Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pasien terminal adalah pasien yang dalam keadaan menderita penyakit

dengan stadium lanjut yang penyakit utamanya tidak bisa diobati kembali dan

bersifat progresif (meningkat). Pengobatan yang diberikan hanya bersifat

menghilangkan gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas hidup, dan pengobatan

penunjang lainnya (Ali Yafie, 1996 : 34 ).

Bagi pasien terminal yang menghadapi penyakit kronis beranggapan bahwa

maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai

macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa

sakit, kecemasan, dan kegelisahan tidak akan berkumpul lagi dengan keluarga dan

lingkungan sekitarnya.

Pada stadium terminal, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya

mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat

badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan

spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka

kebutuhan pasien pada stadium terminal suatu penyakit tidak hanya pemenuhan

atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap

kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan.

Agama adalah penolong dalam kesukaran. Kesukaran yang paling sering

dihadapi orang adalah kekecewaan. Apabila kekecewaan terlalu sering

dihadapi dalam hidup ini, akan membawa orang pada perasaan rendah diri, pesimis

dan apatis dalam hidupnya, kekecewaan-kekecewaan yang dialaminya itu akan

sangat menggelisahkan batinnya. Mungkin ia akan menimpakan kesalahannya

kepada orang lain, tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuatnya,

dan mungkin pula akan menimbulkan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang

lain.

1
Lain halnya dengan orang-orang yang benar-benar menjalankan

agamanya. Setiap kekecewaan yang menimpanya tidak akan memukul jiwanya. Ia

tidak akan putus asa, tapi ia akan menghadapinya dengan tenang. Dengan cepat

ia akan ingat pada Tuhan, dan menerima kekecewaan itu dengan sabar dan tenang.

Dengan ketenangan batin itu ia akan dapat menganalisa sebab-sebab dari

kekecewaannya, dan dapat pula menemukan faktor pendorong atau penyebab

kekecewaan itu, sehingga ia dapat menghindari gangguan perasaan atau gangguan

jiwa akibat kekecewaan itu. Ia tidak akan menjadi putus asa atau pesimis dalam

hidupnya (Zakiah dradjat:2002).

Dari pemaparan diatas, terlihat jelas bahwa aspek spiritual dapat membantu

membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan. Apabila seseorang

dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat,

mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak

ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta.

Begitupun dengan pasien terminal, pasien terminal dituntut untuk

mempunyai sikap sabar. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, bahwa sikap sabar

merupakan salah satu cara terapi umum pemecahan masalah (rohaniah) individu

sesuai dengan yang dianjurkan al-Quran. Selain itu juga sabar merupakan suatu

yang bersifat dinamik. Umat Islam melihat dinamika kesabaran sebagai lingkaran

yang berasal dari Allah dan kembali pada Allah. Dalam Al-Quran dinyatakan:

155-157. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan

sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan

berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang

yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa

ilaihi raaji'uun" Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan

rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk

(Al-Quran dan Terjemahnya, DEPAG RI, 1989 : ).

Dari uraian di atas, dijelaskan bahwa sikap sabar sangat dibutuhkan

oleh pasien terminal. Untuk menyikapi hal tersebut, maka perlu adanya bimbingan

rohani Islam secara intensif pada pasien terminal, yaitu suatu pemberian bantuan

2
psikologis kepada seseorang ataupun kelompok terhadap nilai-nilai ajaran Islam

yang lebih menekankan pada aspek psikologis atau jiwanya untuk mencapai

kebahagiaan di dunia atau akhirat dengan berlandaskan kepada Al- Quran dan

Sunah.

Untuk itu di Rumah Sakit Al Islam menyediakan suatu wadah yang

bergerak dalam bidang bimbingan rohani Islam yang dikenal dengan instalasi

kerohanian. Adapun tujuan dari bimbingan rohani Islam yang diprogramkan oleh

pihak Rumah Sakit Al Islam melalui instalasi kerohanian yaitu :

1. Setiap pasien mampu memilki pemahaman Islam yang baik dan menyeluruh,

meliputi aqidah yang lurus, ibadah yang benar, akhlak yang mulia serta

wawasan yang luas.

2. Memberikan ajaran Islam di Rumah Sakit Al-Islam Bandung.


3. Memberikan bimbingan agama atau intervensi rohani kepada pasien yang
mempunyai masalahnya baik dalam psikologis dan spritualnya, diantaranya
yaitu bimbingan ibadah, bimbingan doa, bimbingan spiritual, bimbingan
motivasi, pelayanan doa, bimbingan sakaratul maut, dan pemulasaran jenazah.

Di antara kegiatan bimbingan rohani Islam yang dilakukan oleh petugas


instalasi kerohanian terhadap para pasien terminal diantaranya mengadakan santunan

(bimbingan doa, bimbingan dzikir, bimbingan ibadah, dan bimbingan motivasi),

ceramah melalui audioland, audio alquran, dan bimbingan khusnul khotimah. Tetapi

pada pelaksanaannya adakalanya sebagian pasien terminal tersebut, tidak adanya

sikap sabar dalam menghadapi penyakit yang di deritanya, sikap merasa tidak

berdaya, marah, tidak menerima dengan keadaan dan kondisi penyakit yang

dialaminya bahkan histeris.

Bagi pasien terminal yang telah melakukan bimbingan dengan baik, mereka

senantiasa sabar dalam menghadapi penyakitnya. Selain itu juga, sikap mereka bisa

tenang, lebih terarah, terkontrol, bisa menerima secara sadar tentang kondisi yang

terjadi dan hal-hal yang akan terjadi. Tetap beribadah melaksanakan kewajibannya,

seperti shalat walaupun dalam keadaan sakit, serta senantiasa tawakal mendekatkan

diri pada Allah. Mereka yakin bahwa Sakit adalah ujian dari Allah SWT, dengan

3
sakit berarti orang akan memperoleh ampunan dari Allah, dilipatgandakan pahala dan

ditingkatkan derajatnya.

B. DEFINISI
Pasien tahap terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang rnengalami
penyakit/sakit yang tidak rnernpunyai harapan untuk sernbuh yang
diakibatkan kegagalan organ atau multiorgan sehingga sangat dekat proses
kematian. Respon pasien tahap terminal sangat individual tergantung kondisi
fisik, psikologis, sosial yang dialami, sehinggan dampak yang ditimbulkan pada
tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukan oleh pasien terminal. Tujuan pelayanan pada pasien tahap terminal ini
adalah:
I. Meringankan pasien dari penderitaannya. baik fisik (misalnya rasa nyen,
mual, rnuntah, dll), maupun psikis (sedih, rnarah, khawatir, dll) yang
berhubungan dengan penyakitnya sehingga tercapai kenyamanan fisik dan
psikis.
2. Memberikan dukungan rnoril, spiritual maupun pelatihan praktis dalarn hal
perawatan pasien bagi keluarga pasien dun perawat
3. Menghindarkan atau mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
4. Meningkatkan mutu pelayanan pada pasien tahap terminal
5. Memberikan pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien tahap
terminal dengan segala kebutuhan uniknya
6. Menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidupnya bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan
senang dan damai.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkupnya adalah pasien pacla lase terminal yaitu pasien dalarn kondisi
sakit yang menurut ilmu kedokteran pada saat ini memiliki prognosis yang menuju
proses kematian. Pada kondisi tersebut perilaku dokter, perawat, petugas kesehatan
yang lain, serta petugas kerohanian harus memahami dan mendukung
pemenuhan kebutuhan unik pasien pada akhir hidupnya. Kebutuhan unik pasien
di akhir kehidupan meliputi beberapa hal berikut:
l. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan permintaan pasien dan
keluarga.
2. Menghargai nilai yang dianut pasien. agarna dan preferensi budaya
3. Mengikutsertakan pasien clan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
4. Memberi respon pada hal psikologis, emosional, spritual dan budaya dari pasien
dan keluarganya,

5
BAB III
KEBIJAKAN

Sesuai SK pemberlakuan Panduan Pelayanan pada Pasien Tahap Terminal dengan No


surat:.............

6
BAB IV
TATALAKSANA

1) Mengenal tanda-tanda klinis menjelang kematian:


a. Kehilangan Tonus Otot ditandai:
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi tu run
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya retlek
menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya.
4) Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi ditandai:
I) Kernunduran dalam sensasi.
2) Sianosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
1) Nadi lam hat dan le mah
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensori
I) Penglihatan kabur
2) Gangguan penciuman dan perabaan.

2. Mengenal tanda-randa klinis saat meninggal:


Secara tradisional. ianda-tanda klinis kemuti.m dapat dilihat rnelalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. l'uda tahun I lJ68.
World Medical Assembly, rnenetapkan beberapu petunjuk tenrang indikasi
kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan Jan luar secara total
b. Tidak adanya gerak dan otot, khususnya pernafasan
c. Tidak ada retlek
d. Gambaran mendatar pada EKG

3. Mengenal macam tingkat kesadaran/pengertian pasien dan keluarganya


terhadap kematian. Strause et all ( 1970), rnernbagi kesadaran ini dalam 3 tipe:
a. Closed Awarenrss!Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya mernilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan

7
keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena
kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya.
Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung,
kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya,
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
ini menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan
beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akun keadaan Jan terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui
akan adanya ajal yang menjelang dan rnenerirnu untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan
kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-
saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hat tersebut.
Respon pasien terhadap kondisi terminal sangat individual. rergantung kondisi
fisik. psikologis, soaial yang dialarni, sehingga dampuk yang ditirnbulkan pada
tiap individu juga berbeda.
4. Bantuan yang dapat diberikan pada tahap terminal
a. Bantuan Emosional
l) Pada fase Denial/Menolak
Petugas Rumah Sakit perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan
denial dengan cara menanyakan tentang kondisi atau prognosisnya dan
pasien dapat mengekspresikan perasaan perasaannya.
2) Pada fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Petugas Rumah Sakit perlu mernbantunya agar
mengerti bahwa rnasih rnerupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kernatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,
memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa
aman.
3) Pada fase Menawar
Pada fase ini Petugas Rumah Sakit perlu mendengarkan segala
keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang udak rnasuk akul.
4) Pada fase Depresi
Pada fase ini Petugas Rumah Sak it selalu hadir didekatnya
dun mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang

8
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dan pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada fase Peneri maan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-ternannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
menerima keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam
program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri
sebatas kemampuannya.

b. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis


I) Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk rnarnpu melakukan kebersihan diri
sebatas kemarnpuanuyu dalam ha! kebersihan kulit, rarnbut, rnulut. badan,
dan sebagainya.
2) Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien
dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainnya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-
obatan lebih baik diberikan intravena dibandingkan melalui
intramuskular/subkutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun.
3) Membebaskan Jalan Natas
untuk pasien dengan kesadaran penuh, pusisi fowler akan lebih baik
dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk mernbebaskun jalan
nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dan rnulut dan pemberian oksigen
4) Bergerak
Apabila kondisinya mernungkinkan, pas.en dapat dibantu untuk
bergerak, seperti : turun dan ternpat tidur. ganti posisi tidur (miring kiri,
miring kanan) untuk rnencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika
diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus
otot sudah menurun.
5) Nutrisi
Pasien seringkali anoreksia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
rnakan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena
terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi clisfagia, dokter perlu rnenguji reflek
rnenelan klien sebelurn diberikan makanan. kalau perlu diberikan makunan
cair atau intravena/infus.

9
6) Eliminasi
Karena aclanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxan perlu diberikan untuk
mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot secara teratur atau dipasang cluk yang diganti setiap saat atau dipasang
kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi
lecet, harus diberikan salep
7) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasren biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/ternpat terang. Pasien rnasih dapat
mendengar. tetapi tidak dapat/marnpu merespon, perawat dan keluarga harus
bicura dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

c. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial


Pasien dengan kondisi terminal akan ditempatkan di ruang isolasi, dun
untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawut dapat melakukan:
I) Menanyakan siapa-siapa saja yang in gin didatangkan untuk bertemu dengan
pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: Teman-ternan
dekat, atau anggota keluarga lain
2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi
3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menenma kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
4) Meminta saudara teman-ternannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dun membaw a buku-buku bacaun bagi pasien apabila pasien
rnarnpu membacany

d. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


I) Menanyakan kepada pasien ten tang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
3) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
4) Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan
keyakinannya/ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus rnampu mernberikan ketenangan melalui keyakinan- keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitif terhadap

10
kebutuhan ritual pasien yang akan rnenghadapi kematian. sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kernatian dapat terpenuhi.
5. Pelayanan pasien dalam kondisi sakaratul maut:
a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien dan
mendapatkan data hasil pemeriksaan bahwa pasien berada dalam kondisi
terminal. Jika yang melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien adalah
dokter yang mewakili yaitu dokter jaga, maka dokter jaga harus
melakukan prosedur konsultasi ke Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) tentang kondisi pusien tersebut
b. Dokter Penanggung Ju« ab Pcluyunan (DP Jl') atau dokter yang rnewak
i Ii (dokter jaga) menyarnpaik.m kondisi pasien iersebut kepada keluurg«
pasien sesuai dengan prosedur penyumpaian berita/kabar buruk kepada
pasien dan/atau keluarga pasien.
c. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) menanyakan kepada pasien dan/atau keluarga pasien apakah
ada hal-hal yang perlu ditanyakan atau ada keinginan dari pasien dan/atau
keluarga pasien tentang keadaannya.
d. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melaksanakan secara profesional keinginan pasien dan/atau
keluarga pasien selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan dan aturan agama yang dianut pasien.
e. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melakukan koordinasi dengan perawat dan petugas
kerohanian. Perawat untuk rnelaksanakan prosedur asuhan keperawatan
pada pasien terminal. Jika pasien tersebut menganut agama Islam, maka
petugas bina rohani melaksanakan prosedur layanan husnul khotimah.
Jikanpasien tersebut rnenganut agama yang lain, maka diperbolehkan
melaksanakan ibadahnya masing-masing.
f. Dokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan dalam rekam medis
pasien tersebut.

11
BAB V
DOKUMENTASI

Semua rangkaian pelayanan pada pasien tahap terminal dilakukan secara


terkoordinasi dan terintegrasi dalam suatu rekam medik agar asuhan yang diterima
oleh pasien terencana dengan baik, terpantau sehingga pelayanan yang diberikan
dapat secara optimal dan sesuai dengan kebutuhan asuhan pasien.

12

Anda mungkin juga menyukai