Anda di halaman 1dari 23

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELITUS TIPE 1

Disusun oleh :
Abirianty P Araminta 0706260055
Antari Harmani 0706258712
Dimas Priantono 0706259002
Toto Suryo Efar 0706259942

Pembimbing :
dr. Eka Nurfitri, SpA

MODUL ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RS FATMAWATI
JAKARTA 2011
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I.1 IDENTITAS
Pasien
Nama : An. PS
Usia : 14 tahun 3 bulan
TTL : Jakarta, 2 Oktober 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pesanggrahan – Jakarta Selatan
No. RM : 01117724
Masuk RS : 14 Januari 2012
Pembiayaan : Umum

Orang Tua/Wali
Nama : Tn. HY
Usia : 49 tahun
Alamat : Pesanggrahan – Jakarta Selatan
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan : Ayah

I.2 ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan secara auto dan allo-anamnesis dengan ayah dan ibu pasien
di High Care Unit pada tanggal 17 Januari 2012)

1.2.1 Keluhan Utama


Lemas yang semakin memberat sejak 1 minggu SMRS.

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan lemas yang berulang dan semakin berat
sejak 1 minggu SMRS. Lemas dirasakan di seluruh tubuh, tidak ada kelemahan
sesisi atau anggota gerak, dan masih dapat beraktivitas ringan. Makan pasien
sebelumnya teratur, suka mengemil, namun sejak 1 minggu terakhir tidak nafsu
makan karena mulutnya terasa pahit. Pasien mengeluh nyeri perut di ulu hati,
mual, muntah berisi cairan bening sebanyak 2 kali. Pasien mengalami penurunan
berat badan sebanyak 5 kg dalam 1 bulan. Pasien mengeluh banyak minum,
banyak BAK dan terbangun untuk BAK di malam hari. BAB normal, tidak diare.
Penglihatan kabur dan kesemutan disangkal.
3 hari SMRS pasien sempat demam namun tidak terlalu tinggi. Keluhan
batuk, sesak nafas, nyeri menelan disangkal. Pasien merasa semakin lemas dan
tidak nafsu makan. Pasien sempat dibawa ke RS, dilakukan tes Widal namun hasil
positif dan pasien dipulangkan.
18 jam SMRS pasien pasien dibawa kembali ke RS karena keluhan lemas
dan demam tidak membaik. Pasien sempat diinfus kemudian dipulangkan
kembali. Pasien kemudian dijenguk oleh teman-temannya dan diberikan susu
coklat 1 botol yang dihabiskan oleh pasien. 6 jam SMRS pasien merasa sangat
tidak enak badan sehingga dibawa oleh orang tuanya ke RS Prikasih. Di RS
Prikasih pasien diperiksa glukosa darah dan hasilnya sangat tinggi. Karena
keterbatasan fasilitas pasien kemudian dirujuk ke RS Fatmawati.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya. Riwayat keluhan yang
sama sebelumnya (-), dinyatakan diabetes (-), asma (-), alergi (-). Riwayat sakit
tenggorokan dengan demam tinggi disangkal.

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes melitus (-), hipertensi (+) kakek pasien, penyakit tiroid (-),
riwayat sakit jantung (-), sakit paru (-), asma (-), alergi obat/makanan (-).

1.2.5 Riwayat Lainnya


Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saat ini pasien tinggal
bersama orang tua dan saudara kandungnya. Pasien memiliki cukup banyak teman
dekat maupun teman bermain.
Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Selama hamil, ibu pasien rutin kontrol ke bidan tiap bulan. Riwayat
demam atau mengidap penyakit tertentu serta konsumsi jamu/obat-obatan
disangkal. Keluhan selama kehamilan juga disangkal.
Pasien lahir spontan, cukup bulan, dibantu oleh bidan. Berat badan lahir
2000 gram, panjang lahir 48 cm, langsung menangis. Riwayat biru atau kuning
saat lahir disangkal.

Riwayat Tumbuh Kembang


Saat ini pasien duduk di kelas III SMP. Prestasi belajar cukup baik, tidak
pernah ada riwayat tinggal kelas. Status pube3x sertas A2M3P2. Payudara mulai
tumbuh umur 10 tahun, menarche pertama kali dan pertumbuhan rambut pubis
pertama dimulai saat usia 11 tahun.

Riwayat Nutrisi
Pasien sehari-hari makan 3x sehari terdiri dari nasi dan lauk pauk sesuai
menu keluarga disertai cemilan ringan, berupa biskuit dan kue-kue kecil. Sebelum
masuk rumah sakit, napsu makan pasien menurun dan makan hanya sedikit.

Riwayat Imunisasi
Kesan imunisasi dasar lengkap sesuai usia (hepatitis B, polio, BCG, DPT,
campak)

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


(Pemeriksaan fisik dilakukan di High Care Unit tanggal 17 Januari 2012)

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 116x/menit, reguler, isi cukup, ekual di keempat ekstremitas
Frekuensi nafas : 28x/menit, reguler, kedalaman cukup, tipe abdominal,
cuping hidung (-), penggunaan otot bantu napas (-)
Suhu : 36,7ºC aksila
Berat badan : 40 kg Tinggi badan : 156 cm
Kepala : normosefal, deformitas (-)
Rambut : hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata : pupil bulat, isokor, RCL (+/+), RTCL (+/+)
konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : tonsil T1-T1, faring hiperemis (-), sekret dari telinga (-),
nyeri tekan sinus (-), septum deviasi (-)
Mulut : oral hygiene baik, mukosa basah
Leher : kaku kuduk (-), tiroid dan KGB tidak teraba pembesaran
Paru : I : ekspansi dada simetris statis-dinamis, retraksi dinding
dada (-), retraksi epigastrium (-), retraksi suprasternal (-),
penggunaan otot bantu napas (-), venektasi (-)
P : ekspansi dada simetris, fremitus kanan-kiri sama
P : sonor/sonor
A: vesikular +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba di sela iga 5 linea midklavikula kiri
P: batas kanan jantung di linea sternalis kanan
batas kiri jantung di 1 jari media linea midklavikula kiri
pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternalis kiri
A: bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I : datar, lemas, distensi (-), venektasi (-)
P : supel, hati dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor
baik, massa (-)
P : timpani
A: bising usus (+) normal 6x/menit
Genitalia : rambut pubis tumbuh tipis
Anus : eritema natum (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), parut BCG (+)
Status neurologi
Motorik : 5555 5555
5555 5555
Spasme (-), klonus (-), refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Status gizi : Berat badan = 40 kg Tinggi badan = 156 cm
Kesan klinis gizi cukup
IMT = 16,43 kg/m2
BB/U = percentile 10  normal
TB/U = percentile 25  normal
BB/TB = 40/45 x 100% = 88,89%  gizi kurang

Pemeriksaan fisik di IGD (14 Januari 2012)


Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : delirium
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 100x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Suhu : tidak diketahui

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
15/01 15/01 15/01 15/01 16/01 16/01 17/01
(01.30) (05.00) (14.00) (19.00) (20.00) (07.30)
Hematologi
Hb 12,2 11,4 g/dL
Ht 37 32 %
Eritrosit 4,35 3,97 Juta/µL
Leukosit 24.800 20.600 /µL
Trombosit 276.000 166.000 /µL
LED 43 mm
MCV 94,4 80,4 fl
MCH 27,9 28,6 pg
MCHC 29,6 35,6 g/dL
Kimia Klinik
SGOT 16 U/L
SGPT 14 U/L
Ureum 150 mg/dL
Kreatinin 3,3 mg/dL
GDS 1.228 1.414 711 829 mg/dL
Na 141 159 165 160 154 mmol/L
K 5,4 4,61 5,48 2,35 3,82 mmol/L
Cl 90 112 109 125 110 mmol/L
Keton 4,40 mmol/L
Gas Darah
pH 7,139 7,106 7,419 7,509 7,463 7,538
PCO2 14 6,3 24,5 18,7 19,6 24,7 mmHg
PO2 37,6 190,3 115,4 186,6 178,3 140,8 mmHg
HCO3 4,6 1,9 15,5 14,6 13,7 20,6 mmol/L
SaO2 57,4 98,9 98,4 99,4 99,3 99,1 %
BE -21,9 -24,8 -6,9 -5,61 -7,3 -0,2 mmol/L
TCO2 5,1 2,1 16,3 15,1 14,3 21,3 mmol/L
Urinalisa
Urobilinogen 0,2 0,2
Protein Trace 1+
BJ < 1,005 < 1,005
Bilirubin Negatif Negatif
Keton 2+ 2+
Nitrit Negatif Negatif
pH 5,0 5,5
Leukosit Negatif Trace
Hb 3+ 3+
Glukosa 3+ 3+
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Sl
Cloudy
Epitel 1+ 1+
Leukosit 3-4 3-5
Eritrosit >50 50
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif

Bakteri Negatif Negatif

Laboratorium Khusus
17/01/2012
Leukosit 20.600
Diff. count 0/1/84/12/2
Retikulosit 6,3
Seroimunologi ASTO (+)
CRP 29
Morfologi darah tepi
Eritrosi Normositik normokrom
Leukosit Jumlah meningkat, morfologi normal
Trombosit Jumlah normal, morfologi normal
Kesan Leukositosis

16/01/2012
C-Peptide <0,10 (normal 0,9 – 7,1)
HbA1C >15,0 (4,5 – 6,3)

1.4.2 Pemeriksaan Radiologi


CTR <50%, infiltrat (-), corakan bronkovaskuler (-)
Kesan paru jantung dalam batas normal.
I.5 DAFTAR MASALAH
1. Diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat ketoasidosis diabetik
2. Diaper rash ec. kandidosis vulvo vaginalis

I.6 TATALAKSANA
I.6.1 Tatalaksana IGD
 Loading NaCl 0,9% 2000 cc dalam 1 jam
 O2 NK 3 lpm
 Reguler insulin 4 IU/jam drip IV
 RI 10 IU SC
 Cefotaxim 3x1g

I.6.2 Tatalaksana Lanjutan di Ruangan


Rencana terapi:
 Insulin
o Levemir 24 IU malam (21.00)
o Novorapid 7-10-7
 Cefotaxim 3x1g
Rencana pemeriksaan:
 TSH + FT4
 Konsul mata dan neurologi
Rencana edukasi:
 Edukasi diet dan penggunaan insulin

I.7 PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad fungsionam : bonam
 Ad sanasionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Ketoasidosis Diabetik


Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan keadaan akhir pada kelainan
metabolik akibat defisiensi insulin berat. DKA juga dapat terjadi akibat gangguan
efektivitas kerja insulin, misalnya pada keadaan stres, ketika terjadi sekresi
hormon counter-regulatory yang menghambat kerja insulin. Kejadian DKA pada
anak dengan diabetesawitan baru sekitar 20-40%. Selain itu, terjadi pada anak
yang tidak menggunakan insulin sesuai dosis(kekurangan) dan pada anak dengan
penyakit yang tidak teratasi. DKA dapat diklasifikasikan menjadiringan, sedang,
berat. Pada DKA, terjadi ketonuria berat, peningkatan anion gap, penurunan
bikarbonat serum(atau TCO2) dan pH, serta peningkatan osmolaritas serum, yang
menandakan dehidrasi hipertonik.1,2
Menurut IDAI 2010, diagnosis KAD ditegakkan apabila terdapat:
 Hiperglikemia, bila kadar gula darah >11mmol/L (sekitar 200mg/dL)
 pH darah vena <7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L
 Ketonemia dan ketonuria.2
Tabel 1. Klasifikasi KAD1
Normal Ringan Sedang Berat†
CO2 (mEq/L, venous) * 20–28 16–20 10–15 <10
pH (venous) * 7.35–7.45 7.25–7.35 7.15–7.25 < 7.15
Klinis Tidak ada Oriented, Pernapasan Pernapasan
perubahan alert but Kussmaul; Kussmaul atau
fatigued oriented depresi; sleepy to
but sleepy; depressed
arousable sensorium to coma

Hipernatremia berat (corrected Na > 150 mEq/L) juga diklasifikasikan sebagai
KAD berat
*
Pengukuran CO2 dan pH tergantung metode
II.1.1 Patofisiologi
Pada KAD, terjadi insulinopenia berat (atau kurangnya kerja insulin yang
efekrif) sehingga terjadi kaskade fisiologi sebagai berikut:
 Produksi glukosa berlebihan dan kurangnya utilisasi glukosa menimbulkan
kenaikan glukosa serum. Hal ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik,
dengan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan aktivasi aksis renin-
angiotensin-aldosteron dengan kehilangan kalium yang cepat. Apabila kadar
glukosa terus naik dan dehidrasi yang terjadi berat serta menetap beberapa
jam, risiko edema serebri akan meningkat.1
 Peningkatan proses katabolik mengakibatkan kehilangan natrium, kalium,
dan fosfat.1
 Peningkatan pelepasan asam lemak dari simpanan lemak di perifer
menyediakan substrat untuk produksi asam keto hepatik. Ketika terjadi
akumulasi asamketo, sistem penyangga (buffer) akan habis dan terjadi
asidosis metabolik. Terapi yang diberikan harus mengatasi baik kejadian
yang menginisiasi kaskade ini (insulinopenia) dan gangguan fisiologi yang
mengikutinya.1

II.1.2 Diagnosis
A. Anamnesis
 Riwayat diabetes melitus: polidipsia, poliuria, polifagia, nokturia, enuresis,
dan anak lemah (malaise); riwayat penurunan berat badan dalam beberapa
waktu terakhir yang tidak dapat dijelaskan sebabnya,
 Nyeri perut, mual, muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur pada alat
kelamin, dan keputihan.
 Dehidrasi, hiperpnea, napas berbau aseton, syok dengan atau tanpa koma.
 Curiga KAD apabila ditemukan dehidrasi berat namun masih terjadi
poliuria.2

B. Pemeriksaan Fisis
 Gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan atau tanpa syok.
 Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul), tetapi pada kasus yang berat terjadi
depresi napas
 Mual, muntah, dan sakit perut seperti akut abdomen.
 Penurunan kesadaran hingga koma,
 Demam bila ada infeksi penyerta
 Napas berbau aseton
 Produksi urin tinggi.2

C. Pemeriksaan Penunjang
 Kadar gula darah >11mmol/L (sekitar 200mg/dL)
 Ketonemia
 Analisis gas darah: pH darah vena <7,3, atau bikarbonat <15 mmol/L
 Ketonuria.
 Kadar elektrolit darah, darah tepi lengkap, dan fungsi ginjal diperiksa
sebagai data dasar.
 Apabila ada infeksi dapat dilakukan biakan darah, urin, dll.2

II.1.3 Tatalaksana
Penatalaksanaan KAD sesuai dengan protokol IDAI tahun 2010, dengan
tujuan terapi untuk mengoreksi dehidrasi, menghilangkan ketoasidosis,
mengembalikan kadar gula darah mendekati normal, menghindari komplikasi
terapi, dan mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi yang muncul.1,2 Secara
umum, penatalaksanaan KAD mencakup aspek terapi cairan, insulin, koreksi
gangguan elektrolit, pemantauan,dan penanganan infeksi.

1. Terapi Cairan
Prinsip terapi cairan pada KAD adalah sebagai berikut:
 Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan NaCl
0,9% 20 mL/kg dalam 1 jam sampe syok teratasi
 Resusitasicairan selanjutnya diberikan secara perlahan dalam 36-48 jam
berdasarkan derajat dehidrasi.
 Selama keadaan belum stabil secara metabolik (stabil bila kadar bikarbonat
natrium >15meq/L, gula darah <200mg/dl,pH>7,3) maka pasien dipuasakan.
 Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi totalsudah termasuk cairan untuk
mengatasi syok.
 Apabila ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan diberikan
selama 72 jam
 Jenis cairan resusitasi awal yang digunakan adalah NaCl 0,9%. Apabila
kadar gula darah sudah turun mencapai <250mg/dlcairan diganti dengan
dextrose 5% dalam NaCl 0,45%.2

2. Terapi Insulin
 Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai
 Gunakan insulin rapid (regular) secara intravena dengan dosis insulin antara
0,05-0,1 U/kgBB/jam. Bolus insulin tidak perlu diberikan.
 Penurunan kadar gula secara bertahap tidak lebih cepatdari 75-100
mg/dL/jam
 Insulin intravena dihentikan dan asupan per oral dimulai apabila secara
metabolik sudah stabil(kadar biknat >15 meq/L, gula darah <200
mg/dL,pH>7,3).
 Selanjutnya insulin regular diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5-
1U/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan dosis
sebelumnya.
 Untuk terapi insulin selanjutnya dirujuk ke dokter ahli endokrinologi anak.2

3. Koreksi Elektrolit
 Tentukan kadar natrium dengan menggunakan rumus:
Kadar Na terkoreksi=Na+[1,6x(kadar gula darah-100)/100]
Pada hipernatremia gunakan cairan NaCl 0,45%
 Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria. Dosis K =
5 meq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 meq/L dengan
kecepatan tidak lebih dari 0,5 meq/kg/jam
 Asidosis metabolik tidak perlu dikoreksi.2
II.1.4 Pemantauan
Pengembalian KAD ke kondisi fisiologis berhubungan dengan risiko
hipoglikemia, hipokalemia, dan edema serebri. Pemantauan pada KAD meliputi
pemantauan frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah, pemeriksaan neurologis,
kadar guladarah, balans cairan, suhu badan. Keton urin harus sampai negatif.
Perhatikan adanya penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi
sebagai tanda awal edema serebri. Jika terdapat kecurigaan adanya edema
serebri berikan manitol dengan dosis 1-2g/kg intravena tetesan cepat, karena
keadaan tersebut merupakan kedaruratan medik.1,2

Tanda-tanda Bahaya
 Dehidrasi berat dan renjatan
 Asidosis berat dan serum K yang rendah, hal ini menunjukkanK total yang
sangat kurang.
 Hipernatremia menunjukkan keadaan hiperosmolar yang memburuk
 Hiponatremia
 Penurunan kesadaran saat pemberian terapi yang menunjukkan adanya
edema serebri.2

Edema serebri
Pada KAD, dapat terjadi komplikasi berupa herniasi. Herniasi yang terjadi
bersifat akut dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Herniasi biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama pengobatan. Semua pasien KAD harus dimonitor akan
kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial (observasi gejala neurologis).
Adapun perlu diperhatikan, penderita yang berisiko tinggi untuk mengalami
edema serebri adalah:
 Penderita dengan usia <5 tahun, penderita baru.
 Penderita dengan gejala yang sudah lama diderita
 Asidosis berat, pCO2 rendah dan BUN tinggi
Apabila terjadi herniasi, harus ditangani dengan segera. Apabila ragu, berikan
manitol 1-2 gram/kgBB dengan IV drip cepat. Bila mungkin buat CT-scan
otak.2
II.1.5 Protokol KAD Milwaukee
Secara umum, protokol Milwaukee kurang lebih sama dengan protokol IDAI.
Namun, dalam protokol Milwaukee dirinci mengenai pemberian cairan dan
elektrolit untuk jam ke-2 dan seterusnya. Protokol Milwaukee dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.1
Tabel 2. Protokol Milwaukee1
Waktu Terapi Keterangan
Jam pertama 10–20 mL/kg IV bolus Ekspansi volume cepat; boleh
0.9% NaCl atau RL diulang
Insulin drip 0.05 - NPO. Monitor I/O, status neurologis.
0.10 u/kg/jam Gunakan lembar protokol. Siapkan
mannitol bedside; 1 g/kg IV push
untuk edema serebri
Jam kedua 0.45 % NaCl: ditambah
hingga insulin dripkontinyu
Bila K <3 mEq/L, berikan 0.5 to
resolusi KAD 20 mEq/L KPhos dan
1.0 mEq/kg berupa oral K solution
20 mEq/L KAc
ATAU tingkatkan K IV hingga
5% glucose bila
80 mEq/L
GDS<250 mg/dL
(14 mmol/L)
Variabel Oral intake dengan Muntah (-); CO2 ≥ 16 mEq/L;
insulin SK elektrolit normal
Perhatikan bahwa bolus IV inisial dianggap sebagai bagian dari jumlah cairan
24 jam pertama, oleh karena itu,perlu dikurangi sebelum menghitung laju
infus.
Maintenance (24 jam) = 100 mL/kg (10 kg pertama) + 50 mL/kg (10 kgkedua) +
25 mL/kg (kg sisanya)
NaCl, sodium chloride; LR, lactated Ringer solution; KPhos, potassium
phosphate; KAc, potassium acetate; I/O, input and output (urine, emesis).
II.2 Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus (DM) merupakan sindrom metabolik yang banyak
dijumpai, kronik, dan ditandai oleh hiperglikemia sebagai fitur biokimiawi utama.
Secara umum, DM dibedakan menjadi DM tipe 1 akibat defisiensi sekresi insulin
akibat kerusakan sel β pankreas dan DM tipe 2 akibat resistensi insulin pada
tingkat otot rangka, hati, dan jaringan adiposa dengan berbagai derajat gangguan
sel β.3

II.2.1 Epidemiologi
Kejadian DM tipe 1 dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain infeksi virusseperti rubela
kongenital, faktor musim,faktor makanan (susu sapi), dan obat-obatan.1

II.2.2 Patofisiologi
Secara umum,pada DM tipe 1 terjadi kerusakan autoimun pada sel β
pankreas. Kerusakan terjadi secara gradual dan progresif dengan dampak
berkurangnya sekresi insulin. Diperkirakan bahwa pada awitan diabetes klinis,
telah terjadi kerusakan 80-90% islet pankreas. Pada awitan DM tipe 1, terjadi
regenerasi islet baru, yang mengakibatkan munculnya fase honeymoon, yaitu fase
di mana terjadi penurunan transien kebutuhan insulin yang berhubungan dengan
perbaikan fungsi sel β.1
Respon autoimun terhadap sel β terjadi dalam empat fase, yaitu insult
lingkungan, priming sel T, diferensiasi sel T, dan padaakhirnya terjadi destruksi
sel β yang mengakibatkan DM tipe1.
Gambar 1. Patogenesis DM Tipe 13

Seiring dengan perkembangan diabetes, gejala semakin meningkat,


sesuai dengan berurangnya massa sel β, insulinopenia, hiperglikemia progresif,
dan ketoasidosis. Pada awalnya, ketika cadangan insulin saja yang menjadi
terbatas, terjadi hiperglikemia okasional. Ketika glukosa serum melebihi ambang
ginjal, terjadi nokturia atau poliuria intermiten. Dengan semakin berkurangnya sel
β, hiperglikemia kronik menyebabkan diuresis yang lebih persisten, sering dengan
enuresis nokturnal, polidipsia menjadi semakin jelas. Pada pasien wanita dapat
terjadi vaginitis monilial akibat glukosuria kronik. Kalori yang hilang melalui
urin akibat glukosuria dapat menimbulkan hiperfagia kompensatorik. Apabila
hiperfagia tidak mengompensasi glukosuria, terjadi kehilangan lemak tubuh,
dengan penurunan berat badan dan pengurangan simpanan lemak subkutan.1
Apabila kadar insulin menjadi rendah, terjadi akumulasi asam keto. Pada
titik ini, kondisi anak memburuk dengan cepat. Asam keto menimbulkan rasa
tidak nyaman, mual, dan muntah, mencegah penggantian kehilangan cairan
melalui urin. Dehidrasi terjadi dengan cepat, menyebabkan kelemahan atau
ortostasis namun tetap disertai poliuria. Karena terjadi hiperosmotik, derajat
dehidrasi menjadi tidak terlalu berat karena volume intravaskular tetap
dipertahankan dengan mengorbankan volume intraselular. Ketoasidosis
menyebabkan eksaserbasi gejala-gejala di atas dan menyebabkan pernapasan
Kussmaul, napas berbau buah (aseton), gangguan fungsi neurokognitif, dan dapat
terjadi koma. Sekitar 20-40% anak dengan diabetes awitan baru mengalami KAD
sebelum diagnosis.1
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis diabetes melitus tipe 1 dengan riwayat ketoasidosis diabetik


ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Pasien adalah seorang anak perempuan usia 14 tahun yang dibawa ke
rumah sakit dengan keluhan lemas yang semakin memberat sejak 1 minggu
SMRS. Lemas dirasakan tanpa penyebab yang jelas disertai napsu makan yang
semakin menurun karena mulut terasa pahit. Sebelum keluhan muncul, pasien
memiliki riwayat sering mengemil, sering merasa haus, dan terbangun malam hari
untuk pipis ± 5x dalam semalam. Pasien juga mengalami penurunan berat badan
sebanyak 5 kg dalam ± 1 bulan tanpa penyebab yang jelas. Pada pasien juga
ditemukan adanya keluhan nyeri perut bagian epigastrium, mual, muntah tanpa
diare. Pasien buang air kecil cukup sering dengan produksi urin tinggi tiap
kalinya.
Pada pemeriksaan fisik di IGD didapatkan keadaan umum tampak sakit
berat dengan kesadaran delirium. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 100/60 mmHg, nadi 100x/menit, frekuensi napas 30x/menit, dan suhu tidak
diketahui. Pemeriksaan fisis umum didapatkan konjungtiva pucat, mukosa mulut
kering, akral dingin. Pemeriksaan fisik dilakukan lagi saat pasien di high care
unit, didapatkan kesadaran tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 116x/menit, reguler, isi cukup, ekual
di keempat ekstremitas, frekuensi nafas 28x/menit, reguler, kedalaman cukup, tipe
abdominal, dan suhu 36,7ºC aksila. Kesan status gizi cukup. Status generalis dan
neurologis tidak ditemukan adanya abnormalitas.
Pada pemeriksaan antropometri, BB 40 kg, TB 156 cm, dilakukan plotting
ke dalam curva CDC dan didapatkan hasil sebagai berikut:
 Berdasarkan kurva BB/U, pasien berada dalam persentil 10 yang dinilai
sebagai kategori normal.
 Berdasarkan kurva TB/U, pasien berada dalam persentil 25 yang juga
termasuk kategori normal.
 Status gizi dinilai berdasarkan plot pada kurva BB/TB dengan berat badan
ideal untuk tinggi badan aktual pasien saat ini adalah 45 kg, didapatkan
hasil 88,89% yang termasuk dalam gizi kurang.
Dari pemeriksaan penunjang awal saat masuk IGD didapatkan gula darah sewaktu
berdasarkan glukometer high, dengan pemeriksaan darah didapatkan GDS 1228
mg/dL; pH 7,139; bikarbonat 4,6 mmol/L; keton darah 4,4 mmol/L; dan keton
urin 2+. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, ditegakkan
diagnosis ketoasidosis diabetik.
Tatalaksana ketoasidosis diabetik pada pasien diberikan sesuai protokol
IDAI. Tatalaksana untuk pasien terdiri dari terapi cairan, insulin, dan elektrolit.
Kebutuhan cairan, insulin, dan elektrolit sesuai perhitungan di bawah ini.

Terapi cairan
Keadaan syok diberikan NaCl 0,9% dengan perhitungan 20 cc/kgBB untuk 1 jam
pertama.
Kebutuhan cairan pasien = 40 x 20 cc = 800 cc/1 jam pertama.
Setelah loading 1 jam, dilakukan penilaian status hidrasi pasien. Bila syok telah
teratasi maka diberikan cairan rumatan.
Kebutuhan cairan rumatan = 1500 + 20 x (BB – 20) cc/24 jam
= 1500 + 20 x (40-20) cc/24 jam
= 1900 cc/24 jam = 3800 cc/48 jam.
Kebutuhan insulin
Kebutuhan insulin = 0,05 – 0,1 U/kgBB/jam
= 0,05 – 0,1U x 40 /jam
= 2 - 4 U/jam
= 96 – 192 U/48 jam
Insulin dengan pemberian drip = 0,1 U per 1 cc NaCl 0,9%, sehingga untuk
mencapai 192 U/48 jam diperlukan 1920 cc NaCl 0,9% selama 48 jam.
Pemberian drip per jam = 1920 cc/ 48 jam
= 40 cc/jam
= 13-14 tetes per menit

Kebutuhan cairan rumatan – drip insulin = 3800 cc – 1920 cc


= 1880 cc/48 jam
= 39,2 cc/jam
= 13-14 tetes per menit
Kebutuhan elektrolit
Natrium terkoreksi = Na + 1,6 x (GDS – 100)/100
= 141 + 1,6 x (1228-100)/100
= 152 mEq/L  tidak perlu koreksi
Kalium = 5 mEq/kgBB/hari
= 5 mEq/kgBB x 40 kg per 1 hari
= 200 mEq/hari
Kecepatan koreksi maksimal kalium = 0,5 mEq/kgBB/jam
= 0,5 mEq x 40 kgBB per jam
= 20 mEq/jam
= 480 mEq/hari
Kebutuhan koreksi masih dibawah kecepatan koreksi maksimal.
Kebutuhan koreksi kalium/hari dipenuhi dengan cairan 40 mEq/liter sehingga
dibutuhkan cairan 5 liter/hari (10 kolf). Pada kasus ini, pasien diberikan 8 kolf
cairan sehingga kalium yang dapat masuk dalam 1 hari adalah sebanyak 160 mEq.
Tatalaksana lanjutan berupa perhitungan nutrisi dan kebutuhan insulin
pasien sesuai perhitungan di bawah ini.
Kebutuhan nutrisi
Kebutuhan kalori = (RDA sesuai ideal age) x 45
= (40-50) kkal/kgBB x 45 kgBB per 1 hari
= 1800 – 2250 kkal/hari
Faktor modifikasi = modifikasi sakit 10% x kebutuhan kalori/hari
= (10% x 1800 – 2250 kkal/hari) + 1800 – 2250 kkal/hari
= 1980 – 2475 kkal/hari  2400 kkal/hari
Jalur pemberian : oral
Pembagian diet :
Makan pagi (20%) = 480 kalori Kudapan 2 (10%) = 240 kalori
Kudapan 1 (10%) = 240 kalori Makan malam (20%) = 480 kalori
Makan siang (30%) = 720 kalori Kudapan 3 (10%) = 240 kalori
Kebutuhan insulin
Insulin reguler 0,5-1 IU/kgBB/hari = 20 – 40 IU/hari, dibagi menjadi insulin basal
dan post pandrial, maka:
 Insulin basal : Levemir 20 U malam sebelum tidur
 Insulin PP : RI 6-8-6 U
DAFTAR PUSTAKA

1. Alemzadeh R, Wyatt DT. Type 1 diabetes mellitus. Dalam: Behrman RE,


Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-19.
Philadelphia:Saunders Elsevier. 2003. h.1948-67.
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S,
Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2010.h.165-9.
3. Alemzadeh R, Wyatt DT. Diabetes mellitus-introduction and classification.
Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2011. h.1947-8.

Anda mungkin juga menyukai