Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

STROKE PERDARAHARAN INTRASEREBRAL

Disusun Oleh:
dr. Agung Laksana Dharmantara

Dokter Pembimbing:
dr. Andi Suharso Sp. S

Dokter Pendamping:
dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN INDRAMAYU
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Stroke Perdaharahan

Intraserebral” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

dr. Andi Suharso Sp.S selaku pembimbing dan dr. Hj Titin Ning Prihatini, MH selaku

pendamping, yang telah memberi pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan

kasus ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang

telah memberi saran dan kritik dalam pembuatan laporan kasus ini. Penulis mohon maaf

apabila terdapat kesalahan penulisan dalam laporan kasus ini serta penulis mengharapkan

agar laporan kasus ini bermanfaat di kemudian hari.

Penulis

dr. Agung Laksana Dharmantara

1
PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta: dr. Agung Laksana Dharmantara


Nama Wahana: RSUD Indramayu
Topik: Stroke Perdarahan Intraserebral
Tanggal (kasus) : 25 april 2019
Tanggal Presentasi : 22 mei 2019 Pembimbing : dr. Andi Suharso Sp.S
Pendamping: dr. Hj. Titin Ning Prihatini, MH

Tempat Presentasi : RSUD Indramayu


Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang perempuan berusia 70 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran
Tujuan:
1. Pendekatan diagnosis hipertensi emergensi dengan edema paru akut
2. Penatalaksanaan dan Edukasi pasien hipertensi emergensi dengan edema paru akut
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data Pasien: Nama: Ny. R, perempuan, 70 tahun No.Registrasi: 065787
Nama klinik Instalasi Gawat Darurat RSUD
Indramayu
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Keterangan Umum
 Nama : Ny. R
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 70 tahun
 Agama : Islam
 Alamat : Bango Dua
 Pekerjaan : tidak bekerja

2
 Status marital : Menikah
 Tanggal masuk RS : 25 – April - 2019
 Tanggal pemeriksaan : 25 - April – 2019

2. Gambaran Klinis
Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSUD Indramayu dengan keluarga pasien
mengeluhkan tidak sadar sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan
nyeri kepala hebat saat 15 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan nyeri kepala timbul
mendadak pada saat pasien hendak ke kamar mandi. 1 hari sebelumnya, pasien mengeluhkan
nyeri kepala yang diertai mual dan muntah yang menyemprot, ditambah terdapat kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo, dan mulut menjadi mencong, namun pasien masih
sadarkan diri, buang air kecil dan buang air besar lancar, riwayat hipertensi tidak terkontrol +.

Pasien datang ke IGD RSUD Indramayu Pada tanggal 7 Maret 2018 dengan keluhan

sesak nafas yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku sering

mengeluh sesak nafas sejak + 3 bulan sebelumnya. Sesak sering dirasakan hilang timbul ketika

pasien beristirahat di rumah. Biasanya pasien tidur dengan menggunakan dua bantal. Pasien

juga mengeluhkan nyeri kepala yang menjalar ke leher, disertai dengan badan lemas, sering

berdebar. Pasien juga sering mengeluh batuk tidak berdahak selama beberapa minggu terakhir.

Sesak tidak disertai dengan suara mengi maupun panas badan. Tidak ada keluhan

keringat malam atau berat badan yang turun dalam beberapa bulan terakhir. Tidak ada keluhan

bengkak di kedua kaki, perut membesar, atau nyeri perut kanan atas sebelumnya. Pasien tidak

memiliki riwayat asma atau kencing manis sebelumnya. Pasien merupakan perokok aktif

sebelumnya, namun sudah berhenti 3 bulan terakhir. Pasien jarang ke puskesmas untuk

memeriksa kesehatan dan tekanan darahnya.

3
3. Riwayat pengobatan:
pasien belum pernah berobat karena keluhan sesak nafas sebelumnya
4. Riwayat kesehatan/penyakit/alergi
- pasien tidak memiliki riwayat penyakit TB, DM, jantung, atau ginjal sebelumnya
- pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat-obatan sebelumnya
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien tidak bekerja
6. Riwayat Psikososial
- Pasien merupakan perokok aktif sebelumnya, namun berhenti sejak 3 bulan terakhir
- Pasien jarang ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatan dan tekanan darahnya

7. 7. Lain – Lain
Pemeriksaan fisik dilakukan di Ruangan Instalasi Gawat Darurat RSUD Indramayu pada
tanggal 7 – Maret – 2018 pukul 11.50 WIB
8. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum: Sakit Berat, Tampak Lemas

Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 220/150 mmHg

Nadi : 92x/menit, Reguler, Ekual,Isi Cukup

Respirasi : 36x/menit

Suhu : 36.10C

SpO2 : 83%

STATUS GENERALIS

 Kepala : Bentuk dan ukuran normal.

 Wajah : Nyeri tekan sinus -

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

4
 Telinga : tenang

 Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-)

 Mulut : Sianosis (-)

 Leher : JVP 5+4 cmH2O, Pembesaran Kelenjar getah bening (-), Retraksi

suprasternal (-)

 Thorax : Bentuk dan gerak simetris

 Paru : BPH ICS VI, peranjakan 1 ICS, Vesikular Breath Sound kanan = kiri, sonor di

kedua lapang paru, rhonki (+/+) di 2/3 lapang paru, wheezing (-/-)

 Jantung :Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2 reguler, S3 (-), S4 (-),

murmur (-)

 Abdomen:

- Inspeksi :Datar, scar (-), spider nevi (-), ikterik (-)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Timpanik, ruang traube tidak terisi

- Palpasi : Nyeri epigastrium (-), defans muskular (-), hepatomegali (-),

splenomegali (-)

- Ekstremitas atas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)

- Ekstremitas bawah: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-/-)

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Usulan Pemeriksaan
- Darah Rutin

5
- Pemeriksaan Fungsi Hati (SGOT/SGPT)

- Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum/kreatinin)

- Gula darah sewaktu

- EKG

- Rontgen Thorax Postero Anterior

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hematologi Rutin (7 Maret 2018)

Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan Interp


Darah Rutin ↓
Eritrosit 4.9 4.4-5.9 ↑
Hemoglobin 15.5 g/dl 13.2-17.3 g/dl N
Leukosit 22.300/mm3 4400-11.300/mm3 ↓
Trombosit 176.000/mm3 150.000 - 400.000/mm3
Hematokrit 45.6% 40% - 52%
MCV 92.0 80-100
MCH 31.2 28-33
MCHC 34.0 33-36
RDW-CV 11.5 11.3 - 14.7
Hemostasis
masa pembekuan 7’30” 6-15
masa perdarahan 3’00” 1-3
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 102 mg/dl
Fungsi Hati
AST (GOT) 50 U/L < 31
ALT (GPT) 38 U/L < 31

6
Fungsi Ginjal
Ureum 39 mg/dl 13 - 43
Creatinin 1.13 mg/dl 0.6 - 1.2

Foto Thorax

- Cardiomegali curiga disertai dengan bendungan paru


- Gambaran bronchitis dd/edema paru tipe interstitial

7
Gambaran EKG

Hasil EKG
- Sinus : Regular
- Rate : 93 bpm
- Axis : Left Axis Deviation
- P Waves : Normal
- PR interval : Normal

8
- QRS Complex: Pathological Q waves in lead II
- ST elevation : none
- T waves : normal
- QR interval : normal

Kesimpulan
- Sinus Rhytm + Left Axis Deviation

DIAGNOSIS KERJA :
Hipertensi emergensi dengan kerusakan target organ + edema paru akut (ICD-10: I16.1)

TERAPI :
Non farmakologis:
- Tirah baring (45 derajat)

- Oksigen Non Rebreathing Mask 12 liter/menit

- Kateter Urine

Farmakologis :

- IVFD RL 3tpm makro/menit

- Inj Furosemid 1x 60mg  Liat respon diuresis. Urin Output >1.5cc/kgbb/jam  target

100cc/jam

- Nicardipin drip 5mg/jam  target Mean Arterial Pressure turun sampai 123. Evaluasi

tekanan darah / 30 menit. Bila dalam 30 menit Mean Arterial Pressure belum tercapai,

tingkatkan dosis nicardipin. 5mg/jam 7.5mg/jam  10mg/jam  15 mg/jam

(Nicardipin 1 amp/10 mg dalam 40cc NaCl  dijalankan 25cc / jam)

- Pro ICU

9
9. FOLLOW UP (7/3/2018)
PUKUL 13.30
S : sesak
O: Tekanan darah : 120/90 , Nadi : 90x/menit, Respirasi: 36x/menit, Suhu: 36.10C , Mean
Arterial Pressure : 100
Urine output : 175cc
A : Target Urine output tercapai
P : - turunkan nicardipin menjadi 2.5mg /jam
- Bridging dengan amlodipin 1 x 10 mg per oral
- follow up TNRS/ 30 menit
- EKG / 6 jam
- Pro ICU

Pukul 14.30
S : sesak mulai berkurang
O: Tekanan darah : 125/90 , Nadi : 92x/menit, Respirasi: 30x/menit, Suhu: 36.10C
Urine output : 220cc
A : Target Urine output tercapai
P : - stop nikardipin

Pukul 20.45
S: sesak masih dirasakan pasien
O : Tekanan darah : 153/105 (Mean Arterial Pressure = 121), N : 102 x/menit, Respirasi :
32x/menit, suhu 36.30C
A : Hipertensi emergensi + edema paru
P : - captopril 3x12.5mg

FOLLOW UP (8/3/2018)
S : pasien mengeluh sesak
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : sakit berat
TD : 160/90 ,Nadi: 90x/m ,Respirasi: 30x/m ,Suhu: 36.3 C

10
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki +/+, wheezing -/-
A : Hipertensi emergensi + edema paru
P:
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1  5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab

FOLLOW UP (9/3/2018)
S : pasien susah tidur, sesak dirasakan berkurang
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : lemas
TD : 190/120 , Nadi: 94x/m , Respirasi: 28x/m , Suhu: 36.6 C
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki +/+, wheezing -/-
A : Hipertensi + Congestive Heart Failure
P:
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1  5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab
- Valesco 1x 80mg
- Alprazolam 0-0-1

FOLLOW UP (10/3/2018)
S : sesak berkurang, batuk berkurang
O : Kesadaran : Compos Mentis , Keadaan Umum : sakit sedang
TD : 160/90 , Nadi: 89x/m , Respirasi: 28x/m , Suhu: 36.5 C
Thorax : VBS kanan = kiri , Rhonki -/-, wheezing -/-
Oksigen tidak terpasang
A : Hypertensive Heart Disease
P:

11
- IVFD Nacl 0.9% : futrolit 1:1  5 tetes per menit makro
- Divask 1x5mg tab
- Cefspan 2x100mg tab
- Vestein 3x1 tab
- Valesco 1x 80mg

Hasil Pembelajaran
1 Diagnosis krisis hipertensi
2 Klasifikasi dari krisis hipertensi : hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
3 Penatalaksanaan pasien dengan hipertensi emergency dengan edema paru
4 Edukasi mengenai penyakit hipertensi emergency dengan edema paru

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:

SUBJEKTIF:
Pasien datang ke Instalagi Gawat Darurat RSUD Indramayu Pada tanggal 26 Februari

2018 dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan sesak nafas sering dialami sejak + 3 bulan sebelumnya. Sesak sering dirasakan hilang

timbul ketika pasien beristirahat di rumah. Pasien biasa tidur dengan menggunakan dua bantal.

Ada keluhan nyeri kepala yang menjalar ke leher, disertai dengan badan lemas, serta sering

berdebar. Pasien juga sering mengeluh batuk tidak berdahak selama beberapa minggu terakhir.

Pasien merupakan perokok aktif sebelumnya, namun sudah berhenti 3 bulan terakhir.

Pasien jarang ke puskesmas untuk memeriksa kesehatan dan tekanan darahnya.

OBJEKTIF:
Keadaan umum: Sakit Berat , Tampak Lemas

12
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6

Tekanan darah :220/150 mmHg, Mean Arterial Pressue : 173

Nadi : 92x/menit, reguler, ekual, isi cukup

Respirasi : 36x/menit

Suhu : 36.10C

SpO2 : 83%

Pemeriksaan Fisik :

 Leher : JVP 5+4 cmH2O, Retraksi suprasternal (-)

 Thorax : Bentuk dan gerak simetris

 Paru : BPH ICS VI, peranjakan 1 ICS, Vesicular Breath Sound kanan = kiri, sonor di

kedua lapang paru, rhonki (+/+) di 2/3 luas lapang paru, wheezing (-/-)

 Jantung :Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2 reguler, S3 (-), S4 (-),

murmur (-)

- Ekstremitas atas: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-)

- Ekstremitas bawah: akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-)

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan Inter
Darah Rutin ↓
Hemoglobin 15.5 g/dl 13.2-17.3 g/dl ↑
Leukosit 22.300/mm3 4400-11.300/mm3 N
Hematokrit 45.6% 35% - 47% ↓
Fungsi Hati
AST (GOT) 50 U/L < 31

13
ALT (GPT) 38 U/L < 31
Fungsi Ginjal
Ureum 39 mg/dl 13 - 43
Creatinin 1.13 mg/dl 0.6 - 1.2

ASSESMENT
DK/ Hipertensi emergensi dengan kerusakan target organ + edema paru akut (ICD-10: I16.1)

Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yg dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika

darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah dibuat dengan

mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti berikut – 120/80mmHg. Nomor atas “120”

menunjukkan tekanan ke atas pembuluh arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan

sistole. Nomor bawah “80” menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara

pemompaan, dan disebut tekanan diastole.1 Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan

darah adalah saat pasien dalam kondisi istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.

Adapun Mean arterial blood pressure, yaitu tekanan darah yang dimonitor dan beregulasi di

dalam tubuh. Tekanan ini beregulasi dalam tubuh karena dua alasan. Pertama, tekanan ini harus

cukup tinggi agar otak dan organ lain mendapatkan aliran yang adekuat. Kedua, tekanan tidak

boleh terlalu tinggi agar tidak menimbulkan kerja tambahan pada jantung dan meningkatkan

risiko kerusakan vaskular dan ruptur dari pembuluh darah kecil.2

Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi. Bayi dan anak-anak secara

14
normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga

dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan

lebih rendah ketika beristirahat.2 Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di

waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari. Bila tekanan darah diketahui

lebih tinggi dari biasanya secara terus menerus, orang itu dikatakan mengalami masalah darah

tinggi. Penderita darah tinggi harus sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah

yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat.2

Jenis dan Kategori Tekanan Darah

Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot jantung. Istilah

ini digunakan untuk merujuk pada tekanan arterial maksimum saat terjadi kontraksi pada lobus

ventrikular kiri dari jantung. Rentang waktu terjadinya kontraksi disebut systole. Pada format

penulisan angka tekanan darah, umumnya, tekanan sistolik merupakan angka pertama. Sebagai

contoh, tekanan darah pada angka 120/80 menunjukkan tekanan sistolik pada nilai 120

mmHg.3,7 Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung tidak sedang

berkonstraksi atau beristirahat. Pada kurva denyut jantung, tekanan diastolik adalah tekanan

darah yang digambarkan pada rentang di antara grafik denyut jantung.3

Tabel Kategori tekanan darah berdasarkan American Heart Association11


Kategori Tekanan Darah Sistole Diastole (mmHg)
(mmHg)
Normal Kurang dari dan Kurang dari 80
120
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Tekanan darah tinggi 140-159 atau 90-99
(hipertensi) stadium 1
Tekanan darah tinggi 160 atau atau 100 atau lebih
(hipertensi) stadium 2 lebih
Krisis hipertensi (dibutuhkan Lebih dari atau Lebih dari 110
penanganan darurat 180

15
Tabel Kategori tekanan darah berdasarkan JNC VII 11

Kategori Tekanan Tekanan darah Tekanan Darah


Darah Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg dan <80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-89 mmHg
Hipertensi Derajat 1 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi Derajat 2 ≥160 mmHg atau ≥100 mmHg

Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Tekanan darah di pengaruhi oleh cardiac output dan total peripheral resistance,
dengan rumus sebagai berikut:
Mean Arterial Blood pressure = cardiac output X total peripheral resistance.

Cardiac output (curah jantung) adalah jumlah darah yang dipompa ke aorta oleh

jantung setiap menit. Curah jantung dipengaruhi oleh denyut jantung/heart rate dan isi

sekuncup/stroke volume. Heart rate dipengaruhi oleh keseimbangan antara aktivitas

parasimpatis yang dapat menurunkan denyut jantung dan aktivitas simpatis yang dapat

meningkatkan denyut jantung. Stroke volume meningkat disebabkan oleh aktivitas simpatis dan

peningkatan venous return.4,7 Venous return dipengaruhi oleh rangsangan simpatis melalui

volume darah, aktivitas respirasi, dan aktivitas muskuloskeletal. Volume darah efektif yang

bersirkulasi juga dipengaruhi oleh berapa banyak darah yang kembali ke jantung. Volume darah

dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh pertukaran cairan antara plasma dan interstitial

fluid yang melewati dinding kapiler.1 Dalam jangka lama volume darah tergantung pada

keseimbangan garam dan air yang secara hormonal dikontrol oleh sistem renin-angiotensin-

aldosteron dan vasopresin. Venous return adalah volume darah yang mengalir kembali ke

jantung melewati vena.4

Total peripheral resistance (total tahanan perifer) bergantung pada diameter arteriol

16
dan viskositas darah.4 Viskositas darah dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sel darah merah.

Diameter arteriol dipengaruhi oleh sistem metabolik sehingga aliran darah sesuai dengan

kebutuhan metabolik, selain itu dapat dipengaruhi oleh aktivitas simpatis yang dapat

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat meningkatkan total peripheral

resistance. Total peripheral resistance dapat dipengaruhi pula oleh sistem renin-angiotensin-

aldosteron juga hormon vasopressin yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dan mengatur

kesimbangan air dan garam dalam tubuh.11

Faktor yang mempengaruhi mean arterial blood pressure

Krisis Hipertensi

Krisis hipertensi, secara tradisional didefinisikan sebagai keadaan peningkatan tekanan diastolik

> 120 mmHg. Dalam kategori ini termasuk gawat darurat hipertensi (hipertensi emergensi) dan

17
gawat hipertensi (hipertensi urgensi).7 Hipertensi emergensi merupakan suatu sindrom klinik

akut dan cepat serta progresif kerusakan organ sebagai akibat peningkatan tekanan darah.

Keadaan ini merupakan indikasi penurunan tekanan darah secara cepat dengan pemberian obat

intravena.11

Epidemiologi

Angka kejadian gawat darurat hipertensi adalah 1% dari kejadian hipertensi dan lebih banyak

pada laki-laki daripada perempuan serta lebih banyak pada kulit hitam daripada kulit putih.

Angka ini pun lebih tinggi pada populasi negara berkembang daripada negara maju2

Manifestasi Klinis Pasien

Kerusakan organ akibat hipertensi

 Sindrom neurologik akut

Vaskulatur serebelum mempunyai fungsi autoregosi bila terjadi perubahan tekanan darah

sehingga aliran darah ke serebelum relatif normal pada tekanan antara 60-120 mmHg.

Peningkatan tekanan darah akan merubah endotelium dan barier serebelum. Material fibrinoid

diendapkan vaskulatur serebral sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah dan di sekitarnya

terjadi vasodilatasi sehingga akan timbul edema dan perdarahan kecil-kecil. Hal ini terjadi pula

pada daerah parietooksipital otak karena merupakan predileksi kelainan ini sebagai akibat

kurangnya persarafan simpatis. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan pembuluh darah

18
menjadi menyempit dan tahanan tepi meningkat sehinggga autoregulasi terganggu.7

Salah satu manifestasi klinik edema dan perdarahan kecil otak adalah ensefalopati hipertensif

atau disebut pula acute organic brain syndrome atau delirium pada penderita hipertensi berat.

Gejalanya terdiri dari sakit kepala berat, mual, muntah, gangguan penglihatan, gangguan

kesadaran, dan kelemahan fokal atau umum. Tandanya meliputi disorientasi, defek neurologik

fokal, dan nistagmus. Jika mendapat pengobatan yang tidak memadai akan berkembang

menjadi perdarahan, koma, dan kematian. Tetapi bila pengobatannya adekuat maka kelainan

tersebut dapat reversibel.

 Infark serebral  kelemahan fokal atau umum, nistagmus

 Perdarahan subarakhnoid

 Perdarahan intrakranial

 Iskemi dan infark miokard

Hipertensi akan menyebabkan perubahan koroner dan ventrikel. Aktifasi sistem renin

angiotensin-aldosteron pada hipertensi akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

kemudian terjadi peningkatan tensi dinding ventrikel kiri dan akan meningkatkan kebutuhan

oksigen miokard.7 Peningkatan tensi dalam ventrikel kiri akan menyebabkan hipertrofi miosit

ventrikel kiri serta penimbunan protein dan kolagen dalam matriks ekstraseluler. Akhirnya

terjadi peningkatan massa ventrikel yang meningkatkan kebutuhan oksigen jantung. Akibat lain

hipertrofi ventrikel adalah kompresi koroner dan penyempitan lumen koroner. Hipertensi juga

akan menyebabkan penebalan epikardium koroner sehingga terjadi penurunan aliran darah

koroner. Peningkatan tekanan darah yang mendadak dapat pula mnyebabkan kerusakan endotel

pada kapiler koroner.8

19
 Disfungsi ventrikel kiri akut

Akibat lain hipertensi adalah gagal ventrikel kiri dan edema paru. Hal ini terjadi karena

hipertrofi ventrikel tidak cukup kuat menahan peningkatan tekanan darah secara mendadak

sehinggga terjadi gagal ventrikal dan edema paru. Patofisiologi lain adalah aktifasi

neurohormonal dan sistem renin-angiotensin-aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan

peningkatan air dalam tubuh. Gagal ventirkel akan menyebabkan iskemi fokal dan menurunnya

pengisian diastolik, sehingga terjadi ketidakseimbangan kontraksi dan relaksasi ventrikel serta

terjadilah edema paru. Secara klinik, akan terlihat tanda-tanda bendungan paru dan penurunan

perfusi jaringan, seperti ekstremitas teraba dingin.4

 Edema paru akut  akibat adanya penurunan pengisian diastolik, terjadi

ketidakseimbangan kontraksi dan relaksasi ventrikel

 Diseksi aorta

Diseksi aorta merupakan salah satu komplikasi hipertens yang fatal. Faktor risiko terjadinya

diseksi aorta selain hipertensi adalah umur, penyakit yang mendasarinya seperti aterosklerosis,

kerusakan intima akibat hipertensi sehingga darah dapat masuk ke dalam dinding pembuluh

darah. Secara klinik pasien mengeluh sakit retrosternal atau interskapuler dan sakit dada yang

menjalar ke belakang. Perjalanan makin buruk akan menyebabakan insufisiensi aorta atau efusi

perikardium.4

 Retinopati

 Insufisiensi renal

Selain pada hipertensi, insufisiensi ginjal akut dapat terjadi pada kelainan parenkim ginjal

20
berupa glomerulonefritis atau stenosis arteri renalis atau pada penggunaan siklosporin

transplantasi ginjal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat gangguan autoregulasi aliran darah dan

filtrasi glomerulus ginjal.4

 Eklampsia

Kondisi yang menyertai gawat darurat hipertensi

Gawat darurat hipertensi sering terjadi pada penderita hipertensi sekunder dan bila

terjadi hipertensi primer biasanya penderitanya tidak menyadari atau tidak peduli terhadap

kondisi badannya atau mendapat pengobatan tidak teratur atau dosis antihipertensi di bawah

seharusnya.4

Etiologi hipertensi sekunder

Kelainan neurologi

 Hiperaktivitas autonomik (cedera spinal cord, Sindroma Guillain-Barré)

 Kegagalan sistem Baroreflex

 Kejadian kardiovascular

 Trauma kepala

Kelainan hormon

 Pheochromocytoma

 Tumor sekresi Renin atau aldosterone

Kehamilan

 Eklampsia

21
 Preeklampsia

Kelainan imun

 Scleroderma dan penyakit vaskular kolagen lainnya

 Vaskulitis

Penyakit ginjal

 Penyakit ginjal parenkim (glomerulonefritis)

 Penyakit Renovaskuler

Akibat obat

 Interaksi obat (interaksi obat inhibitor monoamina oxidase dengan tyramine, tricyclics,

atau simpatomimetik)

 simpatomimetik (kokain, amfetamin, and fenisilidin)

Penghentian pemberian obat

 pemberhentian obat anti hipertensi

 ketergantungan alkohol

Patogenesis dan Patofisiologi

Regulasi tekanan darah merupakan aksi yang krusial untuk mempertahan perfusi

jaringan di dalam organ. Dalam kondisi normal ternyata perfusi jaringan dalam otak, jantung

dan ginjal secara konstan tetap dipertahankan meskipun terjadi fluktuasi tekanan darah. Bila

tekanan darah meningkat akan meningkatkan autoregulasi untuk melindungi organ / jaringan.

Hal ini terjadi karena ada keseimbangan tahanan perifer dengan curah jantung yang tersedia,

22
dan hal ini bergantung pada integritas kardiovaskuler, ginjal, saraf, dan sistem endokrin.3

Patofisiologi hipertensi emergensi tidak diketahui secara pasti, stimuli apa yang dapat

menyebabkan kondisi tersebut. Pencetus penurunan kondisi penderita sampai saat ini belum

diketahui dengan pasti dan disepakati bahwa banyak hal-hal yang mendasari proses hipertensi

berperan dalam perburukan keadaan penderita.3,4

Pada fase permulaan, endotelium mencoba membuat keseimbangan perubahan

vasoreaktif dengan mengeluarkan NO. Bila terus berlangsung akan menyebabkan perubahan

dalam arteri besar dan arteriol, sehingga terjadi vasokonstriksi dan peningkatan aktivitas selular.

Kontraksi otot polos yang berlangsung lama akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga

produksi NO akan berkurang atau menghilang.3

Peningkatan tekanan darah yang mendadak serta kerusakan organ target akan terlihat

pada penampilan klinik hipertensi gawat darurat dan kondisi ini memperlihatkan bahwa terjadi

kegagalan fungsi autoregulasi dan terjadinya peningkatan tahanan tepi. Bersamaan dengan

kerusakan vaskuler terjadi juga nekrosis fibrinoid arteriol. Kerusakan vaskuler terdiri dari

iskemia, deposit trombosit, kemudian terjadi kegagalan autoregulasi akibat pelepasan zat

vasoaktif.3

Faktor Herediter

Faktor genetik yang telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting dalam

terjadinya hipertensi dan dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai. Mutasi dari gen

(contoh, ADD1 Gly460Trp) akan berinteraksi dengan lingkungan untuk meningkatkan tonus

vaskular (peningkatan resistensi periferal) dan volume darah, yang pada akhirnya menyebabkan

23
peningkatan tekanan darah. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai

pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot. Dua turunan tikus, yakni tikus golongan

Japanese spontaneously hypertensive rat (SHR) dan New Zealand genetically hypertensive rat

(GH) mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting

timbulnya hipertensi, sedangkan dua golongan tikus lainnya, yakni Dahl salt sensitive (S) dan

salt resistant (R) menunjukkan faktoor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara

genetik sebagai faktor utama pada timbulnya hipertensi.3

Data pendukung lainnya ditemukan pada penelitian hewan coba demikian juga dengan

penelitian populasi pada manusia. Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah

dalam keluarga (agregasi familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat

dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor

genetik dalam penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen

populasi hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa

keturunan mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik.

Faktor Lingkungan

Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi, termasuk asupan

garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan kepadatan. Faktor ini penting

dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan bertambahnya usia pada masyarakat yang

lebih maju, sebaliknya tekanan darah menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan

yang lebih berkembang.11

Sensitivitas terhadap Natrium

24
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan garam.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam minimal .

Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen dari populasi hipertensi essensial. Penyebab

sensitivitas khusus terhadap berbagai jenis garam ini, dengan aldosteronisme primer, stenosis

arteri renalis bilateral, penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial rendah-renin berperan

terhadap sekitar 50% kasus.8

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan

volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan garam ini akan diikuti

oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai keadaan hemodinamik yang normal. Pada

pasien hipertensi essensial, mekanisme peningkatan ekskresi garam tersebut terganggu .

Peningkatan volume vaskular berhubungan dengan penurunan ekskresi garam, yang

sering disebut pressure-natriuresis relationship. Ini berarti, seseorang denga hipertensi

cenderung untuk sedikit mensekresikan garam pada urinnya.8

Ion Natrium dengan Klorida atau Kalsium

Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi disimpulkan

bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti menunjukkan bahwa ion

klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini berdasarkan observasi pemberian garam

natrium bebas klorida pada hewan coba hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal

menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi

esensial. Asupan kalsium yang rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian

epidemiologik; kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada beberapa penderita

hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan obat hipertensi yang

25
efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara bentuk hipertensi yang

sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan beban garam dan defek

kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan sekunder dalam faktor natriuretik

sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor natriuretik seperti digitalis, menghambat ATPase

kalium-natrium yang sensitif ouabain dan dengan demikian mengakibatkan akumulasi Icalsium,

intraseluler dan otot polos vaskuler hiperreaktif .8

Resistensi Insulin

Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap

kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi. Hiperinsulinisme menunjukkan

adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan, Kadar glukosa darah yang tinggi

menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel beta pankreas sehingga terjadilah keadaan

hiperinsulinisme tersebut. Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai bagian dari sindroma X,

atau sindroma metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas, dislipidemia (khususnya

peningkatan trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi insulin biasa pada pasien

dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun diabetes mellitus terjadi lebih

sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi. Akan tetapi, beberapa penelitian

menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin lebih daripada hal kebetulan, karena

terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang bebas dari diabetes mellitus.10

Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari empat

mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa, tetapi tidak

semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya jaringan yang terlibat

dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian menimbulkan hiperinsulinemia.

26
Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi natrium ginjal (paling sedikit secara akut)

dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan

tekanan arteri. Mekanisme lain adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap kerja

mitogenik insulin. Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui membran sel, dengan

demikian secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau

ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan arteri ditingkatkan karena

alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis defek-membran. Akan tetapi,

penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam mengendalikan tekanan arteri adalah hanya

dimengerti samar-samar, dan oleh karena itu, potensinya sebagai faktor patogenik dalam

hipertensi tetap tidak jelas.11

Sistem Saraf Simpatis

Stres dengan peninggian aktivitas saraf simpatis dapat menyebabkan kontriksi

fungsional dan hipertrofi struktural Hubungan antara stres denga hipertensi diduga mealuli

saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres

berlangsung lama dapat mengakibatkan ptekanan darah yang menetap. Survei hipertensi pada

masyarakat kota menunjukkan angka prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

masyarakat pedesaan . Hal tersebut mungkin dikaitkan dengan stress psikososial yang lebih

besar dialami ooleh kelompok masyarakat yang tinggal di kota dibandingkan dengan

masyarakat pedesaan .8

Defek Membran Sel

27
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek membran sel

yang menyeluruh. Hipotesis ini sebagian besar datanya berasal dari penelitian pada elemen

darah yang beredar, terutama sel darah merah, jika ditemukan abnormalitas transpor natrium

melalui membran sel. Karena baik kenaikan maupun penurunan aktivitas sistem transpor yang

berbeda dilaporkan telah terjadi, mungkin bahwa beberapa abnormalitas adalah primer dan

beberapa proses sekunder. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan

membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin

semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat

akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas

vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor. Defek ini diduga ada pada 35 sampai 50

persen populasi penderita hipertensi essensial berdasarkan penelitian yang menggunakan sel

darah merah. Penelitian lain menunjukkan bahwa abnormalitas transpor natrium sel darah

merah bukan mcrupakan abnormalitas yang tetap melainkan dapat dimodifikasi oleh faktor

lingkungan.4,8

Setiap hipotesis ini mempunyai jalan akhir yaitu kenaikan kalsium sitosolik yang

mengakibatkan kenaikan reaktivitas vaskuler. Akan tetapi, seperti dijelaskan di atas, beberapa

mekanisme mungkin menghasilkan kenaikan akumulasi kalsium .8

Peranan Renin

Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Poduksi

renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulais saraf simpatis . Renin merupakan

enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerulus ginjal dan terikat dengan aldosteron dalam

lingkaran umpan balik negatif . Renin berperan pada proses konversi angiotensinogen menjadi

28
angiotensin I yang mempunyai efek vasokonstriksi. Angiotensin I kemudian diubah menjadi

angiotensin II dengan bantuan converting enzyme. Angiotensin II menyebabkan skresi

aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air, yang akhirnya berperan pada timbulnya

hipertensi.8

Berbagai jenis faktor dapat mengubah sekresi ini, determinan primer adalah status

volume individu, terutama yang berhubungan dengan perubahan asupan natrium dalam diet.

Produk akhir aksi renin pada substratnya adalah pembentukan peptida angiotensin II. Respons

jaringan target terhadap peptida ini secara unik ditentukan oleh asupan elektrolit dalam diet

sebelumnya. Contohnya, asupan natrium secara normal mengubah respons vaskuler adrenal dan

renal terhadap angiotensin II. Dengan restriksi natrium, respons adrenal ditingkatkan dan

respons vaskuler renal diturunkan. Beban natrium merupakan efek sebaliknya. Batas aktivitas

renin plasma ditemukan pada subjek hipertensi lebih luas daripada individu normotensi.11

Kerusakan Target Organ

Jantung

a. miokardium

mekanisme  peningkatan kerja otot jantung bersamaan dengan penurunan perfusi arteri

koroner

efek patologis potensial  hipertrofi ventrikel kiri, iskemik miokard, gagal jantung kiri

b. arteri koroner

mekanisme  pembentukan aterosklerosis yang cepat (penyakit arteri koroner)

29
efek patologis potensial  iskemik miokard, infark miokard, kematian mendadak

c. Ginjal

Mekanisme :

- Sekresi renin dan aldosteron yang terstimulasi akibat penurunan aliran darah ginjal 

retensi natrium dan air mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah dan timbul

hipertensi persisten

- Penurunan suplai oksigen  kerusakan jaringan yang mengakibatkan terjadinya

gangguan filtrasi

- Peningkatan tekanan arteriol ginjal  nefrosklerosis menyebabkan terjadinya gagal

ginjal.

d. Otak

Penurunan perfusi otak dan suplai oksigen; kelainan pembuluh darah, atherosklerosis  TIA

(Transient Ischaemic Attack), trombosis otak, aneurisma, perdarahan, infark otak akut.

e. Mata (retina)

- Penurunan aliran darah  sklerosis pembuluh darah retina

- Tekanan tinggi arteriol  eksudat, perdarahan

f. Aorta

Kelemahan dinding pembuluh darah  pecahnya aneurysma

g. Pembuluh darah arteri di ekstremitas bawah

Penurunan aliran darah dan tekanan tinggi arteriol, pembentukan atherosklerosis  gangren.

Diagnosis

30
Membuat anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan cepat dan tepat karena diagnosis akan

menentukan prognosis. Pada anamnesis harus dapat terungkap sejak kapan mulai hipertensi,

tingginya tekanan darah, dan tekanan darah saat dirumah. Menilai kerusakan organ target dan

komorbid lainnya, sebab kedua faktor tersebut sangat menentukan pemilihan obat

antihipertensi.8 Obat yang biasa dikonsumsi, baik antihipertensi dan obat lainnya, serta

kepatuhan makan obat, akan dievaluasi kenapa terjadi peningkatan tekanan darah secara

mendadak meninggi. Tekanan darah harus diukur pada kedua tangan dan kalau memungkinkan

dalam posisi duduk dan berdiri, serta menilai status hidrasi. Pemeriksaan neurologis penting

untuk menentukan kelainan fokal iskemi atau stroke perdarahan. Ditemukan delirium, muntah,

dan penurunan kesadaran harus diperiksa adanya ensepalopati.4,5

Beberapa hal yang perlu diingat bila menghadapi gawat darurat hipertensi:

 Secepatnya menentukan tekanan darah yang akan dicapai sebelum pemeriksaan

penunjang selesai

 Memberikan penjelasan dosis, teknik infus, monitor tekanan darah, dan efek samping

obat

 Menentukan pilihan obat dan rencana pemeriksaan penunjang

 Jangan memperburuk kondisi organ yang sudah mengalami hipoperfusi, harus tahu

kontraindikasi serta efek samping obat dan kalau memungkinan koordinasi dengan

spesialis lain.

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan darah rutin. : Complete blood count dan peripheral blood smear untuk

31
eksklusi anemia mikroangiopati

 Pemeriksaan fungsi ginjal : Blood urea nitrogen (BUN), creatinin

 Pemeriksaan fungsi hepar. : SGOT dan SGPT.

 Rontgen thorax

 EKG

Skenario Penderita Hipertensi Emergensi 4,10

Presentasi Klinik Therapeutic Goal Suggested Agents Risk of Therapy Pearls

Hypertensive  Hindari  Nicardipine:  Autoregulasi  Tidak ada


Encephalopathy, hipoperfusi mengurangi serebral dapat bukti yang
Cardiovasculer  Jangan iskemia serebral terganggu jelas mengenai
accident, ICH melebihi  Pikirkan pada iskemi di keuntungan
reduksi tekanan ultrashort acting otak dari kontrol
darah sampai agent (esmolol  Pasien dapat intensif
20% atau nitripruside) mengalami terhadap
tekanan darah tekanan darah
yang tidak pada kasus
menentu stroke
dengan agen
anti hipertensi
dan dapat
terjadi
hipoperfusi ke
otak
CHF akut atau  Mengurangi  IV  Diuretik dan  Diuretik
edema paru tekanan darah nitroglycerin ACE inhibitor memiliki kerja
terutama  Morfin bisa yang lambat
dengan  IV ACE menyebabkan  ACEI memiliki
vasodilatasi inhibitor disfungsi renal onset of action
 Meningkatkan  IV diuretik yang cepat
diuresis 
AMI atau ACS  Mengurangi  IV ß blocker  ß blocker bisa  ß blocker juga
tekanan darah  IV menyebabkan mengurangi
 Mengurangi nitroglycerin eksaserbasi left mortalitas yang
kebutuhan ventricular berkaitan
oksigen failure dengan aritmia
myokardial ventrikuler
Diseksi Aorta  mengurangi  IV labetalol  Nitroprusside  Hindari
tekanan darah  IV ß blocker sangat poten deplkesi
dan takikardia  nitroprusside dan volume pada
membutuhkan pasien yang
monitoring membutuhkan
tekanan darah anestesia umum
yang ketat
Akut kokain atau  Reduksi efek  Benzodiazepine  B blocker dapat  Hitung
intoxikasi berlebihan dari  IV mengakibatkan temperatur

32
simpatomimetik simpatomimeti nitroglycerin peningkatan tubuh dan obati
k  IV labetalol toksisitas hipertermia jika
kokain ada
 Pikirkan terapi
obat secara
multipel.

Tatalaksana4,10
Obat untuk hipertensi emergensi

Nama dosis Onset of Durasi Preload Afterload Cardiac Perfusi


Action aksi Output
renal
Sodium IV 0.25-10 Dalam 1-2 menit menurun menurun Tidak ada menurun
µg/Kg/min beberapa efek
nitropusid detik

Labetolol IV (20-80 5-10 min 2-6 jam Tidak ada menurun menurun Tidak ada efek
mg bolus/10 efek
min)

Fenoldo- IV 0.1-0.6 10-15 min 10-15 menit Tidak ada menurun menurun meningkat
pam µg/Kg/min efek

Nicardi- IV 2-10 5-10 min 2-4 jam Tidak ada menurun meningkat Tidak ada efek
pine mg/hr efek

Esmolol IV 80 mg 6-10 min 20 menit Tidak ada No effect menurun Tidak ada efek
bolus over efek
30 seconds,
followed by
150
µg/Kg/min
infusion

Methyldo- IV (250- 3-6 hr Up to 24 hr No effect Decreased Decreased No effect


pa 1000 mg
bolus every
6 hr)

Hydrala- IV bolus 10 min 2-6 hr No effect Decreased Decreased No effect


zine (10-20 mg)

Efek Samping Obat

Nama obat Yang perlu diperhatikan Efek samping utama

Sodium nitropusid Perlu untuk mengukur kadar Toksisitas sianida : mual, muntah,
thiocyanate, awasi pada kasus kesadaran mental terganggu,

33
insufisiensi renal asidosis laktat, kematian
Labetolol Alpha dan Beta blocker, bradikardia, bronkospasme, mual
kontraindikasi pada gagal jantung
akut
Nicardipine Aman pada pasien dengan bypass Reflex takikardia, kemerahan pada
koroner wajah
Esmolol Short-acting Beta blocker, bradikardia, bronkospasme
kontraindikasi pada gagal jantung
akut
Methyldopa Aman pada kehamilan Demam, jaundice
Hydralazine Aman pada kehamilan Reflex takikardia, lupus-like
syndrome

 Natrium nitropusid merupakan obat yang paling mudah dilakukan monitor karena efeknya
cepat, mudah ditritasi secara cepat dan akurat; akan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan
venous.
 Labetolol merupakan penghambat alfa dan beta; kekuatan pemghambat beta 5-10 kali
kekuatan komponen alfa. Efek penghambat beta dari labetolol hanya satu perlima dari
propanolol tapi onsetnya 5-10 menit dan lama efeknya 3-6 jam, hati-hati bila ada
bradikardia, gagal jantung kongestif atau bronkhospame.
 Fenoldopam adalah antagonis reseptor dopamine-1.
 Esmolol merupakan penghambat beta kardioselektif yang mempunyai durasi efek pendek.
 Nikardipin adalah penghambat kanal kalsium diberikan secara infus, onset 5-10 menit,
durasinya 1-4 jam, efek sampinya adalah takhikardia dan sakit kepala dan kontraindikasi
pada gagal jantung.
 Diltiazem merupakan penghambat kanal kalsium, 50 mg dilarutkan dalam 100 mg garam
fisiologik, menggunakan pompa infus, dosis dapat disesuaikan untuk mencapai sasaran 15-
20% selama 20 menit.

Panduan rekomendasi American College of Cardiology / American Heart Association


(ACC / AHA) tahun 2017 untuk mengatasi krisis hipertensi meliputi5 :

 Masukkan pasien dengan keadaan darurat hipertensi ke ICU untuk pemantauan terus

34
menerus terhadap tekanan darah dan kerusakan organ target, serta pemberian obat-
obatan parenteral secara tepat waktu.
 Untuk pasien dengan kondisi yang buruk (yaitu, diseksi aorta, preeklamsia berat atau
eklampsia, atau krisis pheochromocytoma), turunkan tekanan darah sistolik menjadi di
bawah 140 mmHg selama satu jam pertama dan di bawah 120 mmHg dalam diseksi
aorta.
 Untuk pasien tanpa kondisi yang mendesak, kurangi tekanan darah sistolik sampai
maksimum 25% dalam satu jam pertama; Jika pasien stabil secara klinis, turunkan
tekanan darah menjadi 160/100 -110 mmHg selama 2-6 jam berikutnya, dan kemudian
dengan hati-hati sampai tekanan darah normal selama 24-48 jam berikutnya.

PLAN:
Non farmakologis:
- Tirah baring (45 derajat)

- Oksigen Nasal Rebreathing Mask 12 liter/menit

- Kateter urin

Farmakologis :

- IVFD RL 3 tetes makro per menit

- Inj Furosemid 1x 60mg  Liat respon diuresis. Urin Output >1.5cc/kgbb/jam  target

100cc/jam

- Nicardipin drip 5mg/jam  target Mean Arterial Pressure turun sampai 123. Evaluasi

tekanan darah / 30 menit. Bila dalam 30 menit Mean Arterial Pressure belum tercapai,

tingkatkan dosis nicardipin. 5mg/jam 7.5mg/jam  10mg/jam  15 mg/jam

(Nicardipin 1 amp/10 mg dalam 40cc NaCl  dijalankan 25cc / jam)

- Pro ICU

Prognosis :

35
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam

Daftar Pustaka:
1. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol I, 20th
ed. USA : McGraw-Hill. 2018
2. Kasper, et al. 2014. Heart Failure and Cor Pulmonale Harrison’s Principles of Internal
Medicine, 18th ed. New York: McGraw-Hill.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid1, 6th ed.
Jakarta : Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2014
4. Shah RV, Fifer MA. 2015. Heart Failure. In: Lilly LS [6th ed.]. Pathophysiology of
Heart Disease. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
5. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, et al. 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline for
the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in
Adults: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Clinical Practice Guidelines. Hypertension. 2017 Nov 13.
6. Neutrophil to lymphocyte count ratio as a biomarker of bacterial infections. Central
European Journal of Medicine 7(2) · April 2012
7. Definition of Systolic. Medicine Net; [updated Agustus, 2013]; Available from:
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=16163.
8. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed: Brooks/Cole; 2012.
9. Understanding Blood Pressure Readings. American Heart Association; [updated Maret,
2015]; Available from:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HighBloodPressure/AboutHighBloodPre
ssure/Understanding-Blood-Pressure-Readings_UCM_301764_Article.jsp.
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. 4th ed.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Media Aesculapius; 2014.
11. Hall JE. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier Inc.; 2011.

36

Anda mungkin juga menyukai