Oleh :
Aditya Wiguna Sanjaya, S.H., M.H.
Abstract
Technological developments in the field of medicine, have found a new method that is
artificial insemination, known as in vitro fertilization or IVF. Surrogate mother has
become another alternative for some couples who do not or can not have children through
IVF methods namely lease uterus of a woman who was not his wife. Surrogate mother is a
woman who is willing to rent her womb, with an agreement to pregnancy, childbirth in
exchange for some material and then handed back the baby to couples who can not have
children because the wife could not contain, however, in its development it raises ethical
issues and legal which is pretty much the previously unthinkable.
Keywords : Surrogate mother, Civil law perspective, Criminal law perspective
diperoleh dengan paksaan atau dengan dari terikatnya seseorang terhadap suatu
penipuan,8 Ada beberapa teori yang perjanjian adalah apa yang dinyatakan
berusaha menjelaskan hal tersebut, yaitu: oleh orang tersebut.12 Lebih lanjut
teori kehendak, teori pernyataan, dan menurut teori ini jika terdapat
teori kepercayaan.9 ketidaksesuaian antara kehendakdan
a. Teori Kehendak(Wilstheorie) pernyataan, maka hal ini tidak akan
Menurut Teori kehendak, faktor yang menghalangi terbentuknya perjanjian,13
menentukan adanya perjanjian adalah c. Teori
kehendak, meskipun demikian terdapat Kepercayaan(Vertrouwenstheorie)
hubungan yang tidak terpisahkan antara Teori kepercayaan berusaha untuk
kehendak dan pernyataan. Oleh karena mengatasi kelemahan dari teori
itu suatu kehendak harus dinyatakan, pernyataan, Oleh karena itu teori ini juga
Namun apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dikatakan sebagai teori pernyataan
anatara kehendak dan pernyataan, maka yang diperlunak.14 Menurut Teori ini
tidak terbentuk suatu perjanjian.10 tidak semua pernyataan melahirkan
b. Teori Pernyataan(Verklaringstheorie) perjanjian, Suatu pernyataan hanya akan
Menurut Teori pernyataan Pembentukan melahirkan perjanjian apabila pernyataan
pernyataan terjadi dalam ranah kejiwaan tersebut menurut kebiasaan yang berlaku
seseorang, sehingga pihak lawan tidak dalam masyrakat menimbulkan
mungkin mengetahui apa yang kepercayaan bahwa hal yang dinyatakan
sebenarnya terdapat di dalam benak memang benar dikehendaki, atau dengan
seseorang, dengan demikian suatu kata lain hanya pernyataan yang
kehendak yang tidak dapat dikenali oleh disampaikan sesuai dengan tertentu
pihak lain tidak mungkin menjadi dasar (normal) yang menimbulkan perjanjian.15
terbentuknya suatu perjanjian.11 Agar Lebih lanjut menurut teori ini
suatu kehendak dapat menjadi suatu terbentuknya perjanjianbergantung pada
perjanjian, maka kehendak tersebut harus kepercayaan atau pengharapan yang
dinyatakan, sehingga yang menjadi dasar muncul dari pihak lawan sebagai akibat
dari pernyataan yang diungkapkan.16
8
http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-
sahnya-perjanjian/ diakses pada tanggal
2Februari 2017 pada jam 19.00 wib
9
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum
12
Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Ibid
13
Kenotariatan,Citra Aditya, Bandung, 2010, Ibid, Hlm. 18
14
Hlm.76 Ibid, Hlm. 78
10 15
Ibid, Hlm. 76 - 77 Ibid, Hlm. 80
11 16
Ibid, Hlm. 77 Ibid, Hlm.79
menyatakan bahwa hukum dari alam (the Penegakkan hukum dalam aspek
law of nature) menunjukkan alas an- hukum pidana terhadap pelaku sewa
alasan yang baik dan tindakan-tindakan rahim belum terdapat undang-undang
di dalamnya memiliki kualitas moral. khusus yang mengaturnya. Berbagai
Adalah jelas, dari sudut praktis, untuk pandangan dari pakar hukum telah
menetapkan kebutuhan yang rasional memberikan terhadap hukum pidana
adanya ketertiban hukum dalam setiap yang tujuannya tidak lain hanya semata-
masyarakat, salah satu contoh adalah “ mata sebagai pedoman dan atau standar
Rule of Law “.22 dalam menentukan perbuatan mana yang
Menurut Prof. Sunarjati Hartono, dapat dikenakan sanksi. Simons
mengutip pendapat yang digunakan menyatakan bahwa hukum pidana adalah
Friedman bahwa kata “Rule of Law” semua tindakan keharusan (gebod) dan
dapat dipakai dalam arti formil (in the larangan (verbod) yang di buat oleh
formal sense) dan dalam arti materiil Negara atau penguasa umum lainnya
(ideological sense). Dalam arti formil ini, yang diancam dengan derita khusus,
maka the rule of law adalah“organized yaitu pidana.24
public power ” atau kekuasaan umum Dalam kaitan dengan Surrogate
yang terorganisir.Sedangkan dalam arti Mother rumusan delik yang menurut
materil, the rule of law adalah berbicara pandangan penulis mempunyai relevansi
tentang just law (hukum yang yaitu pandangan yang dikemukakan
23
mengandung keadilan). Simons,dimana dikatakan bahwa
Atas penjelasan tersebut di atas strafbaar feit ialah kelakuan yang
konsep di atas dapat ditarik kesimpulan diancam dengan pidana, yang bersifat
bahwa teori hukum alam mengandung melawan hukum yang berhubungan
konsep “rule of law” sedangkan “ Rule dengan kesalahan dan dilakukan oleh
of Law” dapat hanya dapat dicapai orang yang mampu bertanggungjawab.25
dengan Penegakkan Hukum (Law Berdasarkan rumusan tersebut,
Enforcement) singkatnya salah satu unsur-unsur dari delik meliputi:
wujud konkret dari Teori Hukum Alam (1) diancam dengan pidana oleh hukum;
adalah Penegakkan Hukum (Law
24
Erdianto Efendi,Hukum Pidana Suatu
Enforcement). Pengantar, Refika Aditama,Bandung, 2011,
Hlm. 6-7
25
22
Ibid, Hlm. 55 Andi Hamzah, Azas-Azas Hukum Pidana, Edisi
23
http://www.academia.edu/6501453/Kewarganeg Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2008,Hlm. 88
araan-_Rule_of_Law diakses pada tanggal
2Februari 2017 pada jam 20.00 Wib
hakim harus mampu melakukan penemua dapat dikatakan memenuhi unsure, maka
hukum.26 salah satunya adalah hubungan yang
Apabila dikonstruksikan melalui dilakukan salah satunya dan atau kedua-
penafsiran ekstensif perbuatan menanam duanya harus terikat oleh ketentuan pasal
sperma seorang laki-laki kedalam rahim 27 KUH Perdata, dalam arti bahwa telah
seorang perempuan yang tidak diikat terikat oleh suatu hubungan perkawinan
dengan suatu perkawinan yang sah, yang sah.
dalam arti bukan istri dari laki-laki Penggunaan konstruksi hukum
tersebut adalahsama dengan perbuatan dalam kaitan dengan tindakan medic
overspel sebagaimana yang diatur surrogate mother yaitu untuk
menurut ketentuan pasal 284 KUHP, memperjelas secara yuridis bahwa
penggunaan penafsiran ekstensif tindakan tersebut merupakan bagian dari
tujuannya tidak semata-mata memberi suatu perbuatan perzinahan,dimana
legalisasi boleh tidaknya dilakukan pengertian zina adalah memasukkan
tindakan medic surrogate mother, tetapi alatkelamin laki-laki kedalam alat
yang lebih penting memberi kepastian kelamin perempuan yang tidak diikat
bahwa secara normative pasal 284 KUHP oleh hubungan perkawinan yang sah, bila
dapat dipergunakan sebagai instrument dikonstruksikan memasukkan
untuk melakukan proses penegakan alatkelamin pria ke dalam alat kelamin
hukum (law enforcement) terhadap wanita yang bukan istrinya (tidak terikat
pelaku tindakan Surrogate Mother di perkawinan yang sah) secara mutatis
Indonesia. mutandis dengan memasukkan alat
Ketentuan Pasal 127 Undang- kelamin laki-laki kedalam alat kelamin
Undang Nomor 36 Tahun 2009 jo Pasal wanita yang bukan istrinya yang sah
10 (1) Undang – Undang No. 39 Tahun merupakan suatu perbuatan yang dapat
1999, dimana pada intinya melarang dikualifisir sebagai perzinahan.
tindakan medic Surrogate Mother yang Sebab hakekat dari perbuatan zina
dilakukan tanpa diikat suatu hubungan bukan memasukkan alat kelamin dan
perkawinan yang sah. Ketentuan ini alat, tetapi terdapatnya sperma laki-laki
memberi jalan bagi Pasal 284 KUHP, dalam rahim seorang wanita yang tidak
karena substansi dari ketentuan Pasal 284 diikat dengan suatu perkawinan yang sah,
KUHP tersebut adalah bahwa untuk sehingga ruang lingkup yuridis
perzinahan yang termaktub di dalam
26
Erdianto Efendi, Op.Cit , Hlm. 86-87 Pasal 284 KUHP yaitu suatu hubungan
UNDANG – UNDANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945