Disusun oleh :
Abirianty P Araminta 0706260055
Antari Harmani 0706258712
Dimas Priantono 0706259002
Toto Suryo Efar 0706259942
Pembimbing :
dr. Eka Nurfitri, SpA
I.1 IDENTITAS
Pasien
Nama : An. PS
Usia : 14 tahun 3 bulan
TTL : Jakarta, 2 Oktober 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pesanggrahan – Jakarta Selatan
No. RM : 01117724
Masuk RS : 14 Januari 2012
Pembiayaan : Umum
Orang Tua/Wali
Nama : Tn. HY
Usia : 49 tahun
Alamat : Pesanggrahan – Jakarta Selatan
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan : Ayah
I.2 ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan secara auto dan allo-anamnesis dengan ayah dan ibu pasien
di High Care Unit pada tanggal 17 Januari 2012)
Riwayat Nutrisi
Pasien sehari-hari makan 3x sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk sesuai
menu keluarga disertai cemilan ringan, berupa biskuit dan kue-kue kecil. Sebelum
masuk rumah sakit, napsu makan pasien menurun dan makan hanya sedikit.
Riwayat Imunisasi
Kesan imunisasi dasar lengkap sesuai usia (hepatitis B, polio, BCG, DPT,
campak)
Laboratorium Khusus
17/01/2012
Leukosit 20.600
Diff. count 0/1/84/12/2
Retikulosit 6,3
Seroimunologi ASTO (+)
CRP 29
Morfologi darah tepi
Eritrosi Normositik normokrom
Leukosit Jumlah meningkat, morfologi normal
Trombosit Jumlah normal, morfologi normal
Kesan Leukositosis
16/01/2012
C-Peptide <0,10 (normal 0,9 – 7,1)
HbA1C >15,0 (4,5 – 6,3)
I.6 TATALAKSANA
I.6.1 Tatalaksana IGD
Loading NaCl 0,9% 2000 cc dalam 1 jam
O2 NK 3 lpm
Reguler insulin 4 IU/jam drip IV
RI 10 IU SC
Cefotaxim 3x1g
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanasionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.2 Diagnosis
A. Anamnesis
Riwayat diabetes melitus: polidipsia, poliuria, polifagia, nokturia, enuresis,
dan anak lemah (malaise); riwayat penurunan berat badan dalam beberapa
waktu terakhir yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,
Nyeri perut, mual, muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur pada alat
kelamin, dan keputihan.
Dehidrasi, hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan atau tanpa koma.
Curiga KAD apabila ditemukan dehidrasi berat namun masih terjadi
poliuria.2
B. Pemeriksaan Fisis
Gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan atau tanpa syok.
Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul), tetapi pada kasus yang berat terjadi
depresi napas
Mual, muntah, dan sakit perut seperti akut abdomen.
Penurunan kesadaran hingga koma,
Demam bila ada infeksi penyerta
Napas berbau aseton
Produksi urin tinggi.2
C. Pemeriksaan Penunjang
Kadar gula darah >11mmol/L (sekitar 200mg/dL)
Ketonemia
Analisis gas darah: pH darah vena <7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L
Ketonuria.
Kadar elektrolit darah, darah tepi lengkap, dan fungsi ginjal diperiksa
sebagai data dasar.
Apabila ada infeksi dapat dilakukan biakan darah, urin, dll.2
II.1.3 Tatalaksana
Penatalaksanaan KAD sesuai dengan protokol IDAI tahun 2010, dengan
tujuan terapi untuk mengoreksi dehidrasi, menghilangkan ketoasidosis,
mengembalikan kadar gula darah mendekati normal, menghindari komplikasi
terapi, dan mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi yang muncul.1,2 Secara
umum, penatalaksanaan KAD mencakup aspek terapi cairan, insulin, koreksi
gangguan elektrolit, pemantauan,dan penanganan infeksi.
1. Terapi Cairan
Prinsip terapi cairan pada KAD adalah sebagai berikut:
Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan NaCl
0,9% 20 mL/kg dalam 1 jam sampe syok teratasi
Resusitasicairan selanjutnya diberikan secara perlahan dalam 36-48 jam
berdasarkan derajat dehidrasi.
Selama keadaan belum stabil secara metabolik (stabil bila kadar bikarbonat
natrium >15meq/L, gula darah <200mg/dl,pH>7,3) maka pasien dipuasakan.
Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi totalsudah termasuk cairan untuk
mengatasi syok.
Apabila ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan diberikan
selama 72 jam
Jenis cairan resusitasi awal yang digunakan adalah NaCl 0,9%. Apabila
kadar gula darah sudah turun mencapai <250mg/dlcairan diganti dengan
dextrose 5% dalam NaCl 0,45%.2
2. Terapi Insulin
Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai
Gunakan insulin rapid (regular) secara intravena dengan dosis insulin antara
0,05-0,1 U/kgBB/jam. Bolus insulin tidak perlu diberikan.
Penurunan kadar gula secara bertahap tidak lebih cepatdari 75-100
mg/dL/jam
Insulin intravena dihentikan dan asupan per oral dimulai apabila secara
metabolik sudah stabil(kadar biknat >15 meq/L, gula darah <200
mg/dL,pH>7,3).
Selanjutnya insulin regular diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5-
1U/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan dosis
sebelumnya.
Untuk terapi insulin selanjutnya dirujuk ke dokter ahli endokrinologi anak.2
3. Koreksi Elektrolit
Tentukan kadar natrium dengan menggunakan rumus:
Kadar Na terkoreksi=Na+[1,6x(kadar gula darah-100)/100]
Pada hipernatremia gunakan cairan NaCl 0,45%
Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria. Dosis K =
5 meq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 meq/L dengan
kecepatan tidak lebih dari 0,5 meq/kg/jam
Asidosis metabolik tidak perlu dikoreksi.2
II.1.4 Pemantauan
Pengembalian KAD ke kondisi fisiologis berhubungan dengan risiko
hipoglikemia, hipokalemia, dan edema serebri. Pemantauan pada KAD meliputi
pemantauan frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah, pemeriksaan neurologis,
kadar guladarah, balans cairan, suhu badan. Keton urin harus sampai negatif.
Perhatikan adanya penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi
sebagai tanda awal edema serebri. Jika terdapat kecurigaan adanya edema
serebri berikan manitol dengan dosis 1-2g/kg intravena tetesan cepat, karena
keadaan tersebut merupakan kedaruratan medik.1,2
Tanda-tanda Bahaya
Dehidrasi berat dan renjatan
Asidosis berat dan serum K yang rendah, hal ini menunjukkanK total yang
sangat kurang.
Hipernatremia menunjukkan keadaan hiperosmolar yang memburuk
Hiponatremia
Penurunan kesadaran saat pemberian terapi yang menunjukkan adanya
edema serebri.2
Edema serebri
Pada KAD, dapat terjadi komplikasi berupa herniasi. Herniasi yang terjadi
bersifat akut dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Herniasi biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama pengobatan. Semua pasien KAD harus dimonitor akan
kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial (observasi gejala neurologis).
Adapun perlu diperhatikan, penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami
edema serebri adalah:
Penderita dengan usia <5 tahun, penderita baru.
Penderita dengan gejala yang sudah lama diderita
Asidosis berat, pCO2 rendah dan BUN tinggi
Apabila terjadi herniasi, harus ditangani dengan segera. Apabila ragu, berikan
manitol 1-2 gram/kgBB dengan IV drip cepat. Bila mungkin buat CT-scan
otak.2
II.1.5 Protokol KAD Milwaukee
Secara umum, protokol Milwaukee kurang lebih sama dengan protokol IDAI.
Namun, dalam protokol Milwaukee dirinci mengenai pemberian cairan dan
elektrolit untuk jam ke-2 dan seterusnya. Protokol Milwaukee dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.1
Tabel 2. Protokol Milwaukee1
Waktu Terapi Keterangan
Jam pertama 10–20 mL/kg IV bolus Ekspansi volume cepat; boleh
0.9% NaCl atau RL diulang
Insulin drip 0.05 - NPO. Monitor I/O, status neurologis.
0.10 u/kg/jam Gunakan lembar protokol. Siapkan
mannitol bedside; 1 g/kg IV push
untuk edema serebri
Jam kedua 0.45 % NaCl: ditambah
hingga insulin dripkontinyu
Bila K <3 mEq/L, berikan 0.5 to
resolusi KAD 20 mEq/L KPhos dan
1.0 mEq/kg berupa oral K solution
20 mEq/L KAc
ATAU tingkatkan K IV hingga
5% glucose bila
80 mEq/L
GDS<250 mg/dL
(14 mmol/L)
Variabel Oral intake dengan Muntah (-); CO2 ≥ 16 mEq/L;
insulin SK elektrolit normal
Perhatikan bahwa bolus IV inisial dianggap sebagai bagian dari jumlah cairan
24 jam pertama, oleh karena itu,perlu dikurangi sebelum menghitung laju
infus.
Maintenance (24 jam) = 100 mL/kg (10 kg pertama) + 50 mL/kg (10 kgkedua) +
25 mL/kg (kg sisanya)
NaCl, sodium chloride; LR, lactated Ringer solution; KPhos, potassium
phosphate; KAc, potassium acetate; I/O, input and output (urine, emesis).
II.2 Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus (DM) merupakan sindrom metabolik yang banyak
dijumpai, kronik, dan ditandai oleh hiperglikemia sebagai fitur biokimiawi utama.
Secara umum, DM dibedakan menjadi DM tipe 1 akibat defisiensi sekresi insulin
akibat kerusakan sel β pankreas dan DM tipe 2 akibat resistensi insulin pada
tingkat otot rangka, hati, dan jaringan adiposa dengan berbagai derajat gangguan
sel β.3
II.2.1 Epidemiologi
Kejadian DM tipe 1 dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain infeksi virusseperti rubela
kongenital, faktor musim,faktor makanan (susu sapi), dan obat-obatan.1
II.2.2 Patofisiologi
Secara umum,pada DM tipe 1 terjadi kerusakan autoimun pada sel β
pankreas. Kerusakan terjadi secara gradual dan progresif dengan dampak
berkurangnya sekresi insulin. Diperkirakan bahwa pada awitan diabetes klinis,
telah terjadi kerusakan 80-90% islet pankreas. Pada awitan DM tipe 1, terjadi
regenerasi islet baru, yang mengakibatkan munculnya fase honeymoon, yaitu fase
di mana terjadi penurunan transien kebutuhan insulin yang berhubungan dengan
perbaikan fungsi sel β.1
Respon autoimun terhadap sel β terjadi dalam empat fase, yaitu insult
lingkungan, priming sel T, diferensiasi sel T, dan padaakhirnya terjadi destruksi
sel β yang mengakibatkan DM tipe1.
Gambar 1. Patogenesis DM Tipe 13
Terapi cairan
Keadaan syok diberikan NaCl 0,9% dengan perhitungan 20 cc/kgBB untuk 1 jam
pertama.
Kebutuhan cairan pasien = 40 x 20 cc = 800 cc/1 jam pertama.
Setelah loading 1 jam, dilakukan penilaian status hidrasi pasien. Bila syok telah
teratasi maka diberikan cairan rumatan.
Kebutuhan cairan rumatan = 1500 + 20 x (BB – 20) cc/24 jam
= 1500 + 20 x (40-20) cc/24 jam
= 1900 cc/24 jam = 3800 cc/48 jam.
Kebutuhan insulin
Kebutuhan insulin = 0,05 – 0,1 U/kgBB/jam
= 0,05 – 0,1U x 40 /jam
= 2 - 4 U/jam
= 96 – 192 U/48 jam
Insulin dengan pemberian drip = 0,1 U per 1 cc NaCl 0,9%, sehingga untuk
mencapai 192 U/48 jam diperlukan 1920 cc NaCl 0,9% selama 48 jam.
Pemberian drip per jam = 1920 cc/ 48 jam
= 40 cc/jam
= 13-14 tetes per menit