Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN NEUROLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UMI FEBRUARI 2018


RSUD ANDI MAKKASAU PAREPARE

PERDARAHAN INTRASEREBRAL
TRAUMATIK

Oleh:
Muh. Nur Anshari Syakir
111 2017 2124

Supervisor :
dr. Andi Evie Zulfajry, Sp.S, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muh. Nur Anshari Syakir


NIM : 111 2017 2124
Judul Laporan Kasus : Perdarahan Intrascerebral Traumatik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Februari 2019


Supervisor

dr. Andi Evie Zulfajry, Sp.S, M.Kes


BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AH
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Jend. H.M. Yusuf No.3 Kel. Lemoe, Parepare
Suku/Ras : Bugis
Status : Menikah
Agama : Hindu
Nomor RM : 160509
Bangsal/Kamar : Ruang Perawatan Cempaka
Tgl. Masuk RS : 03 Februari 2019
Tgl. Keluar RS :-

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemah separuh badan bagian kanan
Anamnesis terpimpin :
 Informasi mengenai keluhan utama
Dialami sejak± 3minggu yang lalu post KLL sebelum masuk
rumah sakit pasien tidak sadarkan diri, disertai dengan muntah darah. dan
dirujuk ke RS. Wahidin dirawat selama 14 hari. Pasien mengalami lemah
separuh badan bagian kanan, bicara pelo dan sempat mengalami gangguan
penglihatan dan ingatan. Setelah itu pasien dibawah ke RS. A. Makkasau
untuk dilakukan perawatan lanjutan.
 Informasi riwayat penyakit terdahulu
Riwayat trauma (+), Riwayat hipertensi (+), riwayat diabetes
melitus (-), riwayat stroke (-)
 Informasi riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat dalam keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa.
 Anamnese sistematis
Nyeri kepala (-), demam (-). Pusing berputar (+), mual dan muntah
ada> 2 kali sebelum masuk RS.BAB Normal dan BAK lancar

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ˚C
o Kepala : Bentuk normal, simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
o Telinga : Serumen (-/-), Membran timpani intak
o Thoraks :
- Paru : Vesicular, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung : S1/S2 Reg. Gallop (-/-), murmur (-/-)
o Abdomen : Datar, tidak teraba pembesaran hati dan limpa,
peristaltik (+) kesan normal
Status Neurologik
1. GCS : E4 M6 V4
2. Fungsi Kortikal Luhur : Normal
3. Pemeriksaan Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)
- Brudzinsky I Sign (-/-)
- Brudzinsky II Sign (-/-)
- Lasseque Sign (-/-)
- Kernig Sign (-/-)
4. Pemeriksaan Nervus Kranialis
N.I (Olfaktorius) :Tidak dilakukan
N.II (Optikus) : OD OS
Ketajamanpenglihatan : N N
Lapanganpenglihatan : N N
Funduskopi : Tidakdilakukan
N.III, IV, VI : OD OS
Celahkelopakmata
 Ptosis : - -
 Exoftalmus : - -
Pupil
 Ukuran/bentuk :Bundar, Ø 2,5 mm Bundar, Ø 2,5
 Isokor/anisokor : Isokor Isokor
 RCL/RCTL : + +
 Refleks akomodasi : Tidak dilakukan
Gerakan bola mata
 Parese kearah : - -
 Nistagmus : - -
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
Melihat ganda : - -
N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
 N.VI :+
 N.V2 :+
 N. V3 :+
Motorik
 Inspeksi/palpasi (menggigit) : Dalam batas normal
 Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
 Refleks kornea : Dalam batas normal
N. VII (Facialis):
 Parese N.VII dextra
N.VIII (Auskultasi):
Pendengaran : Normal
TesRinne/weber :Tidakdilakukan
Fungsivestibularis : Normal
N. IX/X (Glossopharingeus/vagus):
Posisiarcuspharyng (istirahat/AAH) : Di tengah
Reflex telan/muntah :Tidak dilakukan
Pengecap 1/3 lidahbagianbelakang :Tidak dilakukan
Suara : Normal
Takikardi/bradikardi : Tidak
N. XI (Accecorius):
Memalingkankepaladengan/tanpatahanan : Normal
Angkatbahu :
N. XII (Hypoglosus):
 Parese N. XII dextra
5. Fungsi motorik :

N
Pergerakan Kekuatan
N

2 5
Kekuatan
0 5

Tonus
N
N
N
Refleks Fisiologis
N

Refleks Patologis - -

- -
+

6. Sensorik : Hemihipestesi dextra


7. Otonom : BAK Normal
BABNormal
8. Gangguan koordinasi :
 Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Gangguan Keseimbangan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
Darah rutin :
 Leukosit : 6.93 x 103 /ul
 RBC : 4.22 x x 106 /ul
 PLT : 397 x 103 /ul
 HB : 13.6 g/dL
 MCV : 92.8 um3
 MCHC : 34.6 gr/dl
 MCH : 32.1 pg
Foto Thorax AP :

 Corakan bronchovaskular dalam batas normal


 Tidak tampak proses spesifik, tanda-tanda pneumothorax,
pneumomediastinum, dan kontusio pada kedua paru
 Cor : kesan normal, aorta dilatasi
 Kedua sinus dan diafragma baik
 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik
Kesan : Cor dan Pulmo normal, Tulang-tulang intak

CT-Scan Kepala tanpa kontras potongan axial :


- Differensiasi grey dan white matter dalam batas normal
- Tampak lesi hiperdens (50-60 HU) pada lobus Frontalis kanan dan kiri
- Sulci dan gyri dalam batas normal
- Midline tidak shift,
- Lesi hyperdens pada ruang subarachnoid
- System ventrikel baik
- CPA, Pons, dan cerebellum dalam batas normal.
- Lesi hyperdens pada air cell mastoid kiri dan canalis auditorium internus
kiri
- Sinus paranasalis baik
- Kedua bulbus oculi dan ruang retrobulber yang terscan dalam batas
normal
- Discontinuitas Os Frontal kiri, parietal kiri sampai temporal kiri
Kesan:
 Perdarahan intracerebral regio frontal kanan dan kiri serta
parietal kiri, volume perdarahan 60 CC
 Perdarahan Subarachnoid
 Perdarahan pada air cell mastoid kiri dan canalis auditorium
internus kiri
 Fraktur Os frontal kiri, Os parietal kiri, dan Os temporal kiri

V. RESUME
Seorang pria 56 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Andi Makkasau pada tanggal 3 Februari 2019 dengan keluhan lemah pada
badan sebelah kanan post KLL.Riwayat trauma ada, riwayat stroke tidak ada.
riwayat penyakit hipertensi & diabetes mellitus disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg. Pada
pasien juga didapatkan pergerakan, tonus dan refleks fisiologi menurun pada
ekstremitas dextra.Nilai kekuatan motorik menurun pada ekstremitas
dextra.Pemeriksaan nervus cranialis didapatkan parase N. VII dextradan
N.XII dextra.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis Klinik : Hemoragic Stroke
Parese N. VII dan N. XII dextra
Diagnosis Topis : Regio Frontal dextra et sinistra et Parietal sinistra.
Diagnosis Etiologi : Perdarahan Intraserebral
Skor Hasanuddin
1. TD : 130/80 mmHg 1
2. Waktu serangan : sedang bergiat 1
3. Sakit kepala : tidak ada 0
4. Kesadaran menurun : ada 10
5. Muntah proyektil : ada 10
N
TOTAL = 22
Interpetasi : Hemmoragic Stroke

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Perdarahan Subarachnoid

VIII. PENATALAKSANAAN
 IVFD: Ringer Lactate 20 tetes/menit
 Citicoline 500 mg/12 jam/iv
 Dexametason 1gr/12j/iv
 Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
 Sohobion 1 amp/24 jam/drips

IX. FOLLOW UP
Tanggal Hasil Follow Up Terapi
04/02/2019 S : Lemah Separuh Badan Kanan IVFD RL 20tpm
Nyeri pada kepala Citicoline 500 mg/12 jam/iv
Dexametason 1gr/12j/iv
O: - TD: 120/70 mmHg Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
- HR: 80x/menit Sohobion 1 amp/hari/drips
- RR: 20 x/mnit
- S : 36,8oC Rencana Fisioterapi/3hari
GCS: E4M6V5
FKL: Sdn
RCL +/+
RCTL +/+
Parese N. VII dextra
Parese N. XII dextra
Motorik

Refleks Patologis
- -
- -+
Sensorik+:
Hemihipestesi dextra
Otonom :
BAB: Normal
BAK: Normal

MMSE Score : 26

Hemipharese dextra + gangguan


A:
kognitif e.c susp PIS Traumatik

06/02/2019 S : Lemah Separuh Badan Kanan IVFD RL 20tpm


Citicoline 500 mg/12 jam/iv
- TD: 130/90 mmHg Dexametason 1gr/12j/iv
O: - HR: 70x/menit Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
- RR: 18 x/mnit Sohobion 1 amp/hari/drips
- S : 36,8oC
GCS: E4M6V5
FKL: sdn
RCL +/+
RCTL +/+
Parese N. VII dextra
Parese N. XII dextra
Motorik
Refleks Patologis
- -
- -+
+
Sensorik :
Normal
Otonom :
BAB: Normal
BAK: normal

Hemipharese dextra + gangguan


kognitif e.c susp PIS Traumatik

A:
10/02/2019 S : Lemah Separuh Badan Kanan IVFD RL 20tpm
Citicoline 500 mg/12 jam/iv
O : - TD: 130/90 mmHg Dexametason 1gr/12jam/iv
- HR: 80x/menit Ranitidin 1 amp/12 jam/iv
- RR: 20 x/mnit Sohobion 1 amp/24 jam/drips
- S : 37oC
GCS: E4M6V5
FKL: Baik
RCL +/+
RCTL +/+
Parese N. VII dextra
Parese N. XII dextra
Motorik
Refleks Patologis
- -
- -+
+
Sensorik :
Normal

Otonom :
BAB: normal
BAK: normal
A:
Hemipharese dextra e.c PIS
Traumatik

X. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinik : Hemipharese dextra
Diagnosis Topis : Hemispher cerebri sinistra
Diagnosis Etiologi: Stroke Non Hemoragik

XI. PROGNOSIS
Qua Ad Vitam : dubia ad Bonam
Qua Ad Sanationam : dubia ad Bonam
Qua Ad Fungtionam : dubia ad Bonam

XII.PEMBAHASAN
Seorang pria 56 tahun masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD
Andi Makkasau pada tanggal 3 Februari 2019 dengan keluhan lemah pada
badan sebelah kanan post KLL.Riwayat trauma ada, riwayat stroke tidak ada.
riwayat penyakit hipertensi & diabetes mellitus disangkal.
Pasien didiagnosis dengan Hemiparese Dextra e.c Perdarahan Intra
Serebral Hal ini sesuai dengan literatur yang didapatkan, dimana gejala yang
sering didapatkan Perdarahan intra Serebral yaitu kelumpuhan pada sisi tubuh
yang berlawanan. Gejala ini diduga terjadi akibat adanya perdarahan di otak
bagian kiri
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal
yakni130/90 mmHg. Pasien ini tidak diberikan obat antihipertensi karena
sesuai dengan literature yang didapatkan tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Pasien tidak memiliki riwayat Hipertensi dan
DM. Pasien ada riwayat trauma. Hal ini sesuai dengan literatur yang
didapatkan yang mengatakan, faktor resiko utama terjadinya stroke
hemoragic yaitu adanya trauma.Traumabisa menyebabkan pecahnya
pembuluh darah dari otak.
Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan adanya parese N.VII
dextra dan parese N.XII dextra. Adapun fungsi motorikpergerakan dan tonus
otot pada ekstremitas kanan menurun, sedangkan kekuatan pada ekstremitas
kanan awalnya 0 namun setelah pengobatan dan fisioterapi beberapa hari
terjadi peningkatan nilai kekuatan yaitu 3. Refleks fisiologis didapatkan
normal, serta tidak didapatkan refleks patologis.Pada pemeriksaan sensorik
didapatkan hemihipestesi dextra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan neurologi
yang didapatkan pasien mengalami stroke yang ditandai dengan kelemahan
tubuh sebelah kanan. Berdasarkan anamnesis dan klinis pasien maka diagnosa
klinis adalah hemiparese dextra. Etiologi penyakit disebabkan oleh stroke
hemoragik (perdarahan intra serebral) karena berdasarkan skor Hasanuddin
yang ditentukan oleh klinis pasien didapatkan total skor 22.
Pasien ini mendapat terapi awal IVFD Ringer Lactate 0,9 % 20
tetes/menit, pemberian cairan ini penting untuk menjaga hemodinamik tubuh
selain itu juga untuk menjaga euvolemi. Pasien juga diberikan Citicoline 500
mg/12 jam/iv. Citicolin sebagai neuroprotektor bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen pada ganguan serebrovaskular. Pasien
juga diberikan terapi ranitidin injeksi untuk mencegah terjadinya stress ulcer.
Stress ulcer ini disebabkan adanya peningkatan metabolisme dan pada
penurunan nafsu makan. Pasien juga diberikan Sohobion 1 amp/hari/drips.
Kerja sohobion sebagai neurotropik diharapkan dapat membantu terjadinya
perbaikan di neuron-neuron yang rusak walaupun minimal. Pasien juga
diberikan dexametason 1amp/12 jam/iv, untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial akibat edema cerebri. Dexametasone juga
dipilih diantara kortikosteroid lainnya karena dapat menembus sawar darah
otak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

V. DEFINISI
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi secara langsung
pada bagian atau substansi otak.1Perdarahan intraserebral paling sering terjadi
ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
robek. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.2

VI. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan intraserebral diperkirakan sebanyak 10 – 15% dari seluruh
kejadian stroke di negara Barat, nyeri kepala hebat yang terjadi secara tiba –
tiba, gangguan tingkat kesadaran, defisit neurologi fokal sehubungan
berkumpulnya darah secara fokal di dalam parenkim otak yang ditemukan
pada pemeriksaan neuroimejing dan otopsi otak.3
Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), menurut penelitian stroke
menunjukkan stroke perdarahan sebanyak 26%, terdiri dari lobus 10%,
ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem 2% dan perdarahan subarakhnoid
4%.3
Insidensi perdarahan intraserebral didefinisikan sebagai persentasi dari
populasi yang pertama sekali mengalami perdarahan intraserebral, biasanya
dalam periode waktu tertentu (pertahun). Risiko untuk terjadinya perdarahan
intraserebral dijumpai lebih banyak pada pria dibandingkan dengan wanita.
Di United States, suku berkulit hitam dan Hispanic secara signifikan angka
kejadian perdarahan intraserebral lebih tinggi dibandingkan suku berkulit
putih. Pada suku berkulit hitam dan Hispanic perdarahan intraserebral
cenderung terjadi pada usia muda dan terutama usia separuh baya.3
Lokasi predominan dari perdarahan intraserebral di dalam otak
bervariasi pada suatu populasi. Di United States, Australia, dan Eropa,deep
cerebral intracerebral hemorrhage (perdarahan yang berasal dari
periventrikular, white matter, nukleus kaudatus, kapsula interna, putamen,
globus pallidus dan thalamus) sering ditemukan, diikuti dengan perdarahan
lobar yang berasal dari gray matter atau subcortical white matter. Pada
populasi yang lebih luas di Jepang, perdarahan lobar diperkirakan sebanyak
15% dari keseluruhan kasus perdarahan intraserebral.Pada kebanyakan
populasi, perdarahan serebellar sebanyak 10% dari keseluruhan perdarahan
intraserebral dan perdarahan brainstem sebanyak 5 - 10 % dari keseluruhan
perdarahan intraserebral. Pada tabel 1 dapat dilihat proporsi distribusi
perdarahan intraserebral pada beberapa studi.3

Total ICH Lobar (%) Deep (%) Brainstem (%) Cerebellum (%)
Greater Cincinnati 1038 359 35 512 49
Izumo City, Japan 350 53 15 242 69
Southern Sweden 341 176 52 121 36
Jyvaskyla, Finland 158† 53 34 77 49
Dijon, France 87 16 18 58 67

Tabel 1. Proporsi Distribusi Perdarahan Intraserebral3

VII. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO3


a. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak daripada perdarahan intraserebral.
Insidensinya meningkat secara dramatis pada penderita usia lebih daripada
60 tahun
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dan merupakan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada perdarahan
intraserebral.Penderita hipertensi yang tidak mendapatkan terapi lebih
berat dibandingkan penderita hipertensi yang mendapatkan terapi.
Diantara faktor risiko perdarahan intraserebral, hipertensi diperkirakan
sebagai faktor risiko perdarahan pada daerah deep hemisfer dan brainstem.
c. Cerebral Amyloid Angiopati (CAA)
Cerebral Amyloid Angiopati merupakan faktor risiko yang jarang terjadi
dari perdarahan intraserebral, akan tetapi sekarang menjadi pertimbangan
faktor risiko dari perdarahan intraserebral khususnya perdarahan lobar
pada penderita usia lanjut. Gambaran patologi yang utama adalah deposit
protein amiloid pada media dan adventitia dari arteri leptomeningeal,
arteriol, kapiler dan paling sedikit pada vena. Patogenesis CAA pada
perdarahan intraserebral adalah destruksi pada struktur vaskular yang
normal melalui deposisi amiloid pada media dan adventitia dan rangkaian
formasi aneurisma. Pembuluh darah yang rapuh dan mikroaneurisma
menjadi pemicu rupturnya pembuluh darah.
d. Aneurisma dan Malformasi Vaskular
Meskipun rupture aneurisma Berry menjadi penyebab perdarahan
subarakhnoid, akan tetapi perdarahan secara langsung pada parenkim otak
tanpa ekspansi ke subarakhnoid dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral. Malformasi vaskular yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral termasuk arterivenousmalformation (AVM), malformasi
kavernosus, dural arteriovenous fistula, malformasi vena dan capillary
telengiactesis.
e. Antikoagulan dan Antitrombolitik
Berhubungan dengan Perdarahan Intraserebral. Pada beberapa percobaan,
warfarin sebagai terapi atrial fibrillasi dan infark miokard merupakan
penyebab terbanyak anticoagulant associated intracerebral hemorrhage
(AAICH)
f. Antiplatelet
Obat antiplatelet kemungkinan dapat meningkatkan risiko perdarahan
intraserebral. Risiko absolute perdarahan intrakranial pada penderita usia
lanjut yang mengkonsumsi aspirin diperkirakan sebanyak 0.2 – 0.3% per
tahunnya.
g. Cerebral Microbleeds
Dengan menggunakan MRI Gradient Echo untuk mendeteksi lesi yang
kecil, perdarahan asimptomatik pada parenkim otak
(microbleeds).Microbleeds berhubungan dengan stroke iskemik
(khususnya lakunar) dan perdarahan.Microbleeds sering dijumpai pada
perdarahan intraserebral, hal ini terjadi pada 54 – 71% penderita
perdarahan intraserebral.
h. Prior Cerebral Infarction
Kejadian stroke iskemik sebelumnya berhubungan dengan peningkatan
risiko perdarahan intraserebral sebanyak 5 – 22 kali lipat. Hubungan yang
kuat antara stroke iskemik dan perdarahan intraserebral adalah keduanya
memiliki faktor risiko yang sama yaitu hipertensi.
i. Hipokolesterolemia
Beberapa penjelasan mengenai hubungan kolesterol rendah dengan
perdarahan intraserebral adalah pengurangan agregasi platelet,
peningkatan fragilitas dan vaskularisasi serebral. Sehingga dari hasil
penemuan ini, muncul teori yang berkembang luas bahwa penggunan obat
penurun kolesterol dapat meningkatkan risiko perdarahan intraserebral.
j. Peminum Alkohol Berat
Peminum alkohol yang berat memiliki implikasi terhadap ekspansi
perdarahan, dimana dihubungkan dengan efek samping dari platelet dan
fungsi hati.
k. Pengguna Tembakau
Beberapa studi menyatakan penderita yang baru memulai merokok
memiliki risiko peningkatan kejadian perdarahan intraserebral
dibandingkan perokok lama dan tidak pernah merokok dihubungan dengan
dosis merokok.
l. Diabetes
Hubungan diabetes dengan perdarahan intraserebral bervariasi berdasarkan
usia dan lokasi perdarahan.
IV. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL
1. Perdarahan Intraserebral Primer
Perdarahan yang disebabkan oleh hipertensif kronik yang
menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak.4
2. Perdarahan Intraserebral Sekunder
Perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskuler konginetal, koagulopati, tumor otak, vaskulopati
nonhipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, moya – moya, post stroke
iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau simpatomimetik).4

V. PATOFISIOLOGI PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 –
400 micrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Arteriol – arteriol dari cabang lentikulostriata, cabang
arteriotalamus dan cabang paramedian arteri vertebrobasilar mengalami
perubahan degenerative yang sama. Kenaikan tekanan darah yang terjadi
secara tiba – tiba atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore
hari.4,10
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut
sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinis. Jika perdarahan yang timbul
kecil, maka massa darah hanya dapat merusak dan menyela di antara selaput
akson white matter (dissecan splitting) tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorpsi darah akan diikuti pulihnya fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks
serebri atau lewat foramen magnum.4
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak.Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons. Selain kerusakan
parenkima otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya lebih tertekan lagi.Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Bila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar
93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebellar dengan volume antara 30 – 60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
daerah pons sudah berakibat fatal.4

VI. GEJALA KLINIS


Gejala klinis dari perdarahan intraserebral adalah kejadian progresif yang
bertahap (dalam waktu menit sampai dengan hari) atau kejadian yang terjadi
secara tiba – tiba dari defisit neurologi fokal biasanya berhubungan dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti muntah dan penurunan
kesadaran.Kejadian muntah banyak terjadi pada perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid dibandingkan dengan stroke iskemik. Sebanyak
33% kasus perdarahan intraserebral mengeluhkan nyeri kepala dan penderita
koma dijumpai sebanyak 24% kasus dibandingkan dengan stroke iskemik
dengan presentasi 0 – 4%.3
Karakteristik yang utama dari perdarahan intraserebral adalah
perkembangannya yang bertahap pada 63% kasus dan sering mengalami
perburukan dalam waktu 24 jam pertama.
Setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala
parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin
ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan perkembangan
yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau
menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang,
dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.5,6
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam
menentukan prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral.7

VII.DIAGNOSIS
Diagnosis perdarahan intraserebral antara lain berdasarkan gejala klinis
kemudian didukung dengan pemeriksaan darah dan imaging (CT dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) ). Bila terjadi pada fase akut sulit untuk
menemukan penyebab yang mendasari malformasi vaskular, angiografi
biasanya dibutuhkan untuk diagnostik selanjutnya. Penentuan faktor
koagulasi diperlukan pada beberapa penderita.4
Hasil pemeriksaan CT Scanmembuktikan reliable dalam mendeteksi
perdarahan dengan diameter 1 cm atau lebih. Pada saat bersamaan juga
ditemukan hidrosefalus, tumor, pembengkakan otak.Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sangat bermanfaat dalam memperlihatkan perdarahan
brainstem dan sisa perdarahan Hemosiderin dan pigmen besi. Pada gambar 1
dan gambar 2 dapat dilihat gambaran CT Scan perdarahan intraserebral.8

Gambar 1.Perdarahan Intraserebral pada Ganglia Basalis8

Gambar 2.Perdarahan Intraserebral pada Thalamus8


VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik9
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
- Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation9
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan
vitamin K.
- Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan
dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
- Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih
tetap kontroversial.
- Tidak dioperasi bila:9
a. Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
b. Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan
perdarahan intraserebral disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
- Dioperasi bila:9
a. Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
b. PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau.
c. Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
d. Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.

I. PROGNOSIS
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus
perdarahan intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan
dan status kesadaran dari penderita.Ekspansi perdarahan juga
mengindikasikan prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang
luas.Ukuran dan lokasi lesi pada gambaran imaging sangat bermanfaat
sebagai informasi prognosis. Pada perdarahan putaminal, lesi lebih dari 140
mm2 pada satu slice menunjukkan outcome yang buruk. Perdarahan
thalamus, lesi lebih dari 3.3 cm dengan diameter yang maksimal juga
menunjukkan prognosis yang buruk, begitu juga dengan lesi serebellar lebih
dari 3 cm. Adanya hidrosefalus pada penderita dengan perdarahan
supratentorial juga sebagai tanda prognosis yang buruk.1
Pada saat fase akut perdarahan intraserebral, efek massa yang berasal
dari hematoma menunjukkan risiko yang lebih besar untuk
terjadinyakematian dibandingkan ukuran stroke iskemik. Tidak seperti
perdarahan subarakhnoid, pengulangan perdarahan intraserebral selama
penyakit akut jarang terjadi. Fakta yang sederhana ini memberikan petunjuk
untuk pengobatan perdarahan intraserebral dimana secara agresif untuk
mempertahankan perluasan hematoma untuk mencegah kematian dan
mengurangi morbiditas.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Caplan L.R. 2009. Stroke a clinical approach 4th Edition. Saunders


Elsevier. USA.
2. Sotirios AT,. 2010. Differential Diagnosis in Neurology and
Neurosurgery. New York. Thieme Stuttgart.
3. Carhuapoma, J.R.; Mayer, S.A.; Hanley, D.F. 2010. Intracerebral
Hemorrhage. Cambridge University Press. New York.
4. Misbach, J. 2009. Stroke : Aspek Diagnostik, Patofisiologi,Manajemen.
Balai Penerbit FK-UI. Jakarta.
5. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,
2010.[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-
overview]

6. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:


http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
7. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM,
2006. Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/
13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitP
eredaranDarahOtak021.html
8. Ropper, A.H. and Brown, R.H. 2012. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. 8th Ed. McGraw-Hill.New York.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
10. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Ed.6.EGC, Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai