Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan pada organ
reproduksi. Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan ( psikologis ibu, juga mengalami
perubahan. Dari yang semula belum memiliki anak, kemudian lahirlah seorang bayi
mungil nan lucu yang kini mendampingi ibu. Menjadi orang tua merupakan suatu krisis
tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi. Secara psikologi, seorang ibu
akan mengalami akan mengalami gejala - gejala psikiatrik setelah melahirkan. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh oleh seorang wanita dalam dalam menghadapi aktivitas dan
peran barunya sebagai ibu pada beberapa minggu atau bulan pertama setelah melahirkan
baik dari segi fisik maupun fisik. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan
baik, tetapi ada sebagian lainnya yang tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan – gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindrom yang oleh yang
oleh para peneliti dan klinisi disebut Depresi Post Partum.
Masa nifas akan menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan pada organ
reproduksi. Begitupun halnya dengan kondisi kejiwaan ( psikologis ibu, juga mengalami
perubahan. Dari yang semula belum memiliki anak, kemudian lahirlah seorang bayi
mungil nan lucu yang kini mendampingi ibu. Menjadi orang tua merupakan suatu krisis
tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi. Secara psikologi, seorang ibu
akan mengalami akan mengalami gejala - gejala psikiatrik setelah melahirkan. Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh oleh seorang wanita dalam dalam menghadapi aktivitas dan
peran barunya sebagai ibu pada beberapa minggu atau bulan pertama setelah melahirkan
baik dari segi fisik maupun fisik.
Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat
mengembalikan alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu
sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.(Ilmui kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana, Manuaba, hal 195).
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih kembali seperti keadaan seblum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genital ini
dalam keseluruhannya disebit involusi.

1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memahami konsep dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada ibu nifas
dengan gangguan psikologis

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada ibu nifas dengan
gangguan psikologis.
b. Mahasiswa dapat menentukan diagnosa keperawatan pada ibu nifas dengan
gangguan psikologis.
c. Mahasiswa dapat menentukan intervensi keperawatan pada ibu nifas dengan
gangguan psikologis.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Depresi postpartum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh episode menangis
ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10 hari pertama setelah melahirkan.
Psikosa postpartum adalah gangguan kepribadian derajat berat yang mengurangi
kemampuan fungsi tanggung jawab ibu. Gejala-gejala ini diklasifikasikan sebagai
psikologis manik depresi, psikologis postpartum, skizofrenia, dan keadaan
kebingungngan tiksik (toxic confusion).
Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan
berlangsung 30 hari. Depresi post partum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun
1988. Depresi post partum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan , mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido.
Tingkat keparahan depresi post partum bevariasi. Keadaan ekstrim yang paling ringan
yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung sangat cepat pada masa
awal post partum, yang disebut dengan “ baby blues/ maternity blues”. Gangguan post
partum yang paling berat disebut “psikosis/psikosa post partum atau melankolia”.
Diantara dua keadaan ekstrim tersebut terdapat keadaan yang mempunyai tingkat
keparahan sedang yaitu “depressi post partum/neurosa post partum” . (Regina , 2011)

B. Etiologi
Penyebab depresi postpartum belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan
merupakan kombinasi dari aspek biologis, psikososial, dan stress situasional (beck,
1999). Ini juga berhubungan dengan latar belakang depresi personal atau keluarga,
dukungan social yang rendah, serta, serta masalah selama kehamilan dan kelahiran
(Steward dan Robinson, 1998).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko gangguan.

a. Flukturasi hormon seiring dengan kelahiran.


b. Latar belakang depresi, gangguan mental.
c. Kesulitan berhubungan dengan orang terdekat.
d. Kemarahan terhadap kehamilan.
e. Perasaan terisolasi atau tidak ada dukungan dari keluarga .

3
f. Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial, dan melahirkan bayi cacat.
g. Kehamilan yang tidak di inginkan.

C. Manifestasi kinis
1. Postpartum
Depresi ringan, menangis, perasaan kehilangan, dan kelelahan kosentrasi menurun.
2. Affective (neurotic) depression
Mencakup tahap ansietas, fobia, ketakutan akan membahayakan bayi, berat badan,
insomnia, mudah tersinggung, perasaan bersalah, bahkan apatis.
3. Women with borderline depression personalities
Bisa berfluktuasi dan neurotik depresi ke pisikotik.
4. Postpartum psychosis
Delusi, halusinasi, disorientasi, serta rasa marah terhadap dirisendiri dan bayi.

D. PERUBAHAN PSIKOLOGIS DALAM MASA NIFAS


1. Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama
pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang
diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah
gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung
menjadi pasif terhadap lingkungannya.
Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah sebagai
berikut :
 Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang bayinya
misalkan : jenis kelamin tertentu , warna kulit , dan sebagainya.
 Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu misalnya
rasa mules akibat kontraksi rahim , payudara bengkak dan akibat jahitan
 Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
 Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan
cenderung melihat saja tanpa membantu

4
2. Fase Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold,
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung
jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan
karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya.
Keadaan ini disebut dengan baby blues, yang disebabkan oleh perubahan perasaan
yang dialami ibu saat hamil, sehingga sulit menerima kahadiran bayinya. Perubahan
perasaan ini merupakan respon alami terhadap rasa lelah yang dirasakan.
Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi akibat
persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya dapat
dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat mengantisipasi
hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu dan mengenal
suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang lebih mendalam
terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang
merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang
dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri
dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap
menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi
hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang
dialaminya tidak bertambah berat.
Gejala-gejalanya antara lain :
Sangat emosional, sedih, khawatir, kurang percaya diri, mudah tersinggung, merasa
hilang semangat, menangis tanpa sebab jelas, kurang merasa menerima bayi yang
baru dilahirkan, sangat kelelahan, harga diri rendah, tidak sabaran, terlalu sensitive,
mudah marah dan gelisah.

5
3. Fase Letting Go
fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan fase dimana ibu sudah
menyesuaikan diri , merawat diri dan bayinya serta kepercayaan diri ibu sudah
meningkat .
 Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.
 Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus beradaptasi
dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya
hai ibu dalam kebebasan dan berhubungan social.
 Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.

E. KLASIFIKASI
1. Postpartum blues
Tipe paling banyak dari depresi postpartum adalah postpartum blues, yang
merupakan suatu gangguan penyesuaian terhadap kehidupan baru (kelahiran). Ibu
mengalami depresi selama masa depresi selama masa transisi tersebut kurang dari 1-
14 hari dengan puncak pada hari kelima.
Dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan, tetapi bila tidak
ditatalaksanai dengan baik dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi wanita
yang mengalaminya, dan bahkan gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan
yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis salin yang mempunyai dampak lebih
buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan
anknya.
Banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara
lain:
 Faktor hormonal
Yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh
pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi
aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood
dan kejadian depresi

6
a) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
b) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
c) Latar belakang psikososial ibu
d) Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Adapun gejala yang biasa muncul yaitu Depresi ringan, menangis, perasaan
kehilangan, dan kelelahan kosentrasi menurun.
1. Severa postpartum depression
Disebut juga affective neurotic depression. Terjadi dengan singkat setelah
kelahiran, tetapi mungkin tidak terdiagnosis untuk beberapa bulan postpartum. Ibu
akan mengalami pengalaman yang mendalam berupa perasaaan kehilangan dan
kesediahan yang menetap, diikuti oleh kecemasan, mudah tersinggung, gangguan
tidur, kurang nafsu makan, dan perasaan bersalah.
2. Women with borderline personalities
Ibu pada ambang gangguan emosi mempunyai beberapa gejala sperti diatas,
tetapi ditambah oleh perasaan putus asa, hampa, dan tak berguna. Perasaan ini
bisa saja timbul sebelum kehamilan, tapi menonjol saat kelahiran. Gejala yang
muncul adalah Bisa berfluktuasi dan neurotik depresi ke pisikotik.
3. Postpartum psychosis
Ibu dengan depresi psikotik kehilangan kontak dengan realita dan mengalami
delusi dan disorientasi. Umumnya berhubungan dengan kesehatan bayi. Gejala
yang terlihat pada post partu, psychosis adalah , halusinasi, disorientasi, serta rasa
marah terhadap dirisendiri dan bayi.

F. PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat
sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk :
1. Beristirahat ketika bayi sudah tidur
2. Berolahraga ringan, serta ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
3. Tidak perfeksionis dalam hal mengurus bayi
4. Komunikasikan rasa cemas dan kekhawatiran kepada orang terdekat
5. Berusaha berbaur dengan ibu-ibu baru
6. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tim medis

7
G. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat depresi postpartum, yaitu
1. Gangguan jiwa dapat meliputi munculnya gejala:
 Waham
 Halusinasi
 Kerusakan psikoafektif
2. Risiko bunuh diri/mencederai diri
3. Risiko mencederai anak

H. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Terapi terbaik dari depresi tersebut adalah kombinasi dari psikoterapi, dukungan
social, dan medikasi. Beberapa wanita mungkin membutuhkan ETC. Psikoterapi
mungkin lebih berguna dalam membantu ibu untuk mengatasi perubahan hidup
mereka. Pasangan dan keluarga terdekat harus ikut dalam sesi konseling, sehingga
mereka bisa memahami apa yang mereka butuhkan.
2. Pengobatan psikoterapi
Pengobatan psikoterapi, obat-obatan penenang, dan peningkatan suasana hati atau
gabungan obat-obat ini ini dapat dapat diindikasikan. Terapi spesifik bergantung
pada sifat gangguan psikiatri yang terdapat pada ibu.
3. Antidepresan
Antidepresan sering digunakan untuk depresi postpartum dan mungkin di
teruskan selama 6 bulan atau lebih. Jika ibu ingin melanjutkan pemberian ASI, obat-
obatan yang digunakan harus aman selama laktasi, karena hal ini dapat
mempengaruhi proses bonding (Laurence dan Laurence, 1999).
4. Rawat inap
Rawat inap mungkin di perlukan untuk mencegah cedera diri atau kekejaman
terhadap janin. Rawat inap mungkin diperlukan bila ada ansietas yang tidak
tertahankan atau kelainan tingkah laku yg tidak dapat di control.

8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat
perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan
dari gangguan tertentu. Rencana individu di dasarkanpada karakteristik wanita dan
keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami
gangguan emosional akibat perilaku wanita tersebut. Pengkajian pada pasien depresi
postpartum dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record
dan lain-lain
2. Keluhan utama
Mudah marah, cemas, melukai diri sendiri
3. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang :
Pada ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih,
murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri
 Riwayat kesehatan dulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien
 Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien
4. Riwayat persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran
itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi
diri. Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana
tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina
dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat
berbeda dari yang diharapkan, orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa
mencapai yang telah direncanakan sebelumnya.

9
Apa yang di rasakan oleh orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti
akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua
5. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan
citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhinya sekseualitasnya.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah
melahirkan seringkali menimbulkankekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru
melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut
merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan
jaringan perineum.
6. Interaksi orang tua bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi
orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif.
Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini
kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami
kesulitan untuk menjadi orang tua baru sampai akhirnya keterampilan mereka
membaik.
Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan
perlindungan anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini,
terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru
lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
7. Perilaku adaptif dan perilaku maladatif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon
social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya.
Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita
karena kehadiran bayinya dank arena tugas-tugas yang diselesaikan untuk bersama
anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi
yang diperlihatkan bayi yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika mereka
dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasakan tingkat kelelahan bayi.
Perilaku maladatif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak

10
mereka. Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak
merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan
atau mengganti pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua
tidak mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh
bayi, seperti rasa lapar, lelah, keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk
dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima
anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
8. Kebiasaan sehari-hari
 Kebersihan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan kurang)
 Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan tidur atau gelisah
 Data sosek
Biasanya gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah
 Data psikologis
Biasanya klien murung, gelisah, rasa tidak percaya kepada orang lain, cemas,
menarik diri
9. Pemeriksaan fisik
 Aktivitas/istirahat, biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu
 Sirkulasi, biasanya nadi dan tekanan darah meningkat
 Eliminasi, biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare
 Makanan/cairan, biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus membrane
mukosa kering
 Neurosensori, biasanya klien mengeluh sakit kepala
 Pernafasan cepat dan dangkal
 Nyeri dan ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala
 Integritas ego, biasanya klien ansietas dan gelisah
 Seksualitas terganggu dan penurunan libido
 TTV, nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD meningkat

11
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. resiko kekerasan terhadap diri berhubungan dengan gangguan mental depresi
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri
rendah)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa kep NOC NIC
resiko kekerasan Kontrol impuls Membantu mengontrol marah
Indikator:
terhadap diri
 Mengidentifikasi  Bina Hubungan saling
berhubungan dengan perilaku impulsive percaya
gangguan mental
yang berbahaya  Gunakan ketenangan
 Mengidentifikasi  Anjurkan pasien
depresi perasaan yang menemui perawat bila
menyebabkan perilaku ada perasaan marah
impulsive  Cegah klien melukai
 Mengidentifikasi fisik baik pada diri
perilaku yang sendiri maupun orang
menyebabkan perilaku lain bila marah
impulsive  Ajarkan cara
 Mengidentifikasi mengekspresikan
konsekuensi tindakan marah secara fisik
impulsive bagi diri (memukul bantal,
dan orang lain. Olahraga, menulis)
 Mengenal risiko  Bantu pasien
lingkungan mengidentifikasi
 Mengatakan dapat penyebab marah
mengontrol impuls  Identifikasi
 Mencari bantuan bila konsekuensi dalam
terdapat impuls mengekspresikan
 Mengidentifikasi marah
dukungan sosial  Bantu pasien dalam
 Menguatkan kontrak merencanakan untuk
untuk menguatkan mencegah marah
perilaku  Identifikasi bersama
 Menjaga control diri pasien keuntungan
walau tidak diawasi. mengekspresikan
marah secara adaptif
dan tidak melukai
Pengendalian merusak diri  Anjurkan pasien
Indikator: menggunakan
 Mencari bantuan bila ketenangan (nafas
ada perasaan ingin dalam)
merusak diri  Bantu pasien
 Secara verbal mengembangkan
mengontrol impuls metode

12
 memperkuat kontrak mengekspresikan
tidak akan melukai marah pada orang lain
diri secara asertif
 Menjaga control
impuls walau tidak
diawasi
Tidak melukai diri Manajemen perilaku ;
melukai diri sendiri
Kegiatan:
 Tetapkan motif atau
alasan dari perilaku
merusak diri
 Pindahkan benda-
benda yang
membahayakan dari
lingkungan pasien.
 Lakukan restrain
untuk membatasi
pergerakan dan
kemampuan untuk
melukai diri.
 Monitor pasien dan
lingkungan secara
terus menerus.
 Komunikasikan resiko
kepada petugas lain.
 Anjurkan pasien
menggunakan strategi
koping (latihan asertif,
latihan kontrol impuls,
dan relaksasi
progresif).
 Antisipasi situasi yang
memicu tindakan
melukai diri dan
tindakan untuk
mencegahnya.
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
situai atau perasaan
yang dapat melukai
diri.
 Anjurkan pasien
untuk menemui
perawat apabila ada
pikiran untuk melukai
diri.
 Ajarkan dan berikan
penguatan kepada

13
pasien tentang
perilaku koping yang
efektif dan ekspresi
perasaan yang sesuai.

Manajemen lingkungan;
pencegahan kekerasan
Kegiatan:
 Jauhkan benda tajam,
tali dari lingkungan.
 Teliti lingkungan
secara rutin untuk
menghindari bahaya.
 Tempatkan tempat
tidur pasien dekat
kamar perawat.
 Berikan alat makan
dari plastik atau
kertas.
 Batasi pasien
menggunakan benda-
benda tajam.
 Monitor pasien
selama menggunakan
benda tajam (misalnya
cukur rambut).
 Tempatkan pasien
yang resiko melukai
diri sendiri dengan
teman sekamar, untuk
mengurangi isolasi
dan kemungkinan
melukai diri.
 Untuk pasien yang
beresiko melukai
orang lain, tempatkan
di kamar sendiri.

Kerusakan interaksi Indikator: Modifikasi perilaku;


 Keterbukaan ketrampilan sosial
sosial berhubungan
 Penerimaan Kegiatan:

14
dengan gangguan  Kooperatif  Bantu pasien
konsep diri (harga diri  Sensitif mengidentifikasi
 Asertif masalah interpersonal
rendah)  Konfrontasi yang menyebabkan
 Perhatian penurunan
 Kesejatian berinteraksi dengan
 Kehangatan orang lain.
 Ketenangan  Dorong pasien untuk
mengungkapkan
 Relaksasi
perasaannya yang
 Kompromi
berhubungan dengan
problem interpersonal.
 Bantu pasien
mengidentifikasi
pemecahan masalah
tersebut.
 Bantu pasien
mengidentifikasi
tindakan yang
mungkin dan
konsekuensi dari
berhubungan dengan
orang lain.
 Identifikasi
ketrampilan
berinteraksi dengan
orang lain yang
spesifik yang akan
menjadi focus latihan.
 Bantu pasien
mengidentifikasi
langkah-langkah yang
harus dilakukan untuk
mencapai target
berinteraksi dengan
orang lain.
 Tetapkan model yang
mendemonstrasikan
langkah perilaku
dalam situasi yang
berarti bagi pasien.
 Bantu pasien untuk
bermain peran
berinteraksi dengan
orang lain.
 Berikan reinforcement
atas kemampuan
pasien dalam
berinteraksi dengan

15
orang lain.
 Ajarkan pada
keluarga, teman,
tentang tujuan dan
proses latihan
berinteraksi sosial.
 Libatkan orang yang
berarti bagi pasien
dalam latihan
berinteraksi sosial
(role play) dengan
pasien.
 Berikan umpan balik
kepada pasien dan
orang yang berarti
bagi pasien tentang
kesesuaian dalam
latihan.
 Anjurkan
pasien/orang yang
berarti bagi pasien
untuk mengevaluasi
hasil dari latihan
berinteraksi sosial,
berikan reward untuk
hasil positif dan
pemecahan masalah
untuk hasil yang
negatif.

16
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses adapatasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan,menjelang proses
kehamilan maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut kecemasan seorang wanita
dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas
merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan
peran seorang ibu memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah
Gangguan psikologi post partum diantaranya depresi post parum, post partum blues.
Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues
dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam
minggu pertama setelah persalinan.
Depresi post partum adalah tekanan jiwa sesudah melahirkan mungkin seorang ibu
bru akan merasa benar-benar tidak berdya dan merasa serba kurang mampu,tertindih oleh
beban terhadap tangung jawab terhadap bayi dan keluarganya,tidak bisa melakukan
apapuan untuk menghilangakan perasaan itu.Depresi post partum dapat berlangsung
selama 3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain lebih berat atau lebih
ringan.Gejalanya sama saja tetapi di samping itu,ibu mungkin terlalu memikirkan
kesehatan bayinya dan kemampuanya sebagai seorang ibu.

B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sunarsih, Tri dan Vivian Nanny Lia Dewi . 2011 . Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Jakarta: Salemba Medika
Dahro, Ahmad . 2012. Psikologi Kebidanan Analisis Perilaku Wanita Untuk Kesehatan.
Jakarta : Salemba Medika
asuhankebidanan.net/2011/asuhan-kebidanan-ibu-postpartum-di-rumah

18

Anda mungkin juga menyukai