Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKENON HAEMORRAGIC

Sebagai Syarat Tugas Keperawatan Medikal Bedah

PENYUSUN:
SUYANTI
N 520184583

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


PROGRAM PROFESI NERS
2019
STROKENON HAEMORRAGIC

A. PENGERTIAN
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplay darah kebagian otak (Brunner & Suddart, 2002).
Stroke adalah Sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan
semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatic (Mansjoer, 2000).
Stroke adalah kelainan pada otak baik secara fungsional maupun
structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah
serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000).
Stroke non hemoragik adalah terhentinya aliran darah ke bagian
otak akibat tersumbatnya pembuluh darah. Darah berfungsi mengalirkan
oksigen ke otak, tanpa oksigen yang dibawa oleh darah, maka sel sel otak
akan mati dengan sangat cepat, mengakibatkan munculnya defisit
neurologis secra tiba-tiba (Doengoes, 2000).

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi/Faktor Resiko
Dalam buku Tarwoto (2007) dan Brunner & Suddart (2007)
menyatakan faktor resiko dari stroke adalah sebagai berikut:
a. Usia : Makin bertambah usia resiko stroke makin tinggi.
b. Jenis kelamin : Laki-laki mempunyai kecenderungan lebih tinggi.
c. Ras dan keturunan : troke lebih sering ditemukan pada kulit putih.
d. Polisitemia : Kadar HB yang tinggi.
e. Hipertensi : Faktor resiko utama
f. Penyakit kardiovaskuler, seperti:
1) Penyakit arteri koronaria.
2) Gagal Jantung kongestif
3) Hipertensi Ventrikel kiri
4) Abnormalitas irama
5) Penyakit jantung kongestif
g. Kolesterol tinggi
h. Obesitas
i. Diabetes Melitus
j. Merokok
k. Penyalahgunaan obat (kokain)
l. Konsumsi alkohol
2. Faktor Presipitasi/Faktor Pencetus
Brunner & Suddart (2002) menyatakan faktor pencetus dari stroke
atau serebrovaskuler (CVA) adalah sebagai berikut:
a. Trombosis serebral
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yaitu penyebab paling umum dari
stroke.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabannya yang merusak sirkulasi serebral. Abnormalitas partologik
pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif, penyakit jantung
reumatik dan infark, miokard serta infeksi pulmonal adalah tempat-
tempat di asal emboli. Pemasangan katup jantung prostetik dapat
mencetuskan stroke.
c. Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak)
Stroke dapat terjadi karena kontriks, ateroma pada arteri yang
menyuplai darah ke otak
d. Hemorogi serebral dapat terjadi di:
1) Hemorogi ekstradural (di luar dura mater)
Kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
atau arteri meninges lain.
2) Hemoragi subdural (dibawah dura mater)
Hematoma subdural biasanya jembatan vena robek karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama (interval jelas lebih
lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.

3) Hemorogi subarakhnoid (di ruang subarakhnoid)


Terjadi akibat trauma atau hipertensi tetapi penyebab palingsering
adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan
malformasi arteri-vena congenital pada otak.

4) Hemorogi intraserebral (di dalam substansi otak)


Biasanya terjadi akibat hipertensi dan ateriesklerosis serebral karena
perubahan degeneratif dan biasanya menyebabkan rupture pembuluh
darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun hemoragi
intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena,
intraserebral biasanya disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu
adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral,
amfetamin dan berbagai obat aditif)

C. TANDA DAN GEJALA/ MANIFESTASI KLINIS


Gejala – gejala yang dapat muncul untuk sementara, lalu
menghilang atau bertambah berat dan menetap. Gejala ini muncul akibat
daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah
ketempat tersebut. Gejala yang muncul bervariasi tergantung bagian otak
yang terganggu (Price, 2006).
1. Gangguan ada vertebro – basilaris ( Sirkulasi posterior –
manifestasinya bilateral )
a. Kelemahan pada anggota gerak
b. Peningkatan reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda babinski bilateral
e. Disfagia
f. Gangguan penglihatan
g. Muka baal
2. Gangguan pada arteri karotis interna (Sirkuklasi anterior gejala –
gejalanya biasanya unilateral)
a. Buta satu mata yang episodic, disebut amaurosis fugalis,
disebabkan oleh insufisiensi arteri retina.
b. Lesi pada daerah antara arteri serebri anterior dan media atau
arteri serebri media.
3. Gangguan pada arteria serebri anterior (Gejalanya primer)
a. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai
b. Gangguan sensorik kontralateral
c. Dimensia, reflek mencengkram dan reflek patologis (disfungsi
lobus frontalis)
4. Gangguan pada serebri posterior (Dalam lobus mesensefalon atau
talamus)
a. Koma
b. Hemiparesis konilateral
c. Afasia visual atau buta kata ( Aleksia )
d. Kelumpuhan syaraf otak ketiga – Hemionopsia, kareoatetosis
5. Gangguan pada arteria serebri media
a. Manuparesis atau hemiparesis kontralateral biasanya mengenai
lengan
b. Kadang – kadang hamionapsia kontralateral atau kebutaan
c. Afasia global ( Kalau hemisfer dominan yang terkena
gangguan semua fungsi yang ada hubunganya dengan
percakapan atau komunikasi )
d. Disastria atau kehilangan.
Selain diatas stroke juga dapat menyebabkan berbagai defisit
neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral (sekunder atau akseseori). Fungsi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Gambaran klinis yang sering muncul: paralis
dan hilang atau menurunnya reflek rendon dalam. Apabila reflek tendon
muncul kembali, peningkatan tonus disertai dengan spastisitas
(peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat
dilihat (Brunner & Suddart, 2002).
Menurut Mansjoer (2000) pada stroke non hemoragik (iskemik)
gejala utama adalah timbulnya defisit neurologis secara mendadak atau
subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun kecuali bila embolus
cukup besar, biasanya terjadi pada usia > 50 tahun. Gejala neurologis yang
timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya. Manifestasinya yaitu:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
2. gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
nemi sensorik).
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor
atau koma).
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan
memahami ucapan)
5. Disanria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
8. Vertigo,mual dan muntah atau nyeri kepala
Sedangkan menurut Hudak & Gallo, 1996 gejala yang tampak
sangat tergantung pada pembuluh darah yang terkena jika arteri karotis
dan serebral yang terkena maka gejala yang tampak yaitu mengalami
kebutaan pada satu matanya atau kelainan penglihatan, hemiplego,
hemianestesia, gangguan bicara dan kekacauan mental. Jika yang terkena
arteri vertebrobasilar maka akan terjadi pening, diplopia, semutan,
kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang dan
disatria
D. PATHOFISIOLOGI
Stroke biasnya disebabkan oleh hiperkolesterol yang menggumpal
yang menempel pada bagian dinding arteri yang biasanya terjadi pada
lingkungan atau bagian-bagian arteri yang bercabang sehingga
menyebabkan aliran darah tertekan atau tersumbat. Aliran darah tertekan
atau tersumbat juga dapat disebabkan oleh adanya tumor, trombosis dan
emboli (Hudak & Gallo, 1996).

Hiperkolesterol yang menempel pada bagian dinding arteri lama –


kelamaan juga akan mengakibatkan arterioclerosis yang akhirnya akan
menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi dapat berakibat
meningkatkan tekanan pada pembuluh darah dan menyebabkan aliran
darah tertekan atau tersumbat (Elizabeth J, 2000).
Jika aliran darah tertekan atau tersumbat pembuluh darah lama kelamaan
akan pecah, pembuluh darah yang pecah dapat berakibat darah keluar dari
pembuluh darah dan aliran darah ke otak menurun, jika aliran darah ke
otak menurun otak kurang pasokan O2 dan menyebabkan terjadinya stroke
(Vita, 2003).
Pembuluh darah yang pecah sedikit atau banyak akan terjadi
kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki (infark otak) dan
berdampak fungsi kontrol bagian tubuh oleh daerah otak yang terkena
stroke itu akan hilang atau mengalami gangguan dan dapat mengakibatkan
kematian (Vita, 2003).
Sindrom neurovaskuler yang disebabkan oleh stroke
mengakibatkan penurunan suplai arteri serebral mediana, arteri ini
terutama menyebabkan suplai aspek lateral hemisfer serebri menjadi
menurun. Penurunan suplai aspek lateral hemisfer kiri tersebut
mengakibatkan infark dan menjadi defisit kolateral motorik sensorik maka
timbul perubahan persepsi sensori pembicaraan (Hudak & Gallo, 1996).
Suplai aspek lateral hemisfer serebri yang menurun dapat menjadi
infark hemisfer kiri dan mengakibatkan disfasia atau gangguan
komunikasi (Hudak & Gallo, 2006).
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera
dan kematian sel-sel neuron. Akibat dari cedera dan kematian sel-sel
neuron akan mengakibatkan pembengkakan dan edema yang timbul dalam
24-72 jam pertama setelah kematian sel neuron, yang akhirnya akan
mengakibatkan kerusakan pada otak sehingga akan mengalami gangguan
perfusi jaringan (Elizabeth J, 2000).
Stroke mengakibatkan kerusakan pada kemampuan fisik sehingga
koordinasi otot saraf menurun, penurunan koordinasi otot saraf berakibat
reflek batuk menurun sehingga sekret atau dahak sulit dikeluarkan maka
terjadi ketidakefektifan kebersihan jalan nafas (Doengoes, 2000).
Jika otak besar terhambat akibat terjadinya stroke maka sel
jaringan otak ikut terhambat, akhirnya suplay oksigen dan nutrisi
kejaringan lainpun akan terhambat termasuk jaringan otot sehingga akn
terjadi penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot dapat
mengakibatkan kelemahan dan akhirnya akan mengalami gangguan
kurangnya perawatan diri (Sustrani, 2003).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diasnostik yang dapat dilakukan menurut Doengoes (2000)
adalah sebagai berikut:
Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik, seperti pendarahan, obtuksi arteri,
adanya titik kolusi atau rupture
CT Skan : Memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia dan adanya infark
Fungsi lumbal : Menunjukkan adanya tekanan normal dan
biasanya ada trombosit, emboli, serebral dan
TIA
MRI : Menunjukkan daerah yang menunjukkan infark,
hemoragik, malformasi arterievena (MAV)
Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena masalah
sistem arteri karotis (aliran darah/muncul plak)
arterios klerotik
EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
daerah lesi yang spesifik.
Sinar x tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pincal daerah yang berlawanan dari massa yang
meluas, klasifikasi karotis internal terhadap
pada trombosis serebral.
Selain diatas Ginsberg (2002), menyebutkan dapat pula dilakukan
pemeriksaan diagnostik pada:
Darah : Darah lenkap dan LED.
Urin : Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid.
Namun menurut Tarwoto (2007), jika tidak tersedia test diagnostis ada
beberapa perhitungan diantaranya dengan Algoritma Stroke Gajah Mada
dan Skore Stroke siriraj (sss), seperti:
a. Algoritma stroke gajah mada
Menentukan berdasarkan 3 gejala yaitu:
 Penurunan kesadaran (PK)
 Nyeri kepala (NK)
 Refleks Babinski (RB)
Stroke Haemorogik :Kombinasi (PK:+, NK:+, RB:+), (PK:+,
NK:+, RB:-), (PK:+, NK:-, RB:+), (PK:-, NK:+, RB:+), (PK:+, NK:-,
RB:-), (PK:-, NK:+, RB:-)
Stroke iskemik akut :kombinasi (PK:-, NK:-, RB:+), (PK:-, NK:-,
RB:-)
b. Skor Stroke Siriraj (sss)
SSS = (2.5 X Kesadaran) + (2 X Muntah) + (2 X Nyeri Kepala) +
(0.1 X Tekanan Diastole) – (3 X Ateroma) – 12
Skor : >1 = Perdarahan
Skor : <1 = Infark otak
Skor : -1 s.d 1 = Meragukan
Ketentuan :
1. Kesadaran :
a. Komposmentis :0
b. Somnolen/Stupor :1
c. Semikoma/Koma :2
2. Muntah/nyeri kepala dalam 2 jam
a. Tidak ada :0
b. Ya :1
3. Ateroma (Petanda Diabetes, Angina, Klaudikasio)
a. Tidak ada :0
b. Satu atau lebih :1

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medis
Tindakan medis terhadap stroke meliputi diuretik untuk
menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5
hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk
mencegah terjadinya atau memberatnya trombosis atau embolisasi
dari tempat liain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi anti trombosit
dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi (Brunner & Suddart,
2002).

Pada stroke iskemik, apirin 300 mg per hari dapat segera


diberikan. Terdapat bukti bahwa kombinasi dipiridamol dan aspirin
lebih efektif dari pada pemberian aspirin saja. Jadi dipiridamol
sebaiknya diberikan sedini mungkin pada stroke iskemik. Sedangkan
jika pasien tidak dapat mentoleransi aspirin, dapat diberikan
monoterapi dengan klopidogrel 75 mg per hari (Ginsberg, 2002).

2. Keperawatan
Menurut Arief Manjoer (2000), waktu adalah otak merupakan
ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan stroke
sedini mungkin, karena jendela therapy dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan
besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus
dilakukan adalah:
a. Pertimbangan instubasi bila kesadaran stupor atau koma atau
gagal nafas.
b. Berikan oksigen 2-4 liter/menit kanul hidung.
c. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
d. Pasang jalur infus intravena dengan larutan span normal 0,9%
dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan potonis
seperti dekstrosa 5% dalam air dan salin 0,45% karena dapat
memperhebat oedema otak
e. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto
roentgen toraks
f. Ambil sampel untuk pemeriksaan darah, pemeriksaan darah
priver lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit,
umum, kreatinin)
g. CT Skan atau resonansi mengetik bila alat tersedia
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian biologis menggunakan model konseptual keperawatan
menurut Virginia Handerson dalam buku Doengoes (2000) yang terdiri
dari 14 komponen yaitu:
a. Pola nafas
Pernafasan dangkal, takipnea

b. Kebutuhan nutrisi
Terjadi anoreksia mual dan muntah

c. Kebutuhan eliminasi
Nyeri tekan atau nyeri lepas, distensi abdomen, kekakuan,
penurunan atau tidak ada bising khusus, terjadi konstipasi

d. Gerak dan keseimbangan tubuh


Klien malaise dalam melakukan aktivitas, terjadi kelemahan umum

e. Kebutuhan istirahat dan tidur


Tidur berkurang karena merasa nyeri

f. Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh atau sirkulasi


Demam biasanya rendah

g. Kebutuhan rasa aman dan nyaman


Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik MC. Burney. Nyeri lepas pada sisi
kiri diduga inflamasi peritoneal

h. Kebutuhan berpakaian
Dalam berpakaian (ganti pakaian klien dibantu dengan keluarga
dan selalu ganti.

i. Kebutuhan personal hygiene


Terjadi perubahan kebiasaan personal hygiene (mandi, gosok gigi,
keramas, potong kuku).
j. Berkomunikasi dengan orang lain, mengekspresikan emosi,
keinginan rasa takut dan pendapat
Reaksi klien terjadi stroke sangat takut dan merasa merepotkan
keluarganya, masalah bicara, dan tidak kemampuan untuk
berkomunikasi

k. Kebutuhan spiritual
Dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan

l. Kebutuhan bekerja
Kebutuhan bekerja dapat terlambat dengan adanya efek anestesi
pemasangan infus, kateter dan keadaan umum klien.

m. Kebutuhan bermain dan rekreasi


Kemampuan dalam beraktifitas kurang efektif dan dalam merawat
diri dan mencari koping mekanisme kurang efektif.

n. Kebutuhan belajar
Setelah rasa nyeri berkurang, klien akan meminta informasi yang
diinginkan kepada keluarga dan orang lain atau mendengarkan
informasi dari media masa.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Bates (2007), dapat dilakukan dengan cara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

a. Keluhan utama
b. Keadaan umum, tingkat kesadaran, TTV
c. Pemeriksaan fisik difokuskan pada:
1) Kepala : Kulit kepala bisa ada lesi atau tidak, bersih atau
tidak warna rambut, kuantitasnya tipis atau lebat,
mudah dicabut atau tidak
2) Mata : Sklera bisa ikterik atau tidak, konjungtiva anemis
atau tidak, pupil simetris atau tidak
3) Telinga : Ada serumen atau tidak, simetris atau tidak, fungsi
pendengaran bisa baik atau tidak.
4) Hidung : Simetris atau tidak, ada sekret atau tidak, ada
kelainan atau tidak, fungsi penciuman bisa baik atau
tidak
5) Mulut : Bibir bisa sianosis atau tidak mukosa bibir bisa
kering atau tidak, gigi ada caries atau tidak, bersih
atau kotor, lidah bersih atau tidak, kesulitan dalam
menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
secara mandiri.
6) Leher : Ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, ada
pembesaran vena jugularis atau tidak.
7) Dada I : Simetris atau tidak
P : Ada nyeri tekan atau tidak

P : Pekak atau redup

A : Paru ada wheezing; stridor, krakles, ronki atau tidak

8) Abdomen I : Ada luka post operasi (panjang dan jumlah jahitan)


P : Ada nyeri tekan atau tidak

P : Ada suara tympani atau tidak

A : Bising usus normal atau mengalami penurunan atau


peningkatan

9) Kulit : Warna sianosis atau tidak, kering atau tidak, turgor


baik atau tidak, tekstur halus atau kasar
10) Genetalia : Bersih atau tidak, terpasang keteter atau tidak, ada
lesi atau tidak
11) Ekstremitas : Adalah varices, edema luka, adakah tanda-tanda
trombosis (nyeri hangat, lunak, kemerahan)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan stres psikologis
(penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansitas)
2) Gangguan komunikasi berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot fasial
3) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral
4) Ketidakefektifan bersihan-bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru.
5) Kurang perawatan diri berhubungan aktivitas perawatan diri dalam
tingkat kemampuan sendiri
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi sekunder akibat
keletihan dan kelemahan umum

3. Intervensi Keperawatan
1) Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan stres psikologis
(penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansitas)
Data :Pikiran kacau, perubahan pola komunikasi,
ketidakmampuan mengenal obyek.
Tujuan :Stres psikologi teratasi
Kriteria evaluasi : Mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi perceptual.
Intervensi

Mandiri

a. Lihat kembali proses patologis kondisi individual


Rasional:Kesadaran akan daerah yang terkena membantu
dalam mengkaji atau mengantisipasi desifik spesifik dan
perawatan.
b. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman
persepsi (bidang horisontal/vertikal)
Rasional : Muncul gangguan penglihatan dapat berdampak
negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan.

c. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang


membahayakan.
Rasional:Menurunkan atau membatasi jumlah stimulasi
penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan
terhadap intrepretasi lingkungan, menurunkan resiko terjadinya
kerusakan.
d. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau
dingin, tajam atau tumpul
Rasional:Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan
kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan.
2) Gangguan komunikasi berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot fasial
Data :Tidak dapat bicara, tidak mampu memahami bahasa
tertulis atau ucapan.
Tujuan :Mampu untuk bicara dan memahami bahasa tertulis
maupun ucapan.
Kriteria evaluasi :Mengidentifikasikan pemahaman tentang
masalah komunikasi
Intervensi

Mandiri

a. Kaji perbaikan disfungsi bicara / 24 jam sekali


Rasional :Menentukan derajad kerusakan serebral dan
kesulitan pasien.
b. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana atau kata
– kata pendek dang mengulangnya seperti “Sh” atau “pus”
Rasional :Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen
motorik dan bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas)
yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak
disertai afasia motorik
c. Bicara pada pasien dengan suara yang jelas tidak terlalu cepat
Rasional :Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses
komunikasi
d. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek,
jika tidak bisa menulis, mintalah pasien untuk membaca
kalimat pendek
Rasional :Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga
merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
e. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien ilustrasi bila
tergantung pada orang lain dan tidak dapat berkomunikasi
secara berarti.
Rasional :Bermanfaat dalam menurunkan
Kolaborasi

a. Konsultasikan dengan atau kepada ahli terapi wicara.


Rasional :Pengkajian secara individual kemampuan bicara
dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kebutuhan atau kekurangan terapi.
b. Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien, seperti
membaca surat atau metode komunikasi alternatif (kertas tulis)
Rasional :Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan
penciptaan komunikasi yang efektif.
3) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral
Data :Kehilangan memori, gelisah, tingkat kesadaran menurun.
Kriteria evaluasi :Mempertahankan tingkat kesadaran
membaik, fungsi kognitif
Intervensi

Mandiri

a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan atau


penyebab khusus selama koma atau penurunan perfusi serebral
dan potensial terjadinya peningkatan TIK
Rasional :Mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan
atau kemunduran tanda dan gejala neurofologis atau kegagalan
memperbaiki setelah fase awal memerlukan tindakan
pembedahan dan pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan
kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap
peningkatan TIK.
b. Pantau atau catat status neurologius sesering mungkin dan
dibandingkan dengan keadaan normalnya.
Rasional :Mengetahui kecenderungan tingkat keadaan dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan
kemajuan kemakan SPP.
c. Pantau tanda – tanda vital seperti: Adanya hipertensi atau
hipotensi, frekuensi dan irama jantung, catat pola dan irama
dari pernafasan.
Rasional :Variasi mungkin terjadi oleh tekanan/trauma
serebral pada daerah vasomotor otak.
d. Letakkan kepala dengan posisi agak tinggi dan posisi anatomis
Rasional :Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
e. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksi
terhadap cahaya.
Rasional :Untuk menentukan batang otak masih baik atau
tidak yang berhubungan dengan saraf cranial okulomotor III.
f. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan.
Rasional :Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan
daerah otak yang terkena.
Kolaborasi:

a. Berikan oksigen sesuai indikasi


Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan tekanan meningkat atau terbentuknya
edema

b. Berikan obat antifibiolitik seperti asam amino kaproid (amicar) sesuai


indikasi.
Rasional : Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk
mencegah lisisbakuan yang terbentuk dan perdarahan
berulang yangserupa.
c. Berikan obat antihipertensi sesuai indikasi
Rasional : Hipertensi lama atau kronis memerlukan penanganan
yang hati-hati sebab penanganan yang berlebihan
meningkatkan risiko terjadinya perluasan kerusakan
jaringan. Hipertensi sementara seringkali terjadi selama
fase stroke akut dan penanggulangannya seringkali tanpa
intervensi terapeutik.

d. Anti kongulasi seperti walfarin, heparin, anti trombosit, dipiridamol.


Rasional : Dapat digunakan untuk meningkatkan/memperbaiki aliran
darah serebral dan dapat mencegah pembekuan saat
embolus/thrombus merupakan factor masalahnya.

e. Fanitoin (dilantia), fenobarbital.


Rasional : Dapat digunakan mengontrol kejang dan/atau untuk
aktivitas sedative.

4) Ketidakefektifan bersihan-bersihan jalan nafas berhubungan dengan


penurunan ekspansi paru.
Data : Terlihat sesak

Tujuan : dapat bernafas dengan normal

Kriteria evaluasi : Mepertahankan pola nafas normal atau efektif bebas


dari sianosis dan tanda-tanda lain dari hipoksia

Intervensi
Mandiri
a. Inspeksi adanya edema pada wajah atau leher
Rasional : Edema atau trauma syaraf dapat mengganggu fungsi
pernafasan.

b. Dengarkan suara yang parau


Rasional : Mungkin sebagai indikasi adanya trauma pada saraf
trakea yang dapat menimbulkan batuk efektif
(kemampuan untuk membersihkan jalan nafas)
c. Auskultasi suara nafas
Rasional : Menandakan adanya akumulasi sekret atau pembersihan
jalan nafas yang tidak efektif.

d. Bantu pasien untuk melakukan batuk efektif, miring kiri atau kanan
dan nafas dalam
Rasional : Memudahkan gerakan sekret dan pembersihan paru,
menurunkan risiko komplikasi pernafasan (pneumonia)
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
Rasional : Mungkin dibutuhkan selama periode distress pernafasan
atau adanya tanda-tanda hipoksia
5) Kurang perawatan diri berhubungan aktivitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan sendiri
Data : Ketidakmampuan untuk memandikan bagian tubuh,
tidak mampu untuk memasang atau melepas pakaian
sendiri, kesulitan menyelesaikan tugas toileting
Tujuan : Mampu untuk melakukan aktivitasnya sendiri.
Kriteria evaluasi : Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan sendiri
Intervensi
Mandiri
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari – hari.
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individu.

b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien


sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan sangat
bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi
pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri
sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.

c. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas beri pasien waktu yang cukup
untuk mengerjakan tugasnya sendiri
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk
mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien
secara konsisten.

d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan
atau keberhasilannya
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan
kemandirian

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi sekunder akibat


keletihan dan kelemahan umum
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan aktivitas
pasien terpenuhi

Kriteria evaluasi : - Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan


toleransi aktivitas
- Memperlihatkan kemajuan (khususnya tingkat
yang lebih tinggi dari mobilitas
- Menunjukkan teknik atau perilaku yang
menampilkan kembali melakukan aktivitas
- Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan
toleransi aktivitas
Intervensi
Mandiri
a. Kaji respon atau tingkat aktivitas pasien
Rasional : Mengetahui bagaimana respon, tingkat individu terhadap
aktivitas serta menentukan pilihan intervensi.
b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas secara bertahap
Rasional : Meningkatkan atau melatih aktivitas pasien sehingga
dapat mengurangi atau mencegah kelemahan
c. Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Tirah baring yang lama dapat menunjukkan adanya
edema ini dapat terjadi karena keterbatasan aliran darah
yang mengganggu periode istirahat

d. Berikan lingkungan yang tenang serta tingkat tirah baring


Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketegangan menyediakan
energi yang digunakan untuk pertumbuhan aktivitas
posisi duduk tegak dapat menurunkan aliran darah ke kaki

e. Ubah posisi dengan sering


Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan
tekanan pada area tertentu untuk menurunkan risiko
kerusakan jaringan

f. Bantu pasien dalam beraktivitas


Rasional : Keterbatasan aktivitas dapat mengganggu periode
istirahat

g. Libatkan keluarga dalam pemberian perawatan


Rasional : Memberikan motivasi serta perhatikan terhadap pasien.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan (penurunan


kekuatan otot)
Data : Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam
lingkungan fisik, kerusakan koordinasi, keterbatasan
rentang gerak, penurunan kekuatan otot

Tujuan : Mampu bergerak bebas

Kriteria evaluasi : Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan fungsi


bagian tubuh yang terkena kompensasi

Intervensi
Mandiri
a. Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam
pemulihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda
digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid.

b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring)


Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma atau iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan
atau sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi
dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit atau
dekubitus.

c. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada


tangan
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku

d. Tinggikan tangan dan kepala


Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah
terbentuknya edema.

e. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk
Rasional : Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktor. Menurunkan risiko
terjadinya hiperkalsioria dan osteoporosis jika masalah
utamanya adalah perdarahan.

f. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain
dari gangguan sirkulasi
Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami
trauma dan menyembuhkan lambat.

g. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara


teratur
Rasional : Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling
berisiko untuk terjadinya penurunan perfusi atau iskemia.
h. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latih dengan
menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalamikelemahan.
Rasional : Untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari
tubuhnya sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Imam, 2004. Serangan Jantung dan Stroke : Fisik. Edisi 2, Gramedia


pustaka utama, Jakarta
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2, Media Aescula
Plus, FKUI, Jakarta
Oliver, Slevin. Dkk. 2006. Teori dan Praktek Keperawatan: Pendekatan
Integral pada Asuhan Pasien, EGC, Jakarta
Ratmono T, Prihartono J, 2002.Angka Kejadian Stroke Iskemik dan Faktor
Risikonya. Media Medika Indonesianna, Volume 37, Nomor 3 tahun
2002, FK UNDIP
Santosa, Budi, 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda.
Edisi 1, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai