Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung
kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut. (Potter dan
Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara
keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk
memperoleh data yang sistematif dan komprehensif.
Memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi
Sartika, 2010). Pada Makalah ini akan membahas tentang Pemeriksaan
fisik pada jantung.
Pemeriksaan fisik jantung adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosis dan prognosis pasien, yang dilakukan untuk
mengetahui adanya kelainan pada sistem kardiovaskuler, melalui beberapa
teknik. Hasil pemeriksaan fisik gagal jantung juga harus dilengkapi
dengan hasil EKG, gejala klinik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan bentuk pemeriksaan fisik pada jantung ?
2. Jelaskan bentuk pemeriksaan fisik pada jantung ?
C. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum

 Dapat mengetahui dan mengidentifikasi definisi, tekhnik, serta


penilaian hasil pemeriksaan fisik pada bagian kardiovaskuler.

2. Tujuan Khusus

1
 Mengetahui dan memahami definisi dan tujuan serta tekhnik
pemeriksaan fisik

 Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik bagian


kardiovaskuler dan abdomen

BAB II
PEMBAHASAN
A. Bentuk Pemeriksaan Fisik Jantung

Pemeriksaan fisik jantung meliputi :

1. Inpeksi pasien
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan denyut arteri
4. Pemeriksaan denyut vena jugularis
5. Perkusi jantung
6. Palpasi jantung
7. Auskultasi jantung
8. Pemeriksaan edema dependen

Pasien harus berbaring terlentang, dengan pemeriksa berdiri disebelah


kanan tempat tidur.Bagian kepala tempat tidur sedikit ditinggikan jika
pasien merasa lebih nyaman dengan posisi ini.

B. Pemeriksaan Fisik Pada Jantung


1. Inspeksi
Secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung
harus diamati, misal tampak kelelahan akibat cardiac output, frekuensi
nafas yag meningkat, sesak yang menunjukan adanya bendungan paru
atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki
berkaitan dengan adanya shunt kanan ke kiri.
a. Inspeksi kulit
Melihat ada sianosis atau tidak.
b. Inspeksi kuku

2
Sering kali, splinter hemorhage dapat terlihat sebagai garis kecil
coklat kemerahan di dasar kuku. Perdarahan ini berjalan dari tepi
bebas proksimal dan secara klasik dikaitkan dengan endokarditis
bakterial sub akut. Tetapi penemuan ini tidak spesifik karena
ditemukan pula pada banyak keadaan, bahkan termasuk trauma
setempat pada kuku.
c. Inspeksi wajah
Kelainan jantung dapat pula dikaitkan dengan kelainan wajah dan
kepala.Stenosis aorta supravalvular, suatu kelainan kongenital,
dijumpai bersama – sama dengan mata yang terletak berjauhan,
strabismus, telinga letak rendah, hidung yang menengadah, dan
hipoplasia mandibula. Wajah bulat seperti bulan dan mata yang
terletak berjauhan mengarah kepada stenosis pulmonal.Wajah tanpa
ekspresi dengan kelopak mata bengkak dan hilangnya sepertiga luar
alis dijumpai pada hipotiroidisme.Individu – individu ini mungkin
menderita kardiomiopati. Lipatan daun telinga , atau tanda Lichtstein,
adalah lipatan melintang,sering kali bilateral,sering dijumpai pada
pasien di atas usia 50 tahun dengan penyakit arteri koronaria yang
bermakna.
d. Inspeksi Mata
Adanya plak kekuningan pada kelopak mata, yang disebut
xantelasma,harus membangkitkan kecurigaan akan
hiperlipoproteinemia,meskipun lesi ini kurang spesifik ketimbang
xantoma. Pemeriksaan mata dapat memperlihatkan arkus senilis.
Arkus yang dijumpai pada pasien di bawah 40 tahun harus
membangkitkan kecurigaan terhadap hiperkolesterolemia. Kekeruhan
kornea mungkin dijumpai pada sarkoidosis, yang mungkin menjadi
penyebab cor pulmonale atau gangguan miokard.
e. Inspeksi Mulut
Palatum yang melengkung tinggi mungkin berkaitan dengan gangguan
jantung kongenital seperti prolaps katup mitral.
f. Inspeksi Leher

3
Pemeriksaan leher dapat memperlihatkan webbing. Webbing dijumpai
pada orang dengan sindrom turner, yang mungkin mengalami
koarktasio aorta, atau pada sindrom Noonan. Stenosis pulmonal
merupakan kelainan jantung yang menyertai keadaan ini.
g. Inspeksi Konfigurasi Dada
Inspeksi dada sering kali mengungkapkan informasi mengenai
jantung. Karena dada dan jantung berkembang pada waktu yang
hampir bersamaan selama embriogenesis, tidak mengherankan bahwa
segala sesuatu yang mengganggu perkembangan dapat mengganggu
perkembangan jantung pula. Pectus excavatum, atau dada cekung
kedalam , dijumpai pada sindrom Marfan dan pada prolaps katup
mitral. Pectus carinatum atau dada burung juga berkaitan dengan
sindrom Marfan.
h. Inspeksi Ekstremitas
Sebagian kelainan kongenital jantung berkaitan dengan kelainan
ekstremitas. Pasien dengan defek septum atrium mungkin mempunyai
falang ekstra, jari tangan ekstra atau jari kaki ekstra. Jari tangan yang
panjang dan kurus mengarah kepada sindrom Marfan dan
kemungkinan regurgitasi aorta.
2. Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diukur secara langsung dengan kateter intra-
arterial atau secara tidak langsung dengan sfigmomanometer.
Sfigmomanometer terdiri dari kantong karet yang dapat
dikembungkan didalam satu penutup kain, bola karet untuk memompa
kantong dan manometer untuk mengukur tekanan didalam kantong
karet. Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung meliputi
deteksi timbul dan hilangnya bunyi korotkoff secara auskultatoris
diatas arteri yang ditekan.
Bunyi korotkoff adalah bunyi yang bernada rendah yang berasal
dari pembuluh darah yang berkaitan dengan turbelensi yang dihasilkan
dengan menyumbat arteri secara parsial dengan manset tekanan darah.

4
Ada beberapa fase secara berurutan ketika tekanan penyumbatan turun
:
 Fase 1 : tekanan penyumbat turun sampai tekanan sistolik
 Fase 2 : 10-15mmHg dibawah fase 1.
 Fase 3 : tekanan penyumbat turun cukup banyak sehingga
sejumlah besar volume darah dapat mengalir melalui ateri
yang tersumbat.
 Fase 4 : intensitas suara tiba-tiba melemah mendekati diastole
 Fase 5 : bunyi sama sekai menghilang

Tekanan darah normal untuk orang dewasa adalah sampai 140


mmHg untuk tekanan sistolik dan sampai 95 mmHg untuk tekanan
diastolik. Titik hilangnya bunyi korotkoff mungkin lebih tepat
dibanding titik meredupnya untuk peentuan tekanan darah diastolik.

a. Pengukuran Tekanan Darah Dengan Palpasi


Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan pasien berbaring dalam
posisi supinasi dengan nyaman. Kantong manset diletakkan diarteri
brachialis kanan, jika lengannya terlalu gemuk gunakan manset paha.
Lengan sedikit di fleksikan, dan disokong kira-kira setinggi jantung
untuk menentukan tekanan darah sistolik secara memadai dan untuk
menyingkirkan kesalahan karena celah auskultasi, tekanan darah
mula-mula diperiksa dengan palpasi.
Menurut prosedur ini, arteri brachialis atau radialis kanan dipalpasi
sementara manset di pompa diatas tekanan yang diperlukan untuk
meghilangkan denyut nadi. Sekrup yang dapat diputar dibuka
perlahan-lahan untuk menguragi tekanan didalam kantong karet secara
lambat. Tekanan sistolik diketahui dengan ttimbulnya kembali denyut
brachial, segera setelah denyut teraba, sekrup itu dibuka untuk
mengurangi tekanan kantong karet dengan cepat. Ini adalah tekanan
sistolik.
b. Pengukuran Tekanan Darah Dengan Auskultasi

5
Tekanan darah diukur secara auskultasi dilengan kanan dengan
memompa manset kira-kira 20mmHg diatas tekanan sistolik yang
ditentukan dengan palpasi. Gunakan penjumlahan ini sebagai target
untuk pemompaan.
Diafragma stetoskop harus diletakan diatas arteri sedekat mungkin
dengan tepi manset, sebaiknya dibawah tepi manset. Mansetnya
dikempiskan secara perlahan, sementara sambil mengevaluasi bunyi
korotkoff. Tekanan sistolik adalah tekanan dimana terdengar bunyi
pertama mengetuk.
 Menyingkirkan kemungkinan hipotensi ortostatik
Hipotensi ortostatik diperiksa dengan meminta pasien duduk
sementara tekanan manset ditinggikan, kemudian tekanan darahnya
di ukur kembali untuk melihat adanya penurunan yang berkaitan
dengan posisi duduk. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar
15mmHG atau lebih merupakan tanda hipotensi ortostatik atau
postural.
 Menyingkirkan kemungkinan stenosis aorta supravalvular
Pada stenosis aorta supravalvular, terdapat perbedaan tekanan darah
pada kedua lengan, hipertensi mungkin ditemukan dilengan kanan
sedangkan hipotensi mungkin ada dilengan kiri.
 Menyingkirkan kemungkinan koarktasio aorta
Tekanan darah sistolik dikedua tungkai lebih redah daripada di
lengan mengarah kepada koarktasio aorta.

6
3. Denyut Arteri
a. Penentuan Kecepatan Denyut Jantung
Penentuan kecepatan denyut jantung ditentukan secara rutin
berdasarkan palpasi denyut radial. Pemeriksaan harus berdiri didepan
pasien dan memegang kedua arteri radialis jari kedua, ketiga dan
keempat harus diletakan diatas arteri radialis.
Pemeriksa harus menghitung denyut selama 30 detik dan
mengalihkan jumlah denyut dengan angka 2 untuk memperoleh
jumlah denyut permenit. Metode ini tepat untuk kebanyakan irama
teratur. Jika pasien mempunyai irama yang tidak teratur, seperti
fibrilasi atrium mungkin ada pulsus defisit yaitu perbedaan antara
denyut apikal dan denyut radial.
b. Penentuan Irama Jantung
Irama jantung dapat dibagi menjadi teratur, tidak teratur secara
terartur atau tidak teratur secara tidak teratur. Irama tidak teratur
secara teratur adalah denyut yang tidak teratur dalam pola tertentu.
Denyut tidak teratur secara tidak teratur tidak mempunyai pola.
Elektrocardiagram sebenarya merupakan cara terbaik untuk
mendiagnosa irama jantung. Tetapi diagnosa fisik dapat memberikan
sejumlah petunjuk. Denyut prematur mungkin dapat dikenali dengan
adanya denyut ekstra tersendiri selama suatu irama yang teratur.
Bigeminus adalah denyut yang timbul secara berpasangan.
Denyut pertama adalah denyut sinus, yang diikuti dengan denyut
prematur, biasanya ventrikuler. Jika denyut prematurnya timbul sangat
dini selama periodik diastolik, denyut arteri karena kontraksi jantung
ini mungkin tidak ditemukan jika pemeriksa memeriksa irama jantung
berdasarkan palpasi saja. Irama yang timbul sangat tidak teratur tanpa
pola disebut “ tidak teratur secara tidak teratur “ dan merupakan
denyut yang dijumpai pada pasien dengan fibrilasi atrium.
c. Palpasi Arteri Karotis
Periksalah denyut arteri karotis dengan berdiri disisi kanan pasien,
dengan pasien dalam posisi telentang. Letakkanlah jari telunjuk dan

7
jari tengah anda pada kartilago tiroid dan geserkanlah ke arah lateral
diantara trakea dan mmuskulus sternokleidomastoideus.
Anda harus dapat meraba denyut karotis tepat disebelah medial
muskulus sternokleidomastoideus. Palpasi harus dilakukan pada
bagian bawah leher untuk menghindari penekanan pada sinus karotis,
yang akan menyebabkan refleks penurunan tekanan darah dan denyut
jantung. Tiap arteri karotis diperiksa secara tersendiri.
 Memeriksa Karateristik Denyut Arteri Karotis
Arteri karotis dipakai untuk memeriksa kontur dan amplitudo
denyut arteri. Kontur adalah bentuk gelombang. Kontur seringkali
dilakkan sebagai kecepatan gelombang menaik, gelombang
menurun dan lamanya gelombang itu. Pemeriksa harus meletakkan
tangannya dengan kuat pada arteri karotis sampai meraba kekuatan
maksimal. Pada saat itu bentuk gelombang seharusnya sudah dapat
diketahui.
Denyutnya dapat dilukiskan sebagai normal, berkurang,
meningkat, atau berpuncak ganda. Gelombang denyut karotis yang
normal adalah halus, dengan kaki gelombang yang menaik lebih
curam dan lebih cepat dibanding kaki gelombang yang menurun.
Denyut yang berkurang adalah denyut yang kecil dan lemah.
Denyut yang meningkat adalah denyut yang besar, kuat dan
hiperkinetik.
4. Denyut Vena Jugularis

Vena jugularis interna memberikan


informasi mengenai bentuk gelombang dan
tekanan atrium kanan. Pulsasi vena jugularis
interna ditemukan dibawah muskulus
sternokleidomastoideus dan dapat dilihat
ketika dihantarkan ke jaringan sekitarnya.
Vena itu sendiri tidak terlihat, karena vena
jugularis interna kanan lebih lurus daripada
yang kiri, hanya vena jugularis interna kanan

8
yang diperiksa. sistem vena jugularis
eksterna, yang lebih mudah dilihat, kurang
akurat dan jarang dipakai.

Perbedaan bentuk gelombang jugular dan karotis.

Denyut jugularis Denyut karotis


interna
Palpasi Tidak dapat dipalpasi Dapat dipalpasi
Bentuk gelombang Multiformis, 2 atau 3 Tunggal
komponen
Kualitas penekanan Halus, berombak Kuat
Bentuk gelombang hilang Tidak ada efek
Inspirasi Tinggi gelombang Tidak ada efek
berkurang
Duduk Tinggi gelombang Tidak ada efek
Tinggi valsava berkurang Tidak ada efek
Tinggi gelombang
meninggi
a. Mengukur Tekanan Vena Jugularis
Untuk menilai tekanan dalam jantung kanan, kita perlu menentukan
rujukan. Mula-mula pemeriksa harus menentukan tingginya distensi
vena dengan memperhatikan puncak bentuk gelombang didalam
pulsasi vena jugularis interna. Garis horizontal imaginer kemudian
ditarik dari ketinggian ini ke angulus sternal. Pemeriksa kemudian
mengukur jarak dari angulus sternal kegaris imaginer ini. Sudut
elevasi kepala tempat tidur juga dihitung. Kalimat pernyataan dapat
sebagai berikut : pada elevasi 45º denyut jugular 7 cm diatas angulus
sternal.
Pada 45º batas atas yang normal adalah 4-5 cm diatas angulus
sternal, jika pasien pada 30º batas atas yang normal adalah 6 cm. Bila
tinggi kolom vena sama atau lebih daripada angulus sternal dalam
posisi terlentang, tekanan vena biasanya normal.

9
Tekanan atrium kanan meninggi bila ada distensi vena leher
sampai tepi rahang ketika pasien 90º. Pada saat ini, tekana atrium
kanan biasanya melebihi 15mmHg.
b. Pemeriksaan Refluks Hepatojugular
Pemeriksaan yang berguna untuk menentukan tekanan vena jugularis
yang tinggi adalah refluks hepatojugular. Pemeriksaan ini dikenal pula
sebagai kompresi abdominal. Dengan menekan diatas hati, fungsi
ventrikel kanan secara kasar dapat dinilai. Pasien dengan gagal
ventrikel kanan mempunyai hati dengan sinusoid yang berdilatasi.
Penekanan pada hati mendorong darah keluar dari siusoid ini masuk
kedalam vena kava inferior dan jantung kanan, menyebabkan
bertambahnya distensi vena leher. Prosedur ini dilakukan dengan
pasien dalam posisi berbaring ditempat tidur, mulut terbuka, bernafas
biasa, ini untuk mencegah tindakan valsava. Pemeriksaan meletakan
tangan kanannya diatas hati di kuadran kanan atas dan melakukan
tekanan yang progresif menguat. Penekanannya dilakukan selama 20-
30 detik. Respon normalnya adalah bertambahnya distensi sementara
dari vena jugularis interna dan eksterna selama beberapa siklus
jantung, yang diikuti dengan penurunan ketingkat dasar selama bagian
akhir dari penekanan.pada gagal ventrikel kanan distensi vena leher
tetap ada selama seluruh peroiodde penekanan , yang turun tiba-tiba
kalau tangan yag menekan dilepaskan. Jika pemeriksaan ini dilakukan
secara tidak tepat yaitu dengan mulut pasien tertutup, akan terjadi
tindakan valsava yang akan memberikan hasil pemeriksaan refluks
hepatojugular yang tidak tepat.
5. Perkusi
a. Perkusi Batas-Batas Jantung
Telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding dada,
dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak tangan
dan keempat jari lainnya agak diangkat. Tujuannya adalah supaya
tidak meredam suara ketukan. Sebagai jari pengetuk adalah jari tengah

10
tangan kanan. Pada waktu pengetukan hanya menggerakkan sendi
pergelangan tangan dan tidak menggerakan sendi siku.
Dengan perkusi dapat ditentukan batas-batas jantung, pinggang
jantung dan contour jantung. Kebanyakan klikus merasa bahwa
perkusi untuk memperkirakan ukuran jantung hanya sedikit
membantu, karena sensitivitas teknik ini rendah. Pada beberapa
keadaan kinis, perkusi mungkin berguna. Ini mencakup dekstrokardia
dan tension pneumothoraks dada kiri. Pada keadaan-keadaan ini dapat
ditemukan redup pada sisi kanan sternum.
 Batas Jantung Kanan
Mula-mula ditentukan lebih dahulu titik tengah garis midklavikula
kanan. Jari-jari tangan kanan diletakkan sejajar dengan iga,
kemudian diakukan perkusi mulai dari titik tengah tadi, dari arah
krania kearah kaudal. Suara diteruskan sampai timbul suara redup,
biasanya pada sela iga VI kanan, bnyi redup ini adalah berasal dari
batas antara paru dan puncak hati. Puncak hati ini ditutupi leh
diafragma dan masih ada jaringanparu diatas puncak hati itu,
sehingga terdapat gabungan antara massa padat dan sedikit udara
dari paru. Setelah didapat titik batas sonor ke redup, di ukur dua jari
kearah kranial. Pada titik yang baru ini diletakkan kembali telapak
tangan dengan arah jari tegak urus terhadap iga. Kemudian
dilakukan perkusi kearah medial untuk mencari perubahan suara
dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif kanan jantung dan
normal adalah pada garis sternal kanan.dari titik batas ini
selanjutnya dilakukan perkusi sampai mendapat suara pekak, yang
merupakan batas absolut jantung kanan biasanya pada garis
midsternal.
 Batas Jantung Kiri
Mula-mula ditentukan garis aksila anterior kiri. Bila terdepat
pembesaran jantung kekiri, perkusi dapat dimulai dari garis aksila
medial. Kemudian jari tengah kiri diletakkan pada titik teratas garis
aksila anterior dengan arah jari sejajar dengan iga. Perkusi dari

11
kranial ke kaudal untuk mencari perubahan bunyi dari sonor ke
thympani yang merupakan batas paru lambung, biasanya pada sela
iga VIII kiri. Dari titik ini di ukur dua jari kearah kranial. Dari titik
yang baru ini, dilakukan perkusi lagi kearah medial dengan posisi
jari kiri tegak lurus terhadap iga, sampai timbul peerubahan suara
dari sonor ke redup yang merupakan batas relatif jantung kiri dan
biasanya terletak pada 2 jari medial garis midclavikular kiri. Perkusi
diteruskan kemedial, sampai terjadi perubahan suara dari redup ke
pekak yang merupakan batas absolut jantung. Pada keadaan
emfisema paru batas-batas jantung absolut akan mengecil.
Seandainya pasien sudah makan yang banyak, bunyi
timpani yang merupakan batas lambung tidak muncul, maka
dilakukan teknik pemeriksaan lain untuk menentukan batas jantung
kiri. Mula-mula dilakukan penentuan batas paru hati lebih dahulu
diatas,kemudian diukurkan 2 jari kearah kranial. Dari titik ini
datarik garis lurus sejajar iga, memotong garis aksila anterior kiri.
Dari titik ini dilakukan perkusi tegak lurus iga,kearah medial untuk
menentukan titik perubahan bunyi sonor ke redup,yang merupakan
batas jantung kiri.
 Batas Jantung Atas
Tentukan garis sternal kiri lebih dahulu. Dari titik teratas dilakukan
perkusi dengan kearah sejajar iga kearah caudal, sampai terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup. Normal adalah sela iga II kiri.
 Pinggang Jantung
Ditentukan lebih dahulu garis parasternal kiri. Kemudian dilakukan
perkusi kearah caudal mulai dari titik teratas garis tersebut, dengan
posisi jari tengah sejajar iga. Yang dicari adalah perubahan bunyi
sonor-redup, batas ini normal terletak pada sela iga III kiri. Bila titik
batasnya misal pada sela iga II, bearti pinggang jantung
menghilang. Hal ini terjadi karena pembesaran atrium kiri, misalnya
pada kasus mitral vitium.
 Contour Jantung

12
Tujuannya untuk menggambar bentuk jantung, memastikan
besarnya jantung dan apakah masih ada pinggang jantung.
Dimulai dari sela iga I kanan dilakukan dari lateral ke
medial dengan posisi jari tengah sejajar iga sampai terjadi
perubahan suara dari sonor ke redup. Kemudiandilakukan perkusi
ari sela iga II kanan dengan cara yang sama dan seterusnya sampai
kaudal. Titik-titik batas tadi ditentukan dan kemudian ditarik garis
sehingga terdapat garis batas jantung kanan. Begitu juga dilakukan
pada sisi jantung kiri dengan cara yang sama. Akhirnya didapatkan
gambaran garis batas jantung kanan dan kiri dan juga terlihat
gambaran pinggang jantung.
6. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengevaluasi impuls avikal, gerakan
ventrikel kanan, arteri pulmonalis, dan ventrikel kiri. Ada tidaknya
thrill juga ditentukan dengan palpasi.
Impuls apikal atau titik impuls maksimum melukiskan gerakan
keluar apeks jantung ketika berotasi berlawanan arah dengan jarum
jam, ketika dilihat dari bawah,memukul dinding dada anterior selama
kontraksi isovolumetrik.
a. Palpasi Titik Impuls Maksimum

Pemeriksa harus berdiri disebelah kanan pasien, dengan tinggi tempat


tidur disesuaikan dengan kenyamanan pemeriksa. Palpasi titik impuls
maksimum paling mudah dilakukan dengan pasien dalam posisi

13
duduk. Hanya ujung-ujung jari yang diletakkan didada pada sela iga
ke V,garis midklavikular, karena ujung jari paling sensitif untuk
menilai gerakan setempat. Titik impuls maksimum harus dicatat. Jika
impuls apikal tidak teraba, pemeriksa harus menggerakan ujung jari
tangannya didaerah apeks jantung. Titik impuls maksimum biasanya
dalam jarak 10 cm dari garis mid sternalis dan diameternya tidak lebih
dari 2-3 cm. Titik impuls maksimum yang pindah kelateral atau teraba
dalam dua sela iga selama fase respirasi yang sama mengarah kepada
kardiomegali.

Titik impuls maksimum teraba ada kira-kira 70% orang normal


dalam posisi duduk. Jika titik impuls maksimum tidak dapat diraba
dalam posisi duduk, pasien harus diperiksa kembali dalam posisi
berbaring terlentang dan posisi dekubitus lateral kiri. Posisi titik
impuls maksimum dalam posisi dekubitus lateral kiri harus dinilai
dengan pemahaman bahwa impuls jantung normal sekarang sedikit
berpindah ke kiri. Jika pada posisi dekubitus lateral kiri titik impuls
maksimum tidak berpindah ke lateral, dapat diperkirakan bahwa
pasien tidak menderita kardiomegali. Jika impuls apikal pindah ke
lateral, penilaian pasti tidak dapat dibuat.

Meskipun titik impuls maksimum biasanya sesuai dengan apeks


ventrike kiri, pada pasien dengan pembesaran ventrikel kanan, jantung
berotasi searah jarum jam. Jika dilihat dari bawah, dan titik impuls
maksimum mungkin benar-benar dihasilkan oleh ventrikel kanan.
Rotasi ini memutar ventrikel kiri ke arah posterior dan membuatnya
sulit untuk dipalpasi. Impuls apikal yang disebabkan oleh ventrikel
kanan lebih tersebar daripada yang dihasilkan oleh ventrikel kiri, yang
cenderung lebih terbatas pada tempatnya.

Pada pasien dengan penyakit paru-paru obstruktif kronis,


pengembangan paru-paru yang berlebihan memindahkan titik impuls
maksimum kebawah dan ke kanan. Titik impuls maksimum pada
pasien seperti itu teraba didaerah epigastrium, pada ujung bawah

14
sternum. Pada pasien dengan penyakit paru obsttruktif menahun, titik
impuls maksimum yang berada pada lokasi normal mengarah ke
kardiomegali.

b. Palpasi Gerakan Setempat


Pasien disuruh berbaring sehingga palpasi keempat daerah jantung
utama dapat dilakukan. Pemeriksa memakai ujung-ujung jari untuk
memeriksa adanya gerakan setempat seperti gambar dibawah.

Adanya impuls sistolik disela igakedua disebelah kiristernum


mengarahkepada hipertensipulmonal.Impuls ini disebabkan oleh
penutupan katup pulmonal dengan tekanan yang meningkat. Adanya
impuls ini mengarah kepada dilatasi arteri pulmonal,tetapi hal ini
dapat teraba pulapada orang tanpa hipertensi pulmonal.
c. Palpasi Gerakan Umum
Setelah mempalpasi dada dengan ujung jari, pemeriksaan memakai
bagian proksimal tangannya untuk meraba adanya gerakan keluar
terus menerus pada suatu daerah yang luas yang disebut heave atau
lift. Pemeriksa kembali mempalpasi masing-masing keempat daerah
jantung utama. Teknik pemeriksaan heave. Adanya RV rock yaitu
impuls parasternal kiri yang terus menerus yang disertai dengan
retraksi laterl, mengarah kepada ventrikel kanan yang besar.
Setiap keadaan yang memperbesar laju pengisian ventrikel selama
fase awal diastole dapat menimbulkan impuls yang dapat dipalpasi
yang terjadi setelah impuls utama ventrikel kiri. Pemakaian spatula
lidah atau lidi kapas dapat membantu memperkuat visual apa yang
telah dipalpasi. Ujung lidi diletakkan tepat diatas daerah itu dan

15
dipegang oleh jari pemeriksa. Ini bekerja sebagai titik tumpu, dan
gerakannya diperbesar oleh gerakan lidi kapas.
d. Palpasi Thrill
Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit atas
daerah turbulensi. Adanya thrill menunjukan bising ( murmur ) yang
kuat. Thrill paling baik diraba dengan memakai kepala tulang
metakarpal, bukannya dengan ujung jari, dan ditekankankan sangat
ringan pada kulit. Jika memakai tekanan yang terlalu besar, thrill tidak
akan dapat diraba. Palpasi thrill biasanya kurang penting karena
auskultasi akan memperlihatkan adanya bising kuat yang
menimbulakn thrill tersebut. Oleh karena itu penemuan thrill hanya
menambah informasi sedikit untuk diagnosis, tetapi ini merupakan
suatu tanda fisik yang harus membuat pemeriksa menjadi waspada
akan apa yang di dengar.
7. Auskultasi

Pemeriksa harus berada disisi


kanan pasien sementara pasien
berbaring terlentang, jika tidak pada
ketinggian yang tepat. Tempat tidur
harus disesuaikan sehingga
pemeriksa berada dalam posisi
nyaman dan pemeriksa harus
mendengarkan daerah aorta,
pulmonal, trikuspidalis dan mitral.

Tetapi pemeriksaan tidak boleh membatasi auskultasinya pada


daerah-daerah ini saja. Pemeriksa seharusnya mulai pada salah satu
daerah yang menggerakan stetoskopnya sedikit demi sedikit dari satu

16
daerah ke daerah lain demi prekordium. Daerah-daerah ini telah
ditentukan untuk memberikan standarisasi.

Ketika mendengarkan pada apeks dan batas sternal bawah kiri


dengan bel stetoskop, pemeriksa harus menentukan apakah S3 atau
S4. Bising jantung dapat tersebar luas. Observasi yang penting adalah
untuk menentuka tempat dimana bunyi tersebut paling kuat atau
paling jelas terdengar. Tidak ada dinding akustik di dada. Bising khas
yang terdengar di apeks dengan penyebaran ke aksila dapat terdengr
dileher, jika cukup kuat.

a. Posisi Auskultasi Standar


Empat posisi standar untuk auskultasi :
 terlentang
 dekubitus lateral kiri
 duduk tegak lurus
 duduk, membungkuk ke depan.
b. Pengaruh Pernafasan
Pemeriksa harus memberikan perhatian khusus kepada intensitas
bunyi jantung. Kebanyakan bising atau bunyi jantung yang berasal
dari jantung kanan akan menguat dengan ispirasi. Ini berkaitan dengan
meningkatnya aliran kembali darah yang terjadi dengan inspirasi yang
mengakibatkan meningkatnya keluaran ventrikel kanan. Disamping
itu, S3 atau S4 yang berasal dari jantung kanan juga akan menguat
selama inspirasi.
c. Penentuan Waktu Peristiwa-Peristiwa Jantung
Untuk menafsirkan bunyi-bunyi jantung dengan tepat pemeriksa harus
dapat menentukan waktu peristiwa-peristiwa dalam siklus jantung.
Cara yang paling dapat diandalkan untuk mengenali S1 dan S2 adalah
menentukan waktu terjadinya bunyi itu dengan mempalpasi arteri
karotis. Semetara tangan kanan pemeriksa mengubah-ubah posisi
stetoskop, tangan kiri diletakkan pada arterikarotis pasien. Bunyi
jantung mendahului denyut karotis adalah S1. S2 terdengar setelah

17
denyut tersebut. Yang paling penting adalah memaki denyut karotis
bukan denyut radial. Keterlambatan waktu S1 sampai denyut radial
adalah bermakna, sehingga akan terjadi kesalahan dalam penentuan
waktu ini.
d. Mengenai Bising Jantung
Jika terdapat bising jatung, perhatian harus diarahkan kepada ciri-ciri
sebagai berikut :
 waktu dalam siklus jantung
 lokasi
 penyebaran
 lamanya
 intensitas
 tinggi nada
 kualitas
 hubungannya dengan pernafasan
 hubungannya dengan posisi tubuh
e. Uraian Mengenai Gesekan Perikardial
Gesekan friksi ( friction rub ) adalah bunyi ekstrakardial yang
berlangsung singkat yang mempunyai sifat khas seperti bunyi gesekan
pada amplas. Gesekan ini dapat disebabkan oleh iritasi pleura (yaitu
gesekan pleura), atau perikardium (yaitu gesekan perikardial).
Gesekan perikardial khas mempunyai tiga komponen. Satu sistolik
dan dua diastolik. Komponen sistolik terjadi selama ejeksi, dua
komponen diastolik terjadi selama pegisian cepat dan kontraksi
atrium. Gesekan perikardial paling baik di dengar pada pasien dalam
posisi duduk sementara menahan nafasnya selama ekspirasi. Pasien
dengan gesekan perikardial biasanya mengalami nyeri dada yang
berkurang dengan duduk membungkuk ke depan. Gesekan yang
menghilang apabila pasien menahan napas berasal dari pleura.
f. Tujuan Auskultasi
Tujuan pada akhir auskultasi adalah agar dapat melukiskan hal-hal
seperti ini :

18
 intensitas S1 disemua daerah
 intensitas S2 disemua daerah
 ciri-ciri setiap bunyi sistolik
 ciri-ciri setiap bunyi diastolik

dengan pengalaman, pemeriksa akan dapat mendengaran semua


bagian siklus jantung pada satu daerah dan membandingkan bunyi dan
peristiwa yang terjadi pada daerah lain. Biasanya, S1 paling kuat di
apeks dan S2 paling kuat di basis. Splitting S2 menjadi A2 dan P2
selama inspirasi paling jelas terdengar di daerah pulmonal dengan
pasien berbaring terlentang, seperti telah di uraikan diatas, hal ini
meningkatkan aliran balik vena dan memperlebar pemisahan A2-P2.

8. Pemeriksaan Edema.
Bila tekanan perifer tinggi, seperti pada gagal jantung kongestif,
tekanan vena disebarkan dengan cara retrogard pada pembuluh-
pembuluh yang lebih kecil. Terjadi transudasi cairan, yang
mengakibatkan timbulnya edema di daerah dependen. Penigkatan
cairan ringan ini menimbulkan edema yang cekung kalau ditekan.
a. Uji Adanya Edema
Untuk pemeriksaan adanya pitting edema, jari ditekankan kepada
daerah dependen, seperti daeerah pretibial. Selama 2-3 detik. Jika ada
pitting edema, jari-jari akan tebenam kedalam jaringan, dan bla jari
ituh diangkat bekas tekanan jari akan tetap ada.
Pitting edema biasanya di golongkan dari 1+ samapai 4+,
tergantung pada lamanya cekungan tadi bertahan. Yang paling jelas
adalah 4+. Pada pasien yang terbaring di tempat tidur, daerah
dependen biasanya sakrum dan bukan pretibia. Pada pasien seperti ini
pemeriksa harus memeriksa kemungkinan ada edema di sakrum.

19
b. Bunyi Jantung

TEMUAN KEMUNGKINAN PENYEBAB


Peningkatan bunyi S1 Takikardia, keadaan curah jantung
yang tinggi, stenosis mitral
Penurunan bunyi S2 Blok jantung derajat satu, penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri. Katup
mitral imobil, seperti pada regustrasi
mitral
Klik sistolik Prolaps katup mitral
Penigkatan bunyi S2 pada antar iga Hipertensi sistemik, dilatasi radiks
ke 2 kanan aortik
Bunyi S2 menurun atau tidak Katup mitral imobil, seperti pada
terdengar pada antar iga ke 2 kanan stenosis aortik kalsifik
Peningkata P2 Hipertensi pulmonal, arteri pulmonal
dilatasi, defek atrium
P2 menurun atau tidak terdengar Proses penuaan, stenosis pulmonal
Opening snap Stenosis mitral
Bunyi S3 Fisiologis, gagal miokardial patologis,
beban volume ventrikel, seperti pada
regrutasi mitral.
Bunyi S4 Pengondisian fisik yang sangat baik.
Tahanan terhadap pengisian
ventrikel karena menurunnya
komplian paru, seperti pada penyakit
jantung hipertensif atau hipertofi
ventrikel kiri.

20
c. Bunyi Jantung Tambahan

Bunyi jantung III yaitu bunyi jatung yang terdengar tidak lama
sesudah BJ II, 0,14-0,16 sek dan di dengar pada daerah apeks. BJ III
ini berintensitas rendah, merupakan bunyi yang dihasilkan karena
aliran darah yang mendadak dengan jumlah banyak dari atrium ke
ventrikel kiri pada permulaan fase diastolik. Biasanya terdapat
insufiesi mitral.

Bunyi jantung IV yaitu bunyi yang terdengar sesaat ebelum BJ I,


yang dapat didengar di daerah apeks. Merupakan bunyi akibat
kontraksi atrium yang kuat dalam memompakan darah ke ventrikel.
Hal ini terjadi karena terdapat bendungan di ventrikel sehingga atrium
harus memompa lebih kuat untuk mengosongkan atrium. Biasanya
didapat pada kasus gagal jantung.
Split BJ II yaitu BJ II terpecah dengan intensitas yang sama dan
jarak keduanya dekat. Hal ini terjadi karena penutupan katup-katup
pulmonal dan aorta tidak jatuh bersamaan sehingga tidak sinkron.
Perbedaan ini terjadi karena ventrikel kanan lebih besar sehingga
katup pulmonal menutup lebih lambat. Misal pada kasus ASD.
OPENING SNAP yaitu terbukanya katup mitral yang kaku dengan
mendadak, sehingga terdengar bunyi dengan intensitas tinggi sesudah
BJ II. Didapat pada kasus stenosis mitral. Makin dekat jarak opening
snap dengan BJ II, makin berat derajat MS, berkisar antara 0,04-0,12
s.
AORTIC CLICK adalah bunyi yang dihasilkan karena katup aorta
yang membuka secara cepat dan didapat pada keainan stenosis aorta.
PERIKARDIAL RUB didapat pada kasus perikarditis
konstruktif,terjadi gesekan perikard lapis viseral dan lapis parietal.
Bunyi ini tidak dipengaruhi oleh pernapasan. Bunyinya kasar dan
dapat didengar di area trikuspidal dan apikal dan bisa terdengar pada
fase sistolik dan diastolik atau keduanya.

21
d. Irama Jantung
Normal adalah reguler dengan denyut jantug berkisar antara 60-100
permenit.
Irreguler :
 Terdengar ekstrasistole yaitu irama dasarnya reguler tetapi diselingi
oleh denyut jantung ekstra.
 Irama dasarnya memang sudah tidak teratur, yaitu pada kelainan
aritmia fibrillasi atrial.
 Irama gallop (derap kuda), irama jantung cepat dan bunyi-bunyi
jantungnya terdiri atas tiga komponen. Yaitu BJ I – BJ II, dan BJ III.
Atau terdiri atas BJ IV – BJ I – BJ II, atau keduanya yaitu BJ IV – BJ
I – BJ II – BJ III.

Biasanya dapat didengar di apeks dan terdapat pada kasus gagal jantung.

e. Mengkaji Dan Menggambarkan Murmur


 Murmur kresendo-dekresendo, pertama menigkat intensitasnya
kemudian turun
 Murmur plateau mempunyai intensitas sama secara keseluruhan

Dengarkan pada apeks dengan pasien mirig ke kiri untuk adanya


bunyi nada rendah.

22
GRADASI BUNYI MURMUR
Derajat I Sangat redup, terdengar bila hanya
pendengar mendengarkan dengan
cermat, mungkin tidak terdengar pada
semua posisi.
Derajat II Tidak terdengar, tetapi segera terdengar
setelah meletakkan stetoskop didada
Derajat III Keras sedang
Derajat IV Keras, dengan thrill teraba
Derajat V Sangat keras, disertai Thrill. Mungkin
terdengar ketika stetoskop menempel
didada.
Derajat VI Sangat keras, disertai thrill. Mungkin
terdengar dengan stetoskop tidak
menempel di dada.
Dengarkan dari batas sternum turun ke apeks dengan pasien dalam posisi duduk,
membungkuk, dengan menahan nafas setelah ekshalasi.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang
sistematif dan komprehensif, memastikan atau membuktikan hasil
anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan
yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat
bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan, memilih
intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk
mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.pemeriksaan jantung adalah
untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari jantung dan organ
didalamnya, pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan Inpeksi pasien,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan denyut arteri, pemeriksaan denyut
vena jugularis, perkusi jantung, palpasi jantung, auskultasi jantung dan
pemeriksaan edema dependen
B. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus
memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan
fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan
dengan prosedur yang benar.

24
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Nama : …………………………….

NIM : ………………………………

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
Definisi :
Pemeriksaan fisik jantung adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan prognosis
pasien, yang dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan
pada sistem kardiovaskuler, melalui beberapa teknik. Hasil
pemeriksaan fisik gagal jantung juga harus dilengkapi
dengan hasil EKG, gejala klinik, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.

Tujuan :
1. Tujuan Umum

 Dapat mengetahui dan mengidentifikasi


definisi, tekhnik, serta penilaian hasil
pemeriksaan fisik pada bagian kardiovaskuler.

2. Tujuan Khusus
 Mengetahui dan memahami definisi dan tujuan
serta tekhnik pemeriksaan fisik

 Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik


bagian kardiovaskuler dan abdomen

Indikasi :
1. Kelngkapan dari rangakaian anamnesis yang dilakukan
pada pasien.
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seseorang pasien.

25
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya
kepada pasien.
4. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan
pelayanan paripurna terhadap pasien.
Kontra indikasi
1. kontra indikasi :

Pelaksanaan
Persiapan Pasien :
1. Memperkenalkan diri
2. Bina hubungan saling percaya
3. Meminta pengunjung atau keluarga meninggalkan ruangan
4. Menjelaskan tujuan
5. Menjelasakan langkah prosedur yang akan di lakukan
6. Menyepakati waktu yang akan di gunakan
Persiapan alat dan bahan :

1. Double lumen – Stetoskop


2. Timer

Persiapan Lingkungan :

 Sampiran
Tahap pre interaksi
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat

Tahap orientasi
1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang
disenangi
2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau
keluarga

26
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja

1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien.
3. Menyiapkan penderita (diminta berbaring dan membuka
baju)
4. Mencari pulsasi iktus kordis
5. Meraba iktus kordis
6. Melakukan perkusi dengan teknik yang benar
7. Menentukan batas kiri jantung dengan melakukan perkusi
dari sisi
8. Menentukan batas kanan jantung dengan melakukan
perkusi dari sisi kanan ke kiri
9. Menentukan batas atas jantung dengan melakukan perkusi
dari atas
10. Selama perkusi dapat menghasilkan perubahan suara dari
sonor ke
11. Dapat menyebutkan batas-batas jantung sesuai dengan
pemeriksaan
12. Penderita diminta bernapas biasa dalam suasana rileks
13. Melakukan auskultasi jantung pada sela iga II kanan
14. Melakukan auskultasi jantung pada sela iga III-IV
sepanjang garis
15. Melakukan auskultasi apek jantung
16. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru
perhatian
17. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
18. Bedakan antara sistolik dan diastolic
19. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung
20. Perhatikan adanya suara tambahan/suara yang pecah
21. Tentukan suara tambahan/bising sistolik atau diastolic

27
22. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik
maksimumnya
23. Catat hasil auskultasi

Tahap terminasi
1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan
2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

Tahap Evaluasi
1. Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah
dilakukan kegiatan
Tahap dokumentasi
Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna

28
Daftar Pustaka

Agustinus, Andy Santosa. 1951. Pemeriksaan Fisik Physical Assessment. Jakarta:


Akademi Keperawatan st. Carolus.

Bickley, Lynn S. 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan. Jakarta: EGC Kedokteran.

Debora, Oda. 2012. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:


Salemba Medika.

Kusyati, Eni.dkk.(2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium.Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai