Anda di halaman 1dari 13

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 PNEUMONIA

Pneumonia merupakan proses peradangan pada organ paru yang dapat berupa
pleura visecreal, jaringan ikat, jalan nafas, alveolus, dan struktur vaskuler.
Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik
dari paru – paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Etiologi
tersering adalah mikroorganisme (bakteri / virus). Secara klinis sulit membedakan
antara pneumonia Virus atau bakteri. Namun beberapa ahli berpedoman bahwa pada
pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.5

Faktor Risiko

WHO membagi beberapa katagori faktor risiko terjadinya pneumonia yang


tersaji pada tabel 1.4

Tabel 1. Faktor risiko terkait pejamu dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian
pneumonia klinis anak – anak di masyarakat negara berkembang
Definite risk factors
- Malnutrisi - Belum imunisasi campak
- Berat badan lahir rendah - Polusi udara dalam ruangan
- Asi tidak eksklusif - Kerumunan
Likely risk factors
- Orang tua merokok - Penyakit penyerta (diare, penyakit
- Defisiensi zinc jantung, asma
- Pengalaman Ibu
Possible risk factors
- Pendidikan ibu - Dataran tinggi
- Bantuan dalam perawatan sehari – hari - Deisiensi vitain A
- Musim penghujan - Polusi udara luar ruangan

Pasien pada kasus ini memenuhi sebagian besar dari faktor risiko
bronkopneuomonia, diantaranya adanya faktor risiko Definite seperti kondisi
malnutrisi, yang tampak dari pengukuran antropometri pasien; berat badan lahir
rendah yang sesuai dengan riwayat pasien (BBL 2300 gram); pasien juga tidak
mendapatkan ASI eksklusif; pasien belum imunisasi campak; ayah pasien dan

16
kakek pasien sering merokok di dalam rumah yang mengindikasikan adanya polusi
udara dalam ruangan. Faktor risiko Likely juga sesuai seperti orang tua yang
merokok, pengalaman ibu yang masih kurang mengingat usia kedua orang tua yang
masih muda dan merupakan anak pertama. Pasien juga memiliki penyakit penyerta
berupa penyakit Jantung (CAVSD).

Etiologi pneumonia pada anak erat kaitanya dengan usia dan demografis
pasien. Di negara berkembang, sebagian besar penumonia disebabkan oleh bakteria.
Sedangkan di negara maju virus dan campuran bakteri – virus lebih banyak ditemukan.
Di negara berkembang sebagian besar pneumonia bakterial disebabkan oleh S.
pneumonia dan Hib dan penyebab utamam pneumonia virus adalah RSV.4

Manifestasi klinis pada bayi

Bayi dengan pneumonia jarang batuk melainkan lebih sering menunjukkan


gejala intake makan makan yang buruk, iritabilitas , dan dapat pula disertai takipnea,
retraksi, merintih, serta hipoxemia. Merinti pada bayi menandakan adanya suati infeksi
saluran nafas bawah.10

Setelah 1 bulan keidupan batuk merupakan gejala peumonia yang paling sering
ditemukan. Mungkin gejala diawali infeksi saluran nafas atas. Merintih semakin jarang
ditemui dengan bertambahnya usia. Namun demikian takipnea, retraksi dan
hipoksemia sering terjadi dan dapat disertai dengan batuk persisten, meler, demam,
iritabilitas dan intake makanan yang buruk.6,11

Bayi dengan pneumonia bakterial sering demam tinggi, namun pneumonia


viral atau pneumonia yang disebakan oleh organisme atipkal dapat demam ringan atau
bahkan tidak demam. Pengasuh mungkin mengeluh adaya mengi atau nafas kasar.11

Nafas cepat merupakan manifestasi klinis peumonia yang paling konsisten.


Peningkatan usaha nafas yang disertai retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal,
nafa cuping, dan penggunaan otot bantu pernafasan sering ditemukan. Pada penyakit
yang berat dapat disertai dengan sianosis dan letargis terutama pada bayi. Pada
pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan ronkhi halus dan wheezing, namun tidak
selalu sesuai dengan lokasi peradangan lokal pneumonia ada.12

17
Pemeriksaan penunjang

Radiologi

Infiltrat pada radiografi dada mendukung diagnosis pneumonia. Pneumona


vius diasanya dikarakteristikkan dengan adanya hiperinflasi dengan infiltrasi insttitial
bilateral dan peribronchial cuffing. Konsolidasi lobar yang konffluent secara khas
tampak pada pneumonia pneumoccoal. Pemeriksaan radiografi saja bukan merupakan
diagnosis. 12

Darah rutin

Jumlah leukosit dapat bermanfaat membedakan pneumonia viral dari bakterial.


Pada pneumonia viral umlah sel leukosit dapat normal atau eningkat, namun tidak
melebihi 20.000/ml, dengan dominasi limfositik. Pneumonia bakerial sering
berhibingan dengan leukosit yang meningkat anara 15.000 – 40.000 /ml dengan
dominasi sel granulosit. Adanya efusi pleura, konsolidasi lobar, dan demam yang
tinggi saat awal penyakit juga mendukung etiologi bakterial12

Kultur

Isolasi organisme dari darah, cairan pleura atau jaringan paru merupakan
diagnosis definitif infeksi bakterial 12

Pada kasus, pasien menunjukan tanda dan gejala yang sesuai dengan
bronkopneumonia, seperti adanya sesak nafas, batuk, demam, tarikan sela iga. Pada
pemeriksaan rontgen juga tampak adanya peningkatan corakan bronkovaskuler.
Adanya demam tinggi yang mendadak disertai perburukan yang cepat, kemudian
adanya hasil laboratorium berupa leukositosis 20.700/ml dengan predominasi
granulosit menjadikan pertimbangan bahwa bronkopneumonia pada kasus ini adalah
akibat bakterial. Oleh sebab itu pasien kemudian diberikan terapi antibiotik

Klasifikasi 11

Community - Acquired Pneumonia (CAP) 11


merupakan jenis pneumonia yang paling banyak, dan biasanya disebabkn oleh bakteri
pneumococcus. kebanyakan kasus terjadi saat musim dingi. CAP teradi di luar

18
lingungan rumah sakit dan layanan kesehatan lain. kebanyakan orang yag terken CAP
adalah akibat menghirup kuman - koman komensal (terutam saat tidur) yang hidup
didlam mulut, hidung, dan tenggorokan.

Hospital - Acquired Pneumonia (HAP) 11


HAP terjadi ketika seseorang terkena pnemonia selama dirawat di rumah sakit akibat
penyakit lain. HAP cenderung lebih serus daripada CAP karena pada dasarnya
seseorang tersebut telah sakit sebelumnya. selain itu rumah sakit juga cenerung
memilki lebih banyak kman yang resistn terhadap antibiotik yang digunakan untuk
mengobati pneumonia.

Ventilator - associated pneumonia (VAP) 11


VAP terjadi bia seseorang yang sedang dalam dukungan respirasi menggunakan mesin
ventilator terkena pneumonia

Atypical pneumonia 11
merupakan salah satu jenis CAP. disebabkan karena infeksi paru oleh bakteri yang
kurang umum dibandinkan bakteria pneumoccos. bakteria atipik diantaranya
Legionella pneumophila, Mycoplasma pneumonia, atau Chlamidia pneumonia
Pneumonia Aspirasi. 11
Jenis pneumonia ini terjadi jika seseorang menghirup makanan atua minuman,
muntahan, atau ludah dari rongga mulut, masuk ke paru - paru. biasanya terjadi pada
pasien -pasien yang memiliki gangguan menelan, atau bisa juga terdapat pada orang
yang meminum alkohol terlalu berlebihan.

Pengobatan

Anak dengan gejala ringan dan tidak memerlukan perawatan, Amoksisilin


direkomendasikan. Amoksisilin dosis tinggi (80 - 90 mg/kg/24 jam) harus diberikan
kecuali data lokal mengindikasikan adanya prevalensi resistensi yang rendah. Terapi
alteratif dapat Cefuroxim dan Amoxicilin / Clavulanate. 12

Anak usia sekolah yang dicurigai terinfeksi M. pneumonia atau C. pneumonia,


direkomendasikan untuk diberikan makrolid seperti azitromisin. Pada orang dewasa
fluorokuinolon (levofloxacin, moxifloxacin) dapat dipertimbangkan. 12

19
Ampisilin atau Penisilin G disarankan untuk HAP di daerah dengan tingkat
resistensi S. pneumoniae yang tinggi terhadap penisilin, anak yang telah terimunisasi
Hib dan S. pneumonia, dan tidak tampak sakit berat. Sedangkan anak yang tidak
memnuhi kriteria tersebut, ceftriaxone atau cefotaxim harus digunakan. Pneumonia
stafilokokal (ditandai adanya pneumoatosel, empyema), maka terapi antibiotik awal
harus menggunakan vancomysun atau klindamisin. 12

Penundaan antibiotik dipertimbangkan pada pneumonia viral yang tampak


sakit ringan, memiliki bukti klinis infeksi virus, dan tidak dalam distress respirasi. 12

Kriteria perawatan pasien pneumonia 12

- Usia < 6 bulan - Membutuhkan terapi oksigen


- Pasien dengan sickle cell anemia - Dehidrasi
- Keterlibatan lobus yang multiple - Penumonia dengan komplikasi
- Status imun rendah - Muntah terus menerus
- Penampakan toksik - Terapi awal antibiotik tak respon
- Distres respirasi sedang berat - Faktor sosial

Kriteria pulang dari perawatan pada pasien pneumonia 7

- Tidak ada distres respirasi


- Tidak ada hipoksemia
- Dapat makan dengan baik
- Telah meyelesaikan rangkaian pengobatan antibiotik
- Orang tua pasien mengetahui tanda pneumonia, faktor risiko, dan kapan untk
kembali

Pada Kasus ini, pasien dirawat karena memenuhi kriteria perawatan inap
diantaranya, usia < 6 bulan, pasien dengan malnutrisi kronis yang dipertimbangkan
memilki status imun rendah, penampakan toksik, adanya tarikan dinding dada
subcostal juga mengindikasikan distres respirasi sedang. Pasien juga
dipertimbangkan membutuhkan terapi oksigen. Asupan yang inadekuat menimbulkan
risiko dehidrasi. Pasien juga disertai adanya penyakit jantung bawaan.

20
Pencegahan

Pencegahan pnemonia tak lepas dari faktor risiko dari penyakit ini sendiri. erj
malnutrisi adalah hal yang utama. Peerbaikan nutrisi ibu untuk menghindari kelahiran
bayi berat badan rendah. ASI eksklusif dapat mengurangi kejadian pneumonia.
Menghindari polusi udara. menghindari lingkungan yang sesak, menghindari paparan
Asap rokok dan imnisasi imunisasi. 4, 12

2.2 COMPLETE ATRIOVENTRICULAR SEPTAL DEFECT

Defek septum atrioventirkular atau yang biasa dikenal sebagai Atrioventricular


Septal Defect (AVSD), merupakan kondisi dimana septum atau sekat antara rongga
jantung (atrium dan ventrikel) mengalami kerusakan, biasanya terdapat lubang di sekat
tersebut. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan baik. AVSD
sendiri merupakan suatu defek anatomik yang disebabkan karena gangguan di dalam
proses embriologis pemebentukan bantalan endocardial. 8, 9

Terdapat dua jenis AVSD secara umum yang dapat terjadi, bergantung pada
struktur mana yang tidak terbentuk dengan sempurna, antara lain : 8

1. AVSD komplit atau total (Complete Atrioventricular Septal Defect/CAVSD)


AVSD komplit atau total terjadi apabila terdapat sebuah lubang yang
berukuran besar di tengah bagian jantung, yang menyebabkan darah bisa
mengalir berhubungan di ke empat ruangan jantung. Lubang ini muncul pada
sekat / septal yang membelah dua ruangan atas (atrium) dan dua ruangan bawah
(ventrikel) bertemu. Selain itu juga terdapat katup atrioventrikular yang berada
di tengah jantung, yaitu katup trikuspidalis, dan katup mitral. Katup ini
memiliki kuspis (flaps/leaflets) yang mungkin saja mengalami gangguan dan
kerusakan sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna. Pada AVSD
komplit (CAVSD) terdapat hubungan langsung dari ke empat ruangan jantung.
Hal ini menimbulkan aliran darah yang meningkat ke Paru, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran pernafasan bawah.
Pada kasus ini, pasien menderita bronkopneumonia, yang sangat
mungkin akibat predisposisi kondisi penyakit jantung yang diderita pasien.
Pasien memiliki riwayat menetek terputus – putus saat usia 1 bulan pasien.

14
2. AVSD partial atau Partial / Incomplete Atrioventricular Septal Defect
AVSD partial atau inkomplit terjadi apabila jantung memiliki beberapa, namun
tidak semua defek dari AVSD. Biasanya terdapat lubang di dinding atrium atau
di dinding ventrikel dekat dengan pusat jantung. AVSD partial biasanya
mempunyai katup mitral dan tricuspid, namun salah satu katup tersebut mungkin
saja tidak dapat menutup dengan sempurna, menyebabkan darah mengalir
kembali dari ventrikel kiri ke atrium kiri.

Epidemiologi

Menurut CDC diperkirakan terdapat 2.000 bayi lahir dengan AVSD setiap
tahun di Amerika Serikat ( 1 dari 2.120 bayi), dalam beberapa literatur lainnya
disebutkan, bahwa insidensi AVSD dengan menggunakan ekokardiografi dua dimensi
berkisar antara 0,24 / 1.000 kelahiran hidup sampai 0,31 / 1.000 kelahiran hidup4.
Menurut beberapa studi lain, dikatakan bahwa CAVSD merupakan 3% dari semua

15
malformasi jantung, CAVSD juga didapatkan pada 2 dari 10.000 kelahiran hidup,
mengenai kedua jenis kelamin dengan resiko yang sama, meskipun dijumpai sedikit
lebih tinggi pada perempuan (perempuan : laki-laki = 1,3 : 1), dan ditemukan kaitannya
dengan sindroma down. Pada penelitian lain, disebutkan bahwa 50% kasus AVSD
berhubungan erat dengan penyakit lain, terutama sindroma down. diperkirakan bahwa
75% kasus CAVSD muncul pada pasien dengan sindroma down.8, 9

Pada kasus ini, pasien memilki tanda – tanda syndroma down, daintaraya
upslanting eye, kemudian terdapat lipatan di palpebra superior, kemudian terdapat
telinga letak rendah atau low set ear. Wajah pasien juga tampak mongoloid sangat
khas pada sindroma down. Kemungkinan besar defek jantung yang terjadi berkaitan
dengan kelianan genetik yang menyertai sindroma ini.

Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab terjadi penyakit jantung bawaan, termasuk di dalamnya adalah


AVSD masih tidak diketahui. Beberapa kelahiran dengan penyakit jantung bawaan
diketahui mengalami kerusakan dan perubahan di dalam gen dan kromosomnya.
Secara khusus, AVSD sering dijumpai pada bayi yang lahir dengan trisomi 21
(sindroma down). Penyakit jantung juga dipikirkan disebabkan karena adalah

16
kombinasi antara gen dengan faktor resiko, antara lain kontak antara ibu dengan
lingkungan selama masa kehamilan, apa yang dikonsumsi, dan penggunaan obat-
obatan tertentu selama masa kehamilan. CAVSD berhubungan erat dengan kondisi
kelainan kromosom dan genetik lainnya, terutama sindroma down, namun bisa juga
pada kondisi lain seperti trisomi 9, trisomi 18, dll 13, 14

Diagnosis 8

 Selama kehamilan
AVSD mungkin saja bisa didiagnosis selama kehamilan dengan bantuan
menggunakan pemeriksaan USG (ultrasonografi), namun apakah defek tersebut
dapat terlihat atau tidak bergantung dari ukuran dan jenis (partial atau komplit)
AVSD. Ekokardiografi feral dapat diusulkan sebagai salah satu cara untuk
memastikan diagnosis apabila dicurigai bayi menderita AVSD. Fetal
ekokardiografi merupakan sejenis USG yang dilakukan pada jantung janin untuk
memberikan gambaran yang lebih detail dibandingkan dengan pemeriksaan USG
prenatal biasa.

Pada kasus ini, orang tua pasien tidak secara rutin memeriksakan kehamilan, dan
hanya sekali melakukan pemeriksaan USG di SpOG. Adanya kenyataan tersebut dapat
menunjukkan bahwa kemungkinan pasien juga tidak rutin minum supemen untuk
mendukung nutrisi ibu hamil. Mungkin hal ini ikut berkontribusi terhadap proses
embriogenesis.

 Setelah bayi lahir


Deteksi dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi, AVSD komplit
dapat dicurigai dengan menggunakan stetoskop, apabila dokter mendengarkan
adanya bunyi “murmur” (yaitu suatu bunyi abnormal yang terdengar seperti
“whoosh”, yang biasanya disebabkan karena aliran darah yang abnormal pada saat
melewati lubang yang abnormal juga). Bagaimanapun, tidak semua murmur dapat
ditemukan pada saat kelahiran. Bayi dengan AVSD komplit biasanya menunjukan
tanda dan gejala dalam beberapa minggu setelah kelahiran, tanda dan gejala yang
umumnya dijumpai, antara lain :
o Gangguan pernapasan

17
o Jantung berdebar
o Nadi yang teraba lemah
o Kulit yang membiru (sianosis)
o Sulit naik berat badan, karena sulit makan
o Cepat lelah
o Pembengkakan pada ekstremitas inferior atau pada perut
Pada kondisi AVSD partial atau inkomplit, bila lubang terletak pada ruang jantung
yang tidak besar, tanda dan gejala mungkin saja tidak muncul pada neonatus atau pada
periode bayi. Pada kasus ini, seseorang yang menderita AVSD partial mungkin saja
tidak didiagnosis selama beberapa tahun. Gejala yang bisa menunjukan apabila
seorang anak menderita AVSD komplit, atau perburukan AVSD partial, antara lain :

o Aritmia
Merupakan suatu kondisi irama jantung abnormal. Artimia dapat menyebabkan
jantung menjadi bergerak terlalu cepat, terlalu pelan, atau bahkan menjadi tidak
teratur. Pada saat jantung tidak berfungsi dengan baik, maka jantung tidak dapat
memompa darah dengan baik pula.
o Gagal jantung kongestif
Merupakan suatu kondisi, dimana jantung tidak dapat memompa darah dan
oksigen yang cukup untuk mencapai keperluan tubuh.
o Hipertensi pulmonal
Merupakan salah satu jenis hipertensi yang mengenai arteri di dalam pembuluh
darah dan pada rongga jantung sebelah kanan.

Pada kasus ini, pemeriksaan fisik tidak menemukan adanya bising. Hal yang
munkin adalah karena kompetensi dari operator. Atau memang proses pirau sudah
tekendali yang dikarenakan pasien telah menjalani pengobatan rutin.

Karena banyak sekali pasien dengan sindroma down (trisomi 21) yang menderita
AVSD, maka sebaiknya direkomendasikan bahwa semua bayi yang lahir dan
menderita sindroma down wajib dilakukan pemeriksaan ekokardiografi skrining untuk
melihat apakah terdapat AVSD ataukah ditemukan adanya defek jantung yang lainnya.
Selain tanda dan gejala yang sudah disebutkan diatas, dalam penelitian lain juga

18
disebutkan bahwa episode inflamasi akut dari parenkim paru (pneumonia) dan infeksi
dan inflamasi pada tuba bronkial (bronkitis) sering dijumpai pada pasien yang
menderita CASVD, hal tersebut kemungkinan terjadi karena gizi yang tidak baik pada
anak yang menderita CAVSD, sehingga rentan terkena infeksi, dan juga karena katup
yang inkompeten 8, 14

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa dengan bronkompeumonia yang pertama kali.
Orang tua perlu di edukasi bahwa adnay kondisi CVSD bukan tidak mungin penyakit
seperti ini akan dapat timbul kembali. Oleha karena itu sangat penting mengenalkan
faktor – faktor risiko pneumonia pada keluarga pasien.

14
Tatalaksana
 Pentalaksaan medikamentosa
Tujuan dari terapi medikamentosa adalah untuk memperbaiki tanda dan gejala yang
disebabkan oleh gagal jantung kongestif. Selain itu, juga dipertimbangkan sebagai
jembatan antara terapi dengan pembedahan. Terapi farmakologis berbasis digitalis,
diuretik, dan vasodilator. Terapi obat-obatan oral dengan menggunakan digoxin
dengan dosis 20 – 40 μg/kgBB (bergantung pada usia pasien, dari prematur sampai
dengan anak kecil) yang terbagi di dalam 3 dosis selama 24 jam, dilanjutkan dengan
dosis rumatan dengan dosis 8 – 10 μg/kgBB/hari terbagi di dalam 2 dosis. Terapi
diuretik biasanya menggunakan dasar furosemide, dengan dosis 1 – 6
mg/kgBB/hari, dan spironolactone dengan dosis 2 – 3,5 mg/kgBB/hari. Terapi
vasodilator utamanya menggunakan ACE-inhibitor, yaitu captopril dengan dosis
0,5 – 3 mg/kgBB/hari yang terbagi di dalam 3 dosis atau dengan enalapril dengan
dosis 0,1 – 0,4 mg/kgBB/hari terbagi di dalam 2 dosis. Penggunaan penyekat beta
(beta-blocker) dipertimbangkan sesuai dengan manfaat yang akan diberikan,
biasanya diberikan propranolol, metoprolol, dan carvedilol, diindikasikan pada bayi
dan anak-anak yang menderita gagal jantung kongestif karena menderita penyakit
jantung bawaan dengan pirau (shunt) dari kiri ke kanan, dan harus diberikan jangka
panjang. Akhirnya, generasi terbaru dari vasodilator pulmonal dapat memperbaiki
prognosis pasien secara umum dan drastis.

19
 Penatlaksanaan pembedahan 14
Penatalaksaan pembedahan sebaiknya diagendakan pada saat anak berusia antara 6
– 12 bulan. Secara umum dokter bedah akan melaksanakan operasi koreksi pada
usia antara 3 sampai 6 bulan (hal ini dilakukan untuk menurunkan insidensi
terjadinya krisis hipertensi pulmonal). Operasi peringanan dengan pengikatan pada
arteri pulmonalis sekarang sering di indikasikan pada bayi dengan resiko tinggi
(berat badan lahir sangat rendah dan/atau pada kondisi kritis). Hal ini bisa
menurunkan tekanan pulmonal dengan cara menurunkan aliran darah arteri
pulmonalis, sehingga dapat mengontrol gagal jantung kongestif, dan memperbaiki
pertumbuhan dan mencegah perkembangan dari penyakit vaskular pulmonal lebih
lanjut, namun operasi memiliki kontraindikasi, yaitu pada kondisi dengan
regurgitasi atrioventrikular berat.

Pada kasus ini, pasien diberikan obat kontrol furosemide 2 mg/12 jam dan
digoxin 0.02 mg/24 jam. Pasien saat ini tidak didapatkan gejala gagal jantung. Pasien
rutin kontrol ke poly jantung RSDK. Selamam pengobatan, seelum sakit pasien tidak
ada yang dikeluhkan dari orang tua.

2.3 SINDROMA DOWN


Sindroma down (down syndrome) merupakan suatu kumpulan gejala
(sindroma) yang disebabkan akrena kondisi kromosom yang abnormal (trisomi 21),
yang biasanya menyebabkan gangguan kemampuan belajar (intelektual), dan kondisi
fisik tertentu 15, 16

Klinis

Tanda, dan gejala down syndrome dapat dijumpa pada sebagian besar bayi bayu lahir,
dengan tanda dan gejala sebagai berikut ini :15

 Hipotonia (lemah)
 Mata yang lebih menonjol keluar dan keatas
 Mulut yang kecil dengan lidah yang keluar
 Bagian kepala yang rata
 Berat dan panjang badan yang berada dibawah rata-rata

20
 Rajah tangan yang hanya sedikit

Meskipun sebagian besar pasien dengan sindroma down memiliki gambaran


fisik yang hampir mirip, namun mereka tidak tampak sama persis. Seorang anak
dengan sindroma down akan terlihat lebih mirip dengan anggota keluarganya,
dibandingkan dengan anak yang tidak menderita sindroma down.

Pada kasus ini, pasien memiki tanda khas sindroma down secara klinis,
diantarnanya, pasien tampak hipotons, tidak terlalu aktif, mata psien lebih menonjol,
ditandai adanya lipatan palpebra superior, mulut pasin kecil dengan lidah yang keluar
dengan telinga letak rendah atau menampakk wajah mongoloid. Erat badan dan
panjang badan yang berda dibawah rata – rata.

Pada pasien dengan sindroma down juga dijumpai gangguan kemampuan


untuk belajar, yang biasanya bersifat ringan-sedang, namun masih bervariasi antara
satu individu dengan individu yang lainnya, selain itu pasien dengan sindroma down
juga bisa disertai dengan gangguan kongenital lainnya, kira-kira 50% dari pasien
dengan sindroma down menderita penyakit jantung bawaan16. Selain itu juga bisa
dijumpai adanya gangguan pada sistem pencernaan, seperti adalah blockade pada usus
yang ada meskipun jarang dijumpai.

Pada kasus ini, pasien memiliki prognosis intelektual yang kurang baik.
Keluarga perlu dilakuka edukasi mengenai penyakit down sindrom ini. Orang tua
diharapkan bserabar dan mengedepankan penguasaan kemampuan pemenuhan
kebutuhan dasar oleh anak secara mandiri. Anak mungkin tidak seperti anak lainnya,
namun paling tidak anak dapat dimaksimalkan potensinya sehingga masih bisa
berguna bagi orang lain.

21

Anda mungkin juga menyukai