Disusun Oleh:
dr. Agung Laksana Dharmantara
Dokter Pembimbing:
dr. Andi Suharso Sp. S
Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga
Intraserebral” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
dr. Andi Suharso Sp.S selaku pembimbing dan dr. Hj Titin Ning Prihatini, MH selaku
pendamping, yang telah memberi pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan
kasus ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang
telah memberi saran dan kritik dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan penulisan dalam laporan kasus ini serta penulis mengharapkan
Penulis
1
PORTOFOLIO KASUS
2
Status marital : Menikah
Tanggal masuk RS : 25 – April - 2019
Tanggal pemeriksaan : 25 - April – 2019
2. Gambaran Klinis
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Indramayu dengan keluarga pasien
mengeluhkan tidak sadar sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan
nyeri kepala hebat saat 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan nyeri kepala timbul
mendadak pada saat pasien hendak ke kamar mandi. 1 hari sebelumnya, pasien mengeluhkan
nyeri kepala yang diertai mual dan muntah yang menyemprot, ditambah terdapat kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo, dan mulut menjadi mencong, namun pasien masih
sadarkan diri, buang air kecil dan buang air besar lancar, riwayat hipertensi tidak terkontrol +.
Pasien datang ke IGD RSUD Indramayu Pada tanggal 7 Maret 2018 dengan keluhan
sesak nafas yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku sering
mengeluh sesak nafas sejak + 3 bulan sebelumnya. Sesak sering dirasakan hilang timbul ketika
pasien beristirahat di rumah. Biasanya pasien tidur dengan menggunakan dua bantal. Pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala yang menjalar ke leher, disertai dengan badan lemas, sering
berdebar. Pasien juga sering mengeluh batuk tidak berdahak selama beberapa minggu terakhir.
Sesak tidak disertai dengan suara mengi maupun panas badan. Tidak ada keluhan
keringat malam atau berat badan yang turun dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada keluhan
bengkak di kedua kaki, perut membesar, atau nyeri perut kanan atas sebelumnya. Pasien tidak
memiliki riwayat asma atau kencing manis sebelumnya. Pasien merupakan perokok aktif
sebelumnya, namun sudah berhenti 3 bulan terakhir. Pasien jarang ke puskesmas untuk
3
3. Riwayat pengobatan:
pasien belum pernah berobat karena keluhan sesak nafas sebelumnya
4. Riwayat kesehatan/penyakit/alergi
- pasien tidak memiliki riwayat penyakit TB, DM, jantung, atau ginjal sebelumnya
- pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan sebelumnya
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien tidak bekerja
6. Riwayat Psikososial
- Pasien merupakan perokok aktif sebelumnya, namun berhenti sejak 3 bulan terakhir
- Pasien jarang ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatan dan tekanan darahnya
7. 7. Lain – Lain
Pemeriksaan fisik dilakukan di Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD Indramayu pada
tanggal 7 – Maret – 2018 pukul 11.50 WIB
8. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum: Sakit Berat, Tampak Lemas
Respirasi : 36x/menit
Suhu : 36.10C
SpO2 : 83%
STATUS GENERALIS
4
Telinga : tenang
Leher : JVP 5+4 cmH2O, Pembesaran Kelenjar getah bening (-), Retraksi
suprasternal (-)
Paru : BPH ICS VI, peranjakan 1 ICS, Vesikular Breath Sound kanan = kiri, sonor di
kedua lapang paru, rhonki (+/+) di 2/3 lapang paru, wheezing (-/-)
Jantung :Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2 reguler, S3 (-), S4 (-),
murmur (-)
Abdomen:
splenomegali (-)
- Ekstremitas atas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)
- Ekstremitas bawah: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)
5
- Pemeriksaan Fungsi Hati (SGOT/SGPT)
- EKG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematologi Rutin (7 Maret 2018)
6
Fungsi Ginjal
Ureum 39 mg/dl 13 - 43
Creatinin 1.13 mg/dl 0.6 - 1.2
Foto Thorax
7
Gambaran EKG
Hasil EKG
- Sinus : Regular
- Rate : 93 bpm
- Axis : Left Axis Deviation
- P Waves : Normal
- PR interval : Normal
8
- QRS Complex: Pathological Q waves in lead II
- ST elevation : none
- T waves : normal
- QR interval : normal
Kesimpulan
- Sinus Rhytm + Left Axis Deviation
DIAGNOSIS KERJA :
Hipertensi emergensi dengan kerusakan target organ + edema paru akut (ICD-10: I16.1)
TERAPI :
Non farmakologis:
- Tirah baring (45 derajat)
- Kateter Urine
Farmakologis :
- Inj Furosemid 1x 60mg Liat respon diuresis. Urin Output >1.5cc/kgbb/jam target
100cc/jam
- Nicardipin drip 5mg/jam target Mean Arterial Pressure turun sampai 123. Evaluasi
tekanan darah / 30 menit. Bila dalam 30 menit Mean Arterial Pressure belum tercapai,
- Pro ICU
9
9. FOLLOW UP (7/3/2018)
PUKUL 13.30
S : sesak
O: Tekanan darah : 120/90 , Nadi : 90x/menit, Respirasi: 36x/menit, Suhu: 36.10C , Mean
Arterial Pressure : 100
Urine output : 175cc
A : Target Urine output tercapai
P : - turunkan nicardipin menjadi 2.5mg /jam
- Bridging dengan amlodipin 1 x 10 mg per oral
- follow up TNRS/ 30 menit
- EKG / 6 jam
- Pro ICU
Pukul 14.30
S : sesak mulai berkurang
O: Tekanan darah : 125/90 , Nadi : 92x/menit, Respirasi: 30x/menit, Suhu: 36.10C
Urine output : 220cc
A : Target Urine output tercapai
P : - stop nikardipin
Pukul 20.45
S: sesak masih dirasakan pasien
O : Tekanan darah : 153/105 (Mean Arterial Pressure = 121), N : 102 x/menit, Respirasi :
32x/menit, suhu 36.30C
A : Hipertensi emergensi + edema paru
P : - captopril 3x12.5mg
FOLLOW UP (8/3/2018)
S : pasien mengeluh sesak
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : sakit berat
TD : 160/90 ,Nadi: 90x/m ,Respirasi: 30x/m ,Suhu: 36.3 C
10
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki +/+, wheezing -/-
A : Hipertensi emergensi + edema paru
P:
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1 5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab
FOLLOW UP (9/3/2018)
S : pasien susah tidur, sesak dirasakan berkurang
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : lemas
TD : 190/120 , Nadi: 94x/m , Respirasi: 28x/m , Suhu: 36.6 C
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki +/+, wheezing -/-
A : Hipertensi + Congestive Heart Failure
P:
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1 5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab
- Valesco 1x 80mg
- Alprazolam 0-0-1
FOLLOW UP (10/3/2018)
S : sesak berkurang, batuk berkurang
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : sakit sedang
TD : 160/90 , Nadi: 89x/m , Respirasi: 28x/m , Suhu: 36.5 C
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki -/-, wheezing -/-
Oksigen tidak terpasang
A : Hypertensive Heart Disease
P:
11
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1 5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab
- Valesco 1x 80mg
Hasil Pembelajaran
1 Diagnosis krisis hipertensi
2 Klasifikasi dari krisis hipertensi : hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
3 Penatalaksanaan pasien dengan hipertensi emergency dengan edema paru
4 Edukasi mengenai penyakit hipertensi emergency dengan edema paru
SUBJEKTIF:
Pasien datang ke Instalagi Gawat Darurat RSUD Indramayu Pada tanggal 26 Februari
2018 dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan sesak nafas sering dialami sejak + 3 bulan sebelumnya. Sesak sering dirasakan hilang
timbul ketika pasien beristirahat di rumah. Pasien biasa tidur dengan menggunakan dua bantal.
Ada keluhan nyeri kepala yang menjalar ke leher, disertai dengan badan lemas, serta sering
berdebar. Pasien juga sering mengeluh batuk tidak berdahak selama beberapa minggu terakhir.
Pasien merupakan perokok aktif sebelumnya, namun sudah berhenti 3 bulan terakhir.
OBJEKTIF:
Keadaan umum: Sakit Berat , Tampak Lemas
12
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6
Respirasi : 36x/menit
Suhu : 36.10C
SpO2 : 83%
Pemeriksaan Fisik :
Paru : BPH ICS VI, peranjakan 1 ICS, Vesicular Breath Sound kanan = kiri, sonor di
kedua lapang paru, rhonki (+/+) di 2/3 luas lapang paru, wheezing (-/-)
Jantung :Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2 reguler, S3 (-), S4 (-),
murmur (-)
- Ekstremitas atas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-)
- Ekstremitas bawah: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-)
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan Inter
Darah Rutin ↓
Hemoglobin 15.5 g/dl 13.2-17.3 g/dl ↑
Leukosit 22.300/mm3 4400-11.300/mm3 N
Hematokrit 45.6% 35% - 47% ↓
Fungsi Hati
AST (GOT) 50 U/L < 31
13
ALT (GPT) 38 U/L < 31
Fungsi Ginjal
Ureum 39 mg/dl 13 - 43
Creatinin 1.13 mg/dl 0.6 - 1.2
ASSESMENT
DK/ Hipertensi emergensi dengan kerusakan target organ + edema paru akut (ICD-10: I16.1)
Tekanan darah adalah tekanan yg dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika
darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan
mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut – 120/80mmHg. Nomor atas “120”
menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan
sistole. Nomor bawah “80” menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara
pemompaan, dan disebut tekanan diastole.1 Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan
darah adalah saat pasien dalam kondisi istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.
Adapun Mean arterial blood pressure, yaitu tekanan darah yang dimonitor dan beregulasi di
dalam tubuh. Tekanan ini beregulasi dalam tubuh karena dua alasan. Pertama, tekanan ini harus
cukup tinggi agar otak dan organ lain mendapatkan aliran yang adekuat. Kedua, tekanan tidak
boleh terlalu tinggi agar tidak menimbulkan kerja tambahan pada jantung dan meningkatkan
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi. Bayi dan anak-anak secara
14
normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga
dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan
lebih rendah ketika beristirahat.2 Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di
waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari. Bila tekanan darah diketahui
lebih tinggi dari biasanya secara terus menerus, orang itu dikatakan mengalami masalah darah
tinggi. Penderita darah tinggi harus sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah
Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung. Istilah
ini digunakan untuk merujuk pada tekanan arterial maksimum saat terjadi kontraksi pada lobus
ventrikular kiri dari jantung. Rentang waktu terjadinya kontraksi disebut systole. Pada format
penulisan angka tekanan darah, umumnya, tekanan sistolik merupakan angka pertama. Sebagai
contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan sistolik pada nilai 120
mmHg.3,7 Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung tidak sedang
berkonstraksi atau beristirahat. Pada kurva denyut jantung, tekanan diastolik adalah tekanan
15
Tabel Kategori tekanan darah berdasarkan JNC VII 11
Cardiac output (curah jantung) adalah jumlah darah yang dipompa ke aorta oleh
jantung setiap menit. Curah jantung dipengaruhi oleh denyut jantung/heart rate dan isi
parasimpatis yang dapat menurunkan denyut jantung dan aktivitas simpatis yang dapat
meningkatkan denyut jantung. Stroke volume meningkat disebabkan oleh aktivitas simpatis dan
peningkatan venous return.4,7 Venous return dipengaruhi oleh rangsangan simpatis melalui
volume darah, aktivitas respirasi, dan aktivitas muskuloskeletal. Volume darah efektif yang
bersirkulasi juga dipengaruhi oleh berapa banyak darah yang kembali ke jantung. Volume darah
dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh pertukaran cairan antara plasma dan interstitial
fluid yang melewati dinding kapiler.1 Dalam jangka lama volume darah tergantung pada
keseimbangan garam dan air yang secara hormonal dikontrol oleh sistem renin-angiotensin-
aldosteron dan vasopresin. Venous return adalah volume darah yang mengalir kembali ke
Total peripheral resistance (total tahanan perifer) bergantung pada diameter arteriol
16
dan viskositas darah.4 Viskositas darah dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sel darah merah.
Diameter arteriol dipengaruhi oleh sistem metabolik sehingga aliran darah sesuai dengan
kebutuhan metabolik, selain itu dapat dipengaruhi oleh aktivitas simpatis yang dapat
resistance. Total peripheral resistance dapat dipengaruhi pula oleh sistem renin-angiotensin-
aldosteron juga hormon vasopressin yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dan mengatur
Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi, secara tradisional didefinisikan sebagai keadaan peningkatan tekanan diastolik
> 120 mmHg. Dalam kategori ini termasuk gawat darurat hipertensi (hipertensi emergensi) dan
17
gawat hipertensi (hipertensi urgensi).7 Hipertensi emergensi merupakan suatu sindrom klinik
akut dan cepat serta progresif kerusakan organ sebagai akibat peningkatan tekanan darah.
Keadaan ini merupakan indikasi penurunan tekanan darah secara cepat dengan pemberian obat
intravena.11
Epidemiologi
Angka kejadian gawat darurat hipertensi adalah 1% dari kejadian hipertensi dan lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan serta lebih banyak pada kulit hitam daripada kulit putih.
Angka ini pun lebih tinggi pada populasi negara berkembang daripada negara maju2
Vaskulatur serebelum mempunyai fungsi autoregosi bila terjadi perubahan tekanan darah
sehingga aliran darah ke serebelum relatif normal pada tekanan antara 60-120 mmHg.
Peningkatan tekanan darah akan merubah endotelium dan barier serebelum. Material fibrinoid
diendapkan vaskulatur serebral sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah dan di sekitarnya
terjadi vasodilatasi sehingga akan timbul edema dan perdarahan kecil-kecil. Hal ini terjadi pula
pada daerah parietooksipital otak karena merupakan predileksi kelainan ini sebagai akibat
18
menjadi menyempit dan tahanan tepi meningkat sehinggga autoregulasi terganggu.7
Salah satu manifestasi klinik edema dan perdarahan kecil otak adalah ensefalopati hipertensif
atau disebut pula acute organic brain syndrome atau delirium pada penderita hipertensi berat.
Gejalanya terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, gangguan penglihatan, gangguan
kesadaran, dan kelemahan fokal atau umum. Tandanya meliputi disorientasi, defek neurologik
fokal, dan nistagmus. Jika mendapat pengobatan yang tidak memadai akan berkembang
menjadi perdarahan, koma, dan kematian. Tetapi bila pengobatannya adekuat maka kelainan
Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan intrakranial
Hipertensi akan menyebabkan perubahan koroner dan ventrikel. Aktifasi sistem renin
kemudian terjadi peningkatan tensi dinding ventrikel kiri dan akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard.7 Peningkatan tensi dalam ventrikel kiri akan menyebabkan hipertrofi miosit
ventrikel kiri serta penimbunan protein dan kolagen dalam matriks ekstraseluler. Akhirnya
terjadi peningkatan massa ventrikel yang meningkatkan kebutuhan oksigen jantung. Akibat lain
hipertrofi ventrikel adalah kompresi koroner dan penyempitan lumen koroner. Hipertensi juga
akan menyebabkan penebalan epikardium koroner sehingga terjadi penurunan aliran darah
koroner. Peningkatan tekanan darah yang mendadak dapat pula mnyebabkan kerusakan endotel
19
Disfungsi ventrikel kiri akut
Akibat lain hipertensi adalah gagal ventrikel kiri dan edema paru. Hal ini terjadi karena
hipertrofi ventrikel tidak cukup kuat menahan peningkatan tekanan darah secara mendadak
sehinggga terjadi gagal ventrikal dan edema paru. Patofisiologi lain adalah aktifasi
peningkatan air dalam tubuh. Gagal ventirkel akan menyebabkan iskemi fokal dan menurunnya
pengisian diastolik, sehingga terjadi ketidakseimbangan kontraksi dan relaksasi ventrikel serta
terjadilah edema paru. Secara klinik, akan terlihat tanda-tanda bendungan paru dan penurunan
Diseksi aorta
Diseksi aorta merupakan salah satu komplikasi hipertens yang fatal. Faktor risiko terjadinya
diseksi aorta selain hipertensi adalah umur, penyakit yang mendasarinya seperti aterosklerosis,
kerusakan intima akibat hipertensi sehingga darah dapat masuk ke dalam dinding pembuluh
darah. Secara klinik pasien mengeluh sakit retrosternal atau interskapuler dan sakit dada yang
menjalar ke belakang. Perjalanan makin buruk akan menyebabakan insufisiensi aorta atau efusi
perikardium.4
Retinopati
Insufisiensi renal
Selain pada hipertensi, insufisiensi ginjal akut dapat terjadi pada kelainan parenkim ginjal
20
berupa glomerulonefritis atau stenosis arteri renalis atau pada penggunaan siklosporin
transplantasi ginjal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat gangguan autoregulasi aliran darah dan
Eklampsia
Gawat darurat hipertensi sering terjadi pada penderita hipertensi sekunder dan bila
terjadi hipertensi primer biasanya penderitanya tidak menyadari atau tidak peduli terhadap
kondisi badannya atau mendapat pengobatan tidak teratur atau dosis antihipertensi di bawah
seharusnya.4
Kelainan neurologi
Kejadian kardiovascular
Trauma kepala
Kelainan hormon
Pheochromocytoma
Kehamilan
Eklampsia
21
Preeklampsia
Kelainan imun
Vaskulitis
Penyakit ginjal
Penyakit Renovaskuler
Akibat obat
Interaksi obat (interaksi obat inhibitor monoamina oxidase dengan tyramine, tricyclics,
atau simpatomimetik)
ketergantungan alkohol
Regulasi tekanan darah merupakan aksi yang krusial untuk mempertahan perfusi
jaringan di dalam organ. Dalam kondisi normal ternyata perfusi jaringan dalam otak, jantung
dan ginjal secara konstan tetap dipertahankan meskipun terjadi fluktuasi tekanan darah. Bila
tekanan darah meningkat akan meningkatkan autoregulasi untuk melindungi organ / jaringan.
Hal ini terjadi karena ada keseimbangan tahanan perifer dengan curah jantung yang tersedia,
22
dan hal ini bergantung pada integritas kardiovaskuler, ginjal, saraf, dan sistem endokrin.3
Patofisiologi hipertensi emergensi tidak diketahui secara pasti, stimuli apa yang dapat
menyebabkan kondisi tersebut. Pencetus penurunan kondisi penderita sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti dan disepakati bahwa banyak hal-hal yang mendasari proses hipertensi
vasoreaktif dengan mengeluarkan NO. Bila terus berlangsung akan menyebabkan perubahan
dalam arteri besar dan arteriol, sehingga terjadi vasokonstriksi dan peningkatan aktivitas selular.
Kontraksi otot polos yang berlangsung lama akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga
Peningkatan tekanan darah yang mendadak serta kerusakan organ target akan terlihat
pada penampilan klinik hipertensi gawat darurat dan kondisi ini memperlihatkan bahwa terjadi
kegagalan fungsi autoregulasi dan terjadinya peningkatan tahanan tepi. Bersamaan dengan
kerusakan vaskuler terjadi juga nekrosis fibrinoid arteriol. Kerusakan vaskuler terdiri dari
iskemia, deposit trombosit, kemudian terjadi kegagalan autoregulasi akibat pelepasan zat
vasoaktif.3
Faktor Herediter
Faktor genetik yang telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting dalam
terjadinya hipertensi dan dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai. Mutasi dari gen
(contoh, ADD1 Gly460Trp) akan berinteraksi dengan lingkungan untuk meningkatkan tonus
vaskular (peningkatan resistensi periferal) dan volume darah, yang pada akhirnya menyebabkan
23
peningkatan tekanan darah. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai
pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot. Dua turunan tikus, yakni tikus golongan
Japanese spontaneously hypertensive rat (SHR) dan New Zealand genetically hypertensive rat
(GH) mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting
timbulnya hipertensi, sedangkan dua golongan tikus lainnya, yakni Dahl salt sensitive (S) dan
salt resistant (R) menunjukkan faktoor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara
Data pendukung lainnya ditemukan pada penelitian hewan coba demikian juga dengan
penelitian populasi pada manusia. Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah
dalam keluarga (agregasi familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat
dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor
genetik dalam penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen
populasi hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa
Faktor Lingkungan
Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan
garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan. Faktor ini penting
dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada masyarakat yang
lebih maju, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan
24
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal .
Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari populasi hipertensi essensial. Penyebab
sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan aldosteronisme primer, stenosis
arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial rendah-renin berperan
volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti
oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai keadaan hemodinamik yang normal. Pada
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan
bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion
klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian garam
natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal
menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi
esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian
epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada beberapa penderita
hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan obat hipertensi yang
25
efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara bentuk hipertensi yang
sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan beban garam dan defek
kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder dalam faktor natriuretik
sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digitalis, menghambat ATPase
kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian mengakibatkan akumulasi Icalsium,
Resistensi Insulin
kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. Hiperinsulinisme menunjukkan
adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan, Kadar glukosa darah yang tinggi
menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas sehingga terjadilah keadaan
hiperinsulinisme tersebut. Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai bagian dari sindroma X,
atau sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas, dislipidemia (khususnya
peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi insulin biasa pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun diabetes mellitus terjadi lebih
sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi. Akan tetapi, beberapa penelitian
menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin lebih daripada hal kebetulan, karena
terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang bebas dari diabetes mellitus.10
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat
mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak
semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat
26
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)
dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan
tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap kerja
mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui membran sel, dengan
demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau
ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan arteri ditingkatkan karena
alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis defek-membran. Akan tetapi,
penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam mengendalikan tekanan arteri adalah hanya
dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu, potensinya sebagai faktor patogenik dalam
fungsional dan hipertrofi struktural Hubungan antara stres denga hipertensi diduga mealuli
saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres
berlangsung lama dapat mengakibatkan ptekanan darah yang menetap. Survei hipertensi pada
masyarakat kota menunjukkan angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan . Hal tersebut mungkin dikaitkan dengan stress psikososial yang lebih
besar dialami ooleh kelompok masyarakat yang tinggal di kota dibandingkan dengan
masyarakat pedesaan .8
27
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek membran sel
yang menyeluruh. Hipotesis ini sebagian besar datanya berasal dari penelitian pada elemen
darah yang beredar, terutama sel darah merah, jika ditemukan abnormalitas transpor natrium
melalui membran sel. Karena baik kenaikan maupun penurunan aktivitas sistem transpor yang
berbeda dilaporkan telah terjadi, mungkin bahwa beberapa abnormalitas adalah primer dan
membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin
semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat
akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas
vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor. Defek ini diduga ada pada 35 sampai 50
persen populasi penderita hipertensi essensial berdasarkan penelitian yang menggunakan sel
darah merah. Penelitian lain menunjukkan bahwa abnormalitas transpor natrium sel darah
merah bukan mcrupakan abnormalitas yang tetap melainkan dapat dimodifikasi oleh faktor
lingkungan.4,8
Setiap hipotesis ini mempunyai jalan akhir yaitu kenaikan kalsium sitosolik yang
mengakibatkan kenaikan reaktivitas vaskuler. Akan tetapi, seperti dijelaskan di atas, beberapa
Peranan Renin
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Poduksi
renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulais saraf simpatis . Renin merupakan
enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerulus ginjal dan terikat dengan aldosteron dalam
lingkaran umpan balik negatif . Renin berperan pada proses konversi angiotensinogen menjadi
28
angiotensin I yang mempunyai efek vasokonstriksi. Angiotensin I kemudian diubah menjadi
aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air, yang akhirnya berperan pada timbulnya
hipertensi.8
Berbagai jenis faktor dapat mengubah sekresi ini, determinan primer adalah status
volume individu, terutama yang berhubungan dengan perubahan asupan natrium dalam diet.
Produk akhir aksi renin pada substratnya adalah pembentukan peptida angiotensin II. Respons
jaringan target terhadap peptida ini secara unik ditentukan oleh asupan elektrolit dalam diet
sebelumnya. Contohnya, asupan natrium secara normal mengubah respons vaskuler adrenal dan
renal terhadap angiotensin II. Dengan restriksi natrium, respons adrenal ditingkatkan dan
respons vaskuler renal diturunkan. Beban natrium merupakan efek sebaliknya. Batas aktivitas
renin plasma ditemukan pada subjek hipertensi lebih luas daripada individu normotensi.11
Jantung
a. miokardium
mekanisme peningkatan kerja otot jantung bersamaan dengan penurunan perfusi arteri
koroner
efek patologis potensial hipertrofi ventrikel kiri, iskemik miokard, gagal jantung kiri
b. arteri koroner
29
efek patologis potensial iskemik miokard, infark miokard, kematian mendadak
c. Ginjal
Mekanisme :
- Sekresi renin dan aldosteron yang terstimulasi akibat penurunan aliran darah ginjal
retensi natrium dan air mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah dan timbul
hipertensi persisten
gangguan filtrasi
ginjal.
d. Otak
Penurunan perfusi otak dan suplai oksigen; kelainan pembuluh darah, atherosklerosis TIA
(Transient Ischaemic Attack), trombosis otak, aneurisma, perdarahan, infark otak akut.
e. Mata (retina)
f. Aorta
Penurunan aliran darah dan tekanan tinggi arteriol, pembentukan atherosklerosis gangren.
Diagnosis
30
Membuat anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan cepat dan tepat karena diagnosis akan
menentukan prognosis. Pada anamnesis harus dapat terungkap sejak kapan mulai hipertensi,
tingginya tekanan darah, dan tekanan darah saat dirumah. Menilai kerusakan organ target dan
komorbid lainnya, sebab kedua faktor tersebut sangat menentukan pemilihan obat
antihipertensi.8 Obat yang biasa dikonsumsi, baik antihipertensi dan obat lainnya, serta
kepatuhan makan obat, akan dievaluasi kenapa terjadi peningkatan tekanan darah secara
mendadak meninggi. Tekanan darah harus diukur pada kedua tangan dan kalau memungkinkan
dalam posisi duduk dan berdiri, serta menilai status hidrasi. Pemeriksaan neurologis penting
untuk menentukan kelainan fokal iskemi atau stroke perdarahan. Ditemukan delirium, muntah,
Beberapa hal yang perlu diingat bila menghadapi gawat darurat hipertensi:
penunjang selesai
Memberikan penjelasan dosis, teknik infus, monitor tekanan darah, dan efek samping
obat
Jangan memperburuk kondisi organ yang sudah mengalami hipoperfusi, harus tahu
kontraindikasi serta efek samping obat dan kalau memungkinan koordinasi dengan
spesialis lain.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin. : Complete blood count dan peripheral blood smear untuk
31
eksklusi anemia mikroangiopati
Rontgen thorax
EKG
32
simpatomimetik simpatomimeti nitroglycerin peningkatan tubuh dan obati
k IV labetalol toksisitas hipertermia jika
kokain ada
Pikirkan terapi
obat secara
multipel.
Tatalaksana4,10
Obat untuk hipertensi emergensi
Labetolol IV (20-80 5-10 min 2-6 jam Tidak ada menurun menurun Tidak ada efek
mg bolus/10 efek
min)
Fenoldo- IV 0.1-0.6 10-15 min 10-15 menit Tidak ada menurun menurun meningkat
pam µg/Kg/min efek
Nicardi- IV 2-10 5-10 min 2-4 jam Tidak ada menurun meningkat Tidak ada efek
pine mg/hr efek
Esmolol IV 80 mg 6-10 min 20 menit Tidak ada No effect menurun Tidak ada efek
bolus over efek
30 seconds,
followed by
150
µg/Kg/min
infusion
Sodium nitropusid Perlu untuk mengukur kadar Toksisitas sianida : mual, muntah,
thiocyanate, awasi pada kasus kesadaran mental terganggu,
33
insufisiensi renal asidosis laktat, kematian
Labetolol Alpha dan Beta blocker, bradikardia, bronkospasme, mual
kontraindikasi pada gagal jantung
akut
Nicardipine Aman pada pasien dengan bypass Reflex takikardia, kemerahan pada
koroner wajah
Esmolol Short-acting Beta blocker, bradikardia, bronkospasme
kontraindikasi pada gagal jantung
akut
Methyldopa Aman pada kehamilan Demam, jaundice
Hydralazine Aman pada kehamilan Reflex takikardia, lupus-like
syndrome
Natrium nitropusid merupakan obat yang paling mudah dilakukan monitor karena efeknya
cepat, mudah ditritasi secara cepat dan akurat; akan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
venous.
Labetolol merupakan penghambat alfa dan beta; kekuatan pemghambat beta 5-10 kali
kekuatan komponen alfa. Efek penghambat beta dari labetolol hanya satu perlima dari
propanolol tapi onsetnya 5-10 menit dan lama efeknya 3-6 jam, hati-hati bila ada
bradikardia, gagal jantung kongestif atau bronkhospame.
Fenoldopam adalah antagonis reseptor dopamine-1.
Esmolol merupakan penghambat beta kardioselektif yang mempunyai durasi efek pendek.
Nikardipin adalah penghambat kanal kalsium diberikan secara infus, onset 5-10 menit,
durasinya 1-4 jam, efek sampinya adalah takhikardia dan sakit kepala dan kontraindikasi
pada gagal jantung.
Diltiazem merupakan penghambat kanal kalsium, 50 mg dilarutkan dalam 100 mg garam
fisiologik, menggunakan pompa infus, dosis dapat disesuaikan untuk mencapai sasaran 15-
20% selama 20 menit.
Masukkan pasien dengan keadaan darurat hipertensi ke ICU untuk pemantauan terus
34
menerus terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target, serta pemberian obat-
obatan parenteral secara tepat waktu.
Untuk pasien dengan kondisi yang buruk (yaitu, diseksi aorta, preeklamsia berat atau
eklampsia, atau krisis pheochromocytoma), turunkan tekanan darah sistolik menjadi di
bawah 140 mmHg selama satu jam pertama dan di bawah 120 mmHg dalam diseksi
aorta.
Untuk pasien tanpa kondisi yang mendesak, kurangi tekanan darah sistolik sampai
maksimum 25% dalam satu jam pertama; Jika pasien stabil secara klinis, turunkan
tekanan darah menjadi 160/100 -110 mmHg selama 2-6 jam berikutnya, dan kemudian
dengan hati-hati sampai tekanan darah normal selama 24-48 jam berikutnya.
PLAN:
Non farmakologis:
- Tirah baring (45 derajat)
- Kateter urin
Farmakologis :
- Inj Furosemid 1x 60mg Liat respon diuresis. Urin Output >1.5cc/kgbb/jam target
100cc/jam
- Nicardipin drip 5mg/jam target Mean Arterial Pressure turun sampai 123. Evaluasi
tekanan darah / 30 menit. Bila dalam 30 menit Mean Arterial Pressure belum tercapai,
- Pro ICU
Prognosis :
35
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
Daftar Pustaka:
1. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol I, 20th
ed. USA : McGraw-Hill. 2018
2. Kasper, et al. 2014. Heart Failure and Cor Pulmonale Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th ed. New York: McGraw-Hill.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid1, 6th ed.
Jakarta : Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2014
4. Shah RV, Fifer MA. 2015. Heart Failure. In: Lilly LS [6th ed.]. Pathophysiology of
Heart Disease. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
5. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, et al. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for
the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in
Adults: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension. 2017 Nov 13.
6. Neutrophil to lymphocyte count ratio as a biomarker of bacterial infections. Central
European Journal of Medicine 7(2) · April 2012
7. Definition of Systolic. Medicine Net; [updated Agustus, 2013]; Available from:
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=16163.
8. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed: Brooks/Cole; 2012.
9. Understanding Blood Pressure Readings. American Heart Association; [updated Maret,
2015]; Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/AboutHighBloodPre
ssure/Understanding-Blood-Pressure-Readings_UCM_301764_Article.jsp.
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media Aesculapius; 2014.
11. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier Inc.; 2011.
36