Anda di halaman 1dari 95

SEKOLAH TINGGI TEKNIK - PLN

ANALISIS INDIKASI KEGAGALAN TRANSFORMATOR BLOK 2 PLTGU MUARA


KARANG BERDASARKAN KANDUNGAN GAS TERLARUT DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA)

DISUSUN OLEH:
KAMIL FAISHAL HAKIM
NIM : 2014-11-074

PROGRAM STUDI SARJANA


TEKNIK ELEKTRO
JAKARTA, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

ANALISIS INDIKASI KEGAGALAN TRANSFORMATOR BLOK 2 PLTGU MUARA


KARANG BERDASARKAN KANDUNGAN GAS TERLARUT DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA)

Disusun Oleh :

KAMIL FAISHAL HAKIM

NIM : 2014-11-074

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Program Studi Sarjana Teknik Elektro

SEKOLAH TINGGI TEKNIK-PLN

Jakarta, 27 Juli 2018

Mengetahui, Disetujui,

Syarif Hidayat, S.Si., MT Ir. Isworo Pujotomo, MT

Ketua Prodi S1 Teknik Elektro Pembimbing Skripsi

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

i
Nama Mahasiswa : Kamil Faishal Hakim
NIM : 201411074
Jurusan : S1 Teknik Elektro
Usulan Judul Skripsi : Analisis Indikasi Kegagalan Transformator Blok 2
PLTGU Muara Karang Berdasarkan Gas Terlarut
Dengan Metode Dissolved Gas Analysis (DGA)

Telah disidangkan dan dinyatakan Lulus Sidang Skripsi pada Program Sarjana
Strata 1, Program Studi S1 Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik - PLN pada
tanggal

Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan

Ketua Penguji

Sekretaris

Anggota

Mengetahui :

Ketua Prodi

S1 Teknik Elektro

(Syarif Hidayat, S.Si., MT)

ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Nama : Kamil Faishal Hakim

NIM : 2014-11-074

Jurusan : S1 Teknik Elektro

Judul Skripsi : Analisis Indikasi Kegagalan Transformator Blok 2 PLTGU


Muara Karang Berdasarkan Kandungan Gas Terlarut Dengan
Metode Dissolved Gas Analysis (DGA)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya/Sarjana/Magister baik di
lingkungan STT-PLN maupun di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran
dan rasa tanggung jawab serta bersedia memikul segala resiko jika ternyata
pernyataan ini tidak benar.

Jakarta, 27 Juli 2018

Kamil Faishal Hakim


NIM : 2014-11-074

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Sekolah Tinggi Teknik - PLN, saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Kamil Faishal Hakim
NIM : 2014-11-074
Program Studi : S1
Jurusan : Teknik Elektro
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Sekolah Tinggi Teknik – PLN Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS INDIKASI KEGAGALAN TRANSFORMATOR BLOK 2 PLTGU MUARA


KARANG BERDASARKAN KANDUNGAN GAS TERLARUT DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Sekolah Tinggi Teknik – PLN berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 27 Juli 2018

Kamil Faishal Hakim


NIM : 2014-11-074

iv
ANALISIS INDIKASI KEGAGALAN TRANSFORMATOR BLOK 2 PLTGU MUARA
KARANG BERDASARKAN KANDUNGAN GAS TERLARUT DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA)

Kamil Faishal Hakim, 2014 11 074

Di bawah bimbingan Ir. Isworo Pujotomo. MT

ABSTRAK

PLTGU Muara karang adalah salah satu pembangkit yang mensuplai tempat –
tempat penting di ibukota Jakarta atau pembangkit dengan pelanggan VVIP. Oleh
sebab itu keandalan sistem tenaga listrik PLTGU Muara Karang harus terjaga dan
terhindar dari gangguan.Salah satu peralatan penting penunjang keandalan sistem
tenaga listrik yang ada di PLTGU Muara Karang adalah transformator. Fungsi
transformator sangat vital karena berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari
tegangan tinggi ke tegangan rendah ataupun sebaliknya. Untuk mengetahui kondisi
aktual serta menjaga keandalan transformator dapat di lakukan dengan menguji
minyak transformator dengan metode Dissolved Gas Analysis (DGA). Dengan
metode DGA minyak di ekstraksi dan di pisahkan gas yang terlarut dalam minyak
tarnsformator. Gas tersebut di analisis menggunakan beberapa teknik di antaranya
total dissolved combustible gas(tdcg), key gas, roger’s ratio, ratio doernenburg dan
duval triangel. Dari analisis tersebut di ketahui kondisi transformator dan indikasi-
indikasi kegagalan dari transformator. Berdasarkan pengujian empat transformator
yang ada pada PLTGU Muara Karang menggunakan metode Dissolved Gas
Analysis dua transformator yaitu generator transformer 2 pada steam turbin
generator dan generator transformer 1 pada gas turbin generator masih sangat
bagus dan dapat di lanjutkan pengoperasian namun tetap harus ada pemantaun
rutin dengan pengambikan sampel minyak. Untuk generator transformer 1 dan 3
pada steam turbin generator terdapat gas individu yang nilainya mulai tinggi dan
menimbulkan indikasi kegagalan termal pada isolasi. Oleh karena itu perlu di
lakukan pengaturan beban dan pengoptimalan pada sistem pendingin serta
meningkatkan jumlah pengambilan sampel minyak untuk menjaga gas yang sudah
mulai timbul.

Kata kunci: Dissolve Gas Analysis (DGA), minyak transformator, indikasi kegagalan
transformator

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Permasalahan Penilitian .............................................................................. 2
1.2.1. Identifikasi Masalah ............................................................................... 2
1.2.2. Ruang Lingkup Masalah ........................................................................ 2
1.2.3. Rumusan Masalah................................................................................. 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................................... 3
1.4. Sistematika Penulisan .................................................................................. 4
BAB II TRANSFORMATOR ...................................................................................... 5
2.1. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 5
2.2. Landasan Teori ............................................................................................ 5
2.2.1. Prinsip Kerja Transformator ................................................................... 5
2.2.2. Bentuk dan Kontruksi Transformator ..................................................... 6
2.2.3. Peralatan Bantu transformator ................................................................ 10
2.2.4. Prinsip Kerja Transformator .................................................................... 12
2.2.5. Rangkaian Ekivalen Transformator......................................................... 17
2.2.6. Rugi-Rugi Transformator ........................................................................ 19
2.2.7. Efisiensi .................................................................................................. 23
2.2.8. Menentukan Parameter .......................................................................... 25
2.2.9. Transformator Daya ................................................................................ 27

vi
2.2.10. Trafo Tiga Fasa .................................................................................... 27
2.2.11. Hubungan Belitan Trafo 3 Fasa ............................................................ 28
2.2.12. Sistem Pendingin Trafo ........................................................................ 31
BAB III PENGUJIAN MINYAK TRANSFORMATOR DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA) ..................................................................... 33
3.1. Minyak Transformator ................................................................................... 33
3.1.1. Fungsi Minyak Transformator ................................................................. 33
3.1.2 Struktur Minyak Transformator ................................................................ 34
3.2. Pengertian Dissolved Gas Analysis .............................................................. 36
3.2.1. Alat Pengambil Sampel Minyak DGA ..................................................... 37
3.2.2. Cara Pengambilan Sampel Minyak......................................................... 38
3.3. Metode Pengujian DGA ................................................................................ 39
3.4. Jenis Kegagalan Transformator .................................................................... 43
3.5. Metode Interpretasi data uji DGA .................................................................. 43
3.5.1 Analysis Total Dissolved Combustable Gas (TDCG) ............................... 44
3.5.2 Key Gas ................................................................................................... 47
3.5.3 Metode Roger’s Ratio .............................................................................. 50
3.5.4 Metode Rasio Doernenburg ..................................................................... 51
3.5.5 Metode Segitiga Duval............................................................................. 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 56
4.1. Hasil Pengujian Minyak Transformator ......................................................... 56
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 60
4.2.1. Pengujian Pada Transformator Kesatu ................................................... 61
4.2.2 Pengujian Pada Transformator Kedua ................................................ 67
4.2.3 Pengujian Pada Transformator Ketiga ................................................. 72
4.2.4 Pengujian Pada Transformator Ketiga ................................................. 78
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 83
5.1. Simpulan ................................................................................................... 83
5.2. Saran ......................................................................................................... 83

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Arus bolak balik mengelillingi inti besi .................................................. 6


Gambar 2. 2 Prinsip kerja transformator ................................................................... 6
Gambar 2. 3 Tipe Cangkang dan Tipe Inti ................................................................ 7
Gambar 2. 4 Inti besi dan laminasi yang diikat fiber glass ........................................ 8
Gambar 2. 5 Kumparan Phasa RST ......................................................................... 8
Gambar 2. 6 Bushing ................................................................................................ 9
Gambar 2. 7 Tanki Konservator Minyak Trafo......................................................... 10
Gambar 2. 8 Pendingin ........................................................................................... 10
Gambar 2. 9 Tap Changer ...................................................................................... 11
Gambar 2. 10 Silica Gel .......................................................................................... 11
Gambar 2. 11 Rele Bucholz .................................................................................... 12
Gambar 2. 12 Transformator di sisi primer dan sekunder ....................................... 12
Gambar 2. 13 Trafo dengan sisi sekunder hubungan terbuka ................................ 13
Gambar 2. 14 Trafo ideal terhubung dengan beban ............................................... 15
Gambar 2. 15 Rangkaian Pengganti Trafo .............................................................. 17
Gambar 2. 16 Rangkaian Ekivalen Sederhana ....................................................... 17
Gambar 2. 17 Diagram Vektor ................................................................................ 18
Gambar 2. 18 Blok Diagram Rugi-Rugi Pada Transformator .................................. 19
Gambar 2. 19 Rangkaian Pengukuran Beban Nol .................................................. 26
Gambar 2. 20 Pengukuran Hubung Singkat ........................................................... 27
Gambar 2. 21 Transformator 3 Fasa ....................................................................... 28
Gambar 2. 22 Rangkaian Hubungan Bintang ......................................................... 28
Gambar 2. 23 Rangkaian Hubungan Delta ............................................................. 29
Gambar 2. 24 Rangkaian Hubungan Zig-Zag ......................................................... 31
Gambar 3. 1 Syringe ............................................................................................... 37
Gambar 3. 2 Oil Flushing Unit ................................................................................. 37
Gambar 3. 3 Sampel Minyak Yang Telah Diberi Label ........................................... 38
Gambar 3. 4 Pengambilan sampel minyak ke dalam alat ekstrator ........................ 39
Gambar 3. 5 Sampel minyak yang dikocok ............................................................. 39
Gambar 3. 6 Gas yang terpisah dengan minyak ..................................................... 40
Gambar 3. 7 Gas yang sudah terpisah diambil dan dikumpulkan ke dalam syringe40
Gambar 3. 8 Tempat penyuntikan ........................................................................... 40
Gambar 3. 9 Standar IEEE std.C57-104.2008 akan menetapkan tindakan operasi
yang harus dilakukan pada berbagai kondisi. ......................................................... 45
Gambar 3. 10 Grafik Standar Keadaan Overheated Oil .......................................... 48
Gambar 3. 11 Grafik Grafik Standar Keadaan Overheated Cellulose ..................... 49
Gambar 3. 12 Grafik Standar Keadaan Partial Discharge in Oil.............................. 49
Gambar 3. 13 Grafik Standar Keadaan Arcing in Oil............................................... 50

viii
Gambar 3. 14 Segitiga Duval .................................................................................. 53
Gambar 4. 1 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.1 ................................. 64
Gambar 4. 2 Hasil Uji Segitiga Duval GT#STG 2.1 ................................................. 66
Gambar 4. 3 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.2 ................................. 69
Gambar 4. 4 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.2 ...................................................... 71
Gambar 4. 5 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.3 ................................. 75
Gambar 4. 6 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.3 ...................................................... 76
Gambar 4. 7 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#GTG 2.1 ................................. 79
Gambar 4. 8 Hasil Segitiga Duval GT#GTG 2.1...................................................... 81

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Macam-macam sistem pendingin transformator .................................... 31


Tabel 3. 1 Jenis gas yang terlarut dalam minyak transformator .............................. 41
Tabel 3. 2 Interpretasi Gas-Gas yang terdeteksi ..................................................... 41
Tabel 3. 3 Batas konsentrasi gas terlarut berdasarkan IEEE std.C57-104.2008 .... 45
Tabel 3. 4 Rekomendasi tindakan trafo berdasarkan peningkatan TDCG ppm/day
dari kondisi transformator ........................................................................................ 46
Tabel 3. 5 Tabel jenis kegagalan menurut analisis key gas .................................... 47
Tabel 3. 6 Kegagalan Pada Metode Rasio Rogers ................................................. 51
Tabel 3. 7 Batas Konsentrasi Minmum Rasio Doernenburg ................................... 52
Tabel 3. 8 Kunci Gas Standar Metode Rasio Doernburgh ...................................... 52
Tabel 3. 9 Kordinat sumbu segitiga berdasarkan persen gas ................................. 54
Tabel 4. 1 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.1 ............................. 57
Tabel 4. 2 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.2 ............................. 58
Tabel 4. 3 pengambilan data Generator Transformer #ST 2.3 ................................ 59
Tabel 4. 4 pengambilan data Generator Transformer #GTG 2.1 ............................ 60
Tabel 4. 5 Hasil Pengujian Minyak Transformator Kesatu GT #STG 2.1 ................ 61
Tabel 4. 6 Hasil Pengujian Minyak Transformator Kedua GT#STG 2.2 .................. 67
Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Minyak Transformator Ke Tiga GT#STG 2.3 ................ 72
Tabel 4. 8 Hasil Pengujian Minyak Transformator Ke Empat GT#GTG 2.1 ............ 78

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Rekapitulasi Nilai Mahasiswa ......................................................... A1-A3

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fungsi utama sistem tenaga listrik adalah untuk memenuhi kebutuhan


energi listrik setiap konsumen secara terus menerus. Oleh karena itu keandalan
sistem tenaga listrik harus tetap di jaga. Terlebih bagian dari pelanggan UP
Muara Karang adalah pelanggan berjenis VVIP. Tentu keandalan dari sistem
tenaga listrik pada UP Muara Karang menjadi prioritas utama. Transformator
merupakan salah satu bagian dari sistem tenaga listrik yang perannya sangat
penting bagi keberlangsungan sistem tenaga listrik, oleh karena itu
transformator harus dipelihara agar dapat beroperasi secara maksimal dan jauh
dari gangguan-gangguan yang dapat berdampak pada kegagalan tansformator.
Transformator adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk
mengubah energi listrik dari suatu nilai tegangan ke nilai tegangan lainnya
berdasarkan prinsip kerja elektromagnetik. Transformator merupakan aset yang
mahal, penggantian transformator untuk meningkatkan keandalan sistem
secara ekonomis bukan pilihan yang tepat. Oleh karena itu, perawatan dan
pendeteksian kerusakan transformator perlu dilakukan secara rutin agar
transformator bisa bekerja sesuai dengan masa pemakaian maksimumnya.
Sehingga berdampak baik kepada sistem tenaga listrik dari segi teknis maupun
ekonomis.

Untuk menjaga keandalan dari transformator perlu dilakukan suatu


pengujian untuk mengetahui keadaan dari transformer tersebut, salah satunya
dengan melakukan uji DGA (Dissolved gas Analysis). DGA (Dissolved Gas
Analysis) adalah suatu metode pengujian minyak transformator dengan
menganalisis kandungan-kandungan gas yang terkandung di dalam minyak
trafo. Metode pengujian DGA akan mengidentifikasi jenis dan jumlah dari fault
gas. Hasil dari uji DGA adalah data konsentrasi berbagai jenis fault gas yang
nantinya akan dianalisis dan diolah untuk memperoleh informasi akan adanya
indikasi kegagalan-kegagalan termal dan elektris pada transformator yang di uji.
Dengan adanya hasil dari uji DGA yang menggambarkan kondisi terbaru trafo
1
maka dapat ditentukan tindakan selanjutnya untuk menjaga keandalan dari
trafo. Sehingga keandalan sistem tenaga listrik juga dapat terjaga.

1.2. Permasalahan Penilitian

1.2.1. Identifikasi Masalah

Salah satu peralatan penting yang menunjang keberlangsungan sistem


tenaga listrik adalah transformator. Transformator berfungsi sebagai
pengahantar energi listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah ataupun
sebaliknya dari tegangan rendah ke tegangan yang lebih tinggi. Mengingat UP
Muara Karang adalah salah satu pembangkit yang memiliki pelanggan VVIP. Di
harapkan UP Muara Karang memiliki keandalan yang tinggi. Begitupun dengan
keandalan transformator yang ada pada UP Muara Karang. Salah satu cara
menjaga keandalan dari transformator adalah dengan cara mendeteksi atau
menganalisis indikasi kegagalan dari transformator. Analisis dilakukan dengan
cara pengujian minyak transformator kemudian di pisahkan kandungan gas
yang terlarut di dalamnya. Dari data kandungan gas yang ada di dalam
transformator tersebut dapat dianalisis indikasi kegagalan transformator melalui
beberapa metode interpretasi data DGA seperti key gas, duval triangel atau
TDCG. Dari analisis data DGA tersebut diketahui kondisi trafo paling aktual.
Sehingga setelah mengetahui hasil DGA tersebut dapat di lakukan tindakan
selanjutnya untuk menjaga keandalan trafo serta mencegah trafo dari
kegagalan.

1.2.2. Ruang Lingkup Masalah

Penulisan skripsi dengan judul “Analisis Indikasi Kegagalan Transformator


Blok 2 PLTGU Muara Karang Berdasarkan Kandungan Gas Terlarut dengan
Metode Disolved Gas Analysis (DGA)” ini melingkupi masalah sebagai berikut:
1. Data gas diambil menggunakan metode DGA berdasarkan Standar IEEE
C57.104-2008 yang dikelurakan oleh PLN.
2. Komponen yang di jadikan objek penelitian hanya Generator
Transformator dari blok 2 PLTGU Muara Karang.

2
3. Penelitian ini tidak membahas tentang struktur kimia ataupun tranformator
lebih dalam namun hanya sebatas minyak trafo yang di uji dengan metode
DGA pada transformator blok 2 PLTGU Muara Karang.
4. Gas yang di analysis hanya yang ada pada tanki utama bukan gas di relay
bucholz.

1.2.3. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka dapat diambil rumusan masalah antara lain:
1. Apa pengaruh gas terlarut yang terdapat pada minyak transformator blok
2 PLTGU terhadap kegagalan minyak transformator tersebut?
2. Bagaimana menentukan indikasi kegagalan tranformator dari hasil uji
Disolved Gas Analysis (DGA) yang di dapatkan ?
3. Apa rekomendasi tindakan yang harus di lakukan untuk trafo yang
mengalami indikasi kegagalan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar


sarjana pada kurikulum pendidikan sarjana strata satu (S1).
2. Untuk memahami kondisi transformator blok 2 PLTGU Muara Karang
melalui pengujian DGA.
3. Untuk mengetahui penyebab indikasi kegagalan transformator blok 2
PLTGU Muara Karang berdasarkan kandungan gas minyak trafo dari uji
DGA.
4. Untuk dapat memberikan rekomendasi tindakan teknis kepada trafo yang
terindikasi kegagalan.

Manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk memperoleh pengalaman operasional dalam suatu industri


mengenai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai
dengan bidang yang di ambil oleh penulis.

3
2. Untuk memperoleh kesempatan dalam memahami permasalahan yang
ada di lapangan berdasarkan teori yang di peroleh selama proses belajar.
3. Untuk memperoleh wawasan yang lebih tentang dunia kerja.
4. Hasil penulisan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
pengembangan teknis pengajaran antara link and match dunia pendidikan
dan dunia kerja.

1.4. Sistematika Penulisan

Guna pembaca lebih mudah untuk memahami isi dari skripsi ini maka
skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. BAB I Pendahuluan,
berisi tentang latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori, berisi tentang
tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran. BAB III Metode
Penelitian, berisi tentang analisa kebutuhan, perancangan penelitian dan teknik
analisis. BAB IV Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil, pembahasan dan
implikasi penelitian. BAB V Penutup, berisi tentang simpulan dari penelitian.

4
BAB II

TRANSFORMATOR

2.1. Tinjauan Pustaka


Peneliti meninjau beberapa penelitian sebelumnya dengan skripsi yang
bahasannya tidak jauh berbeda dengan skripsi yang akan di bahas oleh
peneliti. Rujukan penelitian awalan ini di harapkan dapat membantu peneliti
dalam membentuk koridor berpikirdalam penelitian ini. Berikut ini beberapa
penelitian sebelumnya yang di gunakan peneliti sebagai bahan rujukan
penelitian.

Penelitian sejenis sebelumnya di lakukan oleh Yustinus Pranata Sanuhaji


dengan skripsi yang berjudul Analisis Keadaan Minyak Isolasi Transformator
Daya 150 kv menggunakan metode Disolved Gas Analysis (DGA) Dan Fuzzy
Logic Pada Gardu Induk Wilayah Sidoarjo. Penelitiannya mengenai kondisi
trafo daya dengan melihat kandungan gas yang terkandung di dalamnya
menggunakan metode DGA metode yang di gunakan untuk melihat kandungan
gas pada minyak trafo. Penelitiannya di lakukan di wilayah Sidoarjo, Jawa
Timur.

2.2. Landasan Teori


2.2.1. Prinsip Kerja Transformator
Transformator merupakan peralatan listrik yang berfungsi untuk
menyalurkan daya/tenaga dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau
sebaliknya. Transformator menggunakan prinsip hukum induksi faraday dan
hukum lorentz dalam menyalurkan daya, dimana arus bolak balik yang
mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi
magnet. Dan apabila magnet tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada
kedua ujung belitan tersebut akan terjadi beda potensial (gambar 2.1).

5
Gambar 2. 1 Arus bolak balik mengelillingi inti besi
Arus yang mengalir pada belitan primer akan menginduksi inti besi
transformator sehingga didalam inti besi akan mengalir flux magnet dan
flux magnet ini akan menginduksi belitan sekunder sehingga pada ujung
belitan sekunder akan terdapat beda potensial (Gambar 2.2) .

Gambar 2. 2 Prinsip kerja transformator

Berdasarkan frekuensi transformator dapat dikelompokan menjadi:

1. frekuensi daya 50-60 c/s


2. frekuensi pendengaran 50 c/s-20 kc/s
3. frekuensi radio diatas 30 kc/s

Dalam bidang tenaga listrik pemakaian transformator dapat dikelompokan


sebagai berikut:

1. Transformator daya
2. Transformator distribusi
3. Transformator pengukuran

2.2.2. Bentuk dan Kontruksi Transformator


Ada dua perbedaan bentuk inti transformator yang biasa digunakan yang
dinamakan tipe inti (core type ) dan tipe cangkang (egg shell type) seperti
6
ditunjukan pada gambar 2.3. Inti dari kedua tipe ini dibuat dari baja khusus
berkerugian rendah dan dilaminasi untuk mengurangi kerugian inti.

Pada kontruksi tipe ini yang ditunjukan dalam gambar 2.3, lilitan
mengelilingi inti besi yang berlaminasi. Transformator komersial tidak dibentuk
secara demikian karena sebagian besar fluksi yang dihasilkan lilitan primer
tidak memotong lilitan sekunder, atau dikatakan bahwa transformator
mempunyai kebocoran fluksi yang besar. Untuk menjaga agar kebocoran fluksi
serendah mungkin, lilitan dibagi dua dan ditempatkan pada masing-masing
kakinya.

Transformator kontruksi tipe cangkang dinyatakan dalam gambar 2.3


dalam kontruksi ini inti besi mengelilingi lilitan. Rakitan inti dan kumparan dari
transformator tersebut biasanya dirancang untuk dicelupkan dalam minyak
isolasi di dalam tangki baja. Selain itu sifat isolasi minyak juga menyalurkan
panas dari inti dan kumparan ke permukaan tangki dan dibuang ke udara di
sekitarnya.

Gambar 2. 3 Tipe Cangkang dan Tipe Inti

A. Inti Trafo

Berfungsi untuk mempermudah jalan fluksi, yang ditimbulkan oleh arus


listrik yang melalui kumparan. Dibuat dari lempengan-lempengan besi tipis yang
berisolasi, untuk mengurangi panas (sebagai rugi-rugi besi) yang ditimbulkan
oleh Eddy Current seperti gambar dibawah ini:

7
Gambar 2. 4 Inti besi dan laminasi yang diikat fiber glass

B. Kumparan Transformator

Adalah beberapa lilitan kawat berisolasi yang membentuk suatu


kumparan. Kumparan tersebut terdiri dari kumparan primer dan kumparan
sekunder yang di isolasi baik terhadap inti besi maupun terhadap antar
kumparan dengan isolasi padat seperti karton, pertinak dan lain-lain. Kumparan
tersebut sebagai alat transformasi tegangan dan arus.

Gambar 2. 5 Kumparan Phasa RST

C. Minyak Transformator

Berfungsi sebagai media pendingin dan isolasi. Minyak trafo mempunyai


sifat media pemindah panas (disirkulasi) dan mempunyai daya tegangan
tembus tinggi.

Pada power transformator, terutama yang berkapasitas besar, kumparan-


kumparan dan inti besi transformator di rendam dalam minyak-trafo. Syarat
suatu cairan bisa dijadikan sebagai minyak trafo adalah sebagai berikut:

8
1. Ketahanan isolasi harus tinggi ( >10kV/mm )
2. Berat jenis harus kecil, sehingga partikel-partikel inert di dalam minyak
dapat mengendap dengan cepat
3. Viskositas yang rendah agar lebih mudah bersirkulasi dan kemampuan
pendinginan menjadi lebih baik
4. Titik nyala yang tinggi, tidak mudah menguap yang dapat membahayakan.
5. Tidak merusak bahan isolasi padat
6. Sifat kimia yang stabil

D. Bushing

Hubungan antara kumparan trafo ke jaringan luar melalui sebuah bushing


yaitu sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator, yang sekaligus berfungsi
sebagai penyekat antara konduktor tersebut dengan tangki trafo. Pada bushing
dilengkapi fasilitas untuk pengujian tentang kondisi bushing yang sering disebut
center tap.

Gambar 2. 6 Bushing

E. Tanki Konservator

Berfungsi untuk menampung minyak cadangan dan uap/udara akibat


pemanasan trafo karena arus beban. Diantara tangki dan trafo dipasangkan
rele bucholz yang akan meyebak gas produksi akibat kerusakan minyak karena
listrik. Untuk menjaga agar minyak terkontaminasi dengan air yang masuk
bersama udara melalui saluran pelepasan dan masukanya udara ke dalam
konservator perlu dilengkapi media penyerap uap air pada udara sering disebut
denga silica gel tidak keluar mencemari udara disekitarnya.

9
Gambar 2. 7 Tanki Konservator Minyak Trafo

2.2.3. Peralatan Bantu transformator

A. Pendingin

Berupa udara/gas, minyak dan air. Sedangkan pengalirannya (sirkulasi)


dapat dengan cara alamiah (natural) atau tekanan/paksaan.

Gambar 2. 8 Pendingin

10
B. Tap Changer

Berguna mengubah perbandingan tegangan, antara sisi primer dan sisi


sekunder (agar konstan/stabil).

Gambar 2. 9 Tap Changer

C. Alat Pernafasan

Bila suhu minyak tinggi, minyak akan memuai dan mendesak udara di
atas permukaan minyak keluar dari dalam tangki, sebaliknya apabila suhu
turun, minyak menyusut maka udara luar akan masuk kedalam tangki.

Gambar 2. 10 Silica Gel

D. Pengaman

Pengaman pada trafo di antara nya Rele Bucholz untuk mendeteksi dan
mengamankan terhadap gangguan di dalam trafo yang menimbulkan gas.

11
Gambar 2. 11 Rele Bucholz

2.2.4. Prinsip Kerja Transformator

Transformator bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.


Tegangan masukan bolak-balik yang membentangi primer menimbulkan fluks
magnet yang idealnya semua bersambung dengan lilitan sekunder. Fluks bolak
balik ini menginduksikan GGL dalam lilitan sekunder. Jika efisiensi sempurna,
semua daya pada lilitan primer akan dilimpahkan ke lilitan sekunder.

Gambar 2. 12 Transformator di sisi primer dan sekunder

A. Transformator tanpa beban

Gambar 2.13 menunjukkan suatu bentuk trafo dengan rangkaian pada sisi
sekunder dalam keadaan terbuka ataupun tidak berbeban, dan pada bagian
primernya diberikan tegangan berubah-ubah Vi Kemudian arus Iφ yang biasa
disebut sebagai arus eksitasi, akan mengalir pada sisi primer dan menghasilkan
flux yang berubah-ubah secara magnetik. Flux tersebut menghasilkan gaya
gerak listrik (emf) dengan persamaan sebagai berikut ini :

12
𝑑𝛾1 𝑑𝜑
e1= =-N1
𝑑𝑡 𝑑𝑡

..............................................................................................(2.1)

dimana :

λ1 = flux di sisi primer

φ = flux di inti trafo yang menghubungkan kedua belitan

N1 = jumlah lilitan kawat di belitan primer

Gambar 2. 13 Trafo dengan sisi sekunder hubungan terbuka

Rumus tegangan adalah:

E₁ = 4,44 N₁ f 1.Ømax 10-8

Maka untuk transformator rumus tersebut sebagai berikut.

E₁ = 4,44 N₁ f₁.Ømax 10-8

E₂ = 4,44 N₂ f₂ Ømax 10-8

karena

f₁ = f₂

E₁: E₂= N₁: N₂

E₁ N₂= E₂N₁

E₂= (N₂ / N₁) x


E₁................................................................................................................(2.2)

Di mana:

13
E₁= tegangan primer

E₂ = tegangan sekunder

N₁= belitan primer

N₂ = belitan sekunder

VA primer = VA sekunder

I₁x E₁ = I₂x E₂

𝐸1 𝐼2
=
𝐸2 𝐼1

Maka I1 = I2
𝐸1
......................................................................................................................(2.3
𝐸2

Di mana:

I₁ = Arus primer

I₂ = Arus sekunder

E₁ = tegangan primer

E₂= tegangan sekunder

Rumus umum menjadi:

𝐸1
𝐸2
𝑁1 𝑉1
=𝑁2=𝑉2=a................................................................................................................

......................(2.4)

B. Transformator berbeban

Bila belitan lilitan kawat tembaga di sisi sekunder pada gambar 2.13 diatas
dihubungkan dengan beban, maka akan terlihat seperti pada gambar 2.14. N1
adalah jumlah lilitan di sisi primer dan N2 adalah jumlah lilitan di sisi sekunder.

14
Belitan sekunder terhubung ke beban dan diasumsikan bahwa arus yang keluar
dari belitan sekunder adalah bernilai positif, maka arus tersebut akan
menghasilkan gaya gerak magnet yang berlawanan arah dengan yang
dihasilkan oleh arus dari lilitan primer. Dengan menganggap resistansi belitan
dapat diabaikan, maka akan dihasilkan flux yang terbatas pada inti trafo yang
menghubungkan kedua inti belitan (flux bocor diasuksikan dapat diabaikan).

Gambar 2. 14 Trafo ideal terhubung dengan beban

Dengan asumsi tersebut di atas, maka pada gambar 1 dapat dikatakan


apabila tegangan yang berubah waktu v1 diberikan pada belitan primer akan
dihasilkan flux inti φ yang menghasilkan gaya gerak listrik e1 yang sebanding
dengan tegangan v1.

𝑑𝜑
V1=e1=N1 𝑑𝑡 ..................................................................................................

.......................(2.5)

Flux pada inti juga terhubung ke bagian sekunder trafo sehingga


menghasilkan induksi gaya gerak gerak listrik emf e2 sehingga belitan sekunder
akan menghasilkan tegangan pada terminalnya dengan persamaan.

𝑑𝜑
V2=e2=N2 𝑑𝑡 ..................................................................................................

.......................(2.6)

Dengan membandingkan persamaan (2.5) dan (2.6) maka dapat diperoleh,

𝑣1 𝑁1
= ..............................................................................................................
𝑣2 𝑁2

............................(2.7)

15
Maka dapat dikatakan bahwa prinsip pengubahan tegangan pada trafo
dilakukan dengan perbandingan antara jumlah belitan antara sisi primer dengan
sisi sekundernya. Apabila suatu beban dihubungkan pada sisi sekunder trafo
maka akan dihasilkan arus i2 dengan mmf N2i2. Dari persamaan (2.7) dan
dengan mengasumsikan permeabilitas inti trafo yang sangat besar, maka
penambahan beban pada sisi sekunder trafo tidak mempengaruhi flux inti trafo.
Total eksitasi mmf pada inti trafo tidak akan berubah dan bahkan dapat
diabaikan. Maka akan diperoleh:

N1i1-
N2i2=0....................................................................................................................
......(2.8)

N1i1=N2i2......................................................................................................
.........................(2.9)

Dari kedua persamaan diatas dapat dituliskan persamaan di bawah ini,

𝑖1
𝑖2
𝑁2
=𝑁1..........................................................................................................................

.............(2.10)

Perbandingan arus yang mengalir pada sisi primer dengan sisi sekunder
adalah berbanding terbalik dengan perbandingan antara jumlah lilitan pada
kedua belitan trafo. Dari persamaan di atas dapat dituliskan persamaan berikut:

V1i1=v2i2.......................................................................................................
......................(2.11)

Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa suplai daya yang terjadi
pada sisi primer trafo akan bernilai sama dengan yang disalurkan pada sisi
sekundernya akibat dari tidak adanya disipasi daya dan rugi-rugi daya.

16
2.2.5. Rangkaian Ekivalen Transformator

Pada umumnya trafo yang digunakan di dunia ketenagalistrikan bukanlah


trafo-trafo ideal, karena sangatlah sulit untuk memperoleh bahan pada inti dan
belitan trafo yang dapat menghasilkan persamaan-persamaan sesuai dengan
keadaan saat trafo pada keadaan ideal. Hal ini disebabkan oleh resistansi pada
belitan, fluksi nyasar (rugi-rugi fluksi), dan permeabilitas inti trafo. Agar dapat
memperoleh gambaran terhadap trafo yang digunakan, maka digunakanlah
pemodelan trafo dengan cara membuat rangkaian pengganti pada trafo.
Rangkaian pengganti trafo dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2. 15 Rangkaian Pengganti Trafo

Untuk memudahkan analisis (perhitungan),rangkaian tersebut dapat


diubah menjadi seperti dapat dilihat pada gambar 2.16

Gambar 2. 16 Rangkaian Ekivalen Sederhana

Dari rangkaian di atas dapat di buat vektor diagramnya sebagai terlukis


pada gambar.

17
Gambar 2. 17 Diagram Vektor

Dari model rangkaian diatas dapat pula diketahui hubungan penjumlahan


vektor:

V1=E1+I1R1+I1X1…………………….............................……………………
……….…..(2.12)

E2=V2+I1R1+I2X2………….............................………………………………
…………...(2.13)

𝐸1 𝑁1
= =a atau E1=aE2
𝐸2 𝑁2

Hingga: E1=a(I2ZL+I2R2+I2X2)

Karena: = atau I2= aI’2

Maka: E1=a 2 I’2ZL+a 2 I’2R2+a2 I’2X2

Dan: V1= a 2 I’2ZL+a 2 I’2R2+a2 I’2X2+


I1R1+I1X1..................................................(2.14)

Persamaan terakhir mengandung pengertian, apabila parameter


rangkaian sekunder dinyatakan dalam harga rangkian primer harganya perlu
dikalikan dengan faktor a2 .

18
2.2.6. Rugi-Rugi Transformator

Didalam pengoperasiannya transformator mengalami rugi–rugi daya, baik


pada kumparan maupun pada inti besinya. Rugi–rugi daya ini yang
mempengaruhi efisiensi kerja dari transformator tersebut. Macam–macam rugi
pada transformator adalah kerugian tembaga. Kerugian dalam lilitan tembaga
yang disebabkan oleh resistansi tembaga dan arus listrik yang mengalirinya.
Rugi tembaga adalah rugi yang disebabkan arus beban mengalir pada kawat
tembaga. Hal ini menimbulkan rugi tembaga (Pcu) sebesar :Pcu = I2 R,dimana:
Pcu = Rugi tembaga (Watt); I = Arus (A); R = Tahanan (Ohm). Karena arus
beban berubah–ubah, rugi tembaga juga tidak tetap tergantung pada beban.

Gambar 2. 18 Blok Diagram Rugi-Rugi Pada Transformator

A. Rugi-Rugi Tanpa Beban

Rugi-rugi yang terjadi pada transformator tanpa beban membentuk arus I0


yang terdiri dari:

a. Sebagai komponen aktif yaitu I(h+e) yang sefasa dengan V1 yang


merupakan penjumlahan dari rugi hesterisis dan arus eddy yang besarnya
adalah:

19
I(h+e) =I0 cos
φ……………….....................................……………………………......…………...(2
.15)

b. Komponen magnetisasi Ie tertinggal 900 dari V1 yang besarnya:

Ixo =I0 sin


φ……………………........................................……………………..……........……
….....(2.16)

Sehingga dari seluruh komponen diatas besarnya nilai I0 merupakan


penjumlahan vector dari I(h+e) dan Ixo

I0 = √𝐼(ℎ + 𝑒) +
Ixo........................................................................................................(2.17)

Pada keadaan tanpa beban ini arus primer Io tertinggal dari V1 dengan
sudut φ (φ< 900 ) sehingga daya masukan sebesar

P = V I Cos
φ…………………………………….……......................................……..………..(2.1
8)

Dari persamaan (2.18. ) didapat:

S=VxI

Sehingga:

P = S x Cos
φ…………………………………….........................................….………..……...(2.1
9)

Q = S x Sin
φ…………………….……………….........................................…………………..(2.
20)

Dimana:

20
S = Daya semu (VA)

P = Daya nyata (Watt)

Q = Daya reaktif (VAR)

1. Hysterisis losses (rugi-rugi histerisis)

Kerugian histerisis disebabkan oleh gesekan molekul yang melawan aliran


gaya magnet di dalam inti besi. Gesekan molekul dalam inti besi ini
menimbulkan panas. Panas yang timbul ini menunjukan kerugian energi,
karena sebagian kecil energi listrik tidak dipindahkan , tetapi diubah bentuk
menjadi energi panas. Panas yang tinggi juga dapat merusak trafo ,sehingga
pada trafo – trafo transmisi daya listrik ukuran besar, harus didinginkan dengan
media pendingin. Umumnya digunakan minyak khusus untuk mendinginkan
trafo ini.

Sebuah trafo didesain untuk bekerja pada rentang frekuensi tertentu.


Menurunnya frekuensi arus listrik dapat menyebabkan meningkatnya rugi-rugi
histerisis dan menurunkan kapasitas (VA) trafo.

Rugi histerisis (Ph), yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada
inti besi yang dinyatakan sebagai berikut :

Ph = kh f Bmaks ( watt )
.................................................................……………….……(2.21)

Dimana:

Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum (weber)

2. Kerugian karena Eddy current (eddy current losses)

Kerugian karena Eddy current disebabkan oleh aliran sirkulasi arus yang
menginduksi logam. Ini disebabkan oleh aliran fluk magnetik disekitar inti besi.
Karena inti besi trafo terbuat dari konduktor (umumnya besi lunak), maka arus
Eddy yang menginduksi inti besi akan semakin besar. Eddy current dapat

21
menyebabkan kerugian daya pada sebuah trafo karena pada saat terjadi
induksi arus listrik pada inti besi, maka sejumlah energi listrik akan diubah
menjadi panas. Ini merupakan kerugian.

Untuk mengurangi arus Eddy, maka inti besi trafo dibuat berlapis-lapis,
tujuannya untuk memecah induksi arus Eddy yang terbentuk di dalam inti besi.

Rugi arus eddy (Pe) , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti
besi. Dirumuskan sebagai berikut:

Pe = ke f2 B 2 maks (Watt )
....................................................................................... ( 2.22)

Dimana:

Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum ( weber )

Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah :

Pi = Ph + Pe ( Watt )
...............................…………..................................….........…….. (2.23)

B. Rugi-Rugi Tembaga (copper losses)

Rugi – rugi yang ketiga adalah rugi-rugi tembaga (copper losses). Rugi-
rugi tembag terjadi di kedua kumparan. Kumparan primer atau sekunder dibuat
dari gulungan kawat tembaga yang dilapisi oleh isolator tipis yang disebut
enamel. Umumnya kumparan dibuat dari gulungan kawat yang cukup panjang.
Gulungan kawat yang panjang ini akan meningkatkan hambatan dalam
kumparan. Pada saat trafo dialiri arus listrik maka hambatan kumparan ini akan
mengubah sejumlah kecil arus listrik menjadi panas yaitu sebesar (𝐼 2 R).
Semakin besar harga R maka semakin besar pula energi panas yang timbul di
dalam kumparan. Mutu kawat yang bagus dengan nilai hambatan jenis yang
kecil dapat mengurangi rugi – rugi tembaga.

22
Rugi tembaga disebabkan oleh arus mengalir pada kawat tembaga yang
terjadi pada kumparan sekunder dapat ditulis sebagai berikut :

Pcu = I2 R (Watt )
..........................................…............................................…..........….(2.24)

Jumlah rugi-rugi pada transformator keadaan berbeban adalah:

Prugi total(%) = Prugi/Pin x 100


%.........................................................................(2.25)

Karena arus beban berubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung
pada beban. Besarnya rugi-rugi tembaga pada setiap perubahan beban dapat
ditentukan dengan persamaan:

Pcu=(Beban yang dioperasikan/nilai pengenal ) x rugi tembaga beban


penuh.....................................................................................................................
......................….. (2.26)

2.2.7. Efisiensi

Efisiensi transformator dapat diketahui dengan rumus η = (Po / Pi) x


100%. Karena adanya kerugian pada transformator. Maka efisiensi
transformator tidak dapat mencapai 100%. Untuk transformator daya frekuensi
rendah, efisiensi bisa mencapai 98% dan dinyatakan dengan persamaan
dibawah ini:

𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛(𝑝𝑜𝑢𝑡)
η= 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛(𝑝𝑖𝑛) ................................................................................................

....................(2.27)

atau

𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛(𝑝𝑜𝑢𝑡)
η=𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 )𝑝𝑜𝑢𝑡)+∑ 𝑟𝑢𝑔𝑖......................................................................................

................(2.28)

23
η=1-
∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖𝑅𝑢𝑔𝑖
𝑥100%..........................................................................................
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑎𝑢𝑠𝑘𝑎𝑛 (𝑝𝑖𝑛)

.......(2.29)

a.Perubahan efisiensi terhadap beban

𝑉2𝑐𝑜𝑠∅
η= 𝑃𝑖 ..................................................................................................
𝑉2𝑐𝑜𝑠∅+𝐼2𝑅2𝑒𝑘+ 2
𝐼2

......................(2.30)

Agar η maksimum, maka:

𝑑 𝑝𝑖
I2R2ek+𝐼2
𝑑𝐼2

=0...........................................................................................................................
.(2.31)

Jadi

𝑝1
R2ek=𝐼22

Pi=I22 R2ek
=Pcu.......................................................................................................................
...(2.32)

Artinya : untuk beban tertentu, efisiensi maksimum terjadi ketika rugi tembaga =
rugi inti.

Pada efisiensi maksimum

Rugi Pcu = Rugi Besi

Beban yang mempunyai efisiensi maksimum:

𝑅𝑢𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑠𝑖
√(𝑅𝑢𝑔𝑖 𝑃𝑐𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ)𝑥𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ......................................................(2.33)

b. Perubahan efisiensi terhadap faktor kerja ( cos Φ ) beban

∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖
η=1 − 𝑉2𝐼2𝑐𝑜𝑠∅+∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖

24
η=1 −
∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖/𝑁2𝑁1
.......................................................................................................
𝑐𝑜𝑠∅+∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖/𝑁2𝑁1

.........(2.34)

𝑅𝑢𝑔𝑖
Bila ∑ 𝑉2𝐼2 = 𝑋 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛, 𝑚𝑎𝑘𝑎.

𝑋
η=1 − 𝑐𝑜𝑠∅+𝑥

η=1 −
𝑋/𝑐𝑜𝑠∅
......................................................................................................................
1+𝑐𝑜𝑠∅

..............(2.35)

2.2.8. Menentukan Parameter

Parameter transformator yang terdapat padamodel rangkaian (rangkaian


ekivalen) Rc,Xm,Rek,Xek dapat ditentukan dengan dua macam
pengukuran(test) berikut:

A. Pengukuran Beban nol

Dalam keadaan tanpa beban bila kumparan primer dihubungkandengan


sumber V1, seperti telah diterangkan terdahulu maka hanya I yang mengalir.
Dari pengukuran daya yang masuk (P1), arus I dan tegangan V1 akan
diperoleh harga :

Rc = V 2 /
P...........................................................................................................................(
2.36)

Z = V1 / I = j (XM Rc ) / (Rc +
jXM)....................................................................(2.37)

Dengan demikian, dari pengukuran beban nol dapat diketahui Harga Rc dan
XM.

25
Gambar 2. 19 Rangkaian Pengukuran Beban Nol

B. Pengukuran Hubung Singkat

Hubung singkat berarti impedansi ZL deiperkecil menjadi nol, sehingga


impedansi Zek = Rek + jXek. Yang membatasi arus. Karena harga Rek dan Xek
ini relatif kecil, harus dijaga tegangan yang masuk (Vhs) cukup kecil sehingga
arus yang dihasilkan tidak melebihi arus normal. Harga I akan relatif kecil jika
dibandingkan dengan arus nominal,sehingga pada pengukuran ini dapat
diabaikan. Dengan mengukur tegangan Vhs, arus Ihs dan daya Phs akan dapat
dihitung parameter:

Rek =
𝑃ℎ.𝑠
.......................................................................................................................
(𝐼ℎ.𝑠)2

....(2.38)

𝑉ℎ.𝑠
Zek= 𝐼ℎ.𝑠 = 𝑅𝑒𝑘 +

𝑗𝑋𝑒𝑘...................................................................................................(2.39)

Xek = Zek –
Rek..................................................................................................................(2.4
0)

26
Gambar 2. 20 Pengukuran Hubung Singkat

2.2.9. Transformator Daya

Transformator Daya adalah suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi


untuk menyalurkan tenaga/daya listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah
atau sebaliknya (mentransformasikan tegangan). Dalam operasi umumnya,
trafo-trafo tenaga ditanahkan pada titik netralnya sesuai dengan kebutuhan
untuk sistem pengamanan/proteksi, sebagai contoh transformator 150/70 kV
ditanahkan secara langsung di sisi netral 150 kV, dan transformator 70/20 kV
ditanahkan dengan tahanan di sisi netral 20 kV nya. Transformator yang telah
diproduksi terlebih dahulu melalui pengujian sesuai standar yang telah
ditetapkan.

A. Fungsi/Pemakaian

Berdasarkan fungsi/pemakaian nya transformator terdiri dari :

1. Transformator Pembangkit

2. Transformator Gardu Induk

3. Transformator Distribusi

B. Kapasitas dan Tegangan

Berdasarkan kapasitas dan tegangan nya transformator terdiri dari :

1. Trafo Besar
2. Trafo Sedang
3. Trafo Kecil

2.2.10. Trafo Tiga Fasa

Transformator tiga fasa sebenarnya adalah tiga transformator yang


dihubungkan secara khusus satu sama lain. Lilitan primer biasanya
dihubungkan secara bintang (Y) dan lilitan sekunder dihubungkan secara delta
(∆).

27
Gambar 2. 21 Transformator 3 Fasa

Ciri-ciri transformator 3 fasa,yaitu:

1. Kumparan primer dan sekunder dapat dibuat beberapa macam vektor


group dan angka jam yang sesuai dengan yang diinginkan.
2. Ketiga transformator dapat dioperasikan ke beban menjadi satu fasa
dengan cara yang di hubung parallel.
3. Dengan daya yang sama ketiga fasa maka untuk 3x1 fasa dibandingkan
dengan 1x3 fasa lebih berat dan lebih mahal.
4. Tegangan untuk ketiga fasanya primer dan sekunder betul-betul
seimbang.

2.2.11. Hubungan Belitan Trafo 3 Fasa

Secara umum ada 3 macam jenis hubungan pada transformator tiga phasa
yaitu :

A. Hubungan Bintang (Y)

Gambar 2. 22 Rangkaian Hubungan Bintang


Hubungan bintang ialah hubungan transformator tiga fasa, dimana ujung-
ujung awal atau akhir lilitan disatukan. Titik dimana tempat penyatuan dari ujun-

28
gujung lilitan merupakan titik netral. Arus transformator tiga phasa dengan
kumparan yang dihubungkan bintang yaitu; IA, IB, IC masing-masing berbeda
120°.

Transformator tiga phasa hubungan bintang. Dari gambar diperoleh


bahwa:

IA = IB = IC = IL

IL = Iph

VAB = VBC = VCA = VL-L

VL-L = Vph

Dimana :

VL-L = tegangan line to line (Volt)

Vph = tegangan phasa (Volt)

IL = arus line (Ampere)

Iph = arus phasa (Ampere)

VA = 3Vp Ip

𝑉𝐼
VA = 3( )𝐼𝐿 =
√3

√3𝑉𝐿𝐼𝐿.............................................................................................................(2.4
1)

B. Hubungan Segitiga/Delta

Gambar 2. 23 Rangkaian Hubungan Delta

29
Hubungan segitiga adalah suatu hubungan transformator tiga fasa,
dimana cara penyambungannya ialah ujung akhir lilitan fasa pertama
disambung dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan
ujung mula fasa ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama.
Tegangan transformator tiga phasa dengan kumparan yang dihubungkan
segitiga yaitu; VA, VB, VC masingmasing berbeda 120°.

Transformator tiga phasa hubungan segitiga/delta. Dari gambar diperoleh


bahwa :

IA = IB = IC = IL

IL = Iph

VAB = VBC = VCA = VL-L

VL-L = Vph

Dimana :

VL-L = tegangan line to line (Volt)

Vph = tegangan phasa (Volt)

IL = arus line (Ampere)

Iph = arus phasa (Ampere)

VA=Vp Ip

VA=√3VLIL............................................................................................................
..........................(2.42)

30
C. Hubungan Zig Gag

Gambar 2. 24 Rangkaian Hubungan Zig-Zag

Transformator zig–zag merupakan transformator dengan tujuan khusus.


Salah satu aplikasinya adalah menyediakan titik netral untuk sistem listrik yang
tidak memiliki titik netral. Pada transformator zig–zag masing–masing lilitan tiga
fasa dibagi menjadi dua bagian dan masing–masing dihubungkan pada kaki
yang berlainan.

2.2.12. Sistem Pendingin Trafo

Pengoperasian transformator daya tidak terlepas dari adanya daya-daya


yang hilang. Daya-daya hilang ini terkonversi dalam bentuk panas. Panas
timbul pada bagian inti, belitan, minyak isolator dan tangki transformator. Panas
yang timbul ini biasanya akan dibuang ke atmosfer/lingkungan sekitar melalui
tangki transformator dan sistem pendingin. Sistem pendingin pada
transformator digunakan untuk mengurangi panas dan menjaga kenaikan
temperatur agar tetap berada di bawah batasan tertentu

Tabel 2. 1 Macam-macam sistem pendingin transformator

Media
Macam Sistem Dalam Transformator Di Luar Transformator
NO
Pendingin Sirkulasi Sirkulasi Sirkulasi Sirkulasi
Alamiah Paksa Alamiah Paksa
1 AN - - Udara -
2 AF - - - Udara

31
3 ONAN Minyak - Udara -
4 ONAF Minyak - - Udara
5 OFAN - Minyak Udara -
6 OFAF - Minyak - Udara
7 OFWF - Minyak - Air
8 ONAN/ONAF Kombinasi 3 dan 4
9 ONAN/OFAN Kombinasi 3 dan 5
10 ONAN/OFA Kombinasi 3 dan 6
11 ONAN/OFWF Kombinasi 3 dan 7

32
BAB III
PENGUJIAN MINYAK TRANSFORMATOR DENGAN METODE DISSOLVED
GAS ANALYSIS (DGA)

3.1. Minyak Transformator


Di antara jenis isolasi pada transformator yang di gunakan dalam
pengoperasian sistem tenaga listrik. Isolasi cair (minyak) merupakan jenis
isolasi yang paling banyak di gunakan. Hal ini di karenakan isolasi cair
mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

1. Memiliki kerapatan 1000 kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas
sehingga memiliki kekuatan dielektrik yang lebih tinggi.
2. Isolasi cair akan mengisi celah atau ruang yang akan diisolasi dan secara
serentak melalui proses konversi menghilangkan panas yang timbul akibat
rugi energi.
3. Isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika
terjadi pelepasan muatan (discharge).

Tetapi isolasi cair (minyak) juga memiliki kekurangan yaitu mudah


terkontaminasi.

3.1.1. Fungsi Minyak Transformator

Fungsi minyak transformator pada peralatan tegangan tinggi adalah:

1. Sebagai pendingin
2. Sebagai isolator pada peralatan tegangan tinggi

A. Minyak Transformator Sebagai Pendingin

Minyak transformator berfungsi sebagai pendingin karena minyak


transformator mampu menghantarkan panas dengan baik.

B. Minyak transformator Sebagai Isolator

Minyak transformator yang baik harus bisa menjadi pemisah tegangan


antara bagian-bagian yang memiliki beda fasa. Hal ini dimaksudkan agar

33
diantara bagian-bagian yang memiliki beda fasa tidak terjadi lompatan listrik
(flash over) ataupun percikan listrik (spark over) .

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut minyak yang ideal harus memiliki


syarat berikut :

1. Kejernihan
2. Masajenis
3. Viskositas Kinematik
4. Titik Nyala
5. Titik Tuang
6. Angka Kenetralan
7. Tegangan Tembus
8. Faktor Kebocoran Dielektrik
9. Kandungan Air
10. Tahanan Jenis

3.1.2 Struktur Minyak Transformator

A. Sifat-sifat Fisika Isolator Minyak

Sifat-sifat fisika isolator minyak yang penting adalah sebagai berikut :

 Kejernihan (Appearance)
Minyak tidak boleh mengadung suspensi atau endapan (sedinient).
 Konduktivitas Panas (Thermal Conducdvity)
Konduktivitas panas adalah kemampuan isolator minyak menghantarkan
panas.
 Koefisien Muai Volum
Jika temperature naik, maka minyak akan memuai sebanding dengan
kenaikan temperaturnya.
 Massa Jenis (Spescific Mass)
Massa jenis isolator minyak mineral ini lebih kecil dibanding air.
 Kekentalan ( Viscosity)
Kekentalan merupakan suatu tahanan dari cairan untuk mengalir kontinyu
dan merata.

34
 Titik Nyala (FlashhPoint)
Titik nyala suatu minyak merupakan peryataan dimana minyak dapat
dipanaskan pada kondisi tertentu sebelum uap yang dihasilkan menjadi
api yang berbahaya.
 Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang adalah temperatur dimana minyak baru saja mengalir ketika
didinginkan dibawah kecepatan perubahan suhu.
 Titik Api (Fire Point)
Titik api atau titik bakar dari suatu isolator minyak adalah suhu dimana
minyak sudah dalam keadaan terbakar. Titik api ini dapat menunjukkan
minyak itu mengandung zat yang mudah terbakar (combustile)
 Kekuatan Pelarut (Solvent Power)
Kekuatan pelarut dari suatu cairan isolasi sangat penting pengaruh pada
bahan-bahan dari konstruksi peralatan. Material yang seluruhnya atau
sebagian terlarut oleh cairan isolasi akan mempengaruhi sifatsifat
kelistrikan.
 Sifat Mudah Terbakar (Flammability)
Pada umumnya suatu minyak mineral yang berasal dari minyak bumi
mempunyai sifat yang mudah terbakar (flammabilitas) dari
pembakarannya mempunyai suatu reaksi eksotermis yang tinggi dan
mendorong perambatan. Jadi diharapkan isolator minyak ini tidak bersifat
mudah terbakar (non-flammable).

B. Sifat-sifat Fisika Isolator Minyak

Sifat-sifat listrik isolator minyak adalah:

 Tegangan Tembus
Tegangan tembus adalah tegangan ketika pada sebuah isolator itu sudah
tidak mampu menghadapi stres tegangan di antara elektroda yang terpisah yag
memiliki beda potensial.
Proses tembus listrik pada minyak dengan pengaruh medan listrik
melibatkan banyak faktor. Salah satunya adalah perpindahan bahan padat yang

35
basah seperti fiber dan bahan kontaminan lain seperti air ke daerah yang
bertekanan listrik diantara kedua elektroda.

 Faktor Rugi-Rugi Dielektrik

Rugi-rugi dielektrik diduga kuat disebabkan oleh adanya elektron bebas


dalam isolasi cair. Keberadaan elektron bebas inilah yang menyebabkan
adanya arus konduksi dalam minyak. Apabila arus konduksi semakin besar
maka sudut rugu-rugi dielektrik makin besar.

Karakteristik tan δ digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dielektrik.


Pengaruh langsung dari naiknya nilai tan δ adalah terjadinya pemanasan
dielektrik. Sedangkan pengaruh tidak langsungnya adalah naiknya korosi
logam, laju kerusakan dielektrik, larutan air, emulsifikasi air dan kecepatan
oksidasi.

Persamaan faktor rugi-rugi dielektrik (tan δ)

|𝐼𝑟| 𝑉0 1
Tan𝛿=|𝐼𝑐|=𝑅𝑖𝐶𝜔𝑈0 = 𝑅𝑖𝐶𝜔

 Konstanta Dielektrik
Suatu bahan memiliki kemampuan menyimpan energi listrik yang
berbeda-beda, tergantung pada molekul yang menyusunnya. Kemampuan
bahan menyimpan energi elektrosetatis (Permitivitas) akan naik jika suatu
bahan berubah komposisi kimianya sehingga berat molekul bahan tersebut
meningkat Penyimpanan ini terjadi akibat pergeseran relatif kedudukan muatan
positif internal dan muatan negatif internal terhadap gaya atomik dan molekular
yang normal.

3.2. Pengertian Dissolved Gas Analysis


DGA (Dissolved Gas in Oil Analysis), DGA adalah salah satu metoda
diagnosa kondisi suatu transformator yang dapat dila-kukan dalam kondisi
online (transformator beroperasi). Pengujian DGA telah digunakan selama
bertahun - tahun sebagai metoda untuk membantu memprediksi kondisi
transformator dan menjadi sumber data untuk menentukan kondisi

36
transformator, sehingga dapat diketahui secara dini gejala–gejala kerusakan
pada transformator, dan dapat ditindak lanjuti untuk mencegah kerusakan yang
lebih parah pada transformator. Tata cara dan instruksi kerja pengambilan
sampel minyak harus benar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengambilan sampel minyak DGA, yaitu :

1. Alat yang dipergunakan untuk pengambilan sampel


2. Cara pengambilan sampel
3. Durasi antara pengambilan sampel dan pengujian

3.2.1. Alat Pengambil Sampel Minyak DGA

Syringe adalah suntikan dengan wadah berbahan kaca untuk


pengambilan sampel minyak DGA. Maksud penggunaan Syringe adalah agar
minyak tidak terkontaminasi dengan udara luar, dan menghindari hilangnya
gas-gas ringan yang mudah lepas seperti H2.

Gambar 3. 1 Syringe

Oil flushing unit : Unit yang terdiri dari selang silicon, flange, seal dan stop
kran yang berfungsi sebagai sarana/fasilitas untuk membuang minyak trafo
yang kotor sekaligus mengambil sampel minyak.

Gambar 3. 2 Oil Flushing Unit

37
3.2.2. Cara Pengambilan Sampel Minyak

Berikut ini adalah instruksi kerja pengambilan sampel minyak DGA :

1. Persiapan : Siapkan ember atau sejenisnya untuk menampung minyak


trafo. Pasang oil flushing unit pada drain valve main tank trafo. Atur stop kran
pada posisi menutup. Persiapkan syringe untuk pengambilan sampel minyak.
2. Pelaksanaan : Buka drain valve main tank trafo. Lakukan proses
pembersihan/flushing terlebih dahulu. Tutup stop kran. Pasang jarum pada
syringe. Buka katup pada syringe dan suntikan syringe pada selang silicon.
Sedot minyak dari selang. Pastikan tidak ada udara (gelembung udara) yang
masuk ke dalam Syringe. Tutup kembali katup pada syringe. Pindahkan minyak
dari syringe ke botol/vial dengan cara menyuntikkan minyak ke dalam botol/vial
tanpa membuka tutupnya. Ambil sampel minyak sebanyak ± 10 ml untuk uji
DGA.
3. Penyelesaian

Tahap penyelesaian meliputi: memberi label pada sampel minyak

Gambar 3. 3 Sampel Minyak Yang Telah Diberi Label


Kemudian simpan sampel minyak dan lindungi dari panas maupun sinar
matahari langsung. Lepaskan jarum suntik dari syringe. Tutup kembali drain
valve main tank trafo. Buka stop kran untuk mengeluarkan sisa minyak pada oil
flushing unit (tampung dalam ember). Lepaskan oil flushing unit dari drain valve
main tank trafo. Pastikan drain valve telah terpasang dengan benar.

38
3.3. Metode Pengujian DGA
A. Metoda Ekstraksi, Sampel diekstraksi sehingga gas–gas yang terkandung
dapat dipisahkan dari minyak dengan beberapa cara sampling vakum: (a)
Sampel diambil ke dalam alat akstraktor dengan tanpa gelembung.

Gambar 3. 4 Pengambilan sampel minyak ke dalam alat ekstrator

(b.) Sampel dikocok sehingga gas akan terpisah dari minyak

Gambar 3. 5 Sampel minyak yang dikocok

39
Gambar 3. 6 Gas yang terpisah dengan minyak

Gambar 3. 7 Gas yang sudah terpisah diambil dan dikumpulkan ke dalam


syringe

Sampel minyak transformator yang telah diekstrak dan sudah terkumpul


berupa gas pada syringe (Gambar 3.7), dimasukkan ke dalam kolom melalui
septum. Sampel dapat diambil ± 0,1 – 10 µl

Gambar 3. 8 Tempat penyuntikan

40
B. Metoda Gas Chromatography

Secara umum, chromatography merupakan suatu istilah yang


menggambarkan teknik yang digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dari suatu campuran / sampel. Gas chromatography (GC), adalah
suatu alat yang digunakan untuk memisahkan dan mendeteksi jenis–jenis gas
yang telah diekstrak dari minyak sampel. Dalam minyak transformator terdapat
berbagai macam gas, yang terdiri dari gas–gas yang mudah terbakar
(combustible gas) dan gas–gas yang tidak mudah terbakar (uncombustible
gas). Adapun jenis gas yang dapat mempengaruhi kinerja transformator ada 9
jenis seperti yang terdapat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 adalah interpretasi
gangguan berdasarkan pada gas–gas yang terdeteksi.

Tabel 3. 1 Jenis gas yang terlarut dalam minyak transformator

Jenis Gas Simbol Sifat


Hidrogen (H2) Combustible
Metane (CH4) Combustible
Asetilen (C2H2) Combustible
Etilen (C2H4) Combustible
Etane (C2H6) Combustible
Karbon Monoksida (CO) Combustible
Karbon Dioksida (CO2) Uncombustible
Oksigen (O2) Uncombustible
Nitrogen (N2) Uncombustible

Tabel 3. 2 Interpretasi Gas-Gas yang terdeteksi

Gas Terdeteksi Interpretasi


Nitrogen dan Karbon Dioksida atau Transformator bekerja dengan beban
Monoksida atau Keduanya lebih atau beroperasi pada suhu tinggi
yang mengakibatkan isolasi kertas
mengalami kerusakan
Nitrogen dan Hidrogen Terjadi korona, elektrolisis air dan

41
hydrogen atau terdapat karat
Nitrogen, hidrogen metana dan sedikit Terjadi loncatan bunga api kecil
etana dan asetilen (sparking) atau ada sebagian minyak
isolasi yang breakdown
Nitrogen, Hidrogen, Metana dan Terjadi loncatan bunga api kecil
Karbon dioksida dan sedikit (sparking) atau ada sebagian minyak
hidrokarbon (sedikit asetilen tidak isolasi kertas yang rusask
terdeteksi)
Nitrogen dengan Hidrogen yang tinggi Terjadi loncatan bunga api yang
dan sejumlah hidrokarbon termasuk panjang (arcing) akibat detorasi
asetilen minyak isolasi
Sama dengan dia tas di tambah Sama dengan di atas arcing juga
karbon dioksida dan karbon terjadi di kertas
monoksida

Prinsip kerja dari sistem Gas Chromatography adalah gas pembawa dan
gas bakar dialirkan secara terus menerus dari sebuah tabung silinder yang
bertekanan tinggi 120 Bar dengan melewat sebuah pengatur tekanan menjadi 3
Bar. Gas pembawa akan melewati pressure switch yang berfungsi untuk
mendorong gas pembawa yang menuju ke Thermal Conductivity Detector
filaments jika gas pembawa terhenti Electronic mass flow controller berfungsi
sebagai pengatur jumlah aliran gas yang diperlukan, ini sangat penting karena
jumlah aliran gas akan berpengaruh pada waktu retensi pada saat dianalisa. By
pass valve berfungsi untuk membuang gas pembawa maupun gas sampel, jika
terjadi penghentian analisis secara mendadak. Sebagai contoh apabila terjadi
pemadaman listrik mendadak, maka by pass valve akan terbuka dan
membiarkan gas pembawa serta gas sampel keluar dari kolom dan Methanizer,
agar tidak terjadi kerusakan.

Gas pembawa akan mengalir menuju TCD, injector atau dosing valve
selanjutnya menuju kolom. Sampel gas dimasukkan ke dalam dosing valve
dengan memutar saklar posisi injector. Apabila sampel gas sudah dimasukkan

42
pada loop, saklar diputar pada posisi load, maka gas pembawa akan membawa
gas sampel ke dalam kolom. Di dalam kolom ini akan terjadi pemisahan
senyawa–senyawa gas. Segera senyawa–senyawa gas keluar dari kolom
dengan waktu yang berbeda – beda, menuju ke TCD, selanjutnya akan
mengalir ke Methanizer dan FID yang telah dialiri oleh hidrogen. Di FID inilah
senyawa-senyawa gas tersebut akan dibakar. FID memerlukan udara bersih
dari luar saat terjadi pemrosesan, yang telah disiapkan melalui filter hidro
karbon. Filter yang kotor akan mempengaruhi tinggi puncak dan garis dasar
kurva yang dihasilkan oleh FID.

Electronic mass controller juga dipasang untuk mengatur aliran udara


yang menuju ke FID. Perekam akan mencatat isyarat yang diberikan oleh
detektor sebagai fungsi waktu, dan sebuah chromatogram yang akan diproses
oleh data lalu hasil chromatogram dapat diprint out.

3.4. Jenis Kegagalan Transformator


Dari berbagai kasus kegagalan (fault) yang terjadi pada transformator dan
terdeteksi melalui uji DGA, maka kegagalan pada transformator dapat
digolongkan menjadi beberapa kelas :

PD = Discharge sebagian

D1 = Discharge energi rendah

D2 = Discharge energi tinggi

T1 = Thermal faults pada temp<300°C

T2 = Thermal Faults pada temp 300oC<T 700°C

T3 = Thermal Faults pada temp > 700°C

Zona DT = campuran termal dan electrical fault

3.5. Metode Interpretasi data uji DGA


Terdapat beberapa metode untuk melakukan interpretasi data dan analisis
indikasi kegagalan trafo berdasarkan kandungan gas terlarut. Standard yang di

43
gunakan adalah IEEE std.C57 – 104.2008. Metode – metode tersebut
mempermudah dalam menganalisis indikasi kegagalan trafo yang sudah di
ketahui datanya pada pengujian sebelumnya.

3.5.1 Analysis Total Dissolved Combustable Gas (TDCG)

Dalam interpretasi data dengan metode Total Dissolved Combustable


Gas (TDCG) gas di klasifikasikan berdasarkan gas yang mudah terbakar
menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok memiliki batasan-batasan
nilai tersendiri. Dari klasifikasi tersebut dapat diketahui kondisi transformator
masih baik beroperasi atau tidak. Berikut penjelasan masing – masing kondisi:

Kondisi 1 TDCG pada level ini mengindikiasikan bahwa operasi trafo


memuaskan. Bila salah satu gas nilainya melebihi batasan level harus
diinvestigasi dengan cepat.
Kondisi 2 TDCG pada Kondisi ini menandakan komposisi gas sudah
melebihi batas normal. Bila salah satu gas nilainya melebihi batasan level harus
segera di tindak lanjuti. Lakukan tindakan untuk mendapatkan kecenderungan
gangguan yang mungkin hadir
Kondisi 3 TDCG pada level ini mengindikiasikan pemburukan tingkat
tinggi. Bila salah satu gas nilainya melebihi batasan level harus diinvestigasi
dengan cepat. Lakukan tindakan untuk mendapatkan kecenderungan gangguan
kemungkinan besar terjadi.
Kondisi 4 TDCG pada level ini mengindikiasikan pemburukan yang
sangat tinggi. Melanjutkan operasi trafo dapat mengarah pada kerusakan trafo
yang lebih parah. Adapun tabel standard yang di klasifikasikan oleh IEEE std.
C57-104.2008

44
Tabel 3. 3 Batas konsentrasi gas terlarut berdasarkan IEEE std.C57-104.2008

STANDARD IEEE C57-194.2008


NO PARAMETER GAS KONDISI KONDISI KONDISI 3 KONDISI
1 (ppm) 2 (ppm) (ppm) 4 (ppm)
1 HIDROGEN (H2) 100 101-700 701-1800 >1800
2 METANE (CH4) 120 121-400 401-1000 >1000
3 ASETILEN (C2H2) 1 2-9 10-35 >35
4 ETILEN (C2H4) 50 51-100 101-200 >200
5 ETANE (C2H6) 65 66-100 101-150 >150
6 KARBON MONOKSIDA
350 351-570 571-1400 >1400
(C0)
7 KARBON DIOKSIDA 2501- 4001-
2500 >10000
(C02)* 4000 10000
TDCG (Total Dissolved
720 721-1920 1921-4630 >4630
Combustable Gas)
*) karbondioksida (CO2) saja yang tidak termasuk kategori TDCG

KONDISI 1 NORMAL

KONDISI 2 TINGKAT TDCG


MULAI TINGGI

WASPADA
KONDISI 3 DEKOMPOSISI ISOLASI

KONDISI 4 TERJADI KERUSAKAN


ISOLASI

Gambar 3. 9 Standar IEEE std.C57-104.2008 akan menetapkan tindakan


operasi yang harus dilakukan pada berbagai kondisi.
Dengan metoda ini ada dua parameter yang harus dilihat dalam
menentukan tindak lanjut pada trafo yang diuji dan periode pengambilan
sample minyak.

1. Tingkat TDCG
2. Tingkat kenaikan TDCG/ hari

45
Tabel dibawah menunjukan periode pengambilan sample minyak dan
prosedur operasi pada tiap kondisi dan nilai TDCG. Nilai peningkatan
pembentukan gas menandakan masalah oleh karena itu pendeknya jarak
pengambilan sample sangat direkomendasikan.

Tabel 3. 4 Rekomendasi tindakan trafo berdasarkan peningkatan TDCG


ppm/day dari kondisi transformator

Periode pengambilan sample dan


Tingkat Peningkatan langkah yang di tempuh dalam
Kondisi TDCG TDCG kenaikan tingkat TDCG
(ppm/day) (ppm/day) Periode ambil Langkah yang di
sample minyak lakukan
>30 Harian Menghentikan
10-30 Harian operasi
Perhatian sangat
khusus terhadap
trafo
Kondisi 4 >4630
<10 Mingguan Analisa untuk
individual gas
Plan Outage

Perhatian sangat
> 30 Mingguan
khusus terhadap
trafo
10 – 30 Mingguan
Kondisi 3 1921-4630
Analisa untuk
individual gas
< 10 Bulanan Plan Outage

Periode pengambilan sample dan


Tingkat Peningkatan langkah yang di tempuh dalam
Kondisi TDCG TDCG kenaikan tingkat TDCG
(ppm/day) (ppm/day) Periode ambil Langkah yang di
sample minyak lakukan
Kondisi 2 721 - 1920 > 30 Bulanan Perhatian khusus
46
10 – 30 Bulanan analisa untuk
individual gas

Tetapkan
< 10 Empat Bulanan besarnya
pembebanan

Perhatian khusus
analisa untuk
individual gas
> 30 Bulanan
Tetapkan
Kondisi 1  720 besarnya
pembebanan

10 – 30 Empat Bulanan
Operasi Normal
< 10 Tahunan

3.5.2 Key Gas

Key Gas didefinisikan oleh IEEE std.C57 – 104.2008 sebagai “gas-gas


yang terbentuk pada transformator pendingin minyak yang secara kualitatif
dapat digunakan untuk menentukan jenis kegagalan yang terjadi, berdasarkan
jenis gas yang khas atau lebih dominan terbentuk pada berbagai temperature”.
Pendefinisian tersebut jika dikaitkan dengan berbagai kasus kegagalan
transformator yang seringkali terjadi. Gas gas yang dilihat pada metoda ini
adalah gas gas yang terbentuk dari proses penurunan kualitas minyak & kertas
selulosa yaitu H2, CH4, C2H2, C2H4, C2H6, CO. kecuali CO dan CO2 semua
gas tersebut terbentuk dari pemburukan minyak itu sendiri sedangkan CO dan
CO2 terbentuk dari pemburukan isolasi kertas. Adapun tabel jenis kegagalan
menurut analisis gas kunci:

Tabel 3. 5 Tabel jenis kegagalan menurut analisis key gas

Jumlah
Gangguan Gas Kunci Kriteria
persentase Gas
Busur api Hidrogen (H2) Hidrogen (H2):
Asetilen (C2H2)
(Arching) dan Asetilen 60% Asetilen

47
(C2H2) dalam
jumlah besar dan (C2H2) : 30%
sedikit metana
(CH4) dan etilen
(C2H4)
Hidrogen dalam
jumlah besar,
Korona (Partial Hidrogen : 85%
Hidrogen (H2) metana jumlah
Discharge) Metana : 13%
sedang, dan
sedikit etilen
Etana dalam
Pemanasan lebih jumlah besar dan Etana : 63%
Etana
minyak etilen dalam Etilen : 20%
jumlah kecil
Pemanasan lebih Karbon CO dalam jumlah
CO : 92%
Selulosa monoksida besar

Adapun grafik dan jenis kegagalan yang ditetapkan menurut standar key
gas terlihat pada gambar di bawah ini:

Overheated oil
80

60
63
40
Overheated oil
20
0 2 16 19 0
0
CO H2 CH4 C2H6 C2H4 C2H2

Gambar 3. 10 Grafik Standar Keadaan Overheated Oil

48
Gambar 3.10 diatas menunjukkan adanya jenis gas utama berupa etilen
yang menyebabkan timbulnya panas berlebih pada minyak. Kondisi ini
dipengaruhi oleh adanya pemanasan. Pemburukan ini juga disertai dengan
adanya penambahan gas etana dan hidrogen. Konsentrasi yang ada pada
etilen ini minimal 63% pada gejala pemanasan minyak. Gas Kunci : Ethylene.

Overheated Cellulose
100

80 92

60

40 Overheated Cellulose

20

0
CO 0
H2 0 C2H6
CH4 0 C2H4
0 C2H2
0

Gambar 3. 11 Grafik Grafik Standar Keadaan Overheated Cellulose

Gambar 3.11 menunjukkan adanya adanya gas utama yang terbentuk


yaitu karbon monoksida. Gas ini terbentuk dengan persentase 92% persen.
Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi pemanasan berlebih pada selulosa
(isolasi kertas). Gas kunci : Karbon monoksida.

Partial Discharge in Oil


90
80 85
70
60
50
40
Partial Discharge
30
in Oil
20
10
13
0
0
CO H2 CH4 1
C2H6 1
C2H4 0
C2H2

Gambar 3. 12 Grafik Standar Keadaan Partial Discharge in Oil

49
Gambar 3.12 Menunjukkan adanya gas utama berupa hidrogen senilai
85%. Gas tersebut pada metode key gas mengindikasikan adanya ganggun
listrik berupa partial discharge. Partial discharge tipe ini merupakan partial
discharge dengan energi rendah. Gas lain juga timbul akibat gejala ini seperti
metana, etana dan etilen namun dalam jumlah yang sedikit. Gas kunci:
Hidrogen

Arcing in Oil
70

60
60
50

40

30 Arcing in Oil
30
20

10

0 5 3
0 2
CO H2 CH4 C2H6 C2H4 C2H2

Gambar 3. 13 Grafik Standar Keadaan Arcing in Oil


Grafik ini menunjukkan adanya beberapa gas. Gas utama yang
menyebabkan terjadinya arcing menurut metode ini merupkan gas asitilena.
Gas ini minimal bernilai 30%. Gas lain juga diproduksi pada saat gejala ini
terjadi yaitu hydrogen. Gas lain selain kedua gas tersebut juga ada pada gejala
ini seperti metana dan dan etilen namun dengan kwantitas minor. Dalam kasus
ini minyak juga dapat terjadi karbonisasi. Namun dengan mengacu standar dari
IEC, metode ini hanya terdiri dari 42% saja diagnosis yang benar. Hal ini
mengacu pada metode dengan ketelitian analis. Gas kunci : acetylene

3.5.3 Metode Roger’s Ratio

Metode Rasio Roger merupakan lanjutan dari standard IEC, metode roger
menggunakan tiga perhitungan gas rasio untuk mengindikasikan salah satu dari
enam tipe kegagalan, dari tiga rasio gas tersebut akan menghasilkan nilai dan

50
dapat di gunakan untuk mendiagnosa indikasi kegagalan yang terjadi pada
transformer sesuai dengan nilai yang di berikan pada tabel. Metode rasio roger
menggunakan lima gas individu dan tiga gas rasio. Rasio dan gas tersebut
adalah:

Tabel 3. 6 Kegagalan Pada Metode Rasio Rogers

Case R2 R1 R5 Suggested fault diagnosis


C2H2/C2H4 CH4/H2 C2H4/C2H6
0 <0.1 >0.1 to <1.0 <1.0 Unit Normal
1 <0.1 <0.1 <1.0 Low energy density arcing
PD
2 0.1 to 3.0 0.1 to 1.0 >3.0 Arcing High energy
discharge
3 <0.1 >0.1 to <1.0 1.0 to 3.0 Low temperature thermal
4 <0.1 >1.0 1.0 to 3.0 Thermal <700°C
5 <0.1 >1.0 >3.0 Thermal >700°C

3.5.4 Metode Rasio Doernenburg

Metode ini menggunakan konsentrasi gas untuk mengindikasikan adanya


kegagalan dalam minyak transformator. Perbandingan molekul gas dalam rasio
ini dibentuk menyerupai batas – batas rasio antara gas tertentu. Rasio gas –
gas ini yaitu CH4/H2, C2H2/CH4, C2H4, C2H6/ C2H2. Misalnya terdapat rasio
konsentrasi yang yang tidak relevan pada konsentrasi yang di tetapkan, maka
minyak tersebut sudah terjadi fault gas. Diagnosis kesalahan yang muncul pada
rentang empat gas tersebut setidaknya muncul salah satu dari keempatnya.
Adapun batas konsentrasi gas yang harus memenuhi analisa interpretasi

51
menurut metode doernburgh adalah seperti tabel 3.7. Dan kunci gas standar
diagnosa pada ratio doernburgh tertera pada tabel 3.8

Tabel 3. 7 Batas Konsentrasi Minmum Rasio Doernenburg

Key Gas Concentration (ppm)


Hidrogen (H2) 100
Metana (CH4) 120
Karbon monoksida (CO) 350
Asitelena (C2H2) 1
Etilana (C2H4) 50
Etana (C2H6) 65

Tabel 3. 8 Kunci Gas Standar Metode Rasio Doernburgh

Ratio
Ratio R1 Ratio R2 (C2H2 Ratio R3
Suggeste R4(C2H6/
(CH4/H2) / C2H4) (C2H2/ CH4)
d fault C2H2)
Diagnosis Gas Gas Gas Gas
Oil Oil Oil Oil
Space Space Space Space
Thermal
<0.7
Decompos >1.0 >0.1 <1.0 <0.3 <0.1 >0.4 >0.2
5
ition
Partial
Discharge
(low- <0.1 <0.01 Not Significant <0.3 <0.1 >0.4 >0.2
intensity
PD)
Arcing
>0.1
(high >0.01 - >0.7
- >1.0 >0.3 >0.1 <0.4 <0.2
intensity < 0.1 5
<1.0
PD)

52
3.5.5 Metode Segitiga Duval

Metode ini pertama kali dikemukakan oleh Micheal Duval dengan


mengolah data hasil analisa gas ke dalam interpretasi gambar. Representasi
gas ini diubah dalam bentuk konsentrasi per tiap persen. Metode ini
menggunakan tabel rasio IEC dimana konsentrasi per tiap persen gas dibentuk
dalam sumbu – sumbu segitiga. Adapun gambaran umum dari segitiga duval
terlihat pada gambar 3.14 Beberapa gas yang dijadikan sumbu segitiga ini
adalah metana, asitilen dan etilen. Pada jurnal yang dipublikasikan oleh M.
Duval pada tahun 1989, gas seperti etilen dapat menyebabkan titik panas (hot
spot) pada suhu 1500C – 10000C. Sedangkan asitilen menyebabkan terjadinya
arcing pada transformator tenaga.

Gambar 3. 14 Segitiga Duval

Adapun bentuk formulasi matematis perhitungan persentasi gas yaitu:


𝐶𝐻4% = 100𝑥 𝑥+𝑦+𝑧 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑥 = [𝐶𝐻4 ] 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑝𝑚……….……….……… (2.1)
𝐶2𝐻4% = 100𝑦 𝑥+𝑦+𝑧 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑦 = [𝐶2𝐻4 ] 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑝𝑚………...………….... (2.2)
𝐶2𝐻2% = 100𝑧 𝑥+𝑦+𝑧 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑧 = [𝐶2𝐻2 ] 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑝𝑚………………….…...... (2.3)

Koordinat segitiga :

53
% CH4 = CH4 / (CH4+C2H4+C2H2)*100%

% C2H4= C2H4 / (CH4+C2H4+C2H2)*100%

% C2H2= C2H2 / (CH4+C2H4+C2H2)*100%

Kode gangguan yang dapat dideteksi dengan Dissolved Gas Analysis


(DGA) menggunakan metode segitiga ini:

• PD = Dischrge sebagian

• D1 = Discharge energi rendah

• D2 = Discharge energi tinggi

• T1 = Thermal faults pada temperature < 300oC

• T2 = Thermal Faults pada temperature 300oC<T<700oC

• T3 = Thermal Faults pada temperatur > 700oC

• Zona DT = campuran termal dan electrical fault

Adapun tabel kordinat sumbu segitiga berdasarkan persen gas yang


terlihat pada tabel 3.9 di bawah ini.

Tabel 3. 9 Kordinat sumbu segitiga berdasarkan persen gas

Area Point CH4% C2H4% C2H2%


PD PD1 98 2 00
PD2 100 0 00
PD3 98 0 2
D1 D11 0 0 100
D12 0 23 77
D13 64 23 13
D14 87 0 13
D2 D21 0 23 77
D22 0 71 29
D23 31 40 29

54
D24 47 40 13
D25 64 23 13
DT DT1 0 71 29
DT2 0 85 15
DT3 35 50 15
DT4 46 50 4
DT5 96 0 4
DT6 87 0 13
DT7 47 40 13
DT8 31 40 29
T1 T11 76 20 4
T12 80 20 0
T13 98 2 0
T14 98 0 2
T15 96 0 4
T2 T21 46 50 4
T22 50 50 0
T23 80 20 0
T24 76 20 4
T3 T31 0 85 15
T32 0 100 0
T33 50 50 0
T34 35 50 15

55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Minyak Transformator


Dalam pengujian dan analisa indikasi kegagalan transformator pada blok
2 PLTGU Muara Karang ini menggunakan data dari 5 buah transformator dari
total keseluruhan transformator yang berjumlah 9 transformator. Transformator
tersebut yakni 3 generator transformer berada pada steam turbin dan 2
generator transformer yang beroperasi pada gas turbin. Transformator ini
merupakan jenis transformator dengan jenis minyak nynas libra dengan
menggunakan sistem pendingin ONAF Spesifikasi data transformator yang di
ujikan pertama adalah sebagai berikut:

1. Unit transformator : Generator Transformer #STG 2.1


2. Merk : DAIHEN
3. Tipe Transformator : Transformator 3 fasa
4. No Seri : PP0197M10
5. Tegangan Operasi: : 16.5 kV/150 kV
6. Kapasitas : 87.5 MVA
7. Tipe Pendingin : ONAF
8. Jenis Minyak : Nynas Libra

Pengambilan data pada transformator pertama di lakukan pada tanggal 26


Februari 2018 pukul 17:18 WIB. Data yang di dapatkan dari pengujian pada
transformator pertama adalah sebagai berikut:

56
Tabel 4. 1 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.1

No Parameter Gas Terlarut Hasil Uji


1 Hidrogen (H2) 40
2 Metane (CH4) 123
3 Asetilen (C2H2) 0
4 Etilen (C2H4) 2
5 Etane (C2H6) 68
6 Karbon Monoksida (CO) 573
7 Karbon Dioksida (CO2) 2494
8 Oksigen (O2) 19010
9 Nitrogen (N2) 90979

Pengambilan data ke dua menggunakan Generator Transformer pada


Steam Turbin 2.2 pada Blok 2 PLTGU Muara Karang. Pengujian di lakukan
pada tanggal yang sama dengan trafo sebelumnya yaitu pada tanggal 26
Februari hanya saja jam nya yang berbeda. Untuk trafo ke dua pengujian atau
pengambilan data pada pukul 17:21 WIB. Untuk spesifikasi transformator kedua
adalah sebagai berikut:

1. Unit transformator : Generator Transformer #STG 2.2


2. Merk : DAIHEN
3. Tipe Transformator : Transformator 3 fasa
4. No Seri : PP0197M102
5. Tegangan Operasi: : 16.5 kV / 150 kV
6. Kapasitas : 87.5 MVA
7. Tipe Pendingin : ONAF
8. Jenis Minyak : Nynas Libra

Hasil data yang di dapatkan pada pengujian minyak ke dua adalah


sebagai berikut:

57
Tabel 4. 2 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.3

No Parameter Gas Terlarut Hasil Uji


1 Hidrogen (H2) 9
2 Metane (CH4) 15
3 Asetilen (C2H2) 0
4 Etilen (C2H4) 2
5 Etane (C2H6) 30
6 Karbon Monoksida (CO) 108
7 Karbon Dioksida (CO2) 1632
8 Oksigen (O2) 2848
9 Nitrogen (N2) 22765

Pengambilan data ke tiga menggunakan Generator Transformer pada


Steam Turbin 2.3 pada Blok 2 PLTGU Muara Karang. Pengujian di lakukan
pada tanggal yang berbeda dengan trafo sebelumnya. Untuk trafo ke tiga
pengambilan di lakukan pada tanggal 27 April 2018 pada pukul 16:09 WIB.
Untuk spesifikasi transformator ketiga adalah sebagai berikut:

1. Unit transformator : Generator Transformer #STG 2.3


2. Merk : DAIHEN
3. Tipe Transformator : Transformator 3 fasa
4. No Seri : PP0197M103
5. Tegangan Operasi: : 16.5 kV/150kV
6. Kapasitas : 87.5 MVA
7. Tipe Pendingin : ONAF
8. Jenis Minyak : Nynas Libra

Hasil data yang di dapatkan pada pengujian minyak ke tiga adalah


sebagai berikut:

58
Tabel 4. 3 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.3

No Parameter Gas Terlarut Hasil Uji


1 Hidrogen (H2) 17
2 Metane (CH4) 138
3 Asetilen (C2H2) 0
4 Etilen (C2H4) 18
5 Etane (C2H6) 284
6 Karbon Monoksida (CO) 140
7 Karbon Dioksida (CO2) 1601
8 Oksigen (O2) 2201
9 Nitrogen (N2) 73851

Pengambilan data ke empat menggunakan Generator Transformer pada


Gas Turbin 2.1 pada Blok 2 PLTGU Muara Karang. Pengujian di lakukan pada
tanggal yang berbeda dengan trafo sebelumnya. Untuk trafo ke tiga
pengambilan di lakukan pada tanggal 27 Februari 2018 pada pukul 16:15 WIB.
Untuk spesifikasi transformator ketiga adalah sebagai berikut:

1. Unit transformator : Generator Transformer #GTG 2.1


2. Merk : DAIHEN
3. Tipe Transformator : Transformator 3 fasa
4. No Seri : 08M2350101
5. Tegangan Operasi: : 16.5/150 kV
6. Kapasitas : 322.1 MVA
7. Tipe Pendingin : ONAF
8. Jenis Minyak : Nynas Libra

Hasil data yang di dapatkan pada pengujian minyak ke empat adalah


sebagai berikut:

59
Tabel 4. 4 pengambilan data Generator Transformer #GTG 2.1

No Parameter Gas Terlarut Hasil Uji


1 Hidrogen (H2) 14
2 Metane (CH4) 0
3 Asetilen (C2H2) 0
4 Etilen (C2H4) 2
5 Etane (C2H6) 40
6 Karbon Monoksida (CO) 42
7 Karbon Dioksida (CO2) 1755
8 Oksigen (O2) 8319
9 Nitrogen (N2) 41503

4.2. Pembahasan
Setelah data hasil gas yang terlarut pada masing-masing minyak
transformator di ketahui kemudian akan di lakukan analisis data dengan
mengacu beberapa metode yang sudah biasa di gunakan dalam menganalisis
minyak transformator berdasarkan dissolved gas analisis. Metode interpretasi
data yang akan di gunakan adalah metode TDCG (Total Dissolved Combustible
Gas), metode kunci gas, metode rasio doernenburg dan metode segitiga duval.
Untuk analisis TDCG acuannya adalah jumlah gas mudah terbakar yang
terkandung pada minyak transformator. Dari jumlah kandungan gas mudah
terbakar tersebut dapat dilihat kondisi transformator tersebut. Dari sembilan
jenis gas yang di dapatkan pada minyak transformator. Yang merupakan gas
mudah terbakar berjumlah enam jenis yaitu: hidrogen, metana, asetilen,
etilen,atana dan karbon monoksida. Dari total keenam jenis gas tersebut
transformator dapat dikategorikan dalam empat kondisi. Kemudian metode
kunci gas. Gas yang dilihat pada metoda ini adalah gas gas yang terbentuk dari
proses penurunan kualitas minyak & kertas selulosa. Dalam metode gas kunci
kegagalan di dindikasikan dalam empat jenis kegagalan yaitu: korona, busur
api, pemanasan pada minyak dan pemanasan pada kertas. Kemudian ada
metode segitiga duval. Kondisi khusus yang diperhatikan pada segitiga duval

60
adalah konsentrasi metana (CH4), etilen (C2H4) dan asetilen (C2H2). Untuk
Segitiga duval kegagalan yang coba di interpretasikan berupa tujuh kegagalan
yang di simbolkan dengan PD, D1, D2, T1, T2, T3, DT. Simbol tersebut
mengindikasikan kegagalan termal dan elektris maupun keduanya yang di
simbolkan DT. Untuk rasio roger dan rasio doernenburgh keduanya
menggunakan rasio perbandingan dari gas.

4.2.1. Pengujian Pada Transformator Kesatu

A. Metode Total Dissolved Combustible Gas (TDCG)

Jumlah gas terlarut yang mudah terbakar atau TDCG (Total Dissolved
Combustible Gas) akan menunjukan apakah transformator yang diujikan masih
berada pada kondisi operasi normal, waspada, peringatan atau kondisi
gawat/kritis. Sebagai catatan, hanya gas karbon dioksida (CO2) saja yang tidak
tidak termasuk kategori TDCG. IEEE membuat pedoman untuk
mengklasifikasikan kondisi operasional transformator yang terbagi dalam empat
kondisi.

Tabel 4. 5 Hasil Pengujian Minyak Transformator Kesatu GT #STG 2.1

ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 40 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 123 KONDISI 2
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 68 KONDISI 2
KARBON MONOKSIDA
6 573 KONDISI 3
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 2494 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved Gas
806 KONDISI 2
Analysis)

Pada data hasil pengujian minyak generator transformer pertama pada


steam turbin generator blok 2 #STG 2.1 hampir semua jenis gas yang masuk
61
dalam kategori TDCG terdapat kandungan di dalamnya. Timbulnya hidrogen
dapat disebabkan karena adanya korona pelepasan lektron pada udara. Untuk
hidrogen GT #STG 2.1 hasil yang di dapatkan masih dalam kondisi memuaskan
atau trafo masih normal. Batas kondisi normal pada hidrogen adalah 100 ppm.

Namun tetap perlu di lakukan perhatian khusus terhadap timbulnya


hidrogen agar tidak terjadi peningkatan kandungan gas sampai kondisi dua.
Perlu di lakukan pengaturan beban trafo untuk tidak melebihi batas tegangan
kerja dari yang di tentukan. Timbulnya gas metana diindikasikan terjadinya
pemanasan minyak pada transformator antara suhu 150 sampai 250 derajat.
Nilai gas metana pada GT#STG 2.1 tidak dalam kondisi memuaskan. Nilai
normal atau memuaskan yang di harapkan adalah 120 namun nilai yang di
dapatkan bernilai 123.

Sehingga apabila merujuk kepada IEEE C57-104.2008 gas metana pada


GT#STG 2.1 termasuk dalam kondisi 2 dimana perlu adanya pengambilan
sampel minyak lebih rutin dari sebelumnya sehingga peningkatan kandungan
minyak dapat termonitoring. Begitupun untuk pengaturan beban untuk tidak
membebani trafo secara maksimal 100%. Upayakan pembebanan beriksar 60-
80% dari kapasitas trafo. Timbulnya gas etilen diindikasikan mulainya
pembentukan partikel karbon karena proses pemanasan yang berlangsung
pada suhu 350 drajat. Dari data etilen masih dalam kondisi normal dimana nilai
yang di dapatkan adalah 2 ppm sedangkan untuk standard pada kondisi satu
bernilai 50 ppm. Timbulnya gas etana diindikasikan terjadinya pemanasan
minyak transformator pada suhu 250-350 derajat.

Pada GT #STG2.1 ini nilai etana melebihi kapasitas normal yakni 68


sedangkan untuk nilai normalnya adalah 65. Hal ini menandakan trafo sering
mengalami proses pemanasan minyak pada suhu yang berkisar 250-350
derajat. Sehingga perlu adanya monitoring dengan pengambilan sample minyak
yang lebih sering untuk mengetahui perkembangan dari gas etana yang timbul.
Begitu juga dengan pengaturan pembebanan trafo agar mengurangi beban dari
biasanya. Timbulnya gas karbon monoksida di indikasikan terjadinya
pemanasan yang berlebih pada isolasi kertas transformator.

62
Kondisi terkini apabila melihat temuan gas karbon monoksida pada
GT#STG 2.1 dan mengacu pada IEEE C57-104.2008 maka kondisi trafo masuk
pada kondisi tiga dimana kondisi tiga berkisar antara 571 hingga 1400. Untuk
nilai karbon monoksida yang di dapatkan adalah 573. Hal ini menunjukan trafo
mengalami proses pemanasan berlebih pada isolasi belitan trafo yang tinggi.
Sehingga harus di tingkatkan pengambilan sampel minyak dan mengurangi
pembebanan pada trafo. Sedangkan timbulnya gas karbon dioksida
diindikasikan terjadinya oksidasi pada minyak transformator karena degradasi
pada kertas selulosa. Nilai karbon oksida hampir memasuki kondisi dua namun
masih dalam batas kondisi satu. Perlu di lakukan investigasi lebih mendalam
terhadap temuan karbon dioksida ini. Karbon dioksida bukan merupakan gas
yang mudah terbakar namun dari adanya karbon dioksida dapat di ketahui
adanya oksidasi minyak trafo akibat dari degradasi pada kertas selulosa.

Untuk hasil jumlah kandungan gas yang mudah terbakar pada GT #STG
2.1 menunjukan kondisi transformator dalam kondisi dua dimana trafo dalam
kondisi waspada. Perlu adanya penurunan beban dan peningkatan
pengambilan sampel minyak untuk mengetahui perkembangan dari kandungan
gas yang timbul.

B. Metode Kunci Gas

Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.1 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑔𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Gas terlarut : 𝑇𝐷𝐶𝐺
x100%

Perhitungan Persentase kandungan Gas

40
H2 = × 100% = 4.962%
806

123
CH4 = 806 × 100% =15.260%

63
2
C2H4 = × 100% = 0.248%
806

68
C2H6 = 806 × 100% = 8.436%

573
CO = 806 × 100% = 71.091%

Persentase Kunci Gas


80,000

70,000
71,091
60,000
Jumlah Gas %

50,000

40,000

30,000 Gas Kunci

20,000

10,000 15,260
8,436
0 4,962
H2 CH4 0
C2H4 C2H6 CO
Combustable Gas

Gambar 4. 1 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.1


Dari grafik yang di tunjukan gambar 4.1 terdapat lima gas dengan
persentase masing-masing gas berbeda. Karbon monoksida paling dominan
sebesar 71.091%, untuk metana sebesar 15.260%, etana 8.436%, hidrogen
sebesar 4.962% dan etilen sebesar 0.248%. Dengan merujuk IEE C57.104-
2008 dimana karbon monoksida sangat dominan maka transformator di
indikasikan mengalami pemanasan berlebih pada selulosa.

C. Metode Rasio Doernenburg

Metode selanjutnya yang di gunakan untuk menganalisis indikasi


kegagalan transformator adalah metode rasio doernenburg. Dengan
menggunakan metode rasio doernenburg maka terlebih dahulu menghitung
nilai dari rasio gas dengan 5 gas individu diantaranya : H2, CH4, C2H4, C2H6,
C2H2.

64
Dengan rumus:

𝐶𝐻4 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻6


RR1 = , R2 = , R3 = , R4 = 𝐶2𝐻2
𝐻2 𝐶2𝐻4 𝐶𝐻4

Perhitungan Rasio Doernenburg


123 0
R1 = = 3.075 R3 = =0
40 123

0 68
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0

Dari perhitungan di dapatkan hasil R1= 3.075, R2= 0, R3= 0, R4=


Undifined. Apabila mengacu pada IEEE C57.104-2008 yang terdapat pada
tabel 3.8 maka trafo terindikasi mengalami thermal decomposition.

D. Metode Segitiga Duval

Metode selanjutnya adalah metode segitiga duval yang hanya


menggunakan tiga jenis gas individu di antaranya: Metana, Etilen, Asetilen.
Dengan rumus:

100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm

100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm

100𝑧
k% CH4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk z = CH4 dalam ppm

Perhitungan Segitiga duval

0
%C2H2 = 126 = 0

200
%C2H4 = = 1.587
126

12300
%CH4 = =97.619
126

65
Gambar 4. 2 Hasil Uji Segitiga Duval GT#STG 2.1

Dengan menggunakan metode segitiga duval berdasarkan standard IEEE


C57.104-2008 yang merujuk pada tabel 3.9 maka indikasi kegagalan yang
terjadi pada transformator adalah discharge sebagian.

E. Metode Rasio Roger’s

Dalam menganalisa indikasi kegagalan transformator menggunakan


metode rasio roger pertama menghitung nilai dari rasio gas dengan 5 gas
individu diantaranya: H2, CH4, C2H4, C2H6, C2H2. Dengan rumus:

Perhitungan Rasio Roger

R2 = 0 R1 = 3.075 R5 = 0.02

Dari perhitungan di dapatkan hasil R2=0, R1=3.075, R5= 0.02 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
maka transformator terindikasi pemanasan termal pada suhu di bawah 700°C

66
4.2.2 Pengujian Pada Transformator Kedua

A. Metode Total Dissolved Combustible Gas (TDCG)

Tabel 4. 6 Hasil Pengujian Minyak Transformator Kedua GT#STG 2.2

ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 9 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 15 KONDISI 1
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 30 KONDISI 1
KARBON MONOKSIDA
6 108 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1632 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
164 KONDISI 1
Gas Analysis)

Pada data hasil pengujian minyak generator transformer ke dua pada


steam turbin generator blok 2 #STG 2.2 hampir semua jenis gas yang masuk
dalam kategori TDCG terdapat kandungan di dalamnya sama hal nya dengan
kandungan gas yang ada pada GT #STG 2.1. Kandungan gas hidrogen pada
GT #STG 2.2 lebih rendah dari pengujian yang pertama. Dari angka ini dapat di
katakan generator transformer steam turbin 2.2 mengalami proses arcing lebih
rendah daripada generator transformer steam turbin generator yang pertama.
Karena timbulnya hidrogen menandakan adanya proses arcing atau lonjakan
bunga api pada trafo. Nilai maksimum yang di ijinkan untuk kandungan gas
hidrogen adalah 100. Untuk gas metana juga lebih rendah di bandingkan GT
#STG 2.1.

Dalam hal ini pemanasan minyak pada trafo di katakan normal atau aman.
Karena timbulnya gas metana diindikasikan terjadinya pemanasan minyak pada
transformator antara suhu 200 sampai 500 derajat. Sedangkan timbulnya gas
etilen diindikasikan mulainya pembentukan partikel karbon. Untuk nilai etilen

67
sendiri pada GT #STG 2.2 masih dalam kategori aman beroperasi karena untuk
standard yang di ijinkan adalah maksial 50 ppm. Sedangkan nilai kandungan
gas yang timbul adalah sebanyak 2 ppm. Beda hal nya dengan gas etana, gas
etana timbul dikarenakan adanya pemanasan minyak transformator yang
berkisar temperatur antara 300 – 500 derajat. Selain itu ada juga gas yang
mengindikasikan telah terjadi pemanasan berlebih pada isolasi belitan
transformator. Gas tersebut adalah karbon monoksida. Nilai karbon monoksida
yang di dapatkan adalah 108 dengan nilai standard normal adalah 350. Dari
data karbon monoksida GT #STG 2.2 isolasi belitan transformator dalam
kondisi normal dari proses pemanasan yang berlebih.

Sedangkan timbulnya gas karbon dioksida diindikasikan terjadinya


oksidasi pada minyak transformator karena degradasi pada kertas selulosa.
Untuk GT #STG 2.2 nilainya adalah 1632 dengan batas paling aman adalah di
bawah 2500 ppm. Dari sini proses oksidasi minyak trafo yang di sebabkan
degradasi kertas selulosa belum begitu tampak membahayakan karena nilai
karbon oksida masih memperlihatkan dalam kondisi 1. Dalam hal ini karbon
oksida tidak termasuk gas yang mudah terbakar namun dapat memberikan
gambaran gangguan pada transformator.

Dari data TDCG GT #STG 2.2 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.

B. Metode Kunci Gas

Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.2 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑔𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Gas terlarut : 𝑇𝐷𝐶𝐺
x100%

Perhitungan Persentase kandungan Gas

68
9
H2 = × 100% = 5.487%
164

15
CH4 = 164 × 100% = 9.146%

2
C2H4 = × 100% = 1.219%
164

30
C2H6 = 164 × 100% = 18.292%

108
CO = 164 × 100% = 65.853%

Persentase Kunci gas


80,000
Jumlah Gas %

60,000
65,853
40,000

20,000 Persentase Kunci gas


18,292
0
5,487 9,146 1,219
H2 CH4 C2H4 C2H6 CO
Combustible Gas

Gambar 4. 3 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.2


Dari grafik yang di tunjukan gambar 4.1 terdapat lima gas dengan
persentase masing-masing gas berbeda. Karbon monoksida paling dominan
sebesar 65.853%, untuk metana sebesar 9.146, etana 18.292%, hidrogen
sebesar 5.487% dan etilen sebesar 1.219%. Dengan merujuk IEE C57.104-
2008 dimana karbon monoksida sangat dominan maka indikasikan yang
mungkin terjadi adalah pemanasan berlebih pada selulosa. Namun untu
Gt#STG 2.2 masih kondisi aman karena karbon monoksida tidak melebihi 92%.

C. Metode Rasio Doernenburg

Metode selanjutnya yang di gunakan untuk menganalisis indikasi


kegagalan transformator adalah metode rasio doernenburg. Dengan
menggunakan metode rasio doernenburg maka terlebih dahulu menghitung

69
nilai dari rasio gas dengan 5 gas individu diantaranya : H2, CH4, C2H4, C2H6,
C2H2.

Dengan rumus:

𝐶𝐻4 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻6


RR1 = , R2 = , R3 = , R4 = 𝐶2𝐻2
𝐻2 𝐶2𝐻4 𝐶𝐻4

Perhitungan Rasio Doernenburg


15 0
R1 = = 1.66 R3 = 15 = 0
9

0 30
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0

Dari perhitungan di dapatkan hasil R1= 1.66, R2= 0, R3= 0, R4=


Undifined. Apabila mengacu pada IEEE C57.104-2008 yang terdapat pada
tabel 3.8 maka trafo terindikasi mengalami thermal decomposition

D. Metode Segitiga Duval

Metode selanjutnya adalah metode segitiga duval yang hanya menggunaka


tiga jenis gas individu di antaranya: Metana, Etilen, Asetilen. Dengan rumus:

100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm

100𝑦
k% C2H4 = untuk y = C2H4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧

100𝑧
k% CH4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk z = CH4 dalam ppm

0
%C2H2 = 17 = 0

200
%C2H4 = = 11.746
17

70
1500
%CH4 = = 88.235
17

Gambar 4. 4 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.2

Dengan menggunakan metode segitiga duval berdasarkan standard IEEE


C57.104-2008 yang merujuk pada tabel 3.8 GT#STG 2.2 tidak terindikasi
kegagalan.

E. Metode Rasio Roger’s

Dalam menganalisa indikasi kegagalan transformator menggunakan


metode rasio roger pertama menghitung nilai dari rasio gas dengan 5 gas
individu diantaranya: H2, CH4, C2H4, C2H6, C2H2. Dengan rumus:

Perhitungan Rasio Roger

R2 = 0 R1 = 1.66 R5 = 0.066

71
Dari perhitungan di dapatkan hasil R2= 0, R1=1.66, R5= 0.066 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
indikasi terdekat dengan trafo adalah pemanasan thermal dengan suhu di
bawah 700°C.

4.2.3 Pengujian Pada Transformator Ketiga

A. Metode Total Dissolved Combustible Gas (TDCG)

Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Minyak Transformator Ke Tiga GT#STG 2.3

ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 17 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 138 KONDISI 2
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 18 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 284 KONDISI 4
KARBON MONOKSIDA
6 140 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1601 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
597 KONDISI 1
Gas Analysis)

Pada data hasil pengujian minyak generator transformer ketiga pada


steam turbin generator blok 2 #STG 2.3 hampir semua jenis gas yang masuk
dalam kategori TDCG terdapat kandungan di dalamnya sama hal nya dengan
kandungan gas yang ada pada transformer sebelumnya. Kandungan gas
hidrogen pada GT #STG 2.3 di dapatkan nilai sebesar 17 ppm lebih rendah dari
pengujian yang pertama namun lebih tinggi dari transformator kedua. Dari
angka ini dapat di katakan generator transformer steam turbin 2.3 mengalami
proses arcing lebih rendah daripada generator transformer steam turbin
generator yang pertama. Karena timbulnya hidrogen menandakan adanya
proses arcing atau lonjakan bunga api pada trafo. Nilai maksimum yang di
ijinkan untuk kandungan gas hidrogen adalah 100. Untuk gas metana yang di

72
dapatkan pada pengujian transformator ketiga di dapatkan hasil yang paling
tinggi di antara trafo pertama dan kedua yang ada pada steam turbin generator
blok 2 Muara Karang.

Dalam hal ini pemanasan minyak pada trafo pada GT#STG 2.3 memiliki
kuantitas yang paling tinggi. Karena timbulnya gas metana diindikasikan
terjadinya pemanasan minyak pada transformator antara suhu 200 sampai 500
derajat. Sehingga perlu adanya pengambilan minyak yang lebih rutin serta
mengurangi jumlah pembebanan pada transformator. Sedangkan timbulnya gas
etilen diindikasikan mulainya pembentukan partikel karbon. Untuk nilai etilen
sendiri pada GT #STG 2.2 masih dalam kategori aman beroperasi karena untuk
standard yang di ijinkan adalah maksial 50 ppm. Sedangkan nilai kandungan
gas yang timbul adalah sebanyak 18 ppm. Beda hal nya dengan gas etana, gas
etana timbul dikarenakan adanya pemanasan minyak transformator yang
berkisar temperatur antara 300 – 500 derajat. Nilai gas etana yang terkandung
pada pengujian transformator ketiga di dapatkan nilai sebesar 284.

Sehingga apabila merujuk pada standard IEE C57.104-2008 maka


GT#STG 2.3 gas individu etana masuk dalam kondisi 4. Dimana kondisi yang
paling tinggi dan tidak di sarankan untuk tidak beroperasi. Langkah yang harus
di lakukan terhadap temuan gas etana yang tinggi ini adalah dengan
mengurangi pembebanan dan melakukan pengambilan minyak setiap sehari
sekali untuk lebih mengetahui perkembangan kondisi trafo.

Selain itu ada juga gas yang mengindikasikan telah terjadi pemanasan
berlebih pada isolasi belitan transformator. Gas tersebut adalah karbon
monoksida. Nilai karbon monoksida yang di dapatkan adalah 140 dengan nilai
standard normal adalah 350. Dari data karbon monoksida GT #STG 2.3 isolasi
belitan transformator dalam kondisi normal dari proses pemanasan yang
berlebih. Sedangkan timbulnya gas karbon dioksida diindikasikan terjadinya
oksidasi pada minyak transformator karena degradasi pada kertas selulosa.
Untuk GT #STG 2.3 nilainya adalah 1601 dengan batas paling aman adalah di
bawah 2500 ppm. Dari sini proses oksidasi minyak trafo yang di sebabkan
degradasi kertas selulosa belum begitu tampak membahayakan karena nilai

73
karbon oksida masih memperlihatkan dalam kondisi 1. Dalam hal ini karbon
oksida tidak termasuk gas yang mudah terbakar namun dapat memberikan
gambaran gangguan pada transformator.

Dari data TDCG GT #STG 2.3 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.

B. Metode Kunci Gas

Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.2 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑔𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Gas terlarut : 𝑇𝐷𝐶𝐺
x100%

Perhitungan Persentase kandungan Gas

17
H2 = × 100% = 2.847%
597

138
CH4 = 597 × 100% = 23.115%

18
C2H4 = × 100% = 3.015%
597

284
C2H6 = 597 × 100% = 47.571%

140
CO = 597 × 100% = 23.45%

74
Persentase Kunci Gas
50
45 47.571
40
35
Jumlah Gas %

30
25
20 23.115 23.45 Persentase Kunci Gas
15
10
5
0 2.847 3.015
H2 CH4 C2H4 C2H6 CO
Combustible Gas

Gambar 4. 5 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.3


Dari grafik yang di tunjukan gambar 4.2 terdapat lima gas dengan
persentase masing-masing gas berbeda. Di temukan gas etana paling dominan
sebesar 47.571%, untuk metana sebesar 23.115%, hidrogen sebesar 2.487%
dan etilen sebesar 3.015%. Dengan merujuk IEE C57.104-2008 dimana etana
sangat dominan maka indikasi yang mungkin terjadi adalah pemanasan
berlebih pada minyak.

C. Metode Rasio Doernenburg

Metode selanjutnya yang di gunakan untuk menganalisis indikasi


kegagalan transformator adalah metode rasio doernenburg. Dengan
menggunakan metode rasio doernenburg maka terlebih dahulu menghitung
nilai dari rasio gas dengan 5 gas individu diantaranya : H2, CH4, C2H4, C2H6,
C2H2.

Dengan rumus:

𝐶𝐻4 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻6


RR1 = , R2 = , R3 = , R4 = 𝐶2𝐻2
𝐻2 𝐶2𝐻4 𝐶𝐻4

75
Perhitungan Rasio Doernenburg
15 0
R1 = = 8.117 R3 = 15 = 0
9

0 284
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0

Dari perhitungan di dapatkan hasil R1= 8.117, R2= 0, R3= 0, R4=


Undifined. Apabila mengacu pada IEEE C57.104-2008 yang terdapat pada
tabel 3.8 maka trafo terindikasi mengalami thermal decomposition

D. Metode Segitiga Duval

Metode selanjutnya adalah metode segitiga duval yang hanya menggunaka


tiga jenis gas individu di antaranya: Metana, Etilen, Asetilen. Dengan rumus:

100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm

100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm

100𝑧
k% CH4 = untuk z = CH4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧

0
%C2H2 = 156 = 0

1800
%C2H4 = = 11.538 %
156

13800
%CH4 = = 88.461%
156

Gambar 4. 6 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.3

76
Dengan menggunakan metode segitiga duval berdasarkan standard IEEE
C57.104-2008 yang merujuk pada tabel 3.9 GT#STG 2.3 thermal fault pada
temperatur di bawah 300°C

E. Metode Rasio Roger’s

Dalam menganalisa indikasi kegagalan transformator menggunakan


metode rasio roger pertama menghitung nilai dari rasio gas dengan 5 gas
individu diantaranya: H2, CH4, C2H4, C2H6, C2H2. Dengan rumus:

Perhitungan Rasio Roger

R2 = 0 R1 = 8.117 R5 = 0.063

Dari perhitungan di dapatkan hasil R2= 0, R1=8.117, R5= 0.063 maka


bila mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada
tabel 3.6 indikasi terdekat dengan trafo adalah pemanasan thermal dengan
suhu di bawah 700°C.

77
4.2.4 Pengujian Pada Transformator Keempat

A. Metode Total Dissolved Combustible Gas (TDCG)

Tabel 4. 8 Hasil Pengujian Minyak Transformator Ke Empat GT#GTG 2.1

ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 14 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 0 KONDISI 1
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 40 KONDISI 1
KARBON MONOKSIDA
6 42 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1755 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
98 KONDISI 1
Gas Analysis)

Pada data hasil pengujian minyak generator transformer empat di ambil


pada gas turbin generator blok 2 #GTG 2.1. Data yang di dapatkan bernilai
lebih kecil jika di bandingkan data-data sebelumnya. Meskipun hampir semua
jenis gas individu terdapat kandungan namun nominalnya berada pada kondisi
satu semua. Bisa dikatakan nilai yang di dapatkan sangat memuaskan karena
nilai total dari TDCG nya adalah 98. Untuk gas metana sendiri yang pada
pengujian sebelumnya terdapat kandungan gas untuk GT#GTG 2.1 bernilai nol.
Standard di katakan normal adalah 720 sedangkan jumlah TDCG masih bernilai
98.

Dari data TDCG GT #GTG 2.1 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.

78
B. Metode Kunci Gas

Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #GTG 2.1 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑔𝑎𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡


Gas terlarut : 𝑇𝐷𝐶𝐺
x100%

Perhitungan Persentase kandungan Gas

14
H2 = 98
× 100% = 14.28%

0
CH4 = 98 × 100% = 0%

2
C2H4 = × 100% = 2.040%
98

40
C2H6 = 98 × 100% = 40.816%

42
CO = 98 × 100% = 42.857%

Persentase Kunci Gas


45
40 42.857
40.816
35
Jumlah Gas %

30
25
20
15 Persentase Kunci Gas
10 14.28
5
0
2.04
H2 0
CH4 C2H4 C2H6 CO
Combustible Gas

Gambar 4. 7 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#GTG 2.1

79
Dari grafik yang di tunjukan gambar 4.3 terdapat empat gas yang
terkandung pada pengujian GT#GTG 2.1 dengan persentase berbeda masing-
masing nya. Untuk karbon monoksida di dapatkan nilai tertinggi dengan
persentase 42,857%. Di ikuti etana dengan persentase 40,816. Setelahnya
terdapat hidrogen dengan persentase 14.28% dan etilen 2.04%. Dengan
merujuk IEE C57.104-2008 dimana karbon monoksida lebih dominan daripada
kandungan gas yang lain namun nilainya tidak terpaut jauh dengan etana yang
ada di bawahnya dan hanya berkisar 42%. Oleh karena itu dari data yang ada
tidak dapat di indikasikan dengan metode gas kunci terkait kegagalan trafo
yang mendekati.

C. Metode Rasio Doernenburg

Metode selanjutnya yang di gunakan untuk menganalisis indikasi


kegagalan transformator adalah metode rasio doernenburg. Dengan
menggunakan metode rasio doernenburg maka terlebih dahulu menghitung
nilai dari rasio gas dengan 5 gas individu diantaranya : H2, CH4, C2H4, C2H6,
C2H2.

Dengan rumus:

𝐶𝐻4 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻2 𝐶2𝐻6


RR1 = , R2 = , R3 = , R4 = 𝐶2𝐻2
𝐻2 𝐶2𝐻4 𝐶𝐻4

Perhitungan Rasio Doernenburg


0 0
R1 = =0 R3 = 0 = Undifined
14

0 40
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0

Dari perhitungan di dapatkan hasil R1= 0, R2= 0, R3= Undifined, R4=


Undifined. Apabila mengacu pada IEEE C57.104-2008 yang terdapat pada
tabel 3.8 maka GT#GTG 2.1 tidak dapat diketahui atau trafo masih berfungsi
dengan baik.

80
D. Metode Segitiga Duval

Metode selanjutnya adalah metode segitiga duval yang hanya menggunaka


tiga jenis gas individu di antaranya: Metana, Etilen, Asetilen. Dengan rumus:

100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm

100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm

100𝑧
k% CH4 = untuk z = CH4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧

0
%C2H2 = 2 = 0%

200
%C2H4 = = 100%
2

0
%CH4 = 2 = 0%

Gambar 4. 8 Hasil Segitiga Duval GT#GTG 2.1


Dengan menggunakan metode segitiga duval berdasarkan standard IEEE
C57.104-2008 yang merujuk pada tabel 3.9 GT#STG 2.3 gangguan yang
mungkin terjadi adalah thermal fault pada temperatur di atas 700°C

E. Metode Rasio Roger’s

Dalam menganalisa indikasi kegagalan transformator menggunakan


metode rasio roger pertama menghitung nilai dari rasio gas dengan 5 gas
individu diantaranya: H2, CH4, C2H4, C2H6, C2H2. Dengan rumus:

81
Perhitungan Rasio Roger

R2 = 0 R1 = 0 R5 = 0.05

Dari perhitungan di dapatkan hasil R2= 0, R1=0, R5= 0.05 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
indikasi terdekat dengan trafo adalah Low energy density arcing.

82
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang di dapatkan dari analisis pengujian empat trafo pada
PLTGU blok 2 Muara Karang dengan metode DGA adalah:

1. Hasil dari pengujian transformator pertama (GT#STG 2.1) trafo masuk


dalam kondisi dua dimana trafo sudah mengalami peningkatan kandungan
gas mudah terbakar. Trafo terindikasi mengalami kegagalan termal pada
isolasi kertas yang di buktikan dengan tingginya nilai karbon monoksida.
Kegagalan isolasi kertas dapat di sebabkan seringnya trafo mengalami
beban kerja dengan suhu tinggi di atas 250 derajat dengan di buktikan
terdapatnya nilai etana dan metana.
2. Hasil dari pengujian transformator kedua (GT#STG 2.2) trafo dalam
kondisi 1 dan tidak terdapat gas individu yang nilainya berlebih.
3. Hasil dari pengujian transformator ketiga (GT#STG 2.3) trafo dalam
kondisi satu yang berarti trafo masih normal. Namun trafo terindikasi
terjadi kegagalan termal dengan di buktikan nilai kandungan gas etana
dan metana tinggi. Bahkan untuk gas metana nilainya masuk dalam
kondisi empat.
4. Hasil dari pengujian transformator ke empat (GT#GTG 2.4) trafo dalam
kondisi satu dan tidak terdapat gas individu yang nilainya berlebih.

5.2. Saran
Dari hasil pengujian yang telah di analisa dan di simpulkan maka saran
dari penulis adalah:

1. Untuk pengujian trafo kedua dan keempat trafo aman untuk dilanjutkan
pengoperasian. Namun tetap dilakukan pemantauan dengan mengecek
sampel minyak untuk menjaga kondisi dari trafo.
2. Untuk pengujian trafo ketiga dan keempat perlu adanya investigasi gas
individu secara intensif selain itu juga perlu adanya pengaturan beban
tarfo dan pengoptimalan sistem pendingin pada trafo.

83

Anda mungkin juga menyukai