NAMA : 1. Ezra Fibriani Butar-Butar (4173341021) 2. Putri Nanda Sari (4173141056) 3. Risa Putri Surbakti (4173141059) KELAS : BIOLOGI DIK E 2017
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2019 SUKU CAESALPINIACEAE (FLAMBOYAN-FLAMBOYANAN) 1.1. Sejarah Caesalpiniaceae Caesalpiniaceae merupakan nama suku untuk flamboyant-flamboyanan yang diambil dari nama seorang taksonom terkenal Andreas Caesalpino. Caesalpiniaceae juga merupakan bagian dari kelompok polong-polongan yang serbuk sarinya berjumlah sepuluh namun susunannya tersebar atau melingkar. Susunan perbungaannya adalah majemuk tidak berbatas. Kelompok suku ini banyak digunakan sebagai tanaman peneduh dan tanaman hias. Caesalpinia pulcherima (kembang merak) memiliki berbagai variasi warna bunga, Delonix regia (flamboyan) merupakan tanaman peneduh yang memilki arsitektur batang yang sangat bagus dan keras. Bauchinia purpurea (daun kupu-kupu) merupakan tanaman hias yang juga memiliki variasi warna bunga yang sangat beragam. Dalam beberapa hal Papilionaceae, Mimosaceae dan Caesalpiniaceae disatukan dalam satu suku yaitu Fabaceae (Leguminosae Nomen Conservanda - nama yang dilindung). Bauchinia purpurea (daun kupu-kupu) merupakan tumbuhan yang memiliki daun dengan dua bagian yang sama, seperti dua anak kembar. Linneaus memberi nama Bauchinia dengan mengabadikan nama dua orang taksonom Prancis yang terkenal J. Bauchin dan C. Bauhin yang merupakan dua orang bersaudara kembar (Hasairin, 2010).
1.2. Penyebaran Caesalpiniaceae
Anak suku Caesalpiniaceae terdiri atas 171 marga dan 2.250 jenis. Sebagian besar anggotanya terdistribusi di kawasan tropis. Kawasan Malesia tercatat memiliki 200 jenis yang tercakup dalam 35 marga dan sebanyak 30 jenis di antaranya merupakan tanaman budi daya serta introduksi (Irsyam, 2016). Suku caesalpiniaceae tersebar diseluruh permukaan bumi, diantaranya: - Delonix regia Raf. (flamboyan-flamboyanan) - Bauhinia acuminata L. (daun kupu-kupu) - Casiia alata L. (ketaepeng) - Casia siamea Lmk. (Johar) - Cynometra cauliflora L. (nam-nam) (Hasairin, 2010).
1.3. Deskripsi dan Ciri Morfologi Caesalpiniaceae
Pohon, perdu atau semak. Daun berseling atau tersebar, kerapkali menyirip tunggal atau rangkap. Daun penumpu ada, kerapkali cepat rontok. Bunga kerapkali berkelamin 2, dalam tandan, bentuk malai, jarang berdiri sendiri, kerapkali zigomorf. Kelopak daun lekat, bergigi atau bertajuk 4-5. Daun mahkota lepas, kerapkali 5, kerapkali sebagian tidak atau rudimen. Benang sari 1-50, lepas atau bersatu, kerapkali sebagian tidak sempurna; kepala sari beruang 2. Bakal buah menumpang, beruang satu. Kepala putik di ujung atau di bawah ujung tangkai putik. Polongan, membuka atau tidak membuka. Biji satu sampai banyak (Hasairin, 2010). Secara morfologi, anggota dari anak suku Caesalpiniaceae memiliki ciri yang khas, yaitu bunga bersimetri bilateral, daun kelopak saling berlepasan atau berlekatan, daun mahkota berjumlah lima helai yang saling berlepasan dan menyirap pada kuncup bunga, benang sari saling berlepasan atau berlekatan di bagian pangkal, benang sari dimorfis atau heteromorfis, dan secara umum bijinya tidak memiliki pleurogram. Pleurogram merupakan garis berbentuk huruf U atau bentuk jorong yang patah di permukaan biji polong. Struktur ini banyak ditemukan pada anak suku Mimosoideae (Irsyam, 2016).
1.4. Jenis dan Pemanfaatan Caesalpiniaceae
1.4.1. Caesalpinia Caesalpinia sappan L Kayu Caesalpinia sappan L yang dijadikan serbuk atau larutan lalu disimpan pada berbagai suhu, akan mengalami perubahan kimiawi terutama senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Air Caesalpinia sappan L merupakan minuman favorit sebagian besar masyarakat di Sulawesi Selatan, karena air yang telah terkandung dengan kayu Caesalpinia sappan L menjadi lebih segar, walaupun khasiat dari air Caesalpinia sappan L belum diketahui. Kandungan brazilin pada kayu Caesalpinia sappan L dapat menghambat protein inhibitor apoptosis survivin dan terlibat dalam aktivasi caspase 3 dan caspase 9 , sehingga dapat mengobati penyakit kanker. Ekstrak metanol , n - butanol serta kloroform dari kayu Caesalpinia sappan L dapat membunuh sel kanker (Sari,2016) 1.4.2. Cassia Cassia alata L. Dalam suatu penelitian, daun pada Cassia alata L.dimanfaatkan sebagai obat tradisional dalam mengatasi penyakit kuning, gatal-gatal, panu dan kurap oleh sebagian besar masyarakat desa sarapeang kecamatan rembon kabupaten tanah toraja. 1.4.3. Tamarindus Tamarindus indica Biji Tamarindus indica dapat digunakan sebagai koagulan alternative pengganti alum karena lebih ramah lingkungan. Kemampuan biji asam jawa sebagai biokoagulan diakibatkan kandungan proteinnya yang cukup tinggi yang dapat berperan sebagai polielektrolit alami (Wardani,2016) 1.4.4. Bauhinia Bauhinia purpurea Bauhinia purpurea dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, dan tanaman herbal untuk mengobati diabetes, nyeri, gondok, rematik, diare, bisul, dan obat luka 1.4.5. Delonix Delonix regia Pada suatu penelitian potensi ekstraksi daun flamboyan, dalam peningkatan aktivasi fagositosis makrofag pada pemberian ekstrak D. regia dosis 750 mg/kg bb akibat diduga kandungan senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya yaitu flavonoid.sehingga dapat meningkatkan aktivitas serta kapasitas fagositosis peritoneum mencit. Oleh kkarena itu, ekstrak methanol daun flamboyan pada dosis 750 mg/kg bb dapat bertindak sebagai imunostimulator (rosnizar, 2017). 1.4.6. Inocarpus Inocarpus edulis Buah dari Inocarpus edulis biasa dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat untuk di konsumsi 1.4.7. Amherstia Amherstia nobilis Amherstia nobilis dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias. 1.4.8. Saraca Saraca indica Saraca indica dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Tjiptrosoepomo, 2010). 1.4.9. Dialium Dialium indum Dialium indum memiliki banyak khasiat medis. Rebusan daunnya dimanfaatkan untuk mengobati gangguan lambung. Rebusan kulit kayunya secara tradisional dimanfaatkan untuk mengobati sakit gigi, dan menurunkan peradangan di area bronkea. Sifat analgesic dari buahnya dapat membantu meredakan nyeri haid dan menghentikan diare.
2. SUKU MIMOSACEAE (PETAI-PETAIAN)
2.1. Sejarah Mimosaceae Mimosaceae merupakan nama suku untuk kelompok tumbuuhan putri malu (sikejut) yang ditandai oleh perbungaan berbentuk bongkol yang membulat dengan tangkai yang tidak selalu panjang. Sebagaimana dua kerabat yang lain, maka buah pada kelompok suku ini juga tergolong berbuah polong, sehingga sering juga dinamakan dengan tumbuhan berbuah polong (Hasairin,2010).
2.2. Penyebaran Mimosaceae
Mimosaceae terdiri atas 3.720 jenis yang tercakup dalam 72 marga dan terdistribusi di kawasan tropis dan sub-tropis. Sebanyak 19 marga terdapat di kawasan Malesia dan 15 marga di antaranya merupakan tumbuhan asli dari kawasan ini.
2.3. Deskripsi dan Ciri Morfologi Mimosaceae
Anak suku Mimosoideae memiliki ciri morfologi yang khas, di antaranya bunga berukuran kecil dengan simetri radial, perbungaan bonggol, daun kelopak bercuping lima dan saling berlekatan membentuk tabung, daun mahkota berjumlah lima helai yang saling berlekatan di bagian pangkal dan mengatup pada kuncup bunga, serta biji memiliki pleurogram yang terbuka (Irsyam, 2016). Kebanyakan pohon atau perdu, kadang-kadang memanjat. Daun tersebar, kerapkali sempurna menyirip rangkap atau berdaun rangkap dua. Daun penumpu ada atau tidak ada, kadang-kadang seperti duri. Bunga kerapkali berkelamin 2, dalam bongkol atau bulir atau tandan, berjumlah 4-6. Kelopak zigomorf, bergigi, berlekuk atau berbagi, berambut halus atau tidak. Mahkota beraturan, lepas atau bersatu. Benang sari 4 sampai banyak, lepas atau bersatu pada pangkalnya, kepala sari kecil. Bakal buah hampir selalu menumpang, beruang satu. Tangkai putik satu. Kepala putik kecil, di ujung. Polongan membuka atau tidak atau rontok per ruas. Biji satu sampai banyak (Hasairin,2010).
2.4. Jenis dan pemanfaatan Mimosaceae
Mimosaceae juga memiliki akar yang di dalamnya bersimbiosis dengan Rhizobium leguminosarum yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara. Beberapa jenis Mimosaceae yang dimanfaatkan dalam kehidupan. 2.4.1. Parkia Parkia spesiosa (petai), digunakan sebagai lalapan, Parkia roxburghii Parkia roxburghii G.Don. (Kedawung), sebagai tanaman peneduh, penghasil kayu (industri) rumah tangga 2.4.2.Glaucaena Glaucaena glauca, Glaucaena leucochepalo Glaucaena glauca, Glaucaena leucochepalo digunakan sebagai tanaman peneduh pada perkebunan coklat. 2.4.3.Pithecellobium Pithecellobium jiringa Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King (jengkol, jering), sebagai tanaman peneduh, buah sebagai sayuran, dan lalab (Hasairin, 2010). 2.4.4.Mimosa Mimosa pudica Mimosa pudica merupakan gulma pada beberapa jenis tanaman budidaya. Tanaman putri malu (Mimosa pudica Linn) mudah ditemukan, dan tanaman ini hidup liar, dalam pemanfaatan sebagai obat tradisional kurang dimanfaatkan secara maksimal. Seperti ekstrak tanaman putri malu (Mimosa pudica Linn) yang dapat menurunkan kadar gula darah pada mencit (Mus musculus) dan konsentrasi ekstrak tanaman putri malu (Mimosa pudica Linn) yang efektif menurunkan kadar gula darah pada mencit (Mus musculus) Mimosa infisa Tanaman Mimosa infisa dimanfaatan sebagai untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menekan petumbuhan alang-alang ( Tjiptrosoepomo,2010). 2.4.5. Leucaena Leucaena leucocephala Leucaena leucocephala Lmk. De wit mudah ditemukan dan dapat dibudidayakan. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisonal. Organ tumbuhan yang dimanfaatkan dan berkasiat sebagai obat adalah akar,daun,bunga,buah dan biji (Nisa,2012). DAFTAR PUSTAKA Etik, E,W,H, Siti,, M, W, Subagus, W. 2016. Keanekaragaman Pemanfaatan Tumbuhan Bawah Pada Sistem Agroforestri diPerbukitan Menoreh, Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Botani. 5(1): 79-92 Hasairin,Ashar. 2010. Taksonomi Tumbuhan Berbiji.Medan. Citrapustaka Media Perintis Irsyam, A. S. D., dan Priyanti. 2016. Suku Fabaceae di akmpus UIN Syarif Hidayatullah. Jurnal Biologi. 9(1): 44-56 Kasmudin, M., Amalia, R,. Minarni, R, J. 2017. Pengaruh Ekstrak Tanaman Putri Malu (mimosa pudica linn) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit (mus musculus). 9(3) 1-19. Nisa, N. Surkasa,. Hexa, A, H. 2012. Studi Kasus Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat-obatan Tradisional oleh Masyarakat Adat Kampung Naga di kabupaten Tasikmalaya. 4(2) 23-28. Rosnizar,R.dkk. 2017. Potensi Ekstrak Daun Flamboyan {Delonix regia (Boj.Ex Hook.)Raf.] Terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Makrofag. Jurnal Bioleuser. 1(3).104-115 Sari,R.Suhartati. 2016. Secang ( Caesalpinia sappan L.) : Tumbuhan Herbal Kaya Antioksidan. Jurnal Teknis Eboni. 13 (1) 57-67 Tjitrosoepomo, Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).Yogyakarta. Gadjah Mada University Press Wardani,F.A. Agung,T. 2016. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses Pengolahan Air Sungai. Jurnal ilmiah Teknik Lingkungan. 7(2)