1840312432
Pembimbing :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi bakteri pada rongga amnion adalah salah satu penyebab terpenting
ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan terutama oleh bakteri.
persalinan lama. Periode ketuban pecah yang lama merupakan faktor risiko yang
antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas dan
Risiko yang dapat terjadi pada janin akibat infeksi ini adalah sepsis,
yang lain. Pada ibu, risiko yang dapat terjadi adalah sepsis, endometritis pasca
korioamnionitis. Usia ibu lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko.
Ibu yang hamil di usia muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam
1
menjaga higiene urogenitalnya, sehingga meningkatkan risiko bakterial vaginosis,
ini mencapai 5-25% terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah. Walaupun
korioamnionitis.
ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada cairan
ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. 2 Bakteri
2.2 Epidemiologi
semua persalinan.9 Infeksi ini berhubungan dengan ketuban pecah dini dan
persalinan lama. Sekitar 25% infeksi intrauterin disebabkan oleh ketuban pecah
dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi
serius bagi ibu dan janin, bahkan berlanjut menjadi sepsis. Korioamnionitis
3
2.3 Etiologi
bakteri fakultatif dan anaerob. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah
yang sejak tahun 1930-1949 disebut Streptokokus serta hemolitikus (Grup B).
korioamnionitis. Usia ibu lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko.
Ibu yang hamil di usia muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam
4
menjaga higiene urogenitalnya, sehingga meningkatkan risiko bakterial vaginosis,
janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan
dini, pemeriksaan vagina dengan jari, kateter intrauterin, dan infeksi urogenital
(terutama infeksi vagina atau serviks, termasuk infeksi menular seksual (IMS).
respon imun ibu atau dengan mengganggu komposisi cairan ketuban dengan
Terdapat faktor risiko tambahan seperti penyakit kronis ibu, status nutrisi ibu,
dan stres emosional, semua hal tersebut bisa meningkatkan kerentanan wanita
terhadap infeksi dengan cara mempengaruhi fungsi sistem imun. Hubungan pasti
2.5 Patofisiologi
serviks dan vagina setelah terjadinya ketuban pecah dan persalinan8,10. Selain itu
dan bakteremia maternal dan induksi bakteri pada cairan amnion akibat
5
kordosintesis. Faktor risiko terjadinya korioamnionitis adalah waktu antara
vaginosis.4,13
selaput ketuban. Walaupun sangat jarang, korioamnionitis dapat juga terjadi pada
dengan pecahnya selaput ketuban < 24 jam sebelum persalinan, akan menderita
bakteremia. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi >24 jam maka sebanyak 17%
6
Pada keadaan selaput ketuban yang masih intak, korioamnionitis sangat
jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi Listeria monosytogenes,
yang merupakan batang gram positif anaerob, yang menginfeksi janin secara
Gejala pada ibu dapat asimtomatis atau hanya berupa demam ringan dan jarang
infeksi janin dan rongga amnion pada selaput ketuban yang masih intak10.
desidua, dan pada beberapa kasus dapat melintas melalui membran korioamnion
yang masih utuh dan masuk ke dalam cairan amnion, sehingga menyebabkan
paling banyak dipergunakan saat ini adalah teori invasi bakteri dari ruang
7
membran korioamnion yang akan menyebabkan pecahnya membran.
Persalinan prematur disebabkan akibat janin itu sendiri. Pada janin yang
corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipotalamus janin dan juga produksi
CRH dari plasenta. Hal ini akan meningkatkan kadar produksi adrenal janin
prostaglandin11.
prematur11
8
2.6 Diagnosis
Bila terdapat dua dari enam gejala diatas ditemukan pada kehamilan, maka risiko
Gibbs, dkk mengemukakan gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu suhu
ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100
x/menit), takikardia janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan
suatu proses kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau
terjadi ketuban pecah dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada
atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik diatas selain tanda-tanda
prematuritas11.
9
Peningkatan kadar CRP memiliki spesifisitas yang tinggi untuk diagnosis
lebih pasti dari korioamnionitis. Kombinasi pewarnaan Gram dan kultur dari hasil
semua sel leukosit polimorfonuklear adalah sel yang berasal dari ibu, sedangkan
dan spesifik digunakan secara tersendiri terlepas dari gejala dan tanda klinis
2.7 Tatalaksana
dan janin dilahirkan tanpa memandang usia gestasi. 3,4 Mengingat bahwa
misalnya sepsis atau infeksi anaerob serius dengan adanya cairan amnion berbau
10
busuk, terapi kombinasi yang terdiri dari penisilin atau ampisilin, aminoglikosida
ampisilin yang digunakan adalah 2 gr tiap 4 atau 6 jam, gentamisin 1,5mg/kg tiap
dampak pada terapi antibiotika pada janin. Jika antibiotika diberikan intrapartum,
maka pemberian antibiotika untuk bayi diberikan terus menerus selama 7 hari.
Namun jika antibiotika ibu diberikan setelah kelahiran bayi, maka dapat diperiksa
kultur darah bayi dan antibiotika dapat dihentikan pada hari ke-3 jika kultur tidak
tumbuh.4
11
endometritis dari 10% (pada persalinan pervaginam) menjadi 30%, dan
belum selesai dalam interval 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Hal ini
peningkatan infeksi neonatus jika interval antar diagnosis dan persalinan kurang
dari 12 jam, namun peningkatan kejadian infeksi neonatus setelah interval 12 jam
untuk dipertimbangkan.4
2.8 Komplikasi
12
hasil kultur darah yang positif (bakteremia) sebagian besar oleh bakteri GBS dan
E.coli. Namun komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic shock, kematian
sama dengan SIRS, maka agak sulit membedakannya dengan yang terjadi pada
fetus, FIRS sebenarnya dapat dideteksi bila terjadi peningkatan IL-6 pada darah
umbilical (tali pusat) yang biasanya didapatkan pada persalinan preterm dan
PPROM namun kadang dapat muncul pada umur kehamilan aterm. Penunjuk
histopatologik dari FIRS adalah funisitis dan korionik vaskulitis. FIRS sekarang
dan berhubungan pada neonatus preterm dengan kegagalan multi organ, termasuk
biasanya lebih terlihat pada proses infeksi. Meski kontoversial, paparan fetus
13
2.8.3 Komplikasi jangka panjang untuk neonatus
menampakkan efek advers saat atau segera setelah lahir. Efek advers yang
muncul termasuk kematian perinatal, asfiksi, sepsis neonatus dini, septic shock,
2.9 Prognosis
terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah. Secara umum terjadi
peningkatan 3-4 kali lipat kematian perinatal diantara neonatus dengan berat lahir
rendah yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis.4 Selain itu terjadi juga
negara maju neonatus cukup bulan yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis
dapat bertahan dengan baik. Hanya sedikit bahkan tidak terjadi peningkatan
mortalitas perinatal, risiko sepsis dan pneumonitis juga jarang terjadi pada
14
terjadi pada 2-5% kasus dan terjadi peningkatan kejadian infeksi postpartum. 4
korioamnionitis intrapartum.7
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
1. Anamnesis :
a. Identitas :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
b. Keluhan utama :
Keluar air-air banyak dari kemaluan sejak
16
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan kelainan/penyakit keturunan, menular dan
kejiwaan
2. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda-tanda vital :
Tekanan darah:
Nadi:x/i
Pernapasan:x/i
Suhu:
- Kulit : Dalam Batas Normal
- Kelenjar Getah Bening : Dalam Batas Normal
- Kepala : Dalam Batas Normal
- Rambut : Dalam Batas Normal
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
- Telinga : Dalam Batas Normal
- Hidung : Dalam Batas Normal
- Tenggorokan : Dalam Batas Normal
- Gigi dan Mulut : Dalam Batas Normal
- Leher : Dalam Batas Normal
- Dada :
Paru : - Inspeksi : Normochest, Pergerakan kanan = kiri
- Palpasi : Fremitus kanan = kiri
- Perkusi : Sonor kanan = kiri
- Auskultasi : Vesikuler kiri = kanan
Jantung : - Inspeksi : Normochest, Iktus Kordis tidak terlihat
- Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC 5
17
- Perkusi : Batas Jantung Normal
- Auskultasi : S1S2 Reguler, bising-, gallop-
- Punggung : Dalam Batas Normal
- Anggota Gerak : udem - , clubbing finger –
- Status Obstetri :
Wajah : Chloasma Gravidarum +
Mammae : Membesar, areola papilla mammae hiperpigmentasi +, pembesaran
kelenjar +,
Kolostrum –
Abdomen : Inspeksi : lesi-, scar-, kontur perut cembung, linea nigra+, striae
gravidarum +
Palpasi: Leopold 1: teraba massa tidak keras, tidak bulat, tidak
melenting
Leopold 2: teraba tahan terbesar disebelah kanan
Leopold 3: teraba massa keras, bulat, melenting,
terfiksir
Leopold 4: Konvergen
Auskultasi : DJJ: 143x/i
TFU : 29 cm
3. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin : g/dl
Leukosit :
Trombosit :
Hematokrit : %
4. Diagnosis
18
- O2 5 Liter
- Siapkan SCTPP emergency
19
BAB 4
KESIMPULAN
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada cairan
ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri
ketuban janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan
makin tinggi pula risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.
seringkali bukan suatu gejala akut, namun merupakan suatu proses kronis dan
tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau terjadi ketuban pecah
dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada wanita yang terbukti
umum gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu suhu ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau
lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100 x/menit), takikardia janin
(>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan leukositosis ibu (>15.000
sel/mm3) .
20
Tatalaksana pada wanita dengan korioamnionitis biasanya dengan terapi
21
DAFTAR PUSTAKA
22
12. Sumber: Fahey JO. Clinical management of intra-amniotic infection and
korioamnionitis: a review of literature. J Midwifery Womens
Health. 2008;53(3):227-235.
13. Arias F. Premature Rupture of Membrane. Practical Guide to: High Risk
Pregnancy and Delivery, 2 nd ed. St Louis: Mosby Year Book; 1993: 100-113
14. Gardner K. Emergency delivery, preterm labor and postpartum hemorrage. In:
Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Obstetric & Gynecologic
Emergencies Diagnosis & Management. New York: McGraw-Hill; 2004:
320
15. Ketuban pecah dini. Dalam: Saifuddin AB ed. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohadjo: M-115
23