Anda di halaman 1dari 23

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan
Dosen Pengajar :Hj. Lindawati, S.Kep, Ners, MKM

Disusun Oleh :
Tingkat 2B/Semester III
Indira Mulya Ranti : P27901117060
Miftahul Jannah : P27901117067
Regiyani Septi Diana Saputri : P27901117073
Ria Yuniati : P27901117075
Siti Miftahul Fauziah : P27901117078
Winda Aulia Rahma Safira : P27901117086

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN
TANGERANG
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul Komunikasi
Terapeutik.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasia meridoi segala usaha kita. Amin

Tangerang, 18 Juli 2018

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 3
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ...................................................... 3
2.2 Fungsi Komunikasi Terapeutik ............................................................ 5
2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik............................................................ 6
2.4 Manfaat Komunikasi Terapeutik.......................................................... 8
2.5 Sikap Komunikasi Terapeutik .............................................................. 8
2.6 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik ........................................... 9
2.7 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik ............................................... 12
2.8 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik ....................................................... 13
2.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik.............. 18
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 19
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 19
3.2 Saran ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien. Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada
klien.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan
proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan
kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial
yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989)
dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,
mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta
citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya
untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Komunikasi Terapeutik?
2. Apa saja fungsi Komunikasi Terapeutik?
3. Apa tujuan Komunikasi Terapeutik?
4. Apa saja manfaat Komunikasi Terapeutik?
5. Bagaimana sikap Komunikasi Terapeutik?
6. Bagaimana tekhnik-tekhnik Komunikasi Terapeutik?
7. Apa saja prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik?
8. Apa saja fase-fase Komunikasi Terapeutik?
9. Apa saja faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Komunikasi Terapeutik?
2. Untuk memahami fungsi dari Komunikasi Terapeutik?
3. Untuk memahami tujuan Komunikasi Terapeutik?
4. Untuk memahami manfaat Komunikasi Terapeutik?
5. Untuk memahami sikap Komunikasi Terapeutik?
6. Untuk memahami tekhnik-tekhnik Komunikasi Terapeutik?
7. Untuk memahami prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik?
8. Untuk memahami fase-fase Komunikasi Terapeutik?
9. Untuk memahami faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi
Terapeutik?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat
klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien yang mempengaruhi
perilaku pasien. Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman
belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan berbagai tekhnik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif seoptimal mungkin.
Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang dirinya.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan
membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998)
mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan
perawat dalam berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi interpersonal, artinya komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal dan nonverbal (Mulyana, 2000).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien
(Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang
dapat dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan
tindakan professional seorang perawat. Akan tetapi, jangan sampai karena
terlalu asik dan sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manuasia
dengan bergbagai macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi
antara perawat dan klien secara langsung atau tatap muka dengan tujuan
untuk menyelesaikan masalah dan membantu proses penyembuhan klien

3
(Depkes RI, 1997; Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati, 2003;
Arwani, 2003).
Suasana yang menggambarkan komunikasi yang terapeutik adalah
apabila dalam berkomunikasi dengan klien, perawat mendapatkan gambaran
yang jelas tentang kondisi klien yang sedang dirawat, mengenai tanda dan
gejala yang ditampilkan serta keluhan yang dirasakan.Menurut As Homby
(1974) yang dikutip oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan.

Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan


Sundeen, 1987, hal. 111) karena :
Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku
orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada
komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku
dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal. Komunikasi adalah
berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin
dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu
mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam
membantu klien memecahkan masalahnya. Elemen yang harus ada pada
proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, media dan umpan
balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah komunikasi
yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan
berhubungan yang baik dengan klien anak.Perawat dapat menyampaikan atau
mengkaji secara nonverbal antara lain : Vokal; nada, kualitas, keras ato
lembut, kecepatan, yang semuanya menggambarkan suasana emosi.
Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat

4
diartikan sebagai suasana hati. Jarak (space) Jarak dalam berkomunikasi
dengan orang lain menggambarkan keintiman. Sentuhan : dikatakan sangat
penting, namun perlu mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaaan. Agar
perawat dapat berperan efektif dalam terapeutik ia harus menganalisa dirinya
: kesadaran diri klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggung jawab. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui kondisi
klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Komunikasi
terapeutik tidak dapat berlangsung sendirinya, tetapi harus di rencanakan, di
pertimbangkan dan di lakukan secara profesional. Pada saat pertama kali
perawat melakukan komunikasi terapeutik proses komunikasi umumnya
berlangsung singkat, canggung, semu dan seperti di buat-buat.hal ini akan
lebih membantu untuk mempersepsikan masing-masing hubungan pasien
karena adanya kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang
positif sehingga akan mempermudah pencapaian tujuan terapeutik.

2.2 Fungsi Komunikasi Terapeutik


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji
masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan
(Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien,
membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi
oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal
ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan
dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan
sosial biasa.

5
2.3 Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik sengaja dirancang agar hubungan perawat dan
klien menjadi efektif dalam rangka mencapai kesembuhan. Untuk itu, Stuart
dan sundeen dalam Nurjannah I (2001) mengemukakan tujuan komunikasi
terapeutik sebagai berikut.
1. Kesadaran Diri,Penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri
Untuk mencapai tujuan akhir dalam proses pelayaan kesehatan
terutama dalam pelayanan keperawatan adalah dengan memperpendek hari
rawat. Dalam melaksanakan komunikasi yang terapeutik perawat harus
memiliki kemampuan-kemampuan antara lain : pengetahuan yang cukup
keterampilan yang mampuni dan memadai, serta teknik dan etika
komunikasi yang baik dengan demikian kehadiran perawat di sisi klien
merupakan kehadiran yang bermakna dan membawa dampak yang positif.
Perawat harus mengerti dan menyadari bahwa klien datang ke rumah
sakit dalam rangka meminta pertolongan untuk mengurangi keluhan yang
dirasakan dan hal itu diterima sebagai tanggung jawab pribadi serta
tangggung jawab profesi sebagai perawat.
Perawat harus sadar dan menerima bahwa kehadirannya sangat
dibutuhkan oleh klien untuk meringankan atau bahkan mengilangkan
keluhannya sehigga harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh
sebelum bertemu dengan klien.integritas yang tinggi dari perawat akan
mempu meyakinkan klien sehingga meningkatkan kehormatan perawat di
mata klien.
Klien mulai mempercayai bahwa apa yang di lakukan perawat
merupakan tindakakan yang akan membantu proses penyembuhan
penyakit sehingga selalu keperatif dalam berkomunikasi, apa yang
diinginkan untuk trbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai. Hal itu
akan meningkatkan citra diri yang optimaldengan tetep menjaga
kehirmatan dirinya.
2. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integrasi Pribadi

6
Dalam diri perawat dan klien sudah terdapat status yang jelas diantara
keduannya sehingga dalam konteks hubungan yang ada hubuangan
perawat dan klien, bukan si A dan si B da;am arti bukan hubungan pribadi.
Namun, walaupun demikian keduanya adalah manusia yang bermartabat
yang mempunyai pikiran, perasaaan, keinginan, dan harga diri sehingga
dibutuhkan saling menghargai dan saling memahami untuk menumbuhkan
integrasi pribadi dan meningkatkan harga diri.
Manusia dalam konteks diri pribadi membutuhkan pangkuan untuk
menampakan perwujudan diri. Pengakuan inilah yang akan mendorong
manusia untuk menunjukan identitas pribadi dan termasuk di dalamnya
adalah status dan peran yang jelas sehingga didapatkan peningkatan harga
diri. Komunikasi terapeutik antara perawat dan klien mendorong keduanya
saling memahami, menghargai dan mengetahui keperluan masing-masing.
Perawat berusaha membuat meningkatkan harga diri dan martabat klien,
sebaliknya klien mengakui dan menghargai perawat sebagai pemberi
pelayanan keperawatan tanpa memandang sebelah mata atau meremehkan
kemampuannya.
3. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,
hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima.
Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan dengan konsep
simbolis mutualisme, yang berarti hubungan yang saling menguntungkan
antara klien an perawat. Perawat dengan ikhlas memberikan pelayanan
keperawatan kepada klien dengan tak terbagi, sedangkan klien dengan
bebas mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa
ada sesuatu yang mengganjal. Perawat dan klien tidak membawa ego
masing-masing dan mengesampingkan adanya suatu perbedaan dan yang
ada hanyalah perawat dan klien yang bekerja sama dalam membangun
hubungan saling percaya dalam rangka menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi klien.
Perawat selalu mengedepankan kepentingan klien untuk mencapai
drajat kesehatan yang optimal melalui upaya peningkatan pelayan

7
keperwatan. Perawat merasa bahwa memberikan pelayanan keperawatan
merupakan tanggung jawabnya baik merupakan tanggung jawab pribadi
maupun tanggung jawab profesi. Selain itu, memberikan pelayanan
keperawatan kepada klien merupakan upaya mengaplikasikan ilmunya
sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi orang lain, serta sebagai
sarana untuk mengembangkan ilmu keperawatan dalam rangka perbaikan
dan pengembangan ilmu keperawatan.

2.4 Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan
mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat
(Indrawati, 2003).

2.5 Sikap Komunikasi Terapeutik


Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1. Berhadapan
Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama
Artinya menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar
sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.

8
5. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada klien.

2.6 Tekhnik-Tekhnik Komunikasi Terapeutik


1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tekhnik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, tekhnik ini sering
digunakan pada tahap orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi, Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif
(Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S
dalam Suryani, 2005).
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien (Keliat, Budi,
Anna, 1992). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang
mendukung listening (Suryani, 2005).
4. Klarifikasi
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong
dalam Suryani, 2005).

9
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran
masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005).
8. Memberi informasi
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam
mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek
yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan.
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang
membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawatklien.
Tekhnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide
yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan
yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B &
Judith dalam Suryani, 2005).
10. Mengubah cara pandang
Tekhnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk
memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau
masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005).
Tehnik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien berfikiran negatif
terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Jadi
dengan begitu klien bisa menerima dan meningkatkan harga dirinya.

10
11. Eksplorasi
Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih
dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005)
supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap
kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang
dialami klien.
12. Membagi persepsi
Menurut Stuart G.W : 1998 dalam Suryani : 2005, menyatakan
membagi persepsi (sharing peception) adalah meminta pendapat klien
tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan
ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respon verbal
dan respon nonverbal klien, dan untuk selanjutnya menyamakan persepsi
yang berbeda itu.
13. Mengidentifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan
harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut.
Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah
penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat
bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada
awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
14. Humor
Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik.
Menurut Nightingale, F dalam Anonymous : 1999 dalam Suryani : 2005,
mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor.
Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta
menurunkan tekanan darah dan nadi. Humor juga bisa membuat suasana
menjadi lebih santai dan rileks. Humor juga bisa melepaskan ketegangan
yang terjadi pada proses komunikasi.
15. Memberikan pujian
Memberikan Pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement

11
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien
(Gerald, D dalam Suryani, 2005). Semua orang pasti senang ketika
mendapatkan pujian dari seseorang, begitu juga dengan pasien yang
mendaptkan pujian dari perawat.

2.7 Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik


1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya
sendiri serta nilai yang dianut. Komunikasi harus ditandai dengan sikap
saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
2. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh klien.
Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
3. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki
motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalahmasalah
yang dihadapi.
4. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
5. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
6. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati yang bukan tindakan terapeutik. Kejujuran dan
komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
7. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Disarankan mengekspresikan
perasaan yang dinaggap mengganggu.
8. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut. Altruisme, mendapatkan kepuasan dengan
menolong orang lain secara manusiawi.

12
9. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin keputusan
berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. Bertanggung jawab dalam dua
dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya atas tindakan yang
dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang apa yang
dikomunikasikan. Karakteristik Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang member cirri-ciri komunikasi terapeutik


yaitu sebagai berikut (Arwani, 2003):
1. Ikhlas
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima
dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan
memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya
secara tepat.
2. Empati
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga
pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.

2.8 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik


Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan pasien,
perawat mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai
tugas yang berbeda-beda dan harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan
Sundeen, dalam Christina, dkk, 2003) :
1. Tahap persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya,
juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang

13
strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan
oleh perawat untuk memahami dirinya dan menyiapkan diri (Suryani,
2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul
sehubungan dengan interaksi yang akan dilakukan. Apakah ada perasaan
cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005).
Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat
mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif
terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan
perawat untuk memudahkannya dalam membuka pembicaraan dengan
klien dan membina hubungan saling percaya (Suryani, 2005).
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien
yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi (Suryani,
2005).Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut (Suryani, 2005).
2. Tahap perkenalan (Orientasi)
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat
berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada
klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya
berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan

14
mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap
ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan
yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005),
karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi
keterbukaan antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak
bersifat statis, bisa berubah tergantung pada situasi dan kondisi (Rahmat, J
dalam Suryani 2005). Karena itu, untuk mempertahankan atau membina
hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,
menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien
(Suryani, 2005).
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini
sangat penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer
dalam Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak
terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu
juga untuk menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien
terhadap perawat karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong
yang serba bisa dan serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat
perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan
dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat
dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien. merumuskan tujuan

15
dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi bersama klien
karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini
dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan
kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi
hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah
dilakukan bersama klien (Cristina, dkk, 2002).
3. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam
mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga
dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi
terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide
yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)
4. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien
(Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan

16
terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara
adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi
sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang
telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan
proses keperawatan secara keseluruhan.

Tugas perawat pada tahap ini antara lain:


1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi,
perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi
sebaiknya terkesan sekedar mengulang ataumenyimpulkan.
2. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu
dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan
dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah
memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah
satu dari alternative tersebut.
4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu,
dan tujuan interaksi.

17
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan
keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh
perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien.
Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat
untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada
pelaksanaan tahap sebelumnya.

2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik


Faktor yang mempengaruhi komunikasi : (Suryani, 2005)
1. Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) terdapat dan berpengaruh pada sumber atau
komunikator. Kredibilitas komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan
proses komunikasi, karena hal ini mempengaruhi tingakat kepercayaan
sasaran atau komunikasi terhadap pesan yang disampaikan.
2. Isi pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat
bagi sasaran. Hasil komunikasi akan lebih baik jika isi pesan besar
manfaatnya bagi kepentingan sasaran.
3. Kesesuaian dengan kepentingan sasaran
Kesesuaian dengan kepentingan sasaran (context) terdapat dan
berperan pada pesan. Pesan yang disampaikan harus berhubungan dengan
kepentingan sasaran.
4. Kejelasan
Kejelasan (clarity) terdapat dan berperan pada pesan. Kejelasan pesan
yang disampaikan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku
orang lain. Berarti, keberhasilan intervensi keperawatan bergantung pada
komunikasi karena proses keperawatan ditujukan untuk merubah perilaku
dalam mencapai tingkat kesehatan yang normal. Komunikasi adalah
berhubungan. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin
dicapai tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan terpeutik dengan klien, perawat perlu
mengetahui proses komunikasi dan keterampilan berkomunikasi dalam
membantu klien memecahkan masalahnya. Elemen yang harus ada pada
proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, media dan umpan
balik. Semua perilaku individu pengirim dan penerima adalah komunikasi
yang akan member efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat berupa
verbal dan nonverbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan
berhubungan yang baik dengan klien anak.

3.2 Saran
Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan
klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.

19
DAFTAR PUSTAKA

20

Anda mungkin juga menyukai