PERDARAHAN INTRASEREBRAL
TRAUMATIK
Oleh:
Muh. Nur Anshari Syakir
111 2017 2124
Supervisor :
dr. Andi Evie Zulfajry, Sp.S, M.Kes
1
LEMBAR PENGESAHAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AH
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Jend. H.M. Yusuf No.3 Kel. Lemoe, Parepare
Suku/Ras : Bugis
Status : Menikah
Agama : Hindu
Nomor RM : 160509
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan Cempaka
Tgl. Masuk RS : 03 Februari 2019
Tgl. Keluar RS :-
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemah separuh badan bagian kanan
Anamnesis terpimpin :
Informasi mengenai keluhan utama
Dialami sejak± 3minggu yang lalu post KLL sebelum masuk
rumah sakit pasien tidak sadarkan diri, disertai dengan muntah darah. dan
dirujuk ke RS. Wahidin dirawat selama 14 hari. Pasien mengalami lemah
separuh badan bagian kanan, bicara pelo dan sempat mengalami gangguan
penglihatan dan ingatan. Setelah itu pasien dibawah ke RS. A. Makkasau
untuk dilakukan perawatan lanjutan.
Informasi riwayat penyakit terdahulu
Riwayat trauma (+), Riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes
melitus (-), riwayat stroke (-)
Informasi riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
Anamnese sistematis
Nyeri kepala (-), demam (-). Pusing berputar (+), mual dan muntah
ada> 2 kali sebelum masuk RS.BAB Normal dan BAK lancar
N
Pergerakan Kekuatan
N
2 5
Kekuatan
0 5
Tonus
N
N
N
Refleks Fisiologis
N
Refleks Patologis - -
- -
+
V. RESUME
Seorang pria 56 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Andi Makkasau pada tanggal 3 Februari 2019 dengan keluhan lemah pada
badan sebelah kanan post KLL.Riwayat trauma ada, riwayat stroke tidak ada.
riwayat penyakit hipertensi & diabetes mellitus disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg. Pada
pasien juga didapatkan pergerakan, tonus dan refleks fisiologi menurun pada
ekstremitas dextra.Nilai kekuatan motorik menurun pada ekstremitas
dextra.Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan parase N. VII dextradan
N.XII dextra.
VIII. PENATALAKSANAAN
IVFD: Ringer Lactate 20 tetes/menit
Citicoline 500 mg/12 jam/iv
Dexametason 1gr/12j/iv
Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
Sohobion 1 amp/24 jam/drips
IX. FOLLOW UP
Tanggal Hasil Follow Up Terapi
04/02/2019 S : Lemah Separuh Badan Kanan IVFD RL 20tpm
Nyeri pada kepala Citicoline 500 mg/12 jam/iv
Dexametason 1gr/12j/iv
O: - TD: 120/70 mmHg Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
- HR: 80x/menit Sohobion 1 amp/hari/drips
- RR: 20 x/mnit
- S : 36,8oC Rencana Fisioterapi/3hari
GCS: E4M6V5
FKL: Sdn
RCL +/+
RCTL +/+
Parese N. VII dextra
Parese N. XII dextra
Motorik
Refleks Patologis
- -
- -+
Sensorik+:
Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: Normal
BAK: Normal
MMSE Score : 26
A:
10/02/2019 S : Lemah Separuh Badan Kanan IVFD RL 20tpm
Citicoline 500 mg/12 jam/iv
O : - TD: 130/90 mmHg Dexametason 1gr/12jam/iv
- HR: 80x/menit Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
- RR: 20 x/mnit Sohobion 1 amp/24 jam/drips
- S : 37oC
GCS: E4M6V5
FKL: Baik
RCL +/+
RCTL +/+
Parese N. VII dextra
Parese N. XII dextra
Motorik
Refleks Patologis
- -
- -+
+
Sensorik :
Normal
Otonom :
BAB: normal
BAK: normal
A:
Hemipharese dextra e.c PIS
Traumatik
X. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinik : Hemipharese dextra
Diagnosis Topis : Hemispher cerebri sinistra
Diagnosis Etiologi: Stroke Non Hemoragik
XI. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : dubia ad Bonam
Qua Ad Sanationam : dubia ad Bonam
Qua Ad Fungtionam : dubia ad Bonam
XII.PEMBAHASAN
Seorang pria 56 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Andi Makkasau pada tanggal 3 Februari 2019 dengan keluhan lemah pada
badan sebelah kanan post KLL.Riwayat trauma ada, riwayat stroke tidak ada.
riwayat penyakit hipertensi & diabetes mellitus disangkal.
Pasien didiagnosis dengan Hemiparese Dextra e.c Perdarahan Intra
Serebral Hal ini sesuai dengan literatur yang didapatkan, dimana gejala yang
sering didapatkan Perdarahan intra Serebral yaitu kelumpuhan pada sisi tubuh
yang berlawanan. Gejala ini diduga terjadi akibat adanya perdarahan di otak
bagian kiri
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal
yakni130/90 mmHg. Pasien ini tidak diberikan obat antihipertensi karena
sesuai dengan literature yang didapatkan tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan
DM. Pasien ada riwayat trauma. Hal ini sesuai dengan literatur yang
didapatkan yang mengatakan, faktor resiko utama terjadinya stroke
hemoragic yaitu adanya trauma.Traumabisa menyebabkan pecahnya
pembuluh darah dari otak.
Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan adanya parese N.VII
dextra dan parese N.XII dextra. Adapun fungsi motorikpergerakan dan tonus
otot pada ekstremitas kanan menurun, sedangkan kekuatan pada ekstremitas
kanan awalnya 0 namun setelah pengobatan dan fisioterapi beberapa hari
terjadi peningkatan nilai kekuatan yaitu 3. Refleks fisiologis didapatkan
normal, serta tidak didapatkan refleks patologis.Pada pemeriksaan sensorik
didapatkan hemihipestesi dextra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan neurologi
yang didapatkan pasien mengalami stroke yang ditandai dengan kelemahan
tubuh sebelah kanan. Berdasarkan anamnesis dan klinis pasien maka diagnosa
klinis adalah hemiparese dextra. Etiologi penyakit disebabkan oleh stroke
hemoragik (perdarahan intra serebral) karena berdasarkan skor Hasanuddin
yang ditentukan oleh klinis pasien didapatkan total skor 22.
Pasien ini mendapat terapi awal IVFD Ringer Lactate 0,9 % 20
tetes/menit, pemberian cairan ini penting untuk menjaga hemodinamik tubuh
selain itu juga untuk menjaga euvolemi. Pasien juga diberikan Citicoline 500
mg/12 jam/iv. Citicolin sebagai neuroprotektor bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen pada ganguan serebrovaskular. Pasien
juga diberikan terapi ranitidin injeksi untuk mencegah terjadinya stress ulcer.
Stress ulcer ini disebabkan adanya peningkatan metabolisme dan pada
penurunan nafsu makan. Pasien juga diberikan Sohobion 1 amp/hari/drips.
Kerja sohobion sebagai neurotropik diharapkan dapat membantu terjadinya
perbaikan di neuron-neuron yang rusak walaupun minimal. Pasien juga
diberikan dexametason 1amp/12 jam/iv, untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial akibat edema cerebri. Dexametasone juga
dipilih diantara kortikosteroid lainnya karena dapat menembus sawar darah
otak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
V. DEFINISI
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi secara langsung
pada bagian atau substansi otak.1Perdarahan intraserebral paling sering terjadi
ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
robek. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.2
VI. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh
kejadian stroke di negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba –
tiba, gangguan tingkat kesadaran, defisit neurologi fokal sehubungan
berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak yang ditemukan
pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak.3
Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), menurut penelitian stroke
menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari lobus 10%,
ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid
4%.3
Insidensi perdarahan intraserebral didefinisikan sebagai persentasi dari
populasi yang pertama sekali mengalami perdarahan intraserebral, biasanya
dalam periode waktu tertentu (pertahun). Risiko untuk terjadinya perdarahan
intraserebral dijumpai lebih banyak pada pria dibandingkan dengan wanita.
Di United States, suku berkulit hitam dan Hispanic secara signifikan angka
kejadian perdarahan intraserebral lebih tinggi dibandingkan suku berkulit
putih. Pada suku berkulit hitam dan Hispanic perdarahan intraserebral
cenderung terjadi pada usia muda dan terutama usia separuh baya.3
Lokasi predominan dari perdarahan intraserebral di dalam otak
bervariasi pada suatu populasi. Di United States, Australia, dan Eropa,deep
cerebral intracerebral hemorrhage (perdarahan yang berasal dari
periventrikular, white matter, nukleus kaudatus, kapsula interna, putamen,
globus pallidus dan thalamus) sering ditemukan, diikuti dengan perdarahan
lobar yang berasal dari gray matter atau subcortical white matter. Pada
populasi yang lebih luas di Jepang, perdarahan lobar diperkirakan sebanyak
15% dari keseluruhan kasus perdarahan intraserebral.Pada kebanyakan
populasi, perdarahan serebellar sebanyak 10% dari keseluruhan perdarahan
intraserebral dan perdarahan brainstem sebanyak 5 - 10 % dari keseluruhan
perdarahan intraserebral. Pada tabel 1 dapat dilihat proporsi distribusi
perdarahan intraserebral pada beberapa studi.3
Total ICH Lobar (%) Deep (%) Brainstem (%) Cerebellum (%)
Greater Cincinnati 1038 359 35 512 49
Izumo City, Japan 350 53 15 242 69
Southern Sweden 341 176 52 121 36
Jyvaskyla, Finland 158† 53 34 77 49
Dijon, France 87 16 18 58 67
VII.DIAGNOSIS
Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala klinis
kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging (CT dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase akut sulit untuk
menemukan penyebab yang mendasari malformasi vaskular, angiografi
biasanya dibutuhkan untuk diagnostik selanjutnya. Penentuan faktor
koagulasi diperlukan pada beberapa penderita.4
Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam mendeteksi
perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat bersamaan juga
ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan otak.Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan
brainstem dan sisa perdarahan Hemosiderin dan pigmen besi. Pada gambar 1
dan gambar 2 dapat dilihat gambaran CT Scan perdarahan intraserebral.8
I. PROGNOSIS
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan
dan status kesadaran dari penderita.Ekspansi perdarahan juga
mengindikasikan prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang
luas.Ukuran dan lokasi lesi pada gambaran imaging sangat bermanfaat
sebagai informasi prognosis. Pada perdarahan putaminal, lesi lebih dari 140
mm2 pada satu slice menunjukkan outcome yang buruk. Perdarahan
thalamus, lesi lebih dari 3.3 cm dengan diameter yang maksimal juga
menunjukkan prognosis yang buruk, begitu juga dengan lesi serebellar lebih
dari 3 cm. Adanya hidrosefalus pada penderita dengan perdarahan
supratentorial juga sebagai tanda prognosis yang buruk.1
Pada saat fase akut perdarahan intraserebral, efek massa yang berasal
dari hematoma menunjukkan risiko yang lebih besar untuk
terjadinyakematian dibandingkan ukuran stroke iskemik. Tidak seperti
perdarahan subarakhnoid, pengulangan perdarahan intraserebral selama
penyakit akut jarang terjadi. Fakta yang sederhana ini memberikan petunjuk
untuk pengobatan perdarahan intraserebral dimana secara agresif untuk
mempertahankan perluasan hematoma untuk mencegah kematian dan
mengurangi morbiditas.1
DAFTAR PUSTAKA