Anda di halaman 1dari 11

AKUNTANSI PAJAK

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

KELOMPOK 7

 TEUFANU SORIANO
 CLAUDYA VANESIA
 MINCE MONE
 RIA RISTY AMTIRAN

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

POLITEKNIK NEGERI KUPANG


PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN

Pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) menurut undang-undang pajak penghasilan


menyebutkan, bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnyadi bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa
dan atau bangunan serta penghasilan ketentuan lainnya, pengenaan pajak diatur dengan peraturan
pemerintah.

Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 juga merupakan salah satu jenis pajak atas penghasilan
dengan beberapa ketentuan spesifik, mulai dari objek pajak, pemotong pajak sampai dengan
subjek pajak yang bisa dikenakan pajak tersebut.Pemotongan Pajak PPh pasal 4 ayat 2 bersifat
final, artinya pajak harus dilunasi dan diselesaikan dalam masa pajak yang sama. Dikarenakan
PPh pasal 4 ayat 2 bersifat final, maka ada ketentuan khusus yang mengaturnya.Bagi pengusaha
omzet yang terkait dengan PPh pasal 4 ayat 2, tidak boleh dimasukan ke dalam peredaran usaha,
tetapi dimasukan ke dalam penghasilan yang telah dipotong PPh final.

Yang menjadi pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2 seperti yang telah diatur dalam ketentuan
adalah koperasi, penyelenggara kegiatan, otoritas bursa, dan bendaharawan. Sementara yang
menjadi penerima penghasilan yang wajib membayar PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah penerima bunga
deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang
dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Selain itu, penerima hadiah undian,
penjual saham dan sekuritas lainnya, serta pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan juga
wajib menyetor PPh Pasal 4 Ayat 2.

B. Subjek pph pasal 4 ayat (2)

Subjek pajak yang di karenakan ketentuan dari pasal 4 ayat (2) undang-undang pph
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan barupa bunga
deposito, dan tabungan-tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya.

C. Objek dan Tarif penghasilan pasal 4 ayat (2)

Menurut ketentuan, PPh Pasal 4 ayat 2 dikenakan atas penghasilan sebagai berikut:

1. Penghasilan dalam bentuk bunga deposito serta tabungan lainnya, bunga obligasi serta surat
utang negara, dan juga bunga simpanan yang telah dibayarkan oleh koperasi ke anggota koperasi
orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi saham serta sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan pada bursa, dan juga transaksi penjualan saham ataupun pengalihan
penyertaan modal di perusahaan pasangannya yang telah diterima oleh perusahaan modal
ventura.
4. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi pengalihan harta, yakni dalam bentuk tanah
dan/atau bangunan, usaha real estate, usaha jasa konstruksi, dan juga penyewaan tanah dan/atau
bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang telah diatur dengan ataupun berdasarkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Ada berbagai macam jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat 2. Setiap
penghasilan mempunyai tarif yang berbeda-beda dan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Di bawah ini akan dijelaskan berbagai objek pajak dengan tarifnya masing-masing yang telah
diatur Pemerintah.

a. .Bunga deposito serta jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan diskon
jasa giro dikenakan tarif sebesar 20% sebagaimana telah diatur PP No. 131 Tahun 2000
serta turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
b. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada para anggotanya masing-masing
dikenakan tarif 10% sebagaimana telah diatur pada Pasal 17 Ayat 7 serta turunannya PP
No. 15 Tahun 2009.
c. Bunga dari kewajiban dengan berbagai jenis tarif dari 0-20%. Penjelasan lebih lanjutnya
bisa dicari dalam PP No. 16 Tahun 2009.
d. Dividen yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10%
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 Ayat 2C.
D. Pajak Penghasilan yang bersifat final:

1.Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan
pemotong pajak sebesar jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan
tarif Pajak Penghasilan
2.Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak
sebesar jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif
Pajak Penghasilan
3.Ketentuan Lain
4.Jika penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari Luar Negeri, maka atas pajak
yang dibayar atau terutang di Luar Negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan (PPh Pasal
24).
5.Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha
dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
6.Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi yang dikenakan
PPh Final.
7.Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain
usaha Jasa Konstruksi.
8.Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008
hanya dapat dikompensasi sampai Tahun Pajak 2008.
9.Untuk Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak
tahun pajak 2009 tidak diwajibkan membayar angsuran PPh Pasal 25.
Perhitungan PPh pasal 4 ayat (2)

Berikut ini kami sajikan ilustrasi contoh perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2.
Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan melakukan sebuah pembangunan gedung
Kantor Inspektorat Provinsi. Yang menjadi pemenang tender adalah PT Sehat Sejahtera sebagai
pelaksana konstruksi. Sementara Tuan Imam sebagai pengusaha yang statusnya Pengusaha Kena
Pajak (PKP) bertindak sebagai perencana konstruksi.

PT Sehat Sejahtera merupakan perusahaan konstruksi yang mempunyai kualifikasi dalam usaha
kelas menengah. Sementara Tuan Imam merupakan konsultan sipil yang mempunyai sertifikasi
dalam perencanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil. Nilai dari proyek berdasarkan
kontrak sebesar Rp5.000.000.000 (tidak termasuk PPN).

Pembayaran dilakukan berdasarkan progres pembangunan yang sudah dilaporkan. Pada 2014,
telah dilakukan pembayaran terhadap pelaksanaan konstruksi kepada PT Sehat Sejahtera
tertanggal 22 Juli 2014 dengan jumlah Rp1.500.000.000 atas tagihan tanggal 15 Juli 2014
dengan kode nomor Faktur Pajak 020.000-15.00000650. Pembayaran untuk kontrak perencanaan
konstruksi ke Tuan Imam dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2014 dengan jumlah Rp50.000.000,
atas tagihan tanggal 4 Juli 2014 kode nomor seri Faktur Pajak 020.000-15.00000950.

Berdasarkan keterangan di atas, kewajiban pajak yang harus dipenuhi adalah:

Pemotongan pemungutan PPh


Bendahara Inspektorat Provinsi memotong PPh Pasal 4 Ayat 2 atas jasa konstruksi, yaitu:

1. Pelaksanaan Konstruksi PT Sehat Sejahtera dibayar pada 22 Juli 2014: Rp1.500.000.000 x


3% = Rp45.000.000
2. Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Imam yang dibayar pada 5 Juli 2014: Rp50.000.000 x 4%
= Rp2.000.000
Pemungutan PPN
Bendahara Inspektorat Provinsi mengambil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari
transaksi jasa konstruksi tersebut.
1. Pelaksanaan Konstruksi oleh PT Sehat Sejahtera dibayar pada 22 Juli 2014: Rp1.500.000.000
x 10% = Rp150.000.000
2.Perencanaan Konstruksi oleh Tuan Imam dibayar pada 5 Juli 2014: Rp50.000.000 x 10% =
Rp5.000.000

E. Ketentuan PPh Pasal 4 Ayat 2

Pajak Penghasilan Final (PPh Final)

Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.
Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong
pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran dimuka atas PPh terutang
akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak
dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh
final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan
lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan
pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT
Tahunan.
Penghasilan yang dikenakan pajak final adalah penghasilan yang menurut UU dikenakan
pajak bersifat final. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam UU PPh pada pasal 4 ayat (2), pasal
15, pasal 19 ayat (1), pasal 21 ayat (1), dan pasal 22.
Berikut ini adalah perlakuan perpajakannya:
1. penghasilan yang dikenakan pajak final tidak digabungkan dengan penghasilan yang
dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun.
2. pajak penghasilan yang terutang/telah dipotong/dipungut oleh pihak lain atau yang
dibayar sendiri atas penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, tidak dapat
diperhitungkan/ dikreditkan dengan pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan kena
pajak yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun.
3. biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka penghitungan
penghasilan kena pajak.
4. tarif pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final
adalah tarif sepadan, kecuali terhadap uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayarkan
oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun/
Jaminan Sosial Tenaga Kerja;
5. Pemenuhan kewajiban pajaknya dapat dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan
oleh pihak lain yang ditunjuk maupun dibayar sendiri.
Pengenaan PPh yang bersifat final berarti penghasilan yang diterima ataupun diperoleh
akan dikenakan PPh dalam tarif tertentu. PPh yang dikenakan, baik itu yang dipotong pihak lain
maupun yang sudah disetor sendiri, bukanlah pembayaran dimuka atas PPh terutang, melainkan
sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan itu.

F. PPh Final atas Jasa Konstruksi


 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
pekerjaan konstruksi.
 Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
 Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
 Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi
terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan
dan pembangunan.
 Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh Orang Pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.
 Pengguna Jasa adalah Orang Pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.
 Penyedia Jasa adalah Orang Pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang
kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
 Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa
konstruksi secara keseluruhan.

G. Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)


 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
memiliki kualifikasi usaha kecil;
 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang
tidak memiliki kualifikasi usaha;
 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain
Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;
 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang
dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

H. Pajak Penghasilan yang bersifat final:


1.Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan
pemotong pajak sebesar jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan
tarif Pajak Penghasilan
2.Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak
sebesar jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif
Pajak Penghasilan
3.Jika penyedia Jasa memperoleh atau menerima penghasilan dari Luar Negeri, maka atas pajak
yang dibayar atau terutang di Luar Negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan (PPh Pasal
24).
4.Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh oleh Penyedia Jasa Konstruksi dari luar usaha
dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum UU PPh.
5.Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi yang dikenakan
PPh Final.
6.Penyedia Jasa wajib melakukan pencatatan yang terpisah atas biaya dari kegiatan usaha selain
usaha Jasa Konstruksi.
7.Kerugian dari usaha Jasa Konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008
hanya dapat dikompensasi sampai Tahun Pajak 2008.
8.Untuk Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak
tahun pajak 2009 tidak diwajibkan membayar angsuran PPh Pasal 25.

 Perhitungan PPh atas Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI

Bunga Deposito:

1. Aditya menyimpan uang di Bank ABC dalam bentuk deposito sebesar Rp100.000.000
dengan tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Aditya menerima bunga
setiap bulan sebesar Rp1.000.000. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas
bunga deposito Aditya?

Jawab:

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank ABC adalah 20% x Rp1.000.000 = Rp200.000

Pajak deposito per tahun = Rp200.000 x 12 bulan = Rp2.400.000

2. Andhika menyimpan uang di Bank AAA dalam bentuk deposito sebesar Rp7.000.000
dengan tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Andhika merima bunga
setiap bulan sebesar Rp70.000. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas bunga
deposito Aditya?

Jawab:

Atas bunga Rp70.000 tidak dipotong PPh Pasal 4 (2) karena nilai deposito kurang dari
Rp7.500.000.
Tabungan:

Alice Key memiliki tabungan di Bank Moneytalk Indonesia dengan saldo rata-rata bulan Juni
2017 adalah Rp450.000.000. Bunga yang diberikan oleh Bank Moneytalk Indonesia adalah 9%
per tahun. Bunga yang diterima Alice Key pada bulan Juni 2017 adalah Rp3.375.000.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?

Jawab:

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Bank Moneytalk Indonesia pada Juni 2017 adalah 20% x
Rp3.375.000 = Rp675.000. Pajak tabungan per tahun = Rp675.000 x 12 bulan = Rp8.100.000.

Diskonto SBI:

Dana Pensiun Solusi Abadi yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari Bank Indonesia dengan nominal Rp1.000.000.000 dengan
memperoleh diskonto sebesar Rp20.000.000. Pada tanggal 1 April 2017, Dana Pensiun Solusi
Abadi menjual SBI tersebut kepada PT Rosa Sentosa dengan harga Rp980.000.000 dan
dibayarkan pada saat yang sama. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?

Jawab:

Besarnya diskonto SBI yang diperoleh PT Rosa Sentosa adalah Rp1.000.000.000 –


Rp980.000.000 = Rp20.000.000.

PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Dana Pensiun Solusi Abadi adalah 20% x Rp20.000.000
= Rp4.000.000.

 Perhitungan PPh atas Bunga Obligasi dan Bunga Simpanan Koperasi

Bunga Obligasi:

Pada tanggal 1 Juli 2011, PT ABC (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon (interest bearing
bond) dengan nilai nominal Rp10.000.000 per lembar. Jangka waktu Obligasi 5 tahun (jatuh
tempo tanggal 1 Juli 2016). Bunga tetap sebesar 16% per tahun, jatuh tempo bunga setiap
tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

PT MNO (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 10 lembar Obligasi dengan harga di
bawah nilai nominal (at discount) dengan harga Rp9.000.000 per lembar. Berapa besaran pajak
yang harus dibayarkan atas bunga obligasi tersebut?

Jawab:

PPh Pasal 4 ayat 2 yang harus dipotong oleh PT ABC pada saat jatuh tempo bunga tanggal 31
Desember 2011 adalah sebagai berikut:
Bunga = (6/12 x 16% x Rp10.000.000) x 10 lembar = Rp8.000.000
PPh Pasal 4 ayat 2 = 15% x Rp8.000.000 = Rp1.200.000

Apabila dalam contoh di atas investor atau pembeli obligasi adalah wajib pajak reksadana
maka penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2 atas bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo tanggal
31 Desember 2011 adalah sebagai berikut:

Bunga = (6/12 x 16% x Rp10.000.000) x 10 lembar = Rp8.000.000


PPh Pasal 4 ayat 2 = 5% x Rp8.000.000 = Rp400.000
Daftar pustaka

https://www.academia.edu/7952763/PAJAK_PENGHASILAN_PASAL_4_AYAT_2

https://www.online-pajak.com/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-ayat-2-a

hthttps://www.finansialku.com/pph-pasal-4/

https://news.ddtc.co.id/contoh-soal-perhitungan-pph-pasal-4-ayat-2-bag-1-10564

Anda mungkin juga menyukai