooney, 1981).
4. Status nutrisi tidak seimbang
Status nutrisi sangat erat kaitannya dengan proses penyembuhan
luka atau kerusakan jaringan, setiap kejadian luka, mekanisme tubuh
akan mengupayakan mengembalikan komponen-komponen jaringan
yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional
sama dengan keadaan sebelumnya. Salah satu yang dapat memperbaiki
jaringan yang rusak adalah Fibroblas, jumlah fibroblas akan bertambah
apabila terjadi pelukaan. Fibroblas adalah sel yang paling banyak
terdapat dalam jaringan ikat, sel nya berbentuk memanjang dan
memiliki retikulum endoplasma kasar yang jumlahnya banyak.Fibroblas
membuat serat-serat kolagen, retikulin, elastin, glikosaminoglikan dan
glikoprotein dari substansi intercellular amorf.Fibroblas mensekresikan
molekul prokolagen dalam matriks intersel.Polimerisasi dari prokolagen
menjadi mikrofibril terjadi diluar sitoplasma tersebut.Pada orang
dewasa, fibroblas dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan
(Ety Rosa, 2015).
Faktor pertumbuhan, yang merupakan protein regulator yang
merangsang pembelahan sel, memicu sistem sinyal antar-sel dalam
rangka untuk memulai proses pembelahan sel dalam penyembuhan
kerusakan jaringan sehingga saat proses penyembuhan kecukupan
asupan nutrisi terutamaa protein dapat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan kerusakan integritas kulit (Rena, 2015).
5. Kekurangan volume cairan
Penurunan cairan intravascular, interstistal, dan/atau intraselular.
Ini mengacu pada dehidrasi,kehilangan cairan saja tanpa perubahan pada
natrium ( Herdman&Kamitsuru, 2018). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia.Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan
intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan interseluler menuju
intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.
Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan intraseluler menuju extraseluler sehingga dapat
menghambat proses penyembuhan luka karena nutrisi tidak tersalurkan
secara maksimal (Damayanti 2017).
E. PATHWAY

Trauma langsung, trauma tidak langsung, kondisi


stress maupun patologik pada tulang femur

Rusak/terputusnya kontinuitas tulang costa 5- Fragmen tulang


8 (fraktur costa 5-8), zigomaatikum, menembus kulit
humerus, maxilla
Hematothorax

Hambatan
pertukaran gas

Reaksi Inflamasi
Kerusakan
1.Pergeseran tulang Integritas kulit
Pengeluaran bradikinin
dan berikatan dengan
deformitas nociceptor
Pembuluh darah terputus
hambatan
Ekstremitas tdk dpt Pengeluaran mediator
mobilisasi Perdarahan
berfungsi dgn baik kimia (histamin)

hambatan Hambatan Mobilitas Fisik Pengumpulan darah


pemenuhan (Hematoma) Nyeri  Pembengkakan
(tumor) dan
ADL Penatalaksanaan medis rubor
secara Devitaslisasi (Hb, Ht) Nyeri
mandiri akut
Prosedur pemasangan
fiksasi eksternal Dilatasi pembuluh kapiler
Defisit
Perawatan Ada port Tek. Kapiler otot naik
Darah banyak PK
Diri entry
keluar pendarahan
Ganggu
an Citra Histamin menstimulasi otot
Resiko PK Anemia
Tubuh Hb 
Infeksi
Spasme otot
Perfusi jaringan
Vasokontriksi
pemb.darah

Metabolisme anaerob Gang perfusi


ATP 
jaringan perifer

Penumpukan asam laktat


Kelemahan
Nyeri Akut
F. PENGKAJIAN
PRIMER

1. Airways

Jalan nafas klien paten dan terintubasi selang endotracheal

2. Breathing

Pola nafas tidak teratur dan klien masih terintubasi selang endotracheal
dengan bantuan nafas menggunakan ventilator mekanik. Mode ventilator
menggunakan CPAP dengan RR 18x/m, tidal volume 327, PEEP 8, FiO2
50%, SENS 1, dan P Support 3.

3. Circulation
a) Tekanan Darah : 134/66 mmHg
b) Nadi : 92 x/menit
c) Suhu : 37,8oC
d) Respirasi : 18x/menit
e) MAP : 82 x/menit
f) Akral : Hangat
g) Capilarry Refill Rate : <3 detik di semua ekstremitas
h) SpO2 : 99 %
4. Disability
a) Kesadaran : Composmentis
b) GCS : E4M4VETT
c) Pupil : Isokor, reaksi +/+, besar 1/1
d) Gangguan Motorik : Tidak terdapat gangguan
e) Gangguan Sensorik : Tidak terdapat gangguan
5. Exposure

Terdapat lubang untuk menghubungkan


CVC ke Vena Cava Superior. Terdapat
lukaa jahit di lengan kiri klien, mata kiri
klien terbalut perban, terdapat luka pada
bibir klien, terpasang NGT, terdapaat
fraktur pada humerus, zigomatikum, cordis
8-10 dan maxilla klien
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
(M.Bulecheck, 2016 dan Moorhead, S, 2016)

No Nanda NOC NIC


1 Hambatan pertukaran gas Status Pernafasan : pertukaran Manajemen Asam Basa: Alkalosis
gas (0402)
berhubungan dengan Metabolik (1912)
1. Tekanan oksigen di darah
ketidakseimbangan ventilasi perfusi arteri (PaO2) menjadi normal 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Tekanan parsial
(00030) 2. Monitor pola nafas
karbondioksida di darah arteri
(PaCO2) menjadi normal 3. Pertahankan akses intravena
3. pH arteri normal
4. Monitor kemungkinan penyebab
4. Saturasi oksigen normal
5. Hasil BGA normal alkalosis metabolic sebelum menangani
keseimbangan asam basa
5. Monitor hasil analisa gas darah
elektrolit serum dan elektrolit urin
secara tepat
Terapi Oksigen 3320
1. Posisikan pasien semi fowler untuk
memaksiamlkan ventilasi pernapasan
klien
2. Kolaborasi : pemasangan ventilator
mekanik

2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Status Pernafasan: Kepatenan Airway Management (3140)
jalan nafas (0410) 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
b.d sekresi yang tertahan
1. Frekuensi pernafasan menjadi ventilasi
normal (12-20x/menit) 2. Monitor respirasi dan status O2
2. Kemampuan untuk 3. Catat pergerakan dada,amati
mengeluarkan kesimetrisan, penggunaan otot
secret tambahan, retraksi otot supraclavicular
3. Suara nafas tambahan dari dan intercostal
cukup 4. Monitor suara nafas
menjadi ringan 5. Monitor pola nafas : bradipena,
4. Dipsneu saat istiraahat dari takipenia, hiperventilasi, cheyne stokes,
cukup menjadi ringan biot
5. Dipsneu saat aktifitas dari 6. Auskultasi suara nafas, catat area
berat menjadi cukup penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
7. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
8. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
Manajemen ventilasi mekanik : Non
invasive (3302)
1. Pastikan alarm ventilator dalam keadaan
hidup
2. Periksa koneksi ventilator secara teratur
3. Monitor gejala gejala yang menunjukan
peningkatan pernafasan
4. Berikan perawatan untuk mengurangi
distress klien
5. Berikan klien alat bantuan komunikasi
6. Kosongkan air yang sudah keruh dari
tabung
7. Monitor sekresi paru-paru
Manajemen Ventilasi Mekanik:
Pencegahan Pneumonia (3304)
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perawatan kepada klien,
kususnya setelah mengosongkan air
pada ventilator
2. Monitor rongga mulut, bibir, lidah,
mukosa bukal dan kondisi gigi
3. Gosok gigi dan lidah dengan sikat gigi
atau basuh antiseptic oral dengan
gerakan memutar memakai kasa atau
sikat gigi yang lembut
4. Gunakan pelembab untuk mulut
mukosa oral dan bibir bila diperlukan
5. Suction trakea, kemudian rongga mulut,
dilanjutkan dengan nasal pharing untuk
membuang sekresi diatas manset ET
dan mengempiskan manset ET
6. Bilas yankauer dan selang suction
bagian dalam setiap kali selesai
pemakaian dang anti setiap harinya
3 Kerusakan integritas jaringan b.d Status Nutrisi (1004) Terapi Nutrisi (1120)
trauma vaskular 1. Asupan gizi terpenuhi 1. Monitor intake diet yang sesuai
2. Asupan cairan terpenuhi 2. Berikan nutrisi enteral sesuai
Penyembuhan luka primer (1102) kebutuhan
1. Memperkirakan kondisi kulit Perawatan luka (3660)
2. Memperkirakan kondisi tepi 1. Ukur luas luka yang sesuai
luka 2. Berikan balutan yang sesuai dengan
3. Eritema pada kulit sekitar jenis luka
menjadi tidak ada 3. Pertahankan tehnik balutan steril saat
4. Periwound edeme menjadi melakukan perawatan luka
terbatas 4. Bandingkan dan catat setiap perubahan
5. Peningkatan suhu kulit luka
menjadi tidak ada
4 Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri Tingkat ketidaknyamanan (2109) Manajemen Nyeri (1400)
1. Nyeri menjadi sedang 1. Lakukan pengkajian nyeri
2. Rasa gatal menjadi tidak ada 2. Observasi petunjuk non verbal
3. Klien dapat beristirahat 3. Pastikan perawatan analgesic klien
4. Sesak nafas klien menjadi dalam pemantauan yang tepat
tidak ada 4. Dukung istirahat tidur yang adekuat
untuk membantu menurunkan nyeri
Terapi latihan: Mobilitas sendi (0224)
1. Lakukan latihan ROM pasif atau ROM
dengan bantuan sesuai indikasi
2. Bantu untuk melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan teratur sesuai
kadar nyeri yang bisa di toleransi,
keahanan dan pergerakan sendi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, EJ 2010, Buku saku patofisiologi, 3 edn, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E,Moorhouse, M.F &Murr, A.C, 2014. Manual


DiagnosaKeperawatanRencana,
Intervensi&DokumentasiAsuhanKeperawatan,Edisi 3. Jakarta: EGC

Faruq, M. H. (2017). Upaya Penurunan Volume Cairan Pada Pasien gagal


Ginjal Kronis. 3-4. Diakses dari eprints.ums.ac.id
Helmi, Z. Noor, 2012. Buku Ajar Gangguan Moskuloskeletal.Jakarta:
Salemba Medika.
M.Bulecheck, G., K.Butcher, H., M.Dotchterman, J., & M.Wagner, C.
(2016).Nursing Intervention Classification (NIC). (R. D. Tumanggor,
Ed.) (VI). Singapore: Elsevier.

Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media


Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., L.Maas, M., & Swanson, E. (2016).Nursing
Outcome Classification (NOC).(I. Nurjannah & Roxsana Devi
Tumanggor, Eds.) (V). Singapore: Elsevier.

Sari, L. R. (2016). Upaya Mencegah Kelebihan Volume Cairan pada Pasien


Chronic Kidney Disease . 4. Diakses dari http://jurnal.usu.ac.id
T. Heaether Herdman, PhD, RN, F., & Kamitsuru, Shigemi PhD, RN, F.
(2018). NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020 (11th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Yusra. S,Nurlaily. E&Jamaludin. 2014. Perawatan Luka Post ORIF (Open


Reduction and Internal Fixation) Dengan NACL 0,9 % pada Pasien
Fraktur Tybia di Rumah Ny. D di Desa Jetis Kapuan Kudus. Vol: 1,
No: 1, Hal: 82-87
Ety Rosa Setyawati. Respon Pertumbuhan Mucuna Bacteriata L. Terhadap
Macam dan Konsentrasi Sumber Sitoksin Organik.Jurnal Pertanian
Intisper Yogyakarta. 2015:3(4) 22-23
Rena L. Pengembangan media pembelajaran pembelahan sel dengan
menggunakan macromedia flash untuk Kelas XII SMA. Edu Research
2015 3(2):133-138.
Damayanti Femin,Syubaannul Wathon. Peningkatan Peforma Pertumbuhan
Kultur Sel Fibroblas dan Aplikasinya Untuk Perbaikan Jaringan Yang
Rusak. Jurnal Bio Trends.2017:2(8) 32-33

Anda mungkin juga menyukai