Anda di halaman 1dari 6

NAMA : HARIK SEPTRIAWI B P

NIM : 201710200311145
KELAS : AGROTEKNOLOGI 4C

PEMANFAATAN AIR KELAPA SEBAGAI ZAT PENGATUR TUMBUH DALAM


KULTUR JARINGAN
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran
cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak bercabang, dan dapat mencapai
10-14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3-4 meter dengan sirip-sirip
lidi yang menopang tiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat
sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu.
Selama ini pemanfaatan buah kelapa sebagian besar adalah daging buahnya. Buah kelapa
banyak dimanfaatkan pada bagian dagingnya, sedangkan air kelapa pemanfaatannya masih kurang.
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah
kelapa dan air kelapa. Pemanfaatannya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minyak kelapa
untuk kebutuhan rumah tangga dan dibuat kopra, sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil
samping (by product) dari buah kelapa. Pemanfaatan dari sabut dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan tali, karpet maupun karung, sedangkan untuk pengolahan tempurung dapat dijadikan
sebagai arang. Pemanfaatan air kelapa digunakan sebatas sebagai minuman (air kelapa muda),
pembuatan nata de coco, untuk proses pembuatan minuman, jelly, alkohol, dektran, dan cuka.
Air kelapa memiliki komposisi kimia seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin C, vitamin
B kompleks, kalsium dan mineral yang sangat baik untuk tubuh manusia. Komposisi kimia air kelapa
adalah gula 2,56%, abu 0,46%, bahan padat 4,71%, minyak 0,74%, protein 0,55%, dan senyawa
khlorida 0,17%. Kandungan mineral kalium pada air kelapa juga sangat tinggi yaitu 203,70 mg/100
g pada air kelapa muda dan 257,52 mg/100 g air kelapa tua (Santoso, 2003)
Sifat kimia air kelapa ditentukan oleh nilai pH, keasaman total dan gula reduksi. Derajat
keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman yang dimiliki oleh suatu larutan.
Air kelapa memiliki pH 4,5 – 5,3 per 100 ml air kelapa. Asam - asam organik yang terdapat pada air
kelapa dapat mempengaruhi perubahan pH air kelapa. Komposisi gula reduksi air kelapa yaitu sekitar
1,7 – 2,6 %. Pada air kelapa terdapat gula yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Hasil penelitian)
menunjukkan bahwa selama penyimpanan air kelapa pada suhu dingin di dalam refrigerator dapat
menghambat turunnya kadar gula reduksi maupun pH air kelapa. Kadar gula reduksi air kelapa pada
penelitian ini digunakan sebagai indikator terjadinya fermentasi, karena gula akan difermentasi oleh
mikrobia yang menghasilkan asam dan alkohol, bila terjadi fermentasi maka kadar gula reduksi
menurun dan total asam tinggi serta pH akan menjadi sangat asam. Ini dapat menggambarkan
kerusakan sifat kimia air kelapa selama penyimpanan.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah
dapat mendorong, menghambat, atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan
tanaman Zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu air kelapa. Air kelapa memiliki kandungan
kalium cukup tinggi sampai mencapai 17%. Air kelapa mengandung vitamin dan mineral. Hasil
analisis menunjukkan bahwa air kelapa tua dan muda memiliki komposisi vitamin dan mineral yang
berbeda. Air kelapa mengandung hormon auksin dan sitokinin. Kedua hormon tersebut digunakan
untuk mendukung pembelahan sel sehingga membantu pembentukan tunas dan pemanjangan.
Auksin akan membantu sel untuk membelah secara cepat dan berkembang menjadi tunas dan batang.
Selain mengandung auksin dan sitokinin air kelapa juga mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh
tanaman. Ketersediaan nutrisi bagi tanaman sangat penting untuk proses pertumbuhan.
Tujuan dari penggunaan air kelapa yanitu sebagai salah satu bahan media pada kultur
jaringan yang berperan sebagai zat pengatur tumbuh bagi eksplan serta penyedia unsur hara.

BAB 2. PEMBAHASAN
A. Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai Media Kultur Jaringan Anggrek Bulan.
Sebagian besar produk pertanian merupakan bahan pangan yang tidak dapat disimpan dalam
jangka waktu lama. Air kelapa (Cocos nucifera) yang banyak terbuang setiap harinya akan menjadi
limbah dan menjadi masalah bagi kebersihan pasar tradisional. Salah satu upaya memanfaatkan
limbahlimbah tersebut menjadi bahan yang lebih berguna adalah dengan memakai bahanbahan
tersebut sebagai media kultur jaringan tanaman anggrek terutama anggrek bulan (Phalaeopnosis
amabilis). Keberhasilan penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada jenis media.
Media kultur tidak hanya mengandung unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat sebagai
sumber karbon atau bahan organik lainnya. pemberian air kelapa 150 ml/l ditambah sukrosa 20 g/l
dalam media kultur memberikan hasil yang baik terhadap protocorm like bodies (plbs) anggrek
dendrobium. Pemberian air kelapa 150 ml/l tanpa pemberian sukrosa memberikan hasil yang baik
terhadap pertumbuhan anggrek vanda. Pemberian air kelapa pada tingkat ketuaan sedang dan muda
dapat mendorong pertumbuhan vegetatif plantlet. Kandungan sukrosa dalam air kelapa yang
ditambahkan dalam media sudah cukup bagi sumber energi bagi pertumbuhan dan perkembangan
jaringan yang dikulturkan.. air kelapa biasanya ditambahkan ke dalam media dengan konsentrasi 2
sampai 15 % (v/v). atau berkisar antara 100 sampai 200 ml/l.
Bahan tanaman yang digunakan adalah plantlet batang dari anggrek Phalaenopsis amabilis
tipe 229 dengan ukuran tinggi 1 sampai 2 cm, jumlah daun dua sampai tiga helai dan tanpa akar.
Bahan tanaman ini dalam keadaan steril dan belum pernah disubkultur sebelumnya. Dalam penelitian
ini prosentase kontaminasi sebesar 12% (data tidak ditampilkan) yang merupakan kisaran yang wajar
dalam kultur jaringan tanaman anggrek. Mayoritas kontaminan adalah jamur.
Hasil menunjukkan pemberian air kelapa sebanyak 150 ml/L memberikan tinggi tanaman
dan jumlah akar yang optimum. Air kelapa mengandung thiamin dan hormon pertumbuhan auksin
yang dikenal mimicu pembentukan akar . Fungsi tiamin adalah untuk mempercepat pembelahan sel
pada meristem akar. Diduga thiamin yang terkandung dalam air kelapa merupakan salah satu faktor
penyebab penambahan panjang akar plantlet anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) tipe 229 pada
penelitian ini (Ira, 2010).
B. Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Pertumbuhan Dan Perkembangan Anggrek Dendroium
asnosmum.
Dendrobium anosmum merupakan salah satu anggrek alam di Indonesia. Optimasi
komposisi media untuk perbanyakan anggrek melalui kultur in vitro diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan multiplikasi maupun kualitas bibit. Teknik perbanyakan mikro yang merupakan suatu
bentuk aplikasi teknik kultur jaringan dan bertujuan untuk perbanyakan tanaman telah terbukti sesuai
untuk perbanyakan anggrek termasuk dendrobium. Untuk memanfaatkan teknik ini secara optimal
diperlukan penguasaan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan anggrek secara in
vitro. Salah satunya adalah pemakaian media kultur dengan kandungan komponen-komponennya
yang tepat dan mampu merangsang perbanyakan protocormlike bodies (PLB) ataupun tunas.
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat
tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap
partumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Air kelapa merupakan salah
satu di antara beberapa persenyawaan kompleks alamiah yang sering digunakan dalam kultur
jaringan untuk perbanyakan mikro anggrek. Pemberian giberelin dan air kelapa pada perkecambahan
bahan biji anggrek bulan dengan konsentrasi 250 ml/l berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
perkecambahan biji anggrek bulan. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat saat munculnya daun, akar,
dan tinggi kecambah. Ini menunjukkan bahwa air kelapa dan giberelin berpengaruh positif terhadap
perkecambahan biji anggrek Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik merupakan salah satu cara
untuk menggantikan penggunaan bahan sintetis yang dipakai dalam pembuatan media kultur, seperti
kinetin.
Penelitian diatur dalam percobaan faktor tunggal dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 8 kali ulangan dan 4 taraf perlakuan, yaitu penambahan air kelapa dengan tingkat konsentrasi
sebagai berikut: P0 = 0 ml/l (control, tanpa air kelapa), P1 = 50 ml/l, P2 = 100 ml/l, dan P3 = 150
ml/l, pada media MS yang digunakan sebagai media in vitro. Setiap ulangan terdiri dari tiga eksplan
dalam setiap botol kultur, sehingga terdapat 96 kultur sebagai satuan pengamatan.
Hasil pengamatan terhadap peubah kualitatif (saat munculnya tunas, akar dan kuncup daun)
dan peubah kuantitatif (jumlah tunas, node/buku batang, daun, akar, tinggi plantlet, dan bobot basah
plantlet) menunjukkan hasil yang bervariasi. Rentang waktu munculnya tunas, akar dan kuncup daun
anggrek D. anosmum akibat pemberian air kelapa. Air kelapa baik digunakan pada media kultur
jaringan karena mengandung zat atau bahan-bahan seperti vitamin, mineral, asamasam amino dan
asam nukleat, fosfor serta zat tumbuh auksin dan giberelat yang berfungsi sebagai penstimulir
proliferasi jaringan, memperlancar metabolisme dan respirasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa air kelapa dengan konsentrasi 100 ml/l merupakan konsentrasi optimal dalam
menghasilkan jumlah tunas terbanyak, jumlah akar terbanyak dengan tinggi plantlet tertinggi
dan bobot basah terberat. Hal ini diduga, karena adanya kandungan sitokinin dalam air kelapa
yang tinggi dibandingan kandungan auksin yang terdapat dalam eksplan, sehingga proses
pembelahan sel lebih mengarah ke pembentu-kan tunas-tunas samping atau dapat dikatakan
bahwa kandungan sitokinin dalam air kelapa dalam konsentrasi tersebut dikatakan
mempengaruhi asam nukleat sehingga berpengaruh terhadap sintesa protein dan pengatur
aktivitas enzim dalam hal diferensiasi sel untuk pembentukan tunas plantlet anggrek D.
anosmum (Deliah, 2010).
C. Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Induksi Kalus Tanaman Kakao
Theobroma cacao L., atau yang lebih dikenal dengan tanaman kakao, merupakan
tumbuhan tropis yang berasal dari amerika latin yang dapat tumbuh hingga mencapai 10 meter
.T.cacao telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560. Negara Indonesia merupakan penghasil
kakao terbesar ketiga setalah Ghana dan Pantai Gading. Selain itu, di Indonesia komoditas kakao
merupakan komoditas penghasil devisa negara nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet.
Berdasarkan data ICCO (International Cacao Organization) komoditas kakao di indonesia pada
tahun 2009 total pendapatannya dapat mencapai sebesar US $ 1,8 milyar atau naik 20% dari
tahun sebelumnya Meskipun demikian, Agrobisnis kakao di Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama
penggerek buah kakao (PBK), mutu produk dan jumlah masih rendah serta masih belum
optimalnya pengembangan produk kakao serta penyediaan jumlah bibit kakao yang unggul. Hal
ini menjadi suatu tantangan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh perkebunan kakao
sekaligus sebagai peluang untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih
besar dari agribisnis kakao.
Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh perkebunan kakao
melalui rekayasa genetika. Keuntungan dari rekayasa genetika dalam perbaikan tanaman genetik
telah menyebabkan pengembangan metode transformasi DNA, dimana diharapkan dapat
memecahkan masalah dalam meningkatkan produktivitas suatu tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalus kakao dapat diinduksi pada semua medium
perlakuan. Kalus kakao terbentuk pada permukaan eksplan dan luka irisan yang ditandai dengan
pembengkakan pada eksplan dan berwarna putih. Kalus dapat diinisiasi secara secara in vitro
dengan meletakkan irisan jaringan tanaman (eksplan) pada media tumbuh dalam kondisi steril.
Medium yang ditambahkan dengan air kelapa akan menghasilkan kalus yang sangat cepat
sedangkan medium tanpa air kelapa akan menghasilkan kalus yang sangat lama. Penambahan
air kelapa pada inisiasi kalus di media sangat berpengaruh pada saat munculnya kalus. Selain
itu, komponen-komponen yang terkandung di dalam air kelapa dapat berinteraksi dengan
hormone endogen yang dimiliki oleh setiap eksplan sehingga mampu merangsang pembelahan
sel.
D. Pemanfaatan Air Kelapa Sebagai ZPT Pada Multiplikasi Tunas Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat
unggulan yang memiliki khasiat multifungsi. Rimpang induk temulawak berbentuk bulat seperti
telur dan berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan dimana bagian dalamnya berwarna jingga
kecokelatan. Rimpang tersebut berkhasiat obat yang mampu mengobati berbagai penyakit
kelainan pada hati (lever), kantong empedu dan pankreas. Di samping itu, temulawak juga dapat
menambah nafsu makan, menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kecenderungan masyarakat
menggunakan cara pengobatan dengan obat dari bahan alami telah meningkatkan permintaan
benih temulawak. Permintaan terhadap temulawak untuk keperluan industri obat tradisional di
Provinsi Jawa Tengah mencapai 3,14 ton rimpang segar/ tahun. Sekitar 70% jamu yang beredar
di pasaran mengandung temulawak dan sekitar 70% hasil produksi temulawak dari Indonesia
diekspor ke luar negeri. Kondisi ini memberi peluang kepada petani sebagai penyedia bahan
baku temulawak. Meningkatnya permintaan rimpang telah mendorong meningkatnya
permintaan akan bibit temulawak. Namun sampai saat ini kebutuhan yang tinggi terhadap bahan
tanaman belum dapat dipenuhi sehingga diperlukan alternatif lain untuk penyediaan bahan
tanaman dalam jumlah yang cukup.
Upaya penyediaan bahan tanaman secara massal dalam waktu relatif singkat serta bebas
hama dan penyakit dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan. Penggunaan teknik ini masih
terkendala oleh tingginya biaya bahan kimia khususnya zat pengatur tumbuh (ZPT). Namun hal
itu dapat diatasi dengang penggunaan Air kelapa merupakan bahan alami yang mempunyai
aktivitas sitokinin untuk pembelahan sel dan mendorong pembentukan organ.Konsentrasi air
kelapa yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah 2 - 15%. ZPT air kelapa 15% dengan
media cair ternyata sedikit lebih murahdibandingkan dengan ZPT Benzyl Adenin + media cair,
dengan harga jual benih di laboratorium sebesar Rp. 322/tanaman. Dari hasil analisis ekonomi
dapat diketahui bahwa penggunaan media dasar cair yang diperkaya zat pengatur tumbuh alami
air kelapa konsentrasi 15% lebih efisien dari pada media lain karena setelah dihitung lebih
murah.
Tunas temulawak yang berasal dari calon varietas unggul yang akan dilepas (calon
varietas A), sesudah disterilisasi dengan berbagai sterilan, dibilas dengan aquades steril
sebanyak tiga kali, lalu dikulturkan pada media dasar Murashige dan Skoog (MS) padat yang
diberi perlakuan air kelapa pada berbagai konsentrasi yaitu : 0% (tanpa air kelapa), 5, 10, 15, 20,
dan 25% (v/v). Sebagai pembanding digunakan zat pengatur tumbuh sintetik yaitu Benzyl
Adenin (BA) 1,5 mg/l.
Hasil yang diperoleh yaitu respon tumbuh dan multiplikasi tunas terbaik diperoleh pada
penggunaan konsentrasi air kelapa 15% (yang disterilisasi dengan autoclave) menghasilkan
jumlah tunas 3,4 tunas/2 bulan, berbeda nyata dengan perlakuan ZPT sintetik BA 1,5 mg/l yaitu
2,4 tunas. Aplikasi air kelapa sebagai substitusi Benzyl Adenin menghasilkan respon tumbuh
yang bervariasi. Aplikasi air kelapa pada konsentrasi 15% yang diautoclave menghasilkan
respon tumbuh dan multiplikasi tunastemulawak terbaik, dengan rataan jumlah tunas 3,4 buah
yang tidak berbeda nyata dengan Benzyl Adenin 1,5 mg/l pada umur delapan minggu.
Konsentrasi ini merupakan konsentrasi optimal yang mendukung pertumbuhan kultur pada umur
2 bulan. Air kelapa merupakan zat pengatur tumbuh alami yang banyak digunakan dalam
perbanyakan in vitro berbagai tanaman hias di antaranya anggrek karena memiliki ZPT sitokinin.
Penggunaan ZPT sintetik air kelapa, dengan konsentrasi 100 ml/l dan 150 ml/l pada media MS
untuk kultur jaringan gladiol (Gladiolus hybridus L.) memberikan pengaruh terbaik terhadap
jumlah tunas, bobot kering planlet, dan jumlah akar (Deliah, 2010).
E. Pemafaatan Air Kelapa Untuk Induksi Multiplikasi Tunas dan Perakaran Lada.
Upaya untuk menunjang peningkatan produktivitas lada perlu didukung oleh
ketersediaan benih unggul. Varietas Petaling 1 merupakan salah satu varietas lada yang
mempunyai produktivitas tinggi (4,48 ton/ha). Perbanyakan lada varietas Petaling 1 secara in
vitro dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghasilkan benih lada. Beberapa keuntungan
perbanyakan lada secara in vitro antara lain: benih yang dihasilkan mempunyai sifat yang identic
dengan induknya, dapat menghasilkan benih dalam jumlah banyak (dari satu tunas yang telah
respons/starter cultur dapat menghasilkan sekitar 1000 benih dalam waktu 1 tahun), benih yang
dihasilkan bebas hama dan penyakit, serta biaya angkut relatif lebih murah dan mudah.
Keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pemilihan eksplan yang digunakan, sterilisasi eksplan, komposisi media dasar, penggunaan zat
pengatur tumbuh (ZPT) terutama auksin dan sitokinin serta faktor-faktor lingkungan dimana
kultur ditempatkan. Penggunaan zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam
pertumbuhan dan morfogenesis pada kultur sel, jaringan, maupun organ.
Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman secara in vitro dapat
bersifat sintetik dan alami. Secara alami zat pengatur tumbuh atau hormon dapat diperoleh dari
air kelapa. Media dasar yang digunakan untuk induksi multiplikasi tunas dan induksi perakaran
adalah MS (Murasige & Skoog) ditambah sukrosa 30%, agar 8 g/l, dan PVP 200 mg/l. Semua
media perlakuan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 20 menit. Penelitian
terdiri dari 2 kegiatan yaitu induksi multiplikasi tunas dan induksi perakaran lada secara in vitro.
Penggunaan air kelapa pada konsentrasi 10-50% menunjukkan perbedaan nyata dengan
perlakuan BA 0,3 mg/l terhadap jumlah tunas dan jumlah daun yang dihasilkan. Perlakuan BA
0,3 mg/l menghasilkan tunas dan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan penggunaan air kelapa
pada semua konsentrasi. Tunas baru mulai terbentuk 2 minggu setelah subkultur. Jumlah tunas
pada perlakuan BA 0,3 mg/l pada umur 3 bulan rata-rata adalah 2,69. Pemberian air kelapa
dengan konsentrasi yang berbeda memberikan respon yang relatif sama terhadap jumlah tunas,
jumlah daun, dan jumlah akar. Namun pada konsentrasi 20% mampu memacu tinggi tanaman
yang hampir sama dengan perlakuan BA 0,3 mg/l. Pemberian air kelapa pada konsentrasi 10-
50% justru memacu pembentukan akar. Akar mulai terbentuk pada 12 HST dan rata-rata jumlah
akar yang dihasilkan antara 1,94-2,68. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan semakin
tinggi konsentrasi air kelapa yang digunakan semakin banyak akar yang terbentuk meskipun
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada air kelapa
yang digunakan diduga mengandung auksin lebih tinggi dibandingkan sitokinin.
Penggunaan air kelapa untuk perlakuan induksi multiplikasi tunas pada semua
konsentrasi lebih memacu pembentukan akar, selain itu kultur yang dihasilkan mempunyai
pertumbuhan normal dan lebih vigor dibandingkan perlakuan BA 0,3 mg/l. Semakin tinggi
konsentrasi air kelapa yang digunakan, semakin banyak akar yang dihasilkan sehingga sesuai
untuk media pembesaran planlet (Indah, 2012).

Anda mungkin juga menyukai