DISUSUN OLEH:
KAMIL FAISHAL HAKIM
NIM : 2014-11-074
Disusun Oleh :
NIM : 2014-11-074
Mengetahui, Disetujui,
i
Nama Mahasiswa : Kamil Faishal Hakim
NIM : 201411074
Jurusan : S1 Teknik Elektro
Usulan Judul Skripsi : Analisis Indikasi Kegagalan Transformator Blok 2
PLTGU Muara Karang Berdasarkan Gas Terlarut
Dengan Metode Dissolved Gas Analysis (DGA)
Telah disidangkan dan dinyatakan Lulus Sidang Skripsi pada Program Sarjana
Strata 1, Program Studi S1 Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik - PLN pada
tanggal
Ketua Penguji
Sekretaris
Anggota
Mengetahui :
Ketua Prodi
S1 Teknik Elektro
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
NIM : 2014-11-074
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya/Sarjana/Magister baik di
lingkungan STT-PLN maupun di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran
dan rasa tanggung jawab serta bersedia memikul segala resiko jika ternyata
pernyataan ini tidak benar.
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Sekolah Tinggi Teknik - PLN, saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama : Kamil Faishal Hakim
NIM : 2014-11-074
Program Studi : S1
Jurusan : Teknik Elektro
Jenis Karya : Skripsi
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Sekolah Tinggi Teknik – PLN berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
iv
ANALISIS INDIKASI KEGAGALAN TRANSFORMATOR BLOK 2 PLTGU MUARA
KARANG BERDASARKAN KANDUNGAN GAS TERLARUT DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA)
ABSTRAK
PLTGU Muara karang adalah salah satu pembangkit yang mensuplai tempat –
tempat penting di ibukota Jakarta atau pembangkit dengan pelanggan VVIP. Oleh
sebab itu keandalan sistem tenaga listrik PLTGU Muara Karang harus terjaga dan
terhindar dari gangguan.Salah satu peralatan penting penunjang keandalan sistem
tenaga listrik yang ada di PLTGU Muara Karang adalah transformator. Fungsi
transformator sangat vital karena berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari
tegangan tinggi ke tegangan rendah ataupun sebaliknya. Untuk mengetahui kondisi
aktual serta menjaga keandalan transformator dapat di lakukan dengan menguji
minyak transformator dengan metode Dissolved Gas Analysis (DGA). Dengan
metode DGA minyak di ekstraksi dan di pisahkan gas yang terlarut dalam minyak
tarnsformator. Gas tersebut di analisis menggunakan beberapa teknik di antaranya
total dissolved combustible gas(tdcg), key gas, roger’s ratio, ratio doernenburg dan
duval triangel. Dari analisis tersebut di ketahui kondisi transformator dan indikasi-
indikasi kegagalan dari transformator. Berdasarkan pengujian empat transformator
yang ada pada PLTGU Muara Karang menggunakan metode Dissolved Gas
Analysis dua transformator yaitu generator transformer 2 pada steam turbin
generator dan generator transformer 1 pada gas turbin generator masih sangat
bagus dan dapat di lanjutkan pengoperasian namun tetap harus ada pemantaun
rutin dengan pengambikan sampel minyak. Untuk generator transformer 1 dan 3
pada steam turbin generator terdapat gas individu yang nilainya mulai tinggi dan
menimbulkan indikasi kegagalan termal pada isolasi. Oleh karena itu perlu di
lakukan pengaturan beban dan pengoptimalan pada sistem pendingin serta
meningkatkan jumlah pengambilan sampel minyak untuk menjaga gas yang sudah
mulai timbul.
Kata kunci: Dissolve Gas Analysis (DGA), minyak transformator, indikasi kegagalan
transformator
v
DAFTAR ISI
vi
2.2.10. Trafo Tiga Fasa .................................................................................... 27
2.2.11. Hubungan Belitan Trafo 3 Fasa ............................................................ 28
2.2.12. Sistem Pendingin Trafo ........................................................................ 31
BAB III PENGUJIAN MINYAK TRANSFORMATOR DENGAN METODE
DISSOLVED GAS ANALYSIS (DGA) ..................................................................... 33
3.1. Minyak Transformator ................................................................................... 33
3.1.1. Fungsi Minyak Transformator ................................................................. 33
3.1.2 Struktur Minyak Transformator ................................................................ 34
3.2. Pengertian Dissolved Gas Analysis .............................................................. 36
3.2.1. Alat Pengambil Sampel Minyak DGA ..................................................... 37
3.2.2. Cara Pengambilan Sampel Minyak......................................................... 38
3.3. Metode Pengujian DGA ................................................................................ 39
3.4. Jenis Kegagalan Transformator .................................................................... 43
3.5. Metode Interpretasi data uji DGA .................................................................. 43
3.5.1 Analysis Total Dissolved Combustable Gas (TDCG) ............................... 44
3.5.2 Key Gas ................................................................................................... 47
3.5.3 Metode Roger’s Ratio .............................................................................. 50
3.5.4 Metode Rasio Doernenburg ..................................................................... 51
3.5.5 Metode Segitiga Duval............................................................................. 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 56
4.1. Hasil Pengujian Minyak Transformator ......................................................... 56
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 60
4.2.1. Pengujian Pada Transformator Kesatu ................................................... 61
4.2.2 Pengujian Pada Transformator Kedua ................................................ 67
4.2.3 Pengujian Pada Transformator Ketiga ................................................. 72
4.2.4 Pengujian Pada Transformator Ketiga ................................................. 78
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 83
5.1. Simpulan ................................................................................................... 83
5.2. Saran ......................................................................................................... 83
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 3. 14 Segitiga Duval .................................................................................. 53
Gambar 4. 1 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.1 ................................. 64
Gambar 4. 2 Hasil Uji Segitiga Duval GT#STG 2.1 ................................................. 66
Gambar 4. 3 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.2 ................................. 69
Gambar 4. 4 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.2 ...................................................... 71
Gambar 4. 5 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#STG 2.3 ................................. 75
Gambar 4. 6 Hasil Segitiga Duval GT#STG 2.3 ...................................................... 76
Gambar 4. 7 Grafik Hasil Pengujian Gas Kunci GT#GTG 2.1 ................................. 79
Gambar 4. 8 Hasil Segitiga Duval GT#GTG 2.1...................................................... 81
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
2
3. Penelitian ini tidak membahas tentang struktur kimia ataupun tranformator
lebih dalam namun hanya sebatas minyak trafo yang di uji dengan metode
DGA pada transformator blok 2 PLTGU Muara Karang.
4. Gas yang di analysis hanya yang ada pada tanki utama bukan gas di relay
bucholz.
Dari uraian di atas maka dapat diambil rumusan masalah antara lain:
1. Apa pengaruh gas terlarut yang terdapat pada minyak transformator blok
2 PLTGU terhadap kegagalan minyak transformator tersebut?
2. Bagaimana menentukan indikasi kegagalan tranformator dari hasil uji
Disolved Gas Analysis (DGA) yang di dapatkan ?
3. Apa rekomendasi tindakan yang harus di lakukan untuk trafo yang
mengalami indikasi kegagalan?
3
2. Untuk memperoleh kesempatan dalam memahami permasalahan yang
ada di lapangan berdasarkan teori yang di peroleh selama proses belajar.
3. Untuk memperoleh wawasan yang lebih tentang dunia kerja.
4. Hasil penulisan skripsi ini dapat digunakan sebagai bahan referensi
pengembangan teknis pengajaran antara link and match dunia pendidikan
dan dunia kerja.
Guna pembaca lebih mudah untuk memahami isi dari skripsi ini maka
skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. BAB I Pendahuluan,
berisi tentang latar belakang, permasalahan penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori, berisi tentang
tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran. BAB III Metode
Penelitian, berisi tentang analisa kebutuhan, perancangan penelitian dan teknik
analisis. BAB IV Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil, pembahasan dan
implikasi penelitian. BAB V Penutup, berisi tentang simpulan dari penelitian.
4
BAB II
TRANSFORMATOR
5
Gambar 2. 1 Arus bolak balik mengelillingi inti besi
Arus yang mengalir pada belitan primer akan menginduksi inti besi
transformator sehingga didalam inti besi akan mengalir flux magnet dan
flux magnet ini akan menginduksi belitan sekunder sehingga pada ujung
belitan sekunder akan terdapat beda potensial (Gambar 2.2) .
1. Transformator daya
2. Transformator distribusi
3. Transformator pengukuran
Pada kontruksi tipe ini yang ditunjukan dalam gambar 2.3, lilitan
mengelilingi inti besi yang berlaminasi. Transformator komersial tidak dibentuk
secara demikian karena sebagian besar fluksi yang dihasilkan lilitan primer
tidak memotong lilitan sekunder, atau dikatakan bahwa transformator
mempunyai kebocoran fluksi yang besar. Untuk menjaga agar kebocoran fluksi
serendah mungkin, lilitan dibagi dua dan ditempatkan pada masing-masing
kakinya.
A. Inti Trafo
7
Gambar 2. 4 Inti besi dan laminasi yang diikat fiber glass
B. Kumparan Transformator
C. Minyak Transformator
8
1. Ketahanan isolasi harus tinggi ( >10kV/mm )
2. Berat jenis harus kecil, sehingga partikel-partikel inert di dalam minyak
dapat mengendap dengan cepat
3. Viskositas yang rendah agar lebih mudah bersirkulasi dan kemampuan
pendinginan menjadi lebih baik
4. Titik nyala yang tinggi, tidak mudah menguap yang dapat membahayakan.
5. Tidak merusak bahan isolasi padat
6. Sifat kimia yang stabil
D. Bushing
Gambar 2. 6 Bushing
E. Tanki Konservator
9
Gambar 2. 7 Tanki Konservator Minyak Trafo
A. Pendingin
Gambar 2. 8 Pendingin
10
B. Tap Changer
C. Alat Pernafasan
Bila suhu minyak tinggi, minyak akan memuai dan mendesak udara di
atas permukaan minyak keluar dari dalam tangki, sebaliknya apabila suhu
turun, minyak menyusut maka udara luar akan masuk kedalam tangki.
D. Pengaman
Pengaman pada trafo di antara nya Rele Bucholz untuk mendeteksi dan
mengamankan terhadap gangguan di dalam trafo yang menimbulkan gas.
11
Gambar 2. 11 Rele Bucholz
Gambar 2.13 menunjukkan suatu bentuk trafo dengan rangkaian pada sisi
sekunder dalam keadaan terbuka ataupun tidak berbeban, dan pada bagian
primernya diberikan tegangan berubah-ubah Vi Kemudian arus Iφ yang biasa
disebut sebagai arus eksitasi, akan mengalir pada sisi primer dan menghasilkan
flux yang berubah-ubah secara magnetik. Flux tersebut menghasilkan gaya
gerak listrik (emf) dengan persamaan sebagai berikut ini :
12
𝑑𝛾1 𝑑𝜑
e1= =-N1
𝑑𝑡 𝑑𝑡
..............................................................................................(2.1)
dimana :
karena
f₁ = f₂
E₁ N₂= E₂N₁
Di mana:
13
E₁= tegangan primer
E₂ = tegangan sekunder
N₂ = belitan sekunder
VA primer = VA sekunder
I₁x E₁ = I₂x E₂
𝐸1 𝐼2
=
𝐸2 𝐼1
Maka I1 = I2
𝐸1
......................................................................................................................(2.3
𝐸2
Di mana:
I₁ = Arus primer
I₂ = Arus sekunder
E₁ = tegangan primer
𝐸1
𝐸2
𝑁1 𝑉1
=𝑁2=𝑉2=a................................................................................................................
......................(2.4)
B. Transformator berbeban
Bila belitan lilitan kawat tembaga di sisi sekunder pada gambar 2.13 diatas
dihubungkan dengan beban, maka akan terlihat seperti pada gambar 2.14. N1
adalah jumlah lilitan di sisi primer dan N2 adalah jumlah lilitan di sisi sekunder.
14
Belitan sekunder terhubung ke beban dan diasumsikan bahwa arus yang keluar
dari belitan sekunder adalah bernilai positif, maka arus tersebut akan
menghasilkan gaya gerak magnet yang berlawanan arah dengan yang
dihasilkan oleh arus dari lilitan primer. Dengan menganggap resistansi belitan
dapat diabaikan, maka akan dihasilkan flux yang terbatas pada inti trafo yang
menghubungkan kedua inti belitan (flux bocor diasuksikan dapat diabaikan).
𝑑𝜑
V1=e1=N1 𝑑𝑡 ..................................................................................................
.......................(2.5)
𝑑𝜑
V2=e2=N2 𝑑𝑡 ..................................................................................................
.......................(2.6)
𝑣1 𝑁1
= ..............................................................................................................
𝑣2 𝑁2
............................(2.7)
15
Maka dapat dikatakan bahwa prinsip pengubahan tegangan pada trafo
dilakukan dengan perbandingan antara jumlah belitan antara sisi primer dengan
sisi sekundernya. Apabila suatu beban dihubungkan pada sisi sekunder trafo
maka akan dihasilkan arus i2 dengan mmf N2i2. Dari persamaan (2.7) dan
dengan mengasumsikan permeabilitas inti trafo yang sangat besar, maka
penambahan beban pada sisi sekunder trafo tidak mempengaruhi flux inti trafo.
Total eksitasi mmf pada inti trafo tidak akan berubah dan bahkan dapat
diabaikan. Maka akan diperoleh:
N1i1-
N2i2=0....................................................................................................................
......(2.8)
N1i1=N2i2......................................................................................................
.........................(2.9)
𝑖1
𝑖2
𝑁2
=𝑁1..........................................................................................................................
.............(2.10)
Perbandingan arus yang mengalir pada sisi primer dengan sisi sekunder
adalah berbanding terbalik dengan perbandingan antara jumlah lilitan pada
kedua belitan trafo. Dari persamaan di atas dapat dituliskan persamaan berikut:
V1i1=v2i2.......................................................................................................
......................(2.11)
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa suplai daya yang terjadi
pada sisi primer trafo akan bernilai sama dengan yang disalurkan pada sisi
sekundernya akibat dari tidak adanya disipasi daya dan rugi-rugi daya.
16
2.2.5. Rangkaian Ekivalen Transformator
17
Gambar 2. 17 Diagram Vektor
V1=E1+I1R1+I1X1…………………….............................……………………
……….…..(2.12)
E2=V2+I1R1+I2X2………….............................………………………………
…………...(2.13)
𝐸1 𝑁1
= =a atau E1=aE2
𝐸2 𝑁2
Hingga: E1=a(I2ZL+I2R2+I2X2)
18
2.2.6. Rugi-Rugi Transformator
19
I(h+e) =I0 cos
φ……………….....................................……………………………......…………...(2
.15)
I0 = √𝐼(ℎ + 𝑒) +
Ixo........................................................................................................(2.17)
Pada keadaan tanpa beban ini arus primer Io tertinggal dari V1 dengan
sudut φ (φ< 900 ) sehingga daya masukan sebesar
P = V I Cos
φ…………………………………….……......................................……..………..(2.1
8)
S=VxI
Sehingga:
P = S x Cos
φ…………………………………….........................................….………..……...(2.1
9)
Q = S x Sin
φ…………………….……………….........................................…………………..(2.
20)
Dimana:
20
S = Daya semu (VA)
Rugi histerisis (Ph), yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak – balik pada
inti besi yang dinyatakan sebagai berikut :
Ph = kh f Bmaks ( watt )
.................................................................……………….……(2.21)
Dimana:
Kh = konstanta
Kerugian karena Eddy current disebabkan oleh aliran sirkulasi arus yang
menginduksi logam. Ini disebabkan oleh aliran fluk magnetik disekitar inti besi.
Karena inti besi trafo terbuat dari konduktor (umumnya besi lunak), maka arus
Eddy yang menginduksi inti besi akan semakin besar. Eddy current dapat
21
menyebabkan kerugian daya pada sebuah trafo karena pada saat terjadi
induksi arus listrik pada inti besi, maka sejumlah energi listrik akan diubah
menjadi panas. Ini merupakan kerugian.
Untuk mengurangi arus Eddy, maka inti besi trafo dibuat berlapis-lapis,
tujuannya untuk memecah induksi arus Eddy yang terbentuk di dalam inti besi.
Rugi arus eddy (Pe) , yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti
besi. Dirumuskan sebagai berikut:
Pe = ke f2 B 2 maks (Watt )
....................................................................................... ( 2.22)
Dimana:
Kh = konstanta
Pi = Ph + Pe ( Watt )
...............................…………..................................….........…….. (2.23)
Rugi – rugi yang ketiga adalah rugi-rugi tembaga (copper losses). Rugi-
rugi tembag terjadi di kedua kumparan. Kumparan primer atau sekunder dibuat
dari gulungan kawat tembaga yang dilapisi oleh isolator tipis yang disebut
enamel. Umumnya kumparan dibuat dari gulungan kawat yang cukup panjang.
Gulungan kawat yang panjang ini akan meningkatkan hambatan dalam
kumparan. Pada saat trafo dialiri arus listrik maka hambatan kumparan ini akan
mengubah sejumlah kecil arus listrik menjadi panas yaitu sebesar (𝐼 2 R).
Semakin besar harga R maka semakin besar pula energi panas yang timbul di
dalam kumparan. Mutu kawat yang bagus dengan nilai hambatan jenis yang
kecil dapat mengurangi rugi – rugi tembaga.
22
Rugi tembaga disebabkan oleh arus mengalir pada kawat tembaga yang
terjadi pada kumparan sekunder dapat ditulis sebagai berikut :
Pcu = I2 R (Watt )
..........................................…............................................…..........….(2.24)
Karena arus beban berubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung
pada beban. Besarnya rugi-rugi tembaga pada setiap perubahan beban dapat
ditentukan dengan persamaan:
2.2.7. Efisiensi
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛(𝑝𝑜𝑢𝑡)
η= 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘𝑎𝑛(𝑝𝑖𝑛) ................................................................................................
....................(2.27)
atau
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛(𝑝𝑜𝑢𝑡)
η=𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 )𝑝𝑜𝑢𝑡)+∑ 𝑟𝑢𝑔𝑖......................................................................................
................(2.28)
23
η=1-
∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖𝑅𝑢𝑔𝑖
𝑥100%..........................................................................................
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑀𝑎𝑢𝑠𝑘𝑎𝑛 (𝑝𝑖𝑛)
.......(2.29)
𝑉2𝑐𝑜𝑠∅
η= 𝑃𝑖 ..................................................................................................
𝑉2𝑐𝑜𝑠∅+𝐼2𝑅2𝑒𝑘+ 2
𝐼2
......................(2.30)
𝑑 𝑝𝑖
I2R2ek+𝐼2
𝑑𝐼2
=0...........................................................................................................................
.(2.31)
Jadi
𝑝1
R2ek=𝐼22
Pi=I22 R2ek
=Pcu.......................................................................................................................
...(2.32)
Artinya : untuk beban tertentu, efisiensi maksimum terjadi ketika rugi tembaga =
rugi inti.
𝑅𝑢𝑔𝑖 𝐵𝑒𝑠𝑖
√(𝑅𝑢𝑔𝑖 𝑃𝑐𝑢 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ)𝑥𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ......................................................(2.33)
∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖
η=1 − 𝑉2𝐼2𝑐𝑜𝑠∅+∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖
24
η=1 −
∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖/𝑁2𝑁1
.......................................................................................................
𝑐𝑜𝑠∅+∑ 𝑅𝑢𝑔𝑖/𝑁2𝑁1
.........(2.34)
𝑅𝑢𝑔𝑖
Bila ∑ 𝑉2𝐼2 = 𝑋 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛, 𝑚𝑎𝑘𝑎.
𝑋
η=1 − 𝑐𝑜𝑠∅+𝑥
η=1 −
𝑋/𝑐𝑜𝑠∅
......................................................................................................................
1+𝑐𝑜𝑠∅
..............(2.35)
Rc = V 2 /
P...........................................................................................................................(
2.36)
Z = V1 / I = j (XM Rc ) / (Rc +
jXM)....................................................................(2.37)
Dengan demikian, dari pengukuran beban nol dapat diketahui Harga Rc dan
XM.
25
Gambar 2. 19 Rangkaian Pengukuran Beban Nol
Rek =
𝑃ℎ.𝑠
.......................................................................................................................
(𝐼ℎ.𝑠)2
....(2.38)
𝑉ℎ.𝑠
Zek= 𝐼ℎ.𝑠 = 𝑅𝑒𝑘 +
𝑗𝑋𝑒𝑘...................................................................................................(2.39)
Xek = Zek –
Rek..................................................................................................................(2.4
0)
26
Gambar 2. 20 Pengukuran Hubung Singkat
A. Fungsi/Pemakaian
1. Transformator Pembangkit
3. Transformator Distribusi
1. Trafo Besar
2. Trafo Sedang
3. Trafo Kecil
27
Gambar 2. 21 Transformator 3 Fasa
Secara umum ada 3 macam jenis hubungan pada transformator tiga phasa
yaitu :
28
gujung lilitan merupakan titik netral. Arus transformator tiga phasa dengan
kumparan yang dihubungkan bintang yaitu; IA, IB, IC masing-masing berbeda
120°.
IA = IB = IC = IL
IL = Iph
VL-L = Vph
Dimana :
VA = 3Vp Ip
𝑉𝐼
VA = 3( )𝐼𝐿 =
√3
√3𝑉𝐿𝐼𝐿.............................................................................................................(2.4
1)
B. Hubungan Segitiga/Delta
29
Hubungan segitiga adalah suatu hubungan transformator tiga fasa,
dimana cara penyambungannya ialah ujung akhir lilitan fasa pertama
disambung dengan ujung mula lilitan fasa kedua, akhir fasa kedua dengan
ujung mula fasa ketiga dan akhir fasa ketiga dengan ujung mula fasa pertama.
Tegangan transformator tiga phasa dengan kumparan yang dihubungkan
segitiga yaitu; VA, VB, VC masingmasing berbeda 120°.
IA = IB = IC = IL
IL = Iph
VL-L = Vph
Dimana :
VA=Vp Ip
VA=√3VLIL............................................................................................................
..........................(2.42)
30
C. Hubungan Zig Gag
Media
Macam Sistem Dalam Transformator Di Luar Transformator
NO
Pendingin Sirkulasi Sirkulasi Sirkulasi Sirkulasi
Alamiah Paksa Alamiah Paksa
1 AN - - Udara -
2 AF - - - Udara
31
3 ONAN Minyak - Udara -
4 ONAF Minyak - - Udara
5 OFAN - Minyak Udara -
6 OFAF - Minyak - Udara
7 OFWF - Minyak - Air
8 ONAN/ONAF Kombinasi 3 dan 4
9 ONAN/OFAN Kombinasi 3 dan 5
10 ONAN/OFA Kombinasi 3 dan 6
11 ONAN/OFWF Kombinasi 3 dan 7
32
BAB III
PENGUJIAN MINYAK TRANSFORMATOR DENGAN METODE DISSOLVED
GAS ANALYSIS (DGA)
1. Memiliki kerapatan 1000 kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas
sehingga memiliki kekuatan dielektrik yang lebih tinggi.
2. Isolasi cair akan mengisi celah atau ruang yang akan diisolasi dan secara
serentak melalui proses konversi menghilangkan panas yang timbul akibat
rugi energi.
3. Isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika
terjadi pelepasan muatan (discharge).
1. Sebagai pendingin
2. Sebagai isolator pada peralatan tegangan tinggi
33
diantara bagian-bagian yang memiliki beda fasa tidak terjadi lompatan listrik
(flash over) ataupun percikan listrik (spark over) .
1. Kejernihan
2. Masajenis
3. Viskositas Kinematik
4. Titik Nyala
5. Titik Tuang
6. Angka Kenetralan
7. Tegangan Tembus
8. Faktor Kebocoran Dielektrik
9. Kandungan Air
10. Tahanan Jenis
Kejernihan (Appearance)
Minyak tidak boleh mengadung suspensi atau endapan (sedinient).
Konduktivitas Panas (Thermal Conducdvity)
Konduktivitas panas adalah kemampuan isolator minyak menghantarkan
panas.
Koefisien Muai Volum
Jika temperature naik, maka minyak akan memuai sebanding dengan
kenaikan temperaturnya.
Massa Jenis (Spescific Mass)
Massa jenis isolator minyak mineral ini lebih kecil dibanding air.
Kekentalan ( Viscosity)
Kekentalan merupakan suatu tahanan dari cairan untuk mengalir kontinyu
dan merata.
34
Titik Nyala (FlashhPoint)
Titik nyala suatu minyak merupakan peryataan dimana minyak dapat
dipanaskan pada kondisi tertentu sebelum uap yang dihasilkan menjadi
api yang berbahaya.
Titik Tuang (Pour Point)
Titik tuang adalah temperatur dimana minyak baru saja mengalir ketika
didinginkan dibawah kecepatan perubahan suhu.
Titik Api (Fire Point)
Titik api atau titik bakar dari suatu isolator minyak adalah suhu dimana
minyak sudah dalam keadaan terbakar. Titik api ini dapat menunjukkan
minyak itu mengandung zat yang mudah terbakar (combustile)
Kekuatan Pelarut (Solvent Power)
Kekuatan pelarut dari suatu cairan isolasi sangat penting pengaruh pada
bahan-bahan dari konstruksi peralatan. Material yang seluruhnya atau
sebagian terlarut oleh cairan isolasi akan mempengaruhi sifatsifat
kelistrikan.
Sifat Mudah Terbakar (Flammability)
Pada umumnya suatu minyak mineral yang berasal dari minyak bumi
mempunyai sifat yang mudah terbakar (flammabilitas) dari
pembakarannya mempunyai suatu reaksi eksotermis yang tinggi dan
mendorong perambatan. Jadi diharapkan isolator minyak ini tidak bersifat
mudah terbakar (non-flammable).
Tegangan Tembus
Tegangan tembus adalah tegangan ketika pada sebuah isolator itu sudah
tidak mampu menghadapi stres tegangan di antara elektroda yang terpisah yag
memiliki beda potensial.
Proses tembus listrik pada minyak dengan pengaruh medan listrik
melibatkan banyak faktor. Salah satunya adalah perpindahan bahan padat yang
35
basah seperti fiber dan bahan kontaminan lain seperti air ke daerah yang
bertekanan listrik diantara kedua elektroda.
|𝐼𝑟| 𝑉0 1
Tan𝛿=|𝐼𝑐|=𝑅𝑖𝐶𝜔𝑈0 = 𝑅𝑖𝐶𝜔
Konstanta Dielektrik
Suatu bahan memiliki kemampuan menyimpan energi listrik yang
berbeda-beda, tergantung pada molekul yang menyusunnya. Kemampuan
bahan menyimpan energi elektrosetatis (Permitivitas) akan naik jika suatu
bahan berubah komposisi kimianya sehingga berat molekul bahan tersebut
meningkat Penyimpanan ini terjadi akibat pergeseran relatif kedudukan muatan
positif internal dan muatan negatif internal terhadap gaya atomik dan molekular
yang normal.
36
transformator, sehingga dapat diketahui secara dini gejala–gejala kerusakan
pada transformator, dan dapat ditindak lanjuti untuk mencegah kerusakan yang
lebih parah pada transformator. Tata cara dan instruksi kerja pengambilan
sampel minyak harus benar. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengambilan sampel minyak DGA, yaitu :
Gambar 3. 1 Syringe
Oil flushing unit : Unit yang terdiri dari selang silicon, flange, seal dan stop
kran yang berfungsi sebagai sarana/fasilitas untuk membuang minyak trafo
yang kotor sekaligus mengambil sampel minyak.
37
3.2.2. Cara Pengambilan Sampel Minyak
38
3.3. Metode Pengujian DGA
A. Metoda Ekstraksi, Sampel diekstraksi sehingga gas–gas yang terkandung
dapat dipisahkan dari minyak dengan beberapa cara sampling vakum: (a)
Sampel diambil ke dalam alat akstraktor dengan tanpa gelembung.
39
Gambar 3. 6 Gas yang terpisah dengan minyak
40
B. Metoda Gas Chromatography
41
hydrogen atau terdapat karat
Nitrogen, hidrogen metana dan sedikit Terjadi loncatan bunga api kecil
etana dan asetilen (sparking) atau ada sebagian minyak
isolasi yang breakdown
Nitrogen, Hidrogen, Metana dan Terjadi loncatan bunga api kecil
Karbon dioksida dan sedikit (sparking) atau ada sebagian minyak
hidrokarbon (sedikit asetilen tidak isolasi kertas yang rusask
terdeteksi)
Nitrogen dengan Hidrogen yang tinggi Terjadi loncatan bunga api yang
dan sejumlah hidrokarbon termasuk panjang (arcing) akibat detorasi
asetilen minyak isolasi
Sama dengan dia tas di tambah Sama dengan di atas arcing juga
karbon dioksida dan karbon terjadi di kertas
monoksida
Prinsip kerja dari sistem Gas Chromatography adalah gas pembawa dan
gas bakar dialirkan secara terus menerus dari sebuah tabung silinder yang
bertekanan tinggi 120 Bar dengan melewat sebuah pengatur tekanan menjadi 3
Bar. Gas pembawa akan melewati pressure switch yang berfungsi untuk
mendorong gas pembawa yang menuju ke Thermal Conductivity Detector
filaments jika gas pembawa terhenti Electronic mass flow controller berfungsi
sebagai pengatur jumlah aliran gas yang diperlukan, ini sangat penting karena
jumlah aliran gas akan berpengaruh pada waktu retensi pada saat dianalisa. By
pass valve berfungsi untuk membuang gas pembawa maupun gas sampel, jika
terjadi penghentian analisis secara mendadak. Sebagai contoh apabila terjadi
pemadaman listrik mendadak, maka by pass valve akan terbuka dan
membiarkan gas pembawa serta gas sampel keluar dari kolom dan Methanizer,
agar tidak terjadi kerusakan.
Gas pembawa akan mengalir menuju TCD, injector atau dosing valve
selanjutnya menuju kolom. Sampel gas dimasukkan ke dalam dosing valve
dengan memutar saklar posisi injector. Apabila sampel gas sudah dimasukkan
42
pada loop, saklar diputar pada posisi load, maka gas pembawa akan membawa
gas sampel ke dalam kolom. Di dalam kolom ini akan terjadi pemisahan
senyawa–senyawa gas. Segera senyawa–senyawa gas keluar dari kolom
dengan waktu yang berbeda – beda, menuju ke TCD, selanjutnya akan
mengalir ke Methanizer dan FID yang telah dialiri oleh hidrogen. Di FID inilah
senyawa-senyawa gas tersebut akan dibakar. FID memerlukan udara bersih
dari luar saat terjadi pemrosesan, yang telah disiapkan melalui filter hidro
karbon. Filter yang kotor akan mempengaruhi tinggi puncak dan garis dasar
kurva yang dihasilkan oleh FID.
PD = Discharge sebagian
43
gunakan adalah IEEE std.C57 – 104.2008. Metode – metode tersebut
mempermudah dalam menganalisis indikasi kegagalan trafo yang sudah di
ketahui datanya pada pengujian sebelumnya.
44
Tabel 3. 3 Batas konsentrasi gas terlarut berdasarkan IEEE std.C57-104.2008
KONDISI 1 NORMAL
WASPADA
KONDISI 3 DEKOMPOSISI ISOLASI
1. Tingkat TDCG
2. Tingkat kenaikan TDCG/ hari
45
Tabel dibawah menunjukan periode pengambilan sample minyak dan
prosedur operasi pada tiap kondisi dan nilai TDCG. Nilai peningkatan
pembentukan gas menandakan masalah oleh karena itu pendeknya jarak
pengambilan sample sangat direkomendasikan.
Perhatian sangat
> 30 Mingguan
khusus terhadap
trafo
10 – 30 Mingguan
Kondisi 3 1921-4630
Analisa untuk
individual gas
< 10 Bulanan Plan Outage
Tetapkan
< 10 Empat Bulanan besarnya
pembebanan
Perhatian khusus
analisa untuk
individual gas
> 30 Bulanan
Tetapkan
Kondisi 1 720 besarnya
pembebanan
10 – 30 Empat Bulanan
Operasi Normal
< 10 Tahunan
Jumlah
Gangguan Gas Kunci Kriteria
persentase Gas
Busur api Hidrogen (H2) Hidrogen (H2):
Asetilen (C2H2)
(Arching) dan Asetilen 60% Asetilen
47
(C2H2) dalam
jumlah besar dan (C2H2) : 30%
sedikit metana
(CH4) dan etilen
(C2H4)
Hidrogen dalam
jumlah besar,
Korona (Partial Hidrogen : 85%
Hidrogen (H2) metana jumlah
Discharge) Metana : 13%
sedang, dan
sedikit etilen
Etana dalam
Pemanasan lebih jumlah besar dan Etana : 63%
Etana
minyak etilen dalam Etilen : 20%
jumlah kecil
Pemanasan lebih Karbon CO dalam jumlah
CO : 92%
Selulosa monoksida besar
Adapun grafik dan jenis kegagalan yang ditetapkan menurut standar key
gas terlihat pada gambar di bawah ini:
Overheated oil
80
60
63
40
Overheated oil
20
0 2 16 19 0
0
CO H2 CH4 C2H6 C2H4 C2H2
48
Gambar 3.10 diatas menunjukkan adanya jenis gas utama berupa etilen
yang menyebabkan timbulnya panas berlebih pada minyak. Kondisi ini
dipengaruhi oleh adanya pemanasan. Pemburukan ini juga disertai dengan
adanya penambahan gas etana dan hidrogen. Konsentrasi yang ada pada
etilen ini minimal 63% pada gejala pemanasan minyak. Gas Kunci : Ethylene.
Overheated Cellulose
100
80 92
60
40 Overheated Cellulose
20
0
CO 0
H2 0 C2H6
CH4 0 C2H4
0 C2H2
0
49
Gambar 3.12 Menunjukkan adanya gas utama berupa hidrogen senilai
85%. Gas tersebut pada metode key gas mengindikasikan adanya ganggun
listrik berupa partial discharge. Partial discharge tipe ini merupakan partial
discharge dengan energi rendah. Gas lain juga timbul akibat gejala ini seperti
metana, etana dan etilen namun dalam jumlah yang sedikit. Gas kunci:
Hidrogen
Arcing in Oil
70
60
60
50
40
30 Arcing in Oil
30
20
10
0 5 3
0 2
CO H2 CH4 C2H6 C2H4 C2H2
Metode Rasio Roger merupakan lanjutan dari standard IEC, metode roger
menggunakan tiga perhitungan gas rasio untuk mengindikasikan salah satu dari
enam tipe kegagalan, dari tiga rasio gas tersebut akan menghasilkan nilai dan
50
dapat di gunakan untuk mendiagnosa indikasi kegagalan yang terjadi pada
transformer sesuai dengan nilai yang di berikan pada tabel. Metode rasio roger
menggunakan lima gas individu dan tiga gas rasio. Rasio dan gas tersebut
adalah:
51
menurut metode doernburgh adalah seperti tabel 3.7. Dan kunci gas standar
diagnosa pada ratio doernburgh tertera pada tabel 3.8
Ratio
Ratio R1 Ratio R2 (C2H2 Ratio R3
Suggeste R4(C2H6/
(CH4/H2) / C2H4) (C2H2/ CH4)
d fault C2H2)
Diagnosis Gas Gas Gas Gas
Oil Oil Oil Oil
Space Space Space Space
Thermal
<0.7
Decompos >1.0 >0.1 <1.0 <0.3 <0.1 >0.4 >0.2
5
ition
Partial
Discharge
(low- <0.1 <0.01 Not Significant <0.3 <0.1 >0.4 >0.2
intensity
PD)
Arcing
>0.1
(high >0.01 - >0.7
- >1.0 >0.3 >0.1 <0.4 <0.2
intensity < 0.1 5
<1.0
PD)
52
3.5.5 Metode Segitiga Duval
Koordinat segitiga :
53
% CH4 = CH4 / (CH4+C2H4+C2H2)*100%
• PD = Dischrge sebagian
54
D24 47 40 13
D25 64 23 13
DT DT1 0 71 29
DT2 0 85 15
DT3 35 50 15
DT4 46 50 4
DT5 96 0 4
DT6 87 0 13
DT7 47 40 13
DT8 31 40 29
T1 T11 76 20 4
T12 80 20 0
T13 98 2 0
T14 98 0 2
T15 96 0 4
T2 T21 46 50 4
T22 50 50 0
T23 80 20 0
T24 76 20 4
T3 T31 0 85 15
T32 0 100 0
T33 50 50 0
T34 35 50 15
55
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
56
Tabel 4. 1 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.1
57
Tabel 4. 2 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.3
58
Tabel 4. 3 pengambilan data Generator Transformer #STG 2.3
59
Tabel 4. 4 pengambilan data Generator Transformer #GTG 2.1
4.2. Pembahasan
Setelah data hasil gas yang terlarut pada masing-masing minyak
transformator di ketahui kemudian akan di lakukan analisis data dengan
mengacu beberapa metode yang sudah biasa di gunakan dalam menganalisis
minyak transformator berdasarkan dissolved gas analisis. Metode interpretasi
data yang akan di gunakan adalah metode TDCG (Total Dissolved Combustible
Gas), metode kunci gas, metode rasio doernenburg dan metode segitiga duval.
Untuk analisis TDCG acuannya adalah jumlah gas mudah terbakar yang
terkandung pada minyak transformator. Dari jumlah kandungan gas mudah
terbakar tersebut dapat dilihat kondisi transformator tersebut. Dari sembilan
jenis gas yang di dapatkan pada minyak transformator. Yang merupakan gas
mudah terbakar berjumlah enam jenis yaitu: hidrogen, metana, asetilen,
etilen,atana dan karbon monoksida. Dari total keenam jenis gas tersebut
transformator dapat dikategorikan dalam empat kondisi. Kemudian metode
kunci gas. Gas yang dilihat pada metoda ini adalah gas gas yang terbentuk dari
proses penurunan kualitas minyak & kertas selulosa. Dalam metode gas kunci
kegagalan di dindikasikan dalam empat jenis kegagalan yaitu: korona, busur
api, pemanasan pada minyak dan pemanasan pada kertas. Kemudian ada
metode segitiga duval. Kondisi khusus yang diperhatikan pada segitiga duval
60
adalah konsentrasi metana (CH4), etilen (C2H4) dan asetilen (C2H2). Untuk
Segitiga duval kegagalan yang coba di interpretasikan berupa tujuh kegagalan
yang di simbolkan dengan PD, D1, D2, T1, T2, T3, DT. Simbol tersebut
mengindikasikan kegagalan termal dan elektris maupun keduanya yang di
simbolkan DT. Untuk rasio roger dan rasio doernenburgh keduanya
menggunakan rasio perbandingan dari gas.
Jumlah gas terlarut yang mudah terbakar atau TDCG (Total Dissolved
Combustible Gas) akan menunjukan apakah transformator yang diujikan masih
berada pada kondisi operasi normal, waspada, peringatan atau kondisi
gawat/kritis. Sebagai catatan, hanya gas karbon dioksida (CO2) saja yang tidak
tidak termasuk kategori TDCG. IEEE membuat pedoman untuk
mengklasifikasikan kondisi operasional transformator yang terbagi dalam empat
kondisi.
ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 40 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 123 KONDISI 2
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 68 KONDISI 2
KARBON MONOKSIDA
6 573 KONDISI 3
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 2494 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved Gas
806 KONDISI 2
Analysis)
62
Kondisi terkini apabila melihat temuan gas karbon monoksida pada
GT#STG 2.1 dan mengacu pada IEEE C57-104.2008 maka kondisi trafo masuk
pada kondisi tiga dimana kondisi tiga berkisar antara 571 hingga 1400. Untuk
nilai karbon monoksida yang di dapatkan adalah 573. Hal ini menunjukan trafo
mengalami proses pemanasan berlebih pada isolasi belitan trafo yang tinggi.
Sehingga harus di tingkatkan pengambilan sampel minyak dan mengurangi
pembebanan pada trafo. Sedangkan timbulnya gas karbon dioksida
diindikasikan terjadinya oksidasi pada minyak transformator karena degradasi
pada kertas selulosa. Nilai karbon oksida hampir memasuki kondisi dua namun
masih dalam batas kondisi satu. Perlu di lakukan investigasi lebih mendalam
terhadap temuan karbon dioksida ini. Karbon dioksida bukan merupakan gas
yang mudah terbakar namun dari adanya karbon dioksida dapat di ketahui
adanya oksidasi minyak trafo akibat dari degradasi pada kertas selulosa.
Untuk hasil jumlah kandungan gas yang mudah terbakar pada GT #STG
2.1 menunjukan kondisi transformator dalam kondisi dua dimana trafo dalam
kondisi waspada. Perlu adanya penurunan beban dan peningkatan
pengambilan sampel minyak untuk mengetahui perkembangan dari kandungan
gas yang timbul.
Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.1 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:
40
H2 = × 100% = 4.962%
806
123
CH4 = 806 × 100% =15.260%
63
2
C2H4 = × 100% = 0.248%
806
68
C2H6 = 806 × 100% = 8.436%
573
CO = 806 × 100% = 71.091%
70,000
71,091
60,000
Jumlah Gas %
50,000
40,000
20,000
10,000 15,260
8,436
0 4,962
H2 CH4 0
C2H4 C2H6 CO
Combustable Gas
64
Dengan rumus:
0 68
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0
100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm
100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm
100𝑧
k% CH4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk z = CH4 dalam ppm
0
%C2H2 = 126 = 0
200
%C2H4 = = 1.587
126
12300
%CH4 = =97.619
126
65
Gambar 4. 2 Hasil Uji Segitiga Duval GT#STG 2.1
R2 = 0 R1 = 3.075 R5 = 0.02
Dari perhitungan di dapatkan hasil R2=0, R1=3.075, R5= 0.02 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
maka transformator terindikasi pemanasan termal pada suhu di bawah 700°C
66
4.2.2 Pengujian Pada Transformator Kedua
ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 9 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 15 KONDISI 1
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 30 KONDISI 1
KARBON MONOKSIDA
6 108 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1632 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
164 KONDISI 1
Gas Analysis)
Dalam hal ini pemanasan minyak pada trafo di katakan normal atau aman.
Karena timbulnya gas metana diindikasikan terjadinya pemanasan minyak pada
transformator antara suhu 200 sampai 500 derajat. Sedangkan timbulnya gas
etilen diindikasikan mulainya pembentukan partikel karbon. Untuk nilai etilen
67
sendiri pada GT #STG 2.2 masih dalam kategori aman beroperasi karena untuk
standard yang di ijinkan adalah maksial 50 ppm. Sedangkan nilai kandungan
gas yang timbul adalah sebanyak 2 ppm. Beda hal nya dengan gas etana, gas
etana timbul dikarenakan adanya pemanasan minyak transformator yang
berkisar temperatur antara 300 – 500 derajat. Selain itu ada juga gas yang
mengindikasikan telah terjadi pemanasan berlebih pada isolasi belitan
transformator. Gas tersebut adalah karbon monoksida. Nilai karbon monoksida
yang di dapatkan adalah 108 dengan nilai standard normal adalah 350. Dari
data karbon monoksida GT #STG 2.2 isolasi belitan transformator dalam
kondisi normal dari proses pemanasan yang berlebih.
Dari data TDCG GT #STG 2.2 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.
Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.2 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:
68
9
H2 = × 100% = 5.487%
164
15
CH4 = 164 × 100% = 9.146%
2
C2H4 = × 100% = 1.219%
164
30
C2H6 = 164 × 100% = 18.292%
108
CO = 164 × 100% = 65.853%
60,000
65,853
40,000
69
nilai dari rasio gas dengan 5 gas individu diantaranya : H2, CH4, C2H4, C2H6,
C2H2.
Dengan rumus:
0 30
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0
100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm
100𝑦
k% C2H4 = untuk y = C2H4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧
100𝑧
k% CH4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk z = CH4 dalam ppm
0
%C2H2 = 17 = 0
200
%C2H4 = = 11.746
17
70
1500
%CH4 = = 88.235
17
R2 = 0 R1 = 1.66 R5 = 0.066
71
Dari perhitungan di dapatkan hasil R2= 0, R1=1.66, R5= 0.066 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
indikasi terdekat dengan trafo adalah pemanasan thermal dengan suhu di
bawah 700°C.
ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 17 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 138 KONDISI 2
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 18 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 284 KONDISI 4
KARBON MONOKSIDA
6 140 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1601 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
597 KONDISI 1
Gas Analysis)
72
dapatkan pada pengujian transformator ketiga di dapatkan hasil yang paling
tinggi di antara trafo pertama dan kedua yang ada pada steam turbin generator
blok 2 Muara Karang.
Dalam hal ini pemanasan minyak pada trafo pada GT#STG 2.3 memiliki
kuantitas yang paling tinggi. Karena timbulnya gas metana diindikasikan
terjadinya pemanasan minyak pada transformator antara suhu 200 sampai 500
derajat. Sehingga perlu adanya pengambilan minyak yang lebih rutin serta
mengurangi jumlah pembebanan pada transformator. Sedangkan timbulnya gas
etilen diindikasikan mulainya pembentukan partikel karbon. Untuk nilai etilen
sendiri pada GT #STG 2.2 masih dalam kategori aman beroperasi karena untuk
standard yang di ijinkan adalah maksial 50 ppm. Sedangkan nilai kandungan
gas yang timbul adalah sebanyak 18 ppm. Beda hal nya dengan gas etana, gas
etana timbul dikarenakan adanya pemanasan minyak transformator yang
berkisar temperatur antara 300 – 500 derajat. Nilai gas etana yang terkandung
pada pengujian transformator ketiga di dapatkan nilai sebesar 284.
Selain itu ada juga gas yang mengindikasikan telah terjadi pemanasan
berlebih pada isolasi belitan transformator. Gas tersebut adalah karbon
monoksida. Nilai karbon monoksida yang di dapatkan adalah 140 dengan nilai
standard normal adalah 350. Dari data karbon monoksida GT #STG 2.3 isolasi
belitan transformator dalam kondisi normal dari proses pemanasan yang
berlebih. Sedangkan timbulnya gas karbon dioksida diindikasikan terjadinya
oksidasi pada minyak transformator karena degradasi pada kertas selulosa.
Untuk GT #STG 2.3 nilainya adalah 1601 dengan batas paling aman adalah di
bawah 2500 ppm. Dari sini proses oksidasi minyak trafo yang di sebabkan
degradasi kertas selulosa belum begitu tampak membahayakan karena nilai
73
karbon oksida masih memperlihatkan dalam kondisi 1. Dalam hal ini karbon
oksida tidak termasuk gas yang mudah terbakar namun dapat memberikan
gambaran gangguan pada transformator.
Dari data TDCG GT #STG 2.3 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.
Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #STG 2.2 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:
17
H2 = × 100% = 2.847%
597
138
CH4 = 597 × 100% = 23.115%
18
C2H4 = × 100% = 3.015%
597
284
C2H6 = 597 × 100% = 47.571%
140
CO = 597 × 100% = 23.45%
74
Persentase Kunci Gas
50
45 47.571
40
35
Jumlah Gas %
30
25
20 23.115 23.45 Persentase Kunci Gas
15
10
5
0 2.847 3.015
H2 CH4 C2H4 C2H6 CO
Combustible Gas
Dengan rumus:
75
Perhitungan Rasio Doernenburg
15 0
R1 = = 8.117 R3 = 15 = 0
9
0 284
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0
100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm
100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm
100𝑧
k% CH4 = untuk z = CH4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧
0
%C2H2 = 156 = 0
1800
%C2H4 = = 11.538 %
156
13800
%CH4 = = 88.461%
156
76
Dengan menggunakan metode segitiga duval berdasarkan standard IEEE
C57.104-2008 yang merujuk pada tabel 3.9 GT#STG 2.3 thermal fault pada
temperatur di bawah 300°C
R2 = 0 R1 = 8.117 R5 = 0.063
77
4.2.4 Pengujian Pada Transformator Keempat
ANALISIS KONDISI
TRANSFORMATOR
HASIL UJI
NO PARAMETER GAS BERDASARKAN
(ppm)
STANDAR IEEE
C57.104-2008
1 HIDROGEN (H2) 14 KONDISI 1
2 METANEN (CH4) 0 KONDISI 1
3 ASETILEN (C2H2) 0 KONDISI 1
4 ETILEN (C2H4) 2 KONDISI 1
5 ETANE (C2H6) 40 KONDISI 1
KARBON MONOKSIDA
6 42 KONDISI 1
(C0)
KARBON DIOKSIDA
7 1755 KONDISI 1
(CO2)*
TDCG (Total Dissolved
98 KONDISI 1
Gas Analysis)
Dari data TDCG GT #GTG 2.1 menunjukan trafo dalam kondisi 1 dimana
trafo masih baik dan normal. Namun tetap perlu di lakukan pemantauan kondisi
gas-gas tersebut untuk menjaga keandalan dari transformator tersebut.
78
B. Metode Kunci Gas
Metode selanjutnya adalah metode gas kunci dimana hasil dari pengujian
GT #GTG 2.1 terlebih dahulu di hitung persentase dari nilai gas individu yang di
hasilkan dengan rumus:
14
H2 = 98
× 100% = 14.28%
0
CH4 = 98 × 100% = 0%
2
C2H4 = × 100% = 2.040%
98
40
C2H6 = 98 × 100% = 40.816%
42
CO = 98 × 100% = 42.857%
30
25
20
15 Persentase Kunci Gas
10 14.28
5
0
2.04
H2 0
CH4 C2H4 C2H6 CO
Combustible Gas
79
Dari grafik yang di tunjukan gambar 4.3 terdapat empat gas yang
terkandung pada pengujian GT#GTG 2.1 dengan persentase berbeda masing-
masing nya. Untuk karbon monoksida di dapatkan nilai tertinggi dengan
persentase 42,857%. Di ikuti etana dengan persentase 40,816. Setelahnya
terdapat hidrogen dengan persentase 14.28% dan etilen 2.04%. Dengan
merujuk IEE C57.104-2008 dimana karbon monoksida lebih dominan daripada
kandungan gas yang lain namun nilainya tidak terpaut jauh dengan etana yang
ada di bawahnya dan hanya berkisar 42%. Oleh karena itu dari data yang ada
tidak dapat di indikasikan dengan metode gas kunci terkait kegagalan trafo
yang mendekati.
Dengan rumus:
0 40
R2 = = 0 R4 = = Undifined
2 0
80
D. Metode Segitiga Duval
100𝑥
K% C2H2 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk x = C2H2 dalam ppm
100𝑦
k% C2H4 = 𝑥+𝑦+𝑧 untuk y = C2H4 dalam ppm
100𝑧
k% CH4 = untuk z = CH4 dalam ppm
𝑥+𝑦+𝑧
0
%C2H2 = 2 = 0%
200
%C2H4 = = 100%
2
0
%CH4 = 2 = 0%
81
Perhitungan Rasio Roger
R2 = 0 R1 = 0 R5 = 0.05
Dari perhitungan di dapatkan hasil R2= 0, R1=0, R5= 0.05 maka bila
mengacu pada standard IEEE C57.104-2008 yang di gambarkan pada tabel 3.6
indikasi terdekat dengan trafo adalah Low energy density arcing.
82
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang di dapatkan dari analisis pengujian empat trafo pada
PLTGU blok 2 Muara Karang dengan metode DGA adalah:
5.2. Saran
Dari hasil pengujian yang telah di analisa dan di simpulkan maka saran
dari penulis adalah:
1. Untuk pengujian trafo kedua dan keempat trafo aman untuk dilanjutkan
pengoperasian. Namun tetap dilakukan pemantauan dengan mengecek
sampel minyak untuk menjaga kondisi dari trafo.
2. Untuk pengujian trafo ketiga dan keempat perlu adanya investigasi gas
individu secara intensif selain itu juga perlu adanya pengaturan beban
tarfo dan pengoptimalan sistem pendingin pada trafo.
83