Anda di halaman 1dari 21

35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktik


1. Visi dan Misi RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kebumen berdiri
sejak tahun 1917 yang dikelola oleh misi Zending Belanda. Sejak tahun
1953, RSUD Kabupaten Kebumen resmi menjadi milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Kebumen. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
kesehatan RI Nomor 233/Menkes/SK/VI/1983 tentang Penetapan
Tambahan Beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah sebagai Rumah
Sakit Umum Pemerintah Kelas B dan C, maka RSUD Kabupaten
Kebumen menjadi Rumah Sakit Pemerintah kelas C. Tahun 2003, RSUD
Kabupaten kebumen berubah menjadi Badan Pengelolaan (Eselon II)
sesuai Peraturan Daerah Nomor 54 Tahun 2003.
Setelah dalam kurun waktu 98 tahun RSUD Kebumen beroperasi di
Dusun Bojong Kelurahan Panjer Kecamatan Kebumen, tepatnya di
selatan jalan kereta api disebelah barat Stasiun Kebumen. Gedung di
Lokasi ini merupakan peninggalan Belanda, dan strategis pada zaman
dahulu karena dekat dengan stasiun, rel kereta api, dan sungai besar.
Namun kondisi ini sudah tidak strategis lagi dimasa sekarang, dan efektif
sejak 1 maret 2015 Operasional RSUD Kebumen pindah secara
keseluruhan ke gedung baru yang beralamat di Jalan Lingkar Selatan
Desa Muktisari Kecamatan Kebumen. Bersamaan dengan kepindahan
tersebut, RSUD Kabupaten Kebumen resmi mempergunakan nama RSUD
dr. Soedirman Kebumen, dengan ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor
18 Tahun tahun 2014 tentang Pola Tata Kelola pada RSUD dr. Soedirman
Kebumen. Dr. Soedirman adalah direktur ke-2 setelah dr. Goelarso.
Dikarenakan tidak dapat dilacaknya ahli waris dr. Goelarso maka

35
STIKES Muhammadiyah Gombong
36

dipilihlah nama dr. Soedirman yang memenuhi persyaratan perijinan ahli


waris.
Surat Keputusan Bupati Nomor 445/565/2010 tanggal 10
Desember 2010 tentang Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kebumen sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD), maka RSUD Kabupaten Kebumen menerapkan PPK BLUD di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen dengan Status Penuh.
RSUD Dr. Soedirman Kebumen yang memiliki VISI ”Menjadi RS
Modern, Profesional, Pusat Rujukan Kegawatan Medik dan Spesialistik”.
MISI RSUD Dr. Soedirman Kebumen adalah :
1. Menyelenggarakan pelayanan kegawatan medik dan pelayanan
kesehatan tingkat spesialistik yang bermutu untuk seluruh
masyarakat;
2. Modernisasi sistem, sarana dan prasarana pelayanan yang sesuai
standar nasional kelas B;
3. Menyelenggarakan pendidikan SDM yang mendukung
profesionalisme dan daya saing;
4. Meningkatkan kemampuan keuangan untuk mendukung kemandirian
dan pengembangan layanan.
MOTTO RSUD Dr. Soedirman Kebumen adalah SENYUM (Sigap,
Empati, Nyaman, Yakin, Unggul dan Memuaskan). Selain itu RSUD Dr.
Soedirman Kebumen juga memiliki tata nilai yang memberikan landasan
sikap dan perilaku karyawan dalam menjalankan tugas, yaitu :
1. Keiklasan
Setiap karyawan RSUD Dr. Soedirman melandasi setiap aktivitasnya
dengan ikhlas sebagai bagian daripada ibadah kepada Tuhannya dan
amal saleh kepada sesama manusia.

2. Keramahan

STIKES Muhammadiyah Gombong


37

Dalam melaksanakan aktivitasnya setiap karyawan RSUD Dr.


Soedirman selalu mengedepankan sikap ramah dalam melayani
pelanggan.
3. Pembelajaran
Setiap karyawan RSUD Dr. Soedirman memiliki minat dan
mendapatkan dorongan dan sarana untuk menjalani proses
pembelajaran dalam setiap aktivitas yang dijalani.
4. Kebersamaan
Dalam melaksanakan aktivitasnya setiap karyawan RSUD Dr.
Soedirman selalu mengedepankan kerja sama tim yang saling
menolong satu sama lain dalam hal menegakkan kebenaran.
5. Kedisiplinan
Setiap aktivitas karyawan RSUD Dr. Soedirman yang dijalankan
selalu dilandasi dengan kedisiplinan yang tinggi sebagai upaya
mencapai kinerja yang optimal.
2. Gambaran Ruang ICU
Intensif Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cidera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. Sepuluh besar
penyakit terbanyak di Instalasi Rawat Intensif
ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan ketrampilan sfat medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Berdasarkan peraturan Direktur RSUD Dr. Soedirman Kebumen No
445/483/kep/2016 ICU berubah menjadi Instalasi Rawat Intensif yang
dikepalai oleh seorang dokter Anestesiologi. Kapasitas Instalasi Rawat
Intensif berjumlah 14 bed.
Instalasi Rawat Intensif terletak di lantai dua bersebelahan dengan
Ruang IBS. Secara teori dengan lay out ruangan dengan desain huruf L.

STIKES Muhammadiyah Gombong


38

ruang Instalasi Rawat Intensif sudah memnuhi standar dengan


penempatan dan pembagian ruangan yang tepat. Fasilitas lain di Instalasi
Rawat Intensif yaitu adanya ruangan pertemuan yang biasanya digunakan
perawat atau mahasiwa praktik untuk berdiskusi. Ruang perawat diruang
Instalasi Rawat Intensif digunakan untuk menempatkan tas dan barang-
barang perawat, ruangan ini bisa digunakan untuk tempat solat dan
terdapat toilet untuk perawat.
3. Jumlah Kasus
Diagnosa medis yang masuk sepuluh besar di ICU-ICCU akan
dijelaskan pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1:
10 Diagnosa Medis Terbesar di ICU-ICCU RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Pada Tahun 2018

No. Nama Penyakit Jumlah


1. Laparatomy 97
2. Uap 71
3. CHF 49
4. PEB 45
5. CHF + edeme pulmo 44
6. NSTEMI 44
7. AMI Anterior 42
8. Stroke Infak 39
9. Sepsis 29
10. AMI inferior 27
Sumber: Laporan kinerja bulanan ICU-ICCU RSUD Dr. Soedirman
Kebumen

4. Upaya Pelayanan dan Penanganan yang Dilakukan di ICU-ICCU


Upaya pelayanan dan penanganan yang dilakukan di ICU-ICCU
adalah memberikan pelayanan kesehatan dan asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan fioterapi, asuhan gizi dan asuhan pelayanan
penunjang lainya secara komprehensif dan menyiagakan 4-5 orang
tenaga perawat dan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis jantung
dan pembuluh darah yang siap untuk menerima konsulan 24 jam apabila
ada kondisi kritis dan gawat darurat yang mengacam nyawa.

STIKES Muhammadiyah Gombong


39

B. Ringkasan Proses Asuhan Keperawatan


1. Ringkasan Proses Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada bulan Januari - Februari 2019 di RSUD Dr.
Soedirman Kebumen
a. Pasien I
1) Identitas pasien
Tn. Mn. berumur 40 tahun, dengan diagnosa medis post op
lapartomy jenis kelamin laki-laki, beralamat di Sidomoro RT 04
RW 02, Buluspesantren, beragama Islam, pendidikan terakhir SD,
bekerja sebagai buruh. Yang bertanggung jawab adalah istri pasien,
pekerjaan sehari hari sebagai buruh tani.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke ICU pada tanggal 06 Januari 2019 pukul
06.00 WIB dengan diagnosa medis Post op laparotomy, Keadaan
umum lemah, kesadaran (CM), GCS : 15 (E4 M6 V5), pupil isokor
2mm/2mm, reflek cahaya +/+. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 106/75mmHg, MAP : 107mmHg, N : 94 x/menit, RR : 20 x/m,
S : 36,3°C, SPO2 : 100 %, Nasal kanul 4L/m. Pasien sudah
terpasang DC No.16, produksi urin masih sedikit warna kuning.
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 07 Januari 2019
pukul 09.15 WIB, didapatkan data dari Tn Mn yaitu keluhan utama
yang dirasakan klien adalah nyeri pada luka pasca operasi, P
(provokes): nyeri saat aktivitas dan berkurang saat istirahat. Q
(quality):seperti disayat, R (region): perut tengah, S (saverity): skala
7 (sedang), T (time): hilang timbul sekitar 5-10 menit. Pasien juga
mengatakan belum bisa duduk, aktivitas dibantu oleh perawat.
Setiap pagi diseka dan personal hygiene dibantu oleh perawat. Hasil
pemeriksaan fisik kesadaran composmentis, GCS : 15 (E4 M6 V5),
sedangkan tanda tanda vital tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 110
kali/menit, suhu 36,50C, frekuensi pernafasan 18 kali/menit Spo2
100%. Saat diobservasi terdapat luka pasca Operasi laparatomy hari
ke 2, dengan panjang luka ±15 cm, luka terlihat masih basah,
terdapat pus, terpasang selang drain diperut kanan bawah, Hasil
pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2019(setelah

STIKES Muhammadiyah Gombong


40

operasi) didapatkan hasil sebagai berikut: Leukosit 22.39 10^3/ul


(2.0-10.80), Eritrosit L 4.22 juat/mm3 (4.70-6.10), Hemoglobin L
10.9 g/dl (14-18), Hematokrit 33.2 % (42.0-52.0), Trombosit
308.000/mm3 (150.000-450.000), Neutrofil 88.0 % (50.0-80.0),
limfose L8.9 % (25.0-50), Monosit 2.7 % (2.0-8.0), Natrium 141
mmol / l (136-145), Kalium 4.1 mmol / l (3.5-5.1), Chloridia 112
mmol / l (98-107) dengan program terapy IVFD = KaEN 3B :
Aminofluid : RL : Dextrose 5% 30 tpm, Ceftriaxon 1 gr / 12 jam,
Metronidazol 500 mg / 8 jam, Ketorolac 30mg / 8 jam, Ranitidin 50
mg / 12 jam, Alinamin F 1 ampul / 12 jam, Ondancetron 4 mg /8
jam
3) Pengkajian kritis B6
a) B1 ( Breathing )
Tidak terlihat sesak nafas, RR 18 x/mnt, suara nafas vesikuler,
terpasang binasal kanul 4 lpm, tidak menggunakan otot bantu
napas, tidak ada bunyi nafas tambahan SpO2 100%,
b) B2 ( Blood )
Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 110 kali/menit, suhu 36,50
C, frekuensi pernafasan 18 kali/menit SpO2 100%. CRT 1 detik,
tidak terjadi sianosis, akral teraba hangat, irama jantung reguler,
tidak terdapat pelebaran vena jugularis.
c) B3 ( Brain )
Kesadaran composmetis, GCS 15 E=4 V=5 M=6, Keadaan
umum baik, pupil isokor kanan / kiri 2mm/2mm, reflek cahaya
+/+.
d) B4 ( Bowel )
Pasien dipuasakan selama 5 hari, bising usus 4x/menit,
terpasang NGT dialirkan, ada residu di NGT kurang lebih
50cc/8 jam. Urin output 250/8 jam
e) B5 ( Bladder )
Pasien terpasang DC no 16, Urin output 150/3 jam, konsistensi
pekat warna kekuningan.
f) B6 ( Bone )

STIKES Muhammadiyah Gombong


41

Terpasang infus KaEN 3B 30 tpm, tidak terdapat kelemahan


anggota gerak, tidak terdapat oedema pada ekstremitas,
kekuatan otot baik, turgor kulit baik.
4) Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas, prioritas diagnosa keperawatan
yang muncul yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik, adapun masalah lain yang muncul adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri, resiko infeksi berhubungan dengan
luka trauma jaringan. Dari ketiga diagnosa keperawatan diatas,
penulis akan mengkaji dan menganalisa tentang Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik.
5) Rencana Tindakan Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition dan Nursing
Intervetions Classifications (NIC) Fourth Ediotion, yaitu sebagai
berikut : Tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : skala nyeri
berkurang menjadi 4, klien mampu melakukan tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT).
Intervensi yang dilakukan adalah monitor tanda tanda vital, kaji
derajat dan karakteristik nyeri dengan metode PQRST, berikan
posisi yang nyaman untuk klien, ajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), pertahankan posisi yang
sakit dengan tirah baring, berikan injection analgesik ketorolac 30
mg sesuai program.
6) Implemtasi
Pada tanggal 07, 08, 09 Januari 2019 pukul 15.00 WIB,
mengobservasi keadaan umum, mengukur tekanan darah
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
mengobservasireaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, memberikan
posisi yang nyaman untuk klien, mengajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), Mempertahankan posisi

STIKES Muhammadiyah Gombong


42

yang sakit dengan tirah baring, dan memberikan injection analgesik


ketorolac 30 mg sesuai intruksi dokter.
7) Evaluasi
Evaluasi pada tanggal 09 Januari 2019 jam 16.00, data subjektif
pasien mengatakan nyeri berkurang, dengan skala nyeri awalnya 7
mejandi 4, data objektif pasien: TD: 110/60 mmHg, Map 76 mmHg,
N; 88x/menit, RR 18 x/mnt, SpO2 99%, wajah lebih rikeks.
Masalah keperawatan nyeri teratasi. Lanjutkan intervensi, kaji ulang
derajat nyeri dan ingatkan pasien untuk melakukan Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT).
b. Pasien II
1) Identitas pasien
Tn. M berumur 52 tahun, dengan diagnosa medis post op
lapartomy, jenis kelamin laki-laki. Bertempat tinggal di Srepeng,
Kedawung RT 03 RW 08, Pejagoan, beragama Islam, pendidikan
terakhir SMA, pekerjaan sebagai karyawan swasta. Yang
bertanggung jawab adalah istri pasien, pekerjaan sehari hari sebagai
ibu rumah tangga
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke ICU Pada tanggal 07 Januari 2019 jam16.00
WIB dengan diagnosa medis Post op laparotomy, Keadaan umum
lemah, kesadaran (CM), GCS : 15 (E4 M6 V5), pupil isokor
2mm/2mm, reflek cahaya +/+. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 108/ 84 mmHg, MAP : 76 mmHg, N : 94 x/menit, RR : 20
x/m, S : 37°C, SPO2 : 100 %, Nasal kanul 3L/m. Pasien sudah
terpasang DC No.16.
Saat dikaji pada tanggal 08 Jnuari 2018 pukul 15.00 pasien
didapatkan data dari Tn. M mengatakan P; nyeri saat aktifitas dan
saat batuk, Q: nyeri seperti diiris-iris, R: perut bagian tengah, S: ,
skala nyeri 7, T: hilang tibul sekitar 5-10 menit. Keadaan umum
:lemah, Tanda-tanda vital :TD : 130/70 mmHg, Nadi:90 x/mnt,
Respirasi : 20x/mnt, Suhu : 36,8ºC, SpO2 100%, Keadaan luka :
luka tertutup dengan kasa, panjang luka jahitan ± 10 cm, CRT 2
detik,darah tidak rembes. Program terapy IVFD = KaEN 3B :

STIKES Muhammadiyah Gombong


43

Aminofluid : RL : Dextrose 5% 30 tpm, Ceftriaxon 1 gr / 12 jam,


Metronidazol 500 mg / 8 jam, Ketorolac 30mg / 8 jam, Ranitidin 50
mg / 12 jam, Alinamin F 1 ampul / 12 jam, Ondancetron 4 mg /8
jam
3) Pengkajian kritis B6
a) B1 ( Breathing )
Tidak terlihat sesak nafas, RR 18 x/mnt, suara nafas vesikuler,
terpasang binasal kanul 4 lpm, tidak menggunakan otot bantu
napas, tidak ada bunyi nafas tambahan SpO2 100%,
b) B2 ( Blood )
TD : 130/70 mmHg, Nadi:90 x/mnt, Respirasi : 20x/mnt, Suhu :
36,8ºC, SpO2 100%, CRT 2 detik, tidak terjadi sianosis, akral
teraba hangat, irama jantung reguler, tidak terdapat pelebaran
vena jugularis.
c) B3 ( Brain )
Kesadaran composmetis, GCS 15 E=4 V=5 M=6, Keadaan
umum baik, pupil isokor kanan / kiri 2mm/2mm, reflek cahaya
+/+.
d) B4 ( Bowel )
Pasien dipuasakan selama 5 hari, bising usus 4x/menit,
terpasang NGT dialirkan, ada residu di NGT kurang lebih
50cc/8 jam. Urin output 250/8 jam
e) B5 ( Bladder )
Pasien terpasang DC no 16, Urin output 150/3 jam, konsistensi
pekat warna kekuningan.
f) B6 ( Bone )
Terpasang infus KaEN 3B 30 tpm, tidak terdapat kelemahan
anggota gerak, tidak terdapat oedema pada ekstremitas,
kekuatan otot baik, turgor kulit baik.
4) Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas, prioritas diagnosa keperawatan
yang muncul yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik, adapun masalah lain yang muncul adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan nyeri, resiko infeksi berhubungan dengan
luka trauma jaringan. Dari ketiga diagnosa keperawatan diatas,

STIKES Muhammadiyah Gombong


44

penulis akan mengkaji dan menganalisa tentang Nyeri akut


berhubungan dengan agen cidera fisik.
5) Rencana Tindakan Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition dan Nursing
Intervetions Classifications (NIC) Fourth Ediotion, yaitu sebagai
berikut : Tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : skala nyeri
berkurang menjadi 4, klien mampu melakukan tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT).
Intervensi yang dilakukan adalah monitor tanda tanda vital, kaji
derajat dan karakteristik nyeri dengan metode PQRST, berikan
posisi yang nyaman untuk klien, ajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), pertahankan posisi yang
sakit dengan tirah baring, berikan injection analgesik ketorolac 30
mg sesuai program.
6) Implemtasi
Pada tanggal 08, 09, 10 Januari 2019 pukul 15.00 WIB,
mengobservasi keadaan umum, mengukur tekanan darah
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
mengobservasireaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, memberikan
posisi yang nyaman untuk klien, mengajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), Mempertahankan posisi
yang sakit dengan tirah baring dan memberikan injection analgesik
ketorolac 30 mg sesuai intruksi dokter.
7) Evaluasi
Evaluasi pada tanggal 10 Januari 2019 jam 16.00, data subjektif
pasien mengatakan nyeri berkurang, dengan skala nyeri awalnya 7
mejandi 5. data objektif pasien: TD: 110/60 mmHg, Map 76
mmHg,N; 88x/menit, RR 18 x/mnt, SpO2 99%, wajah lebih rikeks.
Masalah keperawatan nyeri belum teratasi. Lanjutkan intervensi,

STIKES Muhammadiyah Gombong


45

kaji ulang derajat nyeri dan ingatkan pasien untuk melakukan


Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
c. Pasien III
1) Identitas pasien
Tn A umur 48 tahun, dengan diagnosa post op laparotomy
berjenis kelamin laki-laki. Alamat Jabres, RT 02 RW 03, Sruweng,
beragama Islam, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan sebagai Tani. .
Yang bertanggung jawab adalah istri pasien, pekerjaan sehari hari
sebagai buruh tani.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk ke ICU Pada tanggal 22 Januari 2019 jam16.00
WIB dengan diagnosa medis Post op laparotomy, Keadaan umum
lemah, kesadaran (CM), GCS : 15 (E4 M6 V5), pupil isokor
2mm/2mm, reflek cahaya +/+. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 108/ 74 mmHg, MAP : 85 mmHg, N : 111 x/menit, RR : 20
x/m, S : 37°C, SPO2 : 96 %, Nasal kanul 3L/m. Pasien sudah
terpasang DC No.16. belum keluar urine
Saat dikaji pada tanggal 23Januari 2019 jam 15.00 WIB di
didapatkan data dari Tn. P mengatakan P : pasien mengatakan
nyeri , nyeri dirasakan bertambah jika untuk bergerak dan miring,
nyeri berkurang jika tiduran, Q : pasien mengatakan nyeri seperti di
tusuk-tusuk, R : nyeri yang di rasakan di bagian luka post op, S :
skala nyeri7, T : nyeri terus menerus sekitar . Data objektif: pasien
tampak meringis kesakitan dan gelisah,TD140/90 mmHg, MAP : 90
mmHg, N : 111 x/menit, RR : 18 x/m, S : 37°C, SPO2 : 96 %,.
Keadaan luka : luka tertutup dengan kasa, panjang luka jahitan ± 10
cm, darah tidak rembes. Hasil pemeriksaan laboratorium : Leukosit
25.11 10^3/ul (2.0-10.80), Eritrosit L 4.31 juat/mm3 (4.70-6.10),
Hemoglobin L 12.7 g/dl (14-18), Hematokrit 46.2 % (42.0-52.0),
MCV 84.00 m3 (78.00-98.00), MCH 28.50 Pg (25.00-35.00),
MCHC 34.00 g/dl (31.00-37.00), Trombosit 309.000/mm3
(150.000-450.000), Neutrofil 88.0 % (50.0-80.0), limfose L 9.2 %
(25.0-50), Monosit 2.8 % (2.0-8.0), Natrium 143 mmol / l (136-

STIKES Muhammadiyah Gombong


46

145), Kalium 4.2 mmol / l (3.5-5.1), Chloridia 112 mmol / l (98-


107).Pemeriksaan RO Abd 3 posisi dengan Hasil : ileus obstruksi
dan hernia femoralis inkarserata. Program terapy IVFD = KaEN 3B
: Aminofluid : RL : Dextrose 5% 30 tpm, Ceftriaxon 1 gr / 12 jam,
Metronidazol 500 mg / 8 jam, Ketorolac 30mg / 8 jam, Ranitidin 50
mg / 12 jam, Alinamin F 1 ampul / 12 jam, Ondancetron 4 mg /8
jam
3) Pengkajian kritis B6
a) B1 ( Breathing )
Tidak terlihat sesak nafas, RR 18 x/mnt, suara nafas vesikuler,
terpasang binasal kanul 4 lpm, tidak menggunakan otot bantu
napas, tidak ada bunyi nafas tambahan SpO2 96%,
b) B2 ( Blood )
Tekanan darah 140/90 mmHg, MAP : 90 mmHg, N : 111
x/menit, RR : 18 x/m, S : 37°C, SPO2 : 96 %,CRT 1 detik, tidak
terjadi sianosis, akral teraba hangat, irama jantung reguler, tidak
terdapat pelebaran vena jugularis.
c) B3 ( Brain )
Kesadaran composmetis, GCS 15 E=4 V=5 M=6, Keadaan
umum baik, pupil isokor kanan / kiri 2mm/2mm, reflek cahaya
+/+.
d) B4 ( Bowel )
Pasien dipuasakan selama 5 hari, bising usus 4x/menit,
terpasang NGT dialirkan, ada residu di NGT kurang lebih
50cc/8 jam. Urin output 250/8 jam
e) B5 ( Bladder )
Pasien terpasang DC no 16, Urin output 150/3 jam, konsistensi
pekat warna kekuningan.
f) B6 ( Bone )
Terpasang infus KaEN 3B 30 tpm, tidak terdapat kelemahan
anggota gerak, tidak terdapat oedema pada ekstremitas,
kekuatan otot baik, turgor kulit baik.
4) Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas, prioritas diagnosa keperawatan
yang muncul yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera

STIKES Muhammadiyah Gombong


47

fisik, adapun masalah lain yang muncul adalah hambatan mobilitas


fisik berhubungan dengan nyeri, resiko infeksi berhubungan dengan
luka trauma jaringan. Dari ketiga diagnosa keperawatan diatas,
penulis akan mengkaji dan menganalisa tentang Nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik.
5) Rencana Tindakan Keperawatan
Penulisan intervensi tindakan disusun berdasarkan Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition dan Nursing
Intervetions Classifications (NIC) Fourth Ediotion, yaitu sebagai
berikut : Tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : skala nyeri
berkurang menjadi 4, klien mampu melakukan tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT).
Intervensi yang dilakukan adalah monitor tanda tanda vital, kaji
derajat dan karakteristik nyeri dengan metode PQRST, berikan
posisi yang nyaman untuk klien, ajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), pertahankan posisi yang
sakit dengan tirah baring, berikan injection analgesik ketorolac 30
mg sesuai program.
6) Implemtasi
Pada tanggal 23,24,25 Januari 2019 pukul 15.00 WIB,
mengobservasi keadaan umum, mengukur tekanan darah
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
mengobservasireaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, memberikan
posisi yang nyaman untuk klien, mengajari klien tehnik Spiritual
Emotional Freedom Technique (SEFT), Mempertahankan posisi
yang sakit dengan tirah baring memberikan injection analgesik
ketorolac 30 mg sesuai intruksi dokter.

7) Evaluasi

STIKES Muhammadiyah Gombong


48

Evaluasi pada tanggal 25 Januari 2019 jam 16.00, data subjektif


pasien mengatakan nyeri berkurang, dengan skala nyeri awalnya 7
mejandi 4. data objektif pasien: TD: 110/60 mmHg, Map 76 mmHg,
N; 88x/menit, RR 18 x/mnt, SpO2 99%, wajah lebih rikeks.
Masalah keperawatan nyeri belum teratasi. Lanjutkan intervensi,
kaji ulang derajat nyeri dan ingatkan pasien untuk melakukan
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).
C. Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan
Hasil penerapan tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu dengan
memberilkan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) selama 3
hari berturut – turut yang dilakukan pada klien dengan keluhan nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik. Berikut ini adalah hasil aplikasi
penerapan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) di ruang
ICU RSUD dr. Soedirman Kebumen.

Tabel 4.2
Hasil Penerapan Tindakan Keperawatan
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).

Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3


No Inisial
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 Tn. Mn Skala Skala Skala Skala Skala Skala
nyeri 7 nyeri 6 nyeri 7 nyeri 5 nyeri 6 nyeri 3
2 Tn. M Skala Skala Skala Skala Skala Skala
nyeri 7 nyeri 6 nyeri 7 nyeri 4 nyeri 6 nyeri 5
3 Tn. A Skala Skala Skala Skala Skala Skala
nyeri 7 nyeri 5 nyeri 6 nyeri 6 nyeri 6 nyeri 4

D. Pembahasan
1. Analisis Karakteristik Pasien
Hasil observasi yang dilakukan penulis di ICU RSDS Kebumen,
didapatkan data yaitu pasien bernama Tn. Mn / 40 th, jenis kelamin laki-
laki, pendidikan terakhir SD. Tn. M umur 52 tahun, jenis kelamin laki-
laki, pendidikn terakhir SMA. Tn. A umur 48 tahun, jenis laki-laki,

STIKES Muhammadiyah Gombong


49

pendidikan terakhir SMP. Semua pasien dalam penelitian ini adalah


berjenis kelamin laki-laki.
Pada studi ini, pasien berusia antara 40 – 52 tahun yang
menunjukkan bahwa mayoritas pasien merupakan usia dewasa akhir
dimana usia tersebut sudah mampu mengungkapkan perasaan sakit yang
dialami dan ketidaknyamanan yang dirasakan termasuk respon nyeri.
Pasien post operasi laparatomi dengan usia dewasa akan lebih dapat
mengungkapkan nyeri secara verbal kepada perawat, dan tingkat nyeri
yang dialami orang dewasa lebih bisa ditahan daripada nyeri yang
diarasakan oleh anak. Hal ini sejalan dengan teori menurut Potter & Perry
(2008), usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama
pada anak dan orang dewasa. Usia dewasa secara verbal lebih mudah
mengungkapkan rasa ketidaknyamanan, dan lansia cenderung lebih samar
dalam mengungkapkan nyeri karena lansia mengeluh sakit lebih dari satu
bagian tubuh (Ignatavicius & Workman, 2006). Sedangkan menurut
Susanti, (2015), kelompok usia produktif rentan terhadap kejadian nyeri
karena aktifitas yang tinggi serta mobilitas yang tinggi dari individu.
2. Analisis Masalah Keperawatan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan asuhan
keperawatan dengan masalah nyeri akut b.d agen cedera fisik
sebagaimana yang telah dicantumkan pada BAB III. Pada BAB III
penulis menyusun rangkuman atau ringkasan dengan apa yang telah
dilakukan oleh penulis untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
pasien menggunakan metode pemecahan masalah dengan proses
keperawatan. Pada BAB ini penulis akan membahas lebih detail terkait
dengan diagnosa keperawatan yang muncul pada nyeri akut.
Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan
yang telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau
catatan medik pasien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding
abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut
(Jitowiyono, 2010).Post laparatomidapat menimbulkan komplikasi yang
cukup serius pada pasien antara lain pasien dapat mengalami nyeri yang
hebat. Akibat nyeri pasca operasi, pasien menjadi immobile yang

STIKES Muhammadiyah Gombong


50

merupakan kontraindikasi yang dapat mempengaruhi kondisi pasien.


Masalah nyeri pada pasien Post laparatomi menjadi sesuatu yang urgent
sehingga apa bila nyeri yang tidak ditangani dengan segera dapat
menjadi stressor yang menimbulkan ketegangan.
Menurut Herdman & Kamitsuru (2015), batasan karakteristik dari
masalah keperawatan nyeri akut adalah sebagai berikut:
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekwensi jantung
d. Perubahan frekwensi pernapasan
e. Laporan isyarat
f. Diaforesis
g. Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar-mandir mencari orang lain
dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
h. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis)
i. Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis).
j. Sikap melindungi area nyeri.
k. Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).
l. Indikasi nyeri yang dapat diamati
m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
n. Dilatasi pupil
o. Melaporkan nyeri secara verbal
p. Gangguan tidur
Berdasarkan data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa ada
beberapa data yang menunjang ditegakkannya diagnosa tersebut,
diantaranya yaitu:
a. Data subjektif : pasien mengatakan nyeri pada luka pasca operasi
laparatomy, nyeri bertambah jika batuk, bersin dan bergerak, nyeri
berkurang apabila tiduran, Q (quality):seperti disayat, R (region):
perut tengah, S (saverity): skala 7 (sedang), T (time): hilang timbul.
b. Data objektif : adanya peningkatan tekanan darah, wajah meringis
kesakitan, tampak gelisah, gangguan tidur.
Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
International Association for the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba

STIKES Muhammadiyah Gombong


51

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi ringan berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung<6 bulan (Herdman, 2012)
Oleh sebab itu penulis mengangkat diagnosa ini
menjadi prioritas yang pertama sehingga tindakan pengurangan nyeri
harus segera ditangani. Alasan penulis mengangkat diagnosa ini prioritas
pertama karena pada saat pengkajian keluhan klien adalah nyeri. Jika
tidak segera ditangani maka akan dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi tubuh yang lain, seperti gangguan pola tidur, gangguan rasa
nyaman, gangguan nutrisi sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh
dan dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan semakin
memperparah keadaan psikologis pasien.
3. Analisis Tindakan Keperawatan pada Diagnosa Keperawatan Utama
Pada pemecahan masalah yang dialami pasien, penulis
memberikan suatu intervensi yaitu terapi SEFT. SEFT yang dilakukan
penulis terhadap pasien yaitu terdiri dari 3 tahap yaitu, pertama The set-
Up, tahap kedua Tune-in, dan tahap ketiga yaitu Tapping. Terapi tersebut
dilakukan selama 5 menit 1 kali sehari dan dilaksanakan selama 3 hari
berturut-turut, serta dapat diulang kembali oleh pasien sendiri.
Dari hasil evaluasi ketiga pasien menunjukkan bahwa masalah
keperawatan nyeri akut belum dapat teratasi, namun dari hasil
pengamatan didapatkan adanya perubahan atau penurunan pada skala
nyeri. Spiritual Emosional Freedom Technique (SEFT) merupakan suatu
terapi Psikologi yang pertama kali ditujukan untuk melengkapi alat
psikoterapi yang sudah ada. SEFT adalah salah satu varian dari cabang
ilmu baru yang dinamai Energy Psychology (Muthmainnah, 2013).
Sedangkan menurut Anwar, (2010) Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) merupakan teknik terapi yang menggabungkan sistem
energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual yang digunakan untuk
mengatasi masalah emosional dan fisik, yaitu dengan melakukan ketukan
ringan (tapping) di titik-titik tertentu pada tubuh
Kelebihan teknik ini yaitu cara yang digunakan lebih aman, lebih
mudah lebih cepat dan sederhana, karena SEFT hanya menggunakan

STIKES Muhammadiyah Gombong


52

ketukan ringan (tapping). Zainuddin (2012) menyatakan terapi SEFT bisa


dilakukan oleh siapa saja dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar.
Salah satu hal yang membuat terapi ini berbeda adalah karena terapi ini
memiliki kekuatan penyembuhan yang super dahsyat yaitu doa.
4. Analisis Tindakan Keperawatan Sesuai dengan Hasil Penelitian
Dalam proses asuhan keperawatan pada pasien dengan post op
laparatomy dengan masalah keperawatan utamanya nyeri akut, penulis
mengambil tindakan atau intervensi yaitu teknik SEFT.
Dari hasil evaluasi ketiga pasien menunjukkan bahwa masalah
keperawatan nyeri akut belum dapat teratasi, namun dari hasil observasi
setelah dilakukan terapi SEFT selama 3x24 terhadap 3 pasien post
operasi laparatomi didapatkan adanya perubahan atau penurunan pada
skala nyeri. Hasil studi kasus menunjukkan adanya penurunan tingkat
nyeri Pasien 1 sebanyak 5 score. Pasien 2 sebanyak 2 score dan Pasien 3
sebanyak 4 score. Pada pasien ketiga hanya terjadi penurunan sebanyak 2
skore hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan persepsi
nyeri yang dirasakan pasien. Sejalan dengan pendapat Widya, (2010) dari
segi penderita, timbul dan beratnya rasa nyeri pasca bedah dipengaruhi
fisik, psikis atau emosi, dan karakter individu terhadap rasa nyeri.
Alasan penulis mengambil teknik SEFT karena berdasarkan
peneliti sebelumnya menunjukkan adanya penurunan nyeri setelah
diberikan intervensi teknik SEFT dengan masalah keperawatan nyeri
akut. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferdian, (2015)
menunjukkan hasil uji bivariate menggunakan rumus Wilcoxon
didapatkan ada pengaruh terapi SEFT terhadap intesitas nyeri. Dari jurnal
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pemberian
terapi SEFT pasien pasca bedah dengan general anestesi di RS Panti
Wilasa Citarum dan SEFT direkomendasikan sebagai salah satu
alternative untuk penanganan nyeri non farmakologi.
Sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Rajin (2012) tentang
terapi spiritual emotional freedom tehnique (SEFT) untuk meningkatkan
kualitas tidur pasien pasca operasi di RSUD Jombang. Dari hasil analisa
didapatkan bahwa terapi SEFT dapat meningkatkan kualitas tidur pasien

STIKES Muhammadiyah Gombong


53

dengan signifikan. Ketukan (tapping) ringan yang dilakukan pada titik-


titik energi meridian akan menutup substansi gelatinosa (SG) pada
medulla spinalis dan menghalangi impuls nyeri menuju otak. Sehingga
dapat menurunkan nyeri dan meningkatkan kualitas tidur pasien pasca
operasi (Potter & Perry, 2012).
5. Keterbatasan Studi kasus
a Dalam studi kasus ini penulis agak kesulitan dalam menerapkan terapi
SEFT pada pasien post operasi laparatomi dimana terapi ini masih
asing, namun setelah terapi ini dilakukan berulang-ulang maka dapat
dilaksanakan dengan baik
b Pada saat dilakukan informed consed dan penerpan SEFT di hari
pertaman pasien merasa cemas karena merasa menjadi bahan
percobaan, tetapi pada penerepan SEFT di hari kedua dan ketiga sudah
menikmatinya.
c Respon dalam mengungkapkan perasaan nyeri sebelum dan sesududah
di lakukan penerapan SEFT anatara pasien satu dan yang lainya
berbeda dikarenakan ambang rasa nyeri masing masing pasien
berbeda
d Pasien mengalami hambatan dalam membedakan penurunan nyeri
pada pasien yang juga diberikan terapi analgesic.

STIKES Muhammadiyah Gombong


54

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan studi kasus dan hasil asuhan keperawatan keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik di ICU RSDS Kebumen
maka dapat diambil kesimpulan :
1. Hasil pengkajian pada ketiga pasien dengan post operasi laparatomy
didapatkan data subjektif: pasien mengatakan nyeri di perut bekas
operasi, nyeri seperti diirs-iris, skala nyeri 7-8, nyeri hilang timbul.
Data objektif: KU: wajah tampak meringis kesakitan, gelisah, adanya
gangguan tidur
2. Analisa data pada ketiga pasien post operasi laparatomy didapatkan
diagnose keperawatan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik.
3. Intervensi keperawatan pada ketiga pasien post operasi laparatomy
antara lain : monitor tanda tanda vital, kaji derajat dan karakteristik
nyeri dengan metode PQRST, berikan posisi yang nyaman untuk klien,
ajari klien tehnik Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT),
pertahankan posisi yang sakit dengan tirah baring, memberikan
injection analgesik sesuai edvis dokter
4. Inovasi Implementasi keperawatan pada pasien post operasi
laparatomy yaitu dengan teknik SEFT.
5. Evaluasi pada pasien post operasi laparatomy didapatkan data nyeri
pasien mengalami penurunan dari tingkat nyeri berat menjadi nyeri
sedang.
6. SEFT efektif dalam menurunkan tingkat nyeri pasien pasca bedah
laparatomy

56 STIKES Muhammadiyah Gombong


55

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dan hasil analisa penulis tentang penelitian
ini, maka penulis ingin memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Sebagai dasar dalam membuat perencanaan tindakan keperawatan
mandiri untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut sehingga
klien dapat mengontrol nyerinya
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian karya ilmiah ini dapat meningkatkan pengembangan
pengetahuan terapan keperawatan (applied science nursing) tentang
penggunaan terapi komplementer SEFT dalam mengatasi masalah
keperawatan nyeri akut guna peningkatan mutu pelayanan
keperawatan di rumah sakit.
3. Bagi Pasien
Hasil penelitian karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sebuah
alternatif tindakan bagi klien dengan masalah keperawatan nyeri akut,
dan lebih berfokus untuk melatih kemandirian klien dalam mengatasi
masalahnya.

STIKES Muhammadiyah Gombong

Anda mungkin juga menyukai