BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi adalah suatu keadaan saat tubuh kemasukan bibit penyakit (kuman)
sehingga menimbulkan gejala demam atau panas tubuh sebagai suatu reaksi tubuh
menolak antigen (kuman) agar dapat melumpuhkan atau mematikan kuman
tersebut.Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan mikroorganisme
lainnya.Dalam makalah ini kami membahas infeksi virus yang dapat ditularkan
seperti Tuberkulosis,Diare,Tifoid, dan Kusta.
Diare (berasal dari bahasa Yunani dan Latin: dia, artinya melewati, dan
rheein, yang artinya mengalir atau lari) merupakan masalah umum untuk orang
yang menderita “pengeluaran feses yang terlalu cepat atau terlalu encer”
(Goodman dan Gilman, 2003). Diare adalah meningkatnya frekuensi dan
berkurangnya konsistensi buang air besar (BAB) dibanding dengan pola BAB
normalnya. Terjadinya BAB 3x atau lebih dalam sehari dengan konsistensi
lembek atau cair yang tidak seperti biasanya, yang biasanya hanya dua atau tiga
kali dalam seminggu (Yulinah, 2008).
2
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO 3
“Infeksi Bakteri”
Klarifikasi Istilah
1. Diare
Diare adalah suatu penyakit dimana fases mengalami perubahan menjadi
cair terjadi paling sedikit 3x dalam 24 jam.
2. Korengan
Korengan adalah suatu luka yang membusuk dan bernanah.
3. Kejadian luar biasa
Kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematianyang bermakna secara epidermiologis pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat
menjurus pada kejadian wabah.
4. Komprehensif
Komprehensif berati menyeluruh, bersifat luas dan lengkap
5
5. Parastesia
Parastesia adalah suatu kondisi dimana tubuh mengalami sensasi panas
seperti,tertusuk-tusuk jarum, mati rasa atau kekebasan.
1.1 Menetapkan Masalah
1. Bagaimana cara penularan dari ke 4 penyakit tersebut?
2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus skenario?
3. Apakah di perlukan pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut?
4. Apa etiologi dari ke 4 pasien tersebut?
5. Bagaimana pencegahan untuk ke 4 penyakit tersebut?
6. Apa saja gejala klinis dari kasus tersebut?
7. Apa saja manifestasi yang terdapat pada rongga mulut dari penyakit
tersebut?
8. Apa yang menyebabkan pasien mengalami parestesi?
9. Apakah ada komplikasi pada masing-masing kasus tersebut?
10. Apa suspek untuk ke 4 pasien tersebut?
Pasien diare
- Antibiotik flurokuinolon
- Mengkonsumsi oralit
- Memberikan rimfapisin,
7. Apa saja manifestasi yang terdapat pada rongga mulut dari penyakit
tersebut?
- Pasien TBC
- Manifestasi pada rongga mulut biasanya ada pigmentasi tapi terlihat datar.
- Xerostomia
- Pasien kusta
- Mati rasa, kelemahan pada otot.
- Cacat progresif,hilang alis dan bulu mata,jari jemari hilang .
-
10. Apa suspek untuk ke 4 pasien tersebut?
- Pada pasien 1 menderita TBC ,Pasien ke-3 menderita demam typoid
- pasien ke- 2 menderita diare,pasien ke-4 menderita kusta
- kusta biasanya menyerang syaraf tepi kulit sehingga mengalami parastesi
1.3 Menganalisis Permasalahan
Penyakit Endemik
Bakteri
Pemeriksaan
Gejala Klinis
Etiologi
Patogenesis
Penularan
Pencegahan
Prognosis
Penatalaksanaan
Dalam step ini kami melakukan belajar mandiri, yaitu dengan mencari
berbagai literature yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran baik dari
internet, buku, maupun dari pakarnya langsung.
Cina'pen tsao'sekitar 5000 tahun yang lalu. Pada tahun 1882, lmuwan Robert
Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis, yang merupakan penyebab
penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama'
Mycobacterium tuberculosis'.
b. DIARE
Diare adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi cair yang
biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Di negara berkembang diare
adalah penyebab kematian paling umum. Diare merupakan penyebab kurang gizi
yang penting terutama pada anak. Diare menyebabkan anoreksia (kurangnya nafsu
makan) sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap
usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada
anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan
menyebabkan kekurangan gizi. Jika hal ini berlangsung terus-menerus akan
mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak. Diare dibedakan menjadi dua
berdasarkan waktu serangan (onset), yaitu:
1. keadaan lingkungan,
2. pbrilaku masyarakat,
3. pelayananmasyarakat
4. gizi,
5. kependudukan,
6. pendidikan,
c. TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella
typhi yang mempunyai ciri-ciri basil Gram negatif.
d. KUSTA
Kusta berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau
lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman.
Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae. Kusta
menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah
tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan
atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Penyakit kusta
adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah yang sangat
kompleks. Masalah yang ada bukan saja dari segi medisnya, tetapi juga masalah
sosial, ekonomi, budaya, serta keamanan dan ketahanan nasjonal. Penyakit kusta
merupakan salah satu manifestasi kemiskinan karena kenyataannya sebagian besar
penderita kusta berasal dari golongan ekonomi lemah. Penyakit kusta bila tidak
ditangani dengan cermat dapat menyebabkan cacat, dan keadaan ini menjadi
penghalang bagi pasien kusta dalam menjalani kehidupan bermasyarakat untuk
memenuhi kebutuhan sosial ekonominya.
1.Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
13
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,
serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa,
kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura.
Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa,
terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran
kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”
2. Pemeriksaan Bakteriologik
3. Pemeriksaan mikroskopik:
sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah • Netralkan
reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke dalam
tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan • Sedimen ini
selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga dipakai untuk
biakan M.tuberculosis ) lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali
pemeriksaan ialah bila : 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif 1 kali
positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali
negatif → Mikroskopik positif bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau
IUATLD
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : •
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah • Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh
bayangan opak berawan atau nodular • Bayangan bercak milier • Efusi pleura
unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai
16
lesi TB inaktif • Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas •
Kalsifikasi atau fibrotik • Kompleks ranke • Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru
dan atau penebalan pleura Luluh Paru (Destroyed Lung ) : • Gambaran radiologik
yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis
disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut. • Perlu dilakukan
pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit Luas lesi
yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb
(terutama pada kasus BTA dahak negatif) : • Lesi minimal , bila proses mengenai
sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan
tidak dijumpai kaviti • Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara
lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. b.
Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada
suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke
dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik
anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit,
maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji
yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi d. ICT Uji Immunochromatographic
tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi
M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB
yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik
(2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum
yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian
serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi
IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi
harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa dipakai sebagai pegangan
untuk diagnosis.
ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis.
7. Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta
cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis
cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
10. Uji tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi
infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan
prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
19
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya
atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis
tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi
HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan
kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya
menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan
dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon
imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang
bersangkutan (M.tuberculosis).
b. DIARE
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas
darah dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14 Pemeriksaan radiologis seperti
sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi
diare akut infeksi.
c. TIFOID
d. KUSTA
Pemeriksaan Serologi
klinis dan bakteriologis tidak jelas. Karena yang diperiksa adalah antibodi spesifik
terhadap basil kusta maka bila ditemukan antibodi dalam titer yang cukup tinggi
pada seseorang maka patutlah dicurigai orang tersebut telah terinfeksi oleh
M.leprae. Pada kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya penyakit
kusta namun di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik terhadap basil kusta
dalam kadar yang cukup tinggi.
Gejala utama pada tersangka TBC adalah: . batuk berdahak lebih dari tiga
minggu, . batuk berdarah, . sesak napas, . nyeri dada. Gejala lainnya adalah
berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat
badan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment
shortcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus
selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat
ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak
penderrta harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.
b. DIARE
1. Gejala umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare,
2. Gejala spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
2. Gangguan sirkulasi Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam
waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan,
pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh
berkurangnya volume darah (hipovolemia)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam
tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu
meningkatkan pH arteri.
5. Gangguan gizi Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang
dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi).
25
c. TIFOID
Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam terutama sore/ malam
hari,sakit kepala,nyeri otot,anoreksia,mual, muntah, obstipasi atau diare. Demam
merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita
demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi
parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam
tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih
mungkindisebabkanolehmalaria.Namundemikian demam tifoid dan malaria dapat
timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam
tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,disisi lainS. typhijuga dapat menembus
sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang
mendominasi gambaran klinis,yaitu konfusi,stupor,psikotik atau koma. Nyeri
perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Padatahap lanjut dapat
muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.
d. KUSTA
b. DIARE
4. Keracunan makanan.
7. lmunodefisiensi: AIDS"
c. TIFOID
d. KUSTA
Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk
pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam
alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman
tuberkulosis yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu
terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk
dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB
28
Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya efusi pleura. Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar
adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak
sehat, pemukiman padat dankumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis,
sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti
kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.
Penderita tuberkulosis paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh
(BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali
dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan obat
antituberkulosis (OAT) tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simtomatis. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penderita yang
menggunakan obat tidak sesuai atau patuh dengan jadwal atau dosisnya.
Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman
pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.
2. Penularan tuberculosis
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
29
Patogenesis diare akut : yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke
dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu
berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan
toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare
Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan
elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat
30
2. Penularan diare
c. TIFOID
1. Pathogenesis tifoid
oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di
dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
2. Penularan tifoid
Penularan penyakit ini adalah melalui air dan makanan yang terinfeksi
Salmonella typhi. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan.
Dengan adanya penularan tersebut dapat dipastikan higyene makanan dan higyene
personal sangat berperan dalam masuknya bakteri ke dalam makanan (Kusuma,
2015).
d. KUSTA
1. Pathogenesis kusta
sejenis invasi basil kusta pada perineum, sel schwnn sendiri merupakan sejenis
fagosit yang bisa menangkap antigen seperti M. leprae, tetapi tidak dapat
menghancurkannya karena sel tersebut tidak mempunyai MHC klas II yang
mampu berikatan dengan SD4 limfosit, akibatnya basil kusta dapat berkembang
biak di sel schwann (Agusni, 2003). Sel schwann seterusnya mengalami kematian
dan pecah, lalu basil kusta dikenali oleh sistem imunitas tubuh host, tubuh
melakukan proteksi melalui 2 (dua) aspek yaitu imunitas non-sepesifik dan
spesifik, makrofag menjadi aktif memfagosit dan membersihkan dari semua yang
tidak dikenali (non-self). Peran Cell Mediated Immunity sebagai proteksi kedua
tubuh mulai mengenali DNA mengidentifikasi antigen dari M. leprae. Ternyata
makrofag mampu menelan M. leprae tetapi tidak mampu mencernanya. Limfosit
akan membantu makrofag untuk menghasilkan enzim dan juices agar proses
pencernaan dan pelumatan berhasil. Keterkaitan humoral immunity dan Cell
Mediated Immunity dalam membunuh basil kusta dapat memunculkan rentangan
spektrum gambaran klinik penyakit kusta seperti tipe Tuberkuloid – Tuberkuloid
(TT), tipe Borderline Tuberkuloid (BT), tipe Borgerline – Borderline (BB), tipe
Borderline Lepromatous (BL) dan tipe Lepromatous – Lepromatous
2. Penularan kusta
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB)
kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti
belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta
dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi
seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor
antara lain :Faktor Sumber Penularan.Sumber penulatan adalah penderita kusta
tipe MB. Penderita MB inipun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat
teratur.Faktor Kuman Kusta.Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia
antara 1 – 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuamn
kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan.Faktor Daya
Tahan Tubuh.Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari
hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut:
33
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena penyakit
TBC Paru :
2.Gunakan Masker
Selalu sediakan masker saat berada di tempat umum terutama dalam ruangan
tertutup seperti bus, pesawat, kereta api, dan mal. Masker dapat mencegah
penyebaran kuman TBC.
b. DIARE
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena diare :
Diare sering disebabkan karena kuman atau bakteri yang masuk kedalam
tubuh melalui kulit. Ditempat yang becek atau banyak genangan air sering
menjadi tempat bersarangnya kuman dan bakteri. Bakteri dan kuman dapat masuk
kedalam tubuh melalui kulit kaki yaitu pada pori-pori kulit kita. Untuk mencegah
masuknya kuman atau bakteri penyebab diare maka pakailah alas kaki, apalagi
jika kita berada di tempat-tempat yang rentan terdapat banyak kuman dan bakteri
seperti jamban, maka pakailah alas kaki sebagai usaha cara mencegah diare
dan berbagai penyakit yang masuk.Alas kaki yang anda pakai pilihlah yang
nyaman agar anda bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Apabila musim hujan
lebih sering terdapat genangan air di berbagai tempat sehingga anda harus lebih
perhatian dan hati-hati dalam menjaga kesehatan dan kebersihan tubuh anda.
Tangan merupakan anggota tubuh kita yang sangat sering melakukan aktivitas
daripada anggota tubuh lainnya. Karena seringnya melakukan aktivitas sehingga
lebih rentan terdapat kuman ataupun bakteri akibat tertempel dari berbagia benda
yang kita pegang seperti memegang buku yang usang, memegang tangga ketika di
mall yang tangga itu telah dipegang oleh banyak orang yang tangannya belum
tentu bersih dari kuman dan bakteri. Untuk itu kita dianjurkan minimal mencuci
tangan setelah melakukan kegiatan, sebelum makan, setelah makan, setelah buang
air besar serta sebelum memegang bayi.Cuci tangan anda dengan menggunakan
sabun agar kuman dan bakteri benar-benar mati sehingga, tangan anda steril dan
bersih dari kuman dan bakteri. Tanamkan kebiasaan cuci tangan pada diri anda
serta pada keluarga anda terutama pada anak-anak. Kebiasaan mencuci tangan
35
pada anak-anak akan menjadi kebiasaan yang baik untuk menjaga kebersihan
serta kesehatan tubuh sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.
Lingkungan tempat kita tinggal dan tempat kita beraktifitas seperti kerja
sangat perlu dijaga kebersihannya. Lingkungan yang bersih akan menjadikan
tubuh kita terhindar dari berbagai penyebab penyakit termasuk penyakit diare.
kebersihan lingkungan mencakup kebersihan rumah, halaman rumah, serta
selokan belakang rumah. Selokan yang mampet dapat menyebabkan mampetnya
air sehingga menciptakan genangan air yang dapat menjadi sarang berbagai bibit
penyakit.Sampah yang ada juga harus dikelola dengan baik agar tidak
menimbulkan banyak lalat menghinggapi. Bahaya makanan yang dihinggapi
lalat merupakan salah satu hewan yang dapat menghantarkan bibit penyakit. Bibit
penyakit yang dapat menyebabkan anda sakit perut serta diare jika dikonsumsi.
Makanan yang masih ada simpanlah di dalam kulkas sehingga aman dari
berbagai bakteri dan kuman. Suhu kulkas yang dingin tidak mampu ditembus
kuman atau bakteri, mereka tidak nyaman berada pada suhu yang rendah.
36
Sebelum makanan akan dimakan kembali maka panasi terlebih dahulu. bakteri
dan kuman juga tidak bisa berada di suhu yang tinggi sehingga jika makanan
dipanasi atau dimasak pada suhu yang tinggi akan mematikan kuman dan bakteri
yang menempel pada makanan.Langkah ini dilakukan agar makanan yang kita
konsumsi selain enak juga sehat sehingga masuk ke dalam tubuh kita bisa
menjaga sumber tenaga bukan sumber penyakit. Makanan yang masuk kedalam
tubuh kita tetapi tidak steril maka dapat menjadikan sumber penyakit. Maka kita
harus sangat berhati-hati dengan makanan yang akan kita konsumsi.
Air merupakan sumber kehidupan bagi kita. Air mempunyai manfaat sangat
banyak untuk kehidupan dan tubuh kita. Tetapi hati-hati dalam menggunakan air
karena jika kita tidak jeli didalam air banyak terdapat kuman atau bakteri jika air
tidak dimasak, dipanaskan dengan sinar matahari ataupun dengan proses
kloronasi.
c. TIFOID
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terkena demam
tifoid ,yaitu sebagai berikut:
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah mengolah makanan dan minuman, serta
setelah buang air kecil atau besar, maupun usai membersihkan kotoran,
misalnya saat mencuci popok bayi.
2. Jika ingin bepergian ke tempat yang memiliki kasus penyebaran tifus,
sebaiknya pastikan air yang akan diminum sudah direbus sampai matang.
3. Jika harus membeli minuman, sebaiknya beli air minum dalam kemasan.
4. Kurangi membeli jajanan secara sembarangan di pinggir jalan, karena
mudah sekali terpapar bakteri.
5. Hindari mengonsumsi es batu yang bukan dibuat sendiri.
37
d. KUSTA
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit kusta :
Menjaga daya tahan tubuh adalah langkah awal yang harus Anda lakukan.
Mulai dari mengatur pola makan dan memperhatikan jenis makanan yang
dikonsumsi, menjaga tubuh agar dapat beristirahat cukup, dan rutin melakukan
olahraga 3-4 kali dalam seminggu. Agar lebih optimal, Anda juga bisa
mengonsumsi suplemen vitamin untuk mendukung kesehatan Anda.
Kuman lepra bertahan hidup di luar tubuh manusia selama 24-48 jam atau
bisa lebih, tergantung pada suhu di sekitarnya. Karena semakin panas udara di
luar, semakin cepat kuman lepra akan mati. Perhatikan ventilasi di rumah atau
tempat kerja Anda. Pastikan sinar matahari bisa masuk ke dalam rumah, terutama
ke daerah yang lembap.
38
Mengonsumsi obat dan kontrol ke dokter atau fasilitas kesehatan secara rutin
dapat memutus rantai penularan kusta. Pengobatan yang rutin ini bisa mencegah
terjadinya kecacatan yang permanen pada penderita kusta.
Prognosis tuberkulosis paru (TB paru) tergantung pada diagnosis dini dan
pengobatan. Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih
buruk.
39
b. DIARE
c. TIFOID
Prognosis penyakit kusta bergantung pada tipe kusta apa yang diderita oleh
pasien, akses ke pelayanan kesehatan, dan penanganan awal yang diterima oleh
pasien.Relaps pada penderita kusta terjadi sebesar 0,01 – 0,14 % per tahun dalam
10 tahun. Perlu diperhatikan terjadinya resistensi terhadap dapson atau
rifampisin.Karena berkurangnya kemampuan imunitas tubuh, kehamilan pada
pasien kusta wanita yang berusia dibawah 40 tahun dapat mempercepat timbulnya
relaps atau reaksi, terutama reaksi tipe 2. Secara keseluruhan, prognosis kusta
pada anak lebih baik karena pada anak jarang terjadi reaksi kusta
1) Rifampisin
Rifampisin ; 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau (BB > 60
kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg, Dosis intermiten
600 mg / kali) Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,
keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses
metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada
penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir. Efek samping ringan yang
dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :
2) Isoniazid (INH)
Dosis yang diberikan untuk obat INH adalah 5 mg/kg BB, maksimal
300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau (300
mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali). Efek samping ringan dapat
berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin
dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan
tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai
defisiensi piridoksin (syndrom pellagra). Efek samping berat dapat berupa
hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan
pedoman TB pada keadaan khusus.
3) Pirazinamid
Obat ini digunakan pada saat fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X
semingggu, 50 mg /kg BB 2 X semingggu atau : BB > 60 kg : 1500 mg, BB
40-60 kg : 1 000 mg, BB < 40 kg : 750 mg Efek samping utama ialah hepatitis
41
4) Streptomisin
Pada obat streptomisin ini di berikan dosis 15mg/kgBB atau (BB >60kg :
1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB). Efek samping
utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
penderita.
5) Etambutol
Untuk obat ini diberikan fase intensif dengan dosis 20mg /kg BB, fase
lanjutan 15 mg/kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X
seminggu atau : (BB >60kg : 1500 mg, BB 40 -60 kg : 1000 mg, BB < 40 kg :
750 mg, Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali). Etambutol dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk
warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25
mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.
Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi TBC.
b. DIARE
1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatiakn derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a) Pemberian cairan pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang
42
Cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karenapada anak di atas
umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. Pada anak dibawah 6 bulan
dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap
sering disebut : oralit.
b) Cairan parontenal
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai
dengan kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantugn tersedianya
cairan stempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan
tergantung berat / rignan dehidrasi, yang diperhitugnkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan BB-nya.
- Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
- Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25-50 ml / kg BB per oral
selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50-100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari
- Dehidrasi berat Tergantung pada umur dan BB pasien.
2) Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB
kurang dari 7 kg jenis makanan :
- Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
- Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak
tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu
dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang /
tidak sejuh.
43
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang
melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
- Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5-1 mg / kg BB / hari
- Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak
beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut
lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
- Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas
bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.
Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis,
bronkitis / bronkopneumonia.
c. TIFOID
yang dilakukan dewasa ini sudah menemukan strain Salmonella Typhi yang
sensitivitasnya berkurang terhadap kloramfenikol,untuk itu antibiotik lain seperti
seftriakson, ampisilin, kotrimoksasol atau sefotaksim dapat digunakan sebagai
pilihan terapi demam tifoid.
1) Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik lini pertama terapi demam
tifoid yang bersifat bakteriostatik namun pada konsentrasi tinggi dapat
bersifat bakterisid terhadap kuman- kuman tertentu serta berspektrum luas.
Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun
negatif.Kloramfenikol terikat pada ribosom subunit 50s serta menghambat
sintesa bakteri sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis
protein kuman.Sedangkan mekanisme resistensi antibiotik ini terjadi
melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai faktor-
R.Masa paruh eliminasinya pada bayi berumur kurang dari 2 minggu
sekitar 24 jam.Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.Lama terapi 8-10 hari setelah suhu
tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu turun. Sedangkan dosis
terapi untuk bayi 25-50 mg/kgBB.
2) Seftriakson
Seftriakson merupakan terapi lini kedua pada kasus demam tifoid
dimana bakteri Salmonella Typhi sudah resisten terhadap berbagai obat.
Antibiotik ini memiliki sifat bakterisid dan memiliki mekanisme kerja
sama seperti antibiotik betalaktam lainnya, yaitu menghambat sintesis
dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase dalam
rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.Dosis terapi intravena untuk
anak 50-100 mg/kg/jam dalam 2 dosis, sedangkan untuk bayi dosis
tunggal 50 mg/kg/jam.
45
3) Ampisilin
Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan
mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba.Pada
mikroba yang sensitif, ampisilin akan menghasilkan efek bakterisid.Dosis
ampisilin tergantung dari beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur
pasien.Untuk anak dengan berat badan <20 kg diberikan per oral 50-100
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM 100-200 mg/kg/BB/hari dalam 4
dosis.Bayi yang berumur <7 hari diberi 50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis,
sedangkan yang berumur >7 hari diberi 75 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis.
4) Kotrimoksasol
Kotrimoksasol merupakan antibiotik kombinasi antara trimetoprim
dan sulfametoksasol, dimana kombinasi ini memberikan efek
sinergis.Trimetoprim dan sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatik
obligat pada mikroba.Sulfametoksasol menghambat masuknya molekul P-
Amino Benzoic Acid (PABA) ke dalam molekul asam folat, sedangkan
trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara
selektif.Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksasol lebih
rendah daripada masing-masing obat, karena mikroba yang resisten
terhadap salah satu komponen antibiotik masih peka terhadap komponen
lainnya.Dosis yang dianjurkan untuk anak ialah trimetoprim 8
mg/kgBB/hari dan sulfametoksasol 40 mg/kgBB/hari diberikan dalam 2
dosis.
5) Sefotaksim
Sefotaksim merupakan antibiotik yang sangat aktif terhadap
berbagai kuman gram positif maupun gram negatif aerobik.Obat ini
termasuk dalam antibiotik betalaktam, di mana memiliki mekanisme kerja
menghambat sintesis dinding sel mikroba.Mekanisme penghambatannya
melalui reaksi transpeptidase dalam rangkaian reaksi pembentukan
dinding sel. Dosis terapi intravena yang dianjurkan untuk anak ialah 50 –
46
2) Perawatan Umum
Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah
kecacatan. terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi
saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu
keadaan reaksi netral.
a) Perawatan mata dengan lagophthalmos
- Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau
kotoran
- Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat
- Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu
b) Perawatan tangan yang mati rasa
- Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda
luka, melepuh
- Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang
setengah jam
- Keadaan basah diolesi minyak
- Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus
- Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku
- Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka
c) Perawatan kaki yang mati rasa
- Penderita memeriksa kaki tiap hari
- Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang ½ jam
- Masih basah diolesi minyak
- Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpula
Diare adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi cair
yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Diare disebabkan oleh
virus Yirus. Rotavirus (40-60%), Adenovirus. Dan bakteri: Eschericfia coli (20-
30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio cholera.
Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan
nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium leprae. Kusta menyerang berbagai bagian tubuh
diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada
saraf tepi dan mukosa dari saluran pernafasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda
yang bisa diamati dari luar
1.7. Saran
DAFTAR PUSTAKA