Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang terjadi karena defisiensi
insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin atau kedua-duanya.1
Menurut WHO, tahun 2014 sekitar 8,5% dari orang dewasa yang
berusia lebih dari 18 tahun menderita diabetes. Pada tahun 2015, diabetes
mellitus menjadi penyebab kematian dengan jumlah 1,6 juta jiwa.2
Berdasarkan kriteria American Diabetes Asociation, sekitar 10,2 juta orang di
Amerika Serikat menderita diabetes melitus.3 Pada Tahun 2030 diperkirakan
DM menempati urutan ke-7 penyebab kematian dunia. Sedangkan untuk di
Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 akan memiliki penyandang DM
(diabetisi) sebanyak 21,3 juta jiwa.2
Menurut Riskesdas 2013, sebesar 6,9% penduduk Indonesia mengalami
diabetes melitus, diantaranya 29,9% mengalami toleransi glukosa terganggu
dan 36,6% mengalami GDP terganggu. Sedangkan untuk kasus diabetes
mellitus di Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebanyak 49.318 orang yang
telah didiagnosis diabetes mellitus dan sebanyak 21.919 orang memiliki
gejala sering lapar, haus, dan buang air kecil dalam jumlah yang banyak
dengan penurunan berat badan namun belum terdiagnosis diabetes mellitus.4
Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti
oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes
melitus. Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit
akibat penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati,
nefropati maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner
dan juga pembuluh darah tungkai bawah. Dengan demikian, pengetahuan
mengenai diabetes dan komplikasi vaskularnya menjadi penting untuk
diketahui dan dimengerti.5
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

1
2

membahas masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus yang membahas
mengenai pendekatan kedokteran keluarga pada pasien diabetes melitus yang
didapatkan melalui hasil kunjungan rumah agar dapat menjadi bahan
masukan bagi penulis dan petugas kesehatan dalam pencegahan,
penanggulangan dan pengobatan pada penyakit diabetes melitus.

1.2. Tujuan Penelitian


1.2.1. Tujuan Umum
Untuk memahami penanganan penyakit diabetes melitus dengan
pendekatan pelayanan dokter keluarga.

1.2.2.Tujuan Khusus
Menerapkan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik,
komprehensif, dan berkesinambungan yang memandang pasien sebagai
bagian dari keluarga dan berhasil memotivasi pasien dan keluarga dalam
mencoba mengubah perilaku hidup menjadi perilaku hidup sehat dan patuh
dalam meminum obat serta melakukan kontrol rutin setiap bulannya.

1.3. Manfaat Penelitian


1.3.1. Manfaat Praktis
Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat dijadikan sebagai
sarana untuk melatih keterampilan dan menambah pengalaman dalam
pelayanan kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
keluarga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus


2.1.1. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik kadar glukosa darah di atas normal yang terjadi karena defisiensi
insulin oleh pankreas, penurunan efektivitas insulin atau kedua-duanya.1
Diabetes melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia menahun
yang akan mengenai seluruh sistem tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh
karena adanya faktor yang menghambat kerja insulin atau jumlah menurun.
Hiperglikemia didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi
dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum normal adalah 110 mg/dL. Glukosa
difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya di filtrasi oleh tubulus ginjal
selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL.6

2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Ada beberapa klasifikasi diabetes melitus yang dibedakan berdasarkan
penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Berdasarkan etiologinya diabetes
melitus dibagi menjadi empat jenis yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes
melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional (diabetes kehamilan), dan diabetes
melitus tipe lainnya.7
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat
gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses
autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau
berhenti.8 Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus
(IDDM) karena pasien harus membutuhkan insulin dan sampai saat ini
belum dapat di sembuhkan.9 Diabetes melitus tipe 1 biasanya terjadi pada
anak-anak atau masa dewasa muda, prevalensinya kurang lebih 5%-10%

3
4

penderita dari kasus. Individu yang kekurangan insulin hampir atau secara
total dikatakan juga sebagai diabetes “juvenile onset” atau “insulin
dependent” atau “ketosis prone” Karena tanpa insulin terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan oleh ketoasidosis.10
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada terjadinya
diabetes mellitus tipe 1. Walaupun hampir 80% penderita diabetes mellitus
tipe 1 tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit sama. Faktor
genetik berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu
yang berperan sebagai faktor kerentanan. Lingkungan (infeksi virus,
toksin, dan lain-lain) akan memicu seseorang yang rentan yang
menimbulkan diabetes mellitus tipe 1.8
2. Diabetes Melitus Tipe2
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau
gangguan sekresi insulin.Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin,
kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya
diabetes mellitus ini disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM).9 Diabetes mellitus ini biasanya terjadi setelah usia 40
tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia termasuk masa anak dan
remaja. Dulu diabetes mellitus ini dikenal sebagai diabetes onset dewasa
(maturitity onset diabetes) atau diabetes stabil.8 Diabetes mellitus ini
merupakan tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi, yaitu kurang
lebih 90%-95% penderita mengalami diabetes mellitus tipe 2 dari kasus
diabetes mellitus. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, sekitar
80% pasien diabetes mellitus ini mengalami obesitas. Karena obesitas
berkaitan dengan resistensi Insulin.6
Pada penderita diabetes mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia
tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan
karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap
5

kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif


insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga
sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Onset diabetes mellitus tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya
asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan
mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. Diabetes
mellitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.11
3. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional terjadi pada wanita yang tidak
menderita diabetes sebelum kehamilannya. Diabetes Melitus gestasional
dapat menimbulkan dampak yang buruk untuk janin dalam kandungan jika
tidak segera dilakukan pengobatan dengan benar.12
4. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes melitus tipe lain merupakan diabetes melitus yang
berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu. Hiperglikemia terjadi
karena penyakit lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik
endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan
genetik lain.12

2.1.3. Faktor Risiko


Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit multifaktoral dengan
komponen genetik dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama
kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit tersebut. Sebagian faktor
dapatdimodifikasi melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian lainnya
tidak dapat diubah.
6

A. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi (Unmodifiable Risk


Factor)13
1. Ras dan Etnik
Ras dan etnik seperti suku atau kebudayaan setempat dimana suku
atau budaya dapat menjadi salah satu faktor risiko diabetes mellitus
yang berasal dari lingkungan.
2. Usia
Usia mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya
fisik, serta sifat resistensi tertentu. Diabetes seringkali ditemukan pada
masyarakat dengan usia tua karena pada usia tersebut, fungsi secara
fisiologis menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi
insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian
glukosa darah yang tinggi kurang optimal.
3. Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Mellitus
Seorang anak merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan
diabetes mellitus (ayah, ibu, saudara laki-laki, saudara perempuan)
memiliki risikomendapatkan diabetes mellitus dari ibu lebih besar 10-
30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen
sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu.
4. Pernah Melahirkan Bayi dengan Berat Badan >4000gram
Wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih
dari 4000gram dianggap berisiko terhadap kejadian diabetes mellitus
tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan bayi
dengan berat lebih dari 4000gram yang biasa disebut pra diabetes.
5. Riwayat Lahir dengan Berat Badan <2500gram
Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) ialah apabila
seseorang ketika lahir dengan berat badan <2500gram. Seseorang
yang lahir dengan BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas
sehingga kemampuan pankreas untuk memproduksi insulin akan
terganggu. Hal tersebut menjadi dasar mengapa riwayat BBLR
seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR.
7

B. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi (Modifiable Risk Factor)


1. Obesitas (IMT lebih dari 25kg/m2)
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan
subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas
yang didefinisikan sebagai kelebihan berat badan. Indeks massa tubuh
orang dewasa normalnya ialah antara 18,5-25kg/m2. Jika lebih dari
25kg/m2 maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami
obesitas.
Pada pasien diabetes melitus tipe 2, pankreas yang memproduksi
insulin sebagian rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam
jumlah yang cukup. Kegemukan melambangkan seperti seakan-akan
lubang kunci pada sel-sel berubah bentuk sehingga diperlukan lebih
banyak insulin. Namun peningkatan kebutuhan insulin tersebut tidak
dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya, konsentrasi glukosa darah menjadi
tinggi.
2. Obesitas abdominal
Kelebihan lemak disekitar otot perut dengan gangguan metabolik,
sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk
mengukur lemak perut. Pada orang yang obesitas, terjadi peningkatan
pelepasan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak viseral
yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan lebih sensitif
terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan
kerja insulin sehingga terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel
yang memicu peningkatan produksi glukosa hepatik melalui proses
glikoneogenesis.
3. Kurangnya Aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling
penting dalam peningkatan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di seluruh
dunia. Menurut WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah
8

kegiatan paling sedikit 10 menit tanpa henti dengan melakukan


kegiatan fisik ringan, sedang dan berat.
4. Hipertensi (lebih dari 140/90mmHg)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya
tergantung usia individu yang terkena. Hipertensi dengan peningkatan
tekanan sistol tanpa disertai peningkatan diastol lebih sering terjadi
pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastol tanpa
disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa
muda.
5. Merokok
Merokok telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang
memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Merokok juga telah
terbukti menurunkan metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan
timbulnya diabetes mellitus tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko diabetes mellitus
melalui mekanisme indeks massa tubuh.

2.1.4. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes melitus terjadi karena produksi insulin tidak ada atau tidak
cukup. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau
Langerhans di dalam pankreas. Fungsi insulin adalah mengangkut glukosa ke
dalam sel. Keberadaan sel bergantung pada jumlah glukosa yang masuk, yang
kemudian diubah menjadi energi. Pada diabetes mellitus terjadi peningkatan
glukosa dalam darah karena glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel tanpa
persediaan insulin yang cukup. Keadaan ini pada akhirnya akan
mengakibatkan hiperglikemia.12
Kadar tertinggi insulin terjadi sekitar 30-45 menit setelah makan
makanan tinggi karbohidrat. Kadar insulin kembali ke tingkat basal seiring
dengan penurunan kadar glukosa darah, sekitar 120 menit setelah makan.
Pada keadaan glukosa darah rendah (kurangnya asupan karbohidrat) kadar
insulin akan menurun dan keadaan ini akan merangsang sel alpha pankreas
9

untuk mensekresikan glukagon. Glukagon berfungsi untuk mempertahankan


ketersediaan bahan bakar apabila tidak tersedia glukosa makanan dengan
merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol.
Kadar glukosa darah tetap normal melalui mekanisme timbal balik insulin –
glucagon.14
Pada diabetes melitus tipe 1, makin menurunnya insulin pasca makan
akan mempercepat proses katabolisme. Insulinopenia, menyebabkan glukosa
oleh otot dan lemak berkurang mengakibatkan hiperglikemia posprandial.Bila
insulin makin menurun glukosa akan merangsang glikogenolisis dan
glukoneogenesis, akan tetapi glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke
dalam sel maka hati akan berusaha lebih keras lagi sehingga terjadi
hiperglikemia puasa menimbulkan diuresis osmotik disertai glukosuria
dengan ambang ginjal sudah terlampaui (180 mg/dL). Tubuh akan kehilangan
kalori, elektrolit dan cairan, terjadi dehidrasi yang meningkatkan stress
fisiologis dengan hipersekresi hormon stress. Meningkatnya hormon stress
dan menurunnya kadar insulin menyebakan peningkatan glikogenolisis,
glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis ketoasidosis diabetik.Saat asidosis
sudah menjalarkeseluruh tubuh, penderita akan mengalami koma yang
akhirnya menyebabkankematian.8
Pada diabetes melitus tipe 2, insulin di produksi tetapi sel resisten
terhadap insulin, sehingga dibutuhkan sekresi insulin dalam jumlah lebih
besar. Pada akhirnya pankreas tidak mampu memenuhi peningkatan insulin
dan terjadilah hiperglikemia. Pada diabetes mellitus ini tidak terjadi
ketoasidosis, tetapi diabetes mellitus yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan HHNK. Diabetes
kehamilan sama dengan diabetes mellitus tipe 2, dalam hal ada persediaan
insulin. Akan tetapi perubahan hormon selama kehamilan akan mengubah
kemampuan toleransi tubuh terhadap insulin.8
10

2.1.5. Gejala Diabetes Melitus


Gejala diabetes melitus yang biasa terjadi pada penderita diabetes
melitus yaitu poliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan
polifagia (banyak makan) dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Gejala ini disebut juga dengan gejala klasik atau gejala
khas. Poliuria akan terjadi jika kadar gula darah melebihi nilai ambang ginjal
(> 180 mg/dL), gula akan keluar bersama urin. Untuk mengurangi kekentalan
gula dalam urin, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin kedalam urin
sehingga volume urin banyak dan menyebabkan sering kencing. Dengan
banyaknya urin yang keluar, tubuh akan mengalami dehidrasi sehingga
menyebabkan polidipsi karena sering haus. Sejumlah besar kalori hilang
kedalam air kemih sehingga penderita mengalami penurunan berat badan.
Untuk mengkompensasikan ini tubuh akan meningkatkan asupan makanan
dengan timbulnya rasa lapar hal ini penderita diabetes melitus jadi polifagia.8
Gejala kronik yang sering timbul adalah kesemutan, kulit terasa panas
seperti tertusuk-tusuk jarum, terasa tebal dikulit, kram, mudah ngantuk,
mata kabur, dan biasanya sering ganti kacamata, gatal disekitar kemaluan
terutama wanita, serta gigi mudah goyah dan mudah lepas.8

2.1.6. Diagnosis Diabetes Mellitus


Diagnosis diabetes mellitus harus didasarkan atas pemeriksaan
konsentrasi glukosa darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan enzimatik dengan bahan darah plasma
vena.15 Untuk tujuan pemantaun hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.1
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan apabila memenuhi salah
satu kriteria sebagai berikut:8
1. Jika ditemukan gejala klasik (poliuria, polidipsia dan polifagia)
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Gejala ini
disampaikan pasien saat berkonsultasi dengan didukung hasil
pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih besar dari 200
11

mg/dL(11,1mmol/L).
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7mmol/L). Puasa adalah
tanpa asupan kalori minimal selama 8 jam.
3. Pada penderita yang asimptomatik ditemukan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dL atau kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang terganggu pada lebih dari
satu kali pemeriksaan.
Pemeriksaan kadar HbA1c (≥ 6.5%) sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada saran laboratorium yang telah
terstandarisasi dengan baik.1 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi
kimia antara glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah).
Pemeriksaan HbA1c digunakan sebagai indikator dalam memantau kontrol
gula darah jangka panjang, diagnosis, penentuan prognosis, pengelolaan
penderita diabetes melitus. Dengan mengukur glycohemoglobin dapat
diketahui berapa besar persentasi hemoglobin yang mengandung gula.
Kadar HbA1c normal adalah 4 - 6% dari Hb total. Bila kadar gula darah
tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1c juga akan tinggi. Ikatan
HbA1c yang terbentuk bersifat stabil yang dapat bertahan hingga 2-3 bulan.
Kadar HbA1c akan mencerminkan rata-rata kadar dalam jangka waktu 2-3
bulan sebelum pemeriksaan. Dengan mengukur kadar HbA1c dapat diketahui
kualitas kontrol penyakit diabetes melitus dalam jangka panjang, sehingga
diketahui ketaatan penderita dalam menjalani perencanaan makan dan
pengobatan.16

2.1.6. Tatalaksana Diabetes Melitus


Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas
hidup penyandang diabetes, yang meliputi:16
1. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan diabetes mellitus,
memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasiakut.
2. Tujuan jangka panjang untuk mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
12

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas


diabetes mellitus.
Program pengendalian diabetes mellitus dilaksanakan secara
terintegrasi dalam program pengendalian penyakit tidak menular terintegrasi
yaitu antara lain:
1. Pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas
layanan primer (PANDU PTM)
- Untuk peningkatan tatalaksana faktor risiko utama (konseling berhenti
merokok, hipertensi, dislipidemia, obesitas dan lainnya) di fasilitas
pelayanan dasar (puskesmas, dokter keluarga, praktik swasta)
- Tatalaksana terintegrasi hipertensi dan DM melalui pendekatan faktor
risiko
- Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan Chart WHO

2. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menulat)


3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH:
P : Periksa kesehatan secara utuh rutin dan ikuti anjuran dokter
13

A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur


T : Tetap diet sehat dengan gisi seimbang
U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
H : Hindari rokok, alkohol dan zak karsinogenik lainya
Program CERDIK:
C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
E : Enyahkan asap rokok
R : Rajin aktivitas fisik
D : Diet sehat dengan kalori seimbang
I : Istirahat yang cukup
K : Kendalikan stress

Langkah-langkah penatalaksanaan umum:16


1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuanpertama:
a. RiwayatPenyakit
1. Gejala yang dialami olehpasien.
2. Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap
glukosadarah.
3. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk
penyakit DM dan endokrinlain).
4. Riwayat penyakit danpengobatan.
5. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan statusekonomi.
b. PemeriksaanFisik
1. Pengukuran tinggi dan beratbadan.
2. Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid,
paru danjantung
3. Pemeriksaan kaki secarakomprehensif
c. EvaluasiLaboratorium
1. HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien
yang mencapai sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik
14

stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun pada pasien dengan perubahan


terapi atau yang tidak mencapai sasaranterapi.
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelahmakan.
d. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2 melalui pemeriksaan:
1. Profil lipid dan kreatininserum.
2. Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
3. Elektrokardiogram.
4. Foto sinar-Xdada
5. Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif
oleh dokter spesialis mata atauoptometris.
6. Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk
mengenali faktor risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi,
denyut pembuluh darah kaki, tes monofilamen 10 g, dan Ankle
Brachial Index (ABI).
Langkah-langkah penatalaksanaan khusus:16
Penatalaksanaan diabetes mellitus dimulai dengan pola hidup sehat, dan
bila perlu dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan diabetes mellitus secara holistik.
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang diabetes mellitus perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
15

seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara = 220 - usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan
Glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasusdiabetes mellitus tipe 2.
2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
16

reseptor inti termasuk di sel otot, lemak, dan hati. Golongan


ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FCIII-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati
pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu
pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
3) Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Penghambat glukosidase alfa

tidak digunakan bila GFR ≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal


hati yang berat, irritable bowel syndrome.
4) Penghambat DPP-IV (DipeptidylPeptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1
untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat
antidiabetes oral jenis baru yang menghambat reabsorpsi
glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini
antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin.

b. Obat Antihiperglikemia Suntik16


1) Insulin
2) Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
17

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan


pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat
bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun
sulfonilurea.Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini
antara lain rasa sebah danmuntah.
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal,
harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.

2.1.7. Komplikasi
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 2,
yaitu:9
a. Akut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemi pada Diabetes Melitus terjadi karena:
- Kelebihan obat atau dosis obat, terutama insulin atau obat
hipoglikemi oral.
- Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative menurun misal pada
gagal ginjal kronik dan pasca persalinan.
- Asupan makan tidak adekuat sepeti jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat.
18

- Kegiatan jasmani yang berlebihan.


2. Ketoasidosis (Diabetik Ketoasidosis)
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi atau
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias, yaitu hiperglikemi,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolute atau relative.9
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri
dan polidipsi (peningkatan rasa haus). Disamping itu pasien dapat
mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin
akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). 11,12
3. Koma Hiperosmolar Nonketotik
Suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat,
hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan
kesadaran.8
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of
Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis
osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi,
maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas.
b. Kronik
1) Retinopati Diabetik
2) Penyakit Jantung Koroner
3) Stroke
4) Neuropati Diabetik
5) Rentan Infeksi
6) Kaki Diabetik
19

2.2. Pendekatan Kedokteran Keluarga


2.2.1. Definisi Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan
pelayanan komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan
kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan.17
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang
menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu
unit, di mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak
dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh
organ tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.17
Menurut WONCA (1991) dokter keluarga adalah dokter yang
mengutamakan penyediaan pelayanan komprehensif bagi semua orang yang
mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur pelayanan oleh provider lain
bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua
orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan
usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter keluarga
adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan
dalam lingkup komunitas dari individu tersebut.Tanpa membedakan ras,
budaya, dan tingkatan sosial.Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk
menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan
memerhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien.
Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.18
Menurut The American Academy of Family Physician (1969),
pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di
mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi
oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ
tubuh atau jenis penyakit tertentu saja.18
20

Pelaksana pelayanan dokter keluarga dikenal dengan dokter keluarga


(family doctor, family physician). Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
mendefinisikan dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada
keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu yang sakit
tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara
pasif, tapi bila perlu aktif mengunjungi penderita dan keluarganya.18

2.2.2. Karakteristik Pelayanan Kedokteran Keluarga


Pelayanan dokter keluarga mempunyai beberapa karakteristik salah
satunya menurut Ikatan Dokter Indonesia melalui Muktamar ke-18 di
Surakarta tahun 1982 sebagai berikut.18
1. Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang per orang, tetapi
sebagai anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat
sekitarnya.
2. Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
memberikan perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna,
jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.
3. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan
mengenal serta mengobati penyakit sedini mungkin.
4. Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
5. Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

2.2.3. Azaz-Azaz / Prinsip-Prinsip Pelayanan Kedokteran Keluarga


Prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga di Indonesia mengikuti
anjuran WHO dan WONCA. Prinsip-prinsip ini juga merupakan simpulan
untuk dapat meningkatkan kualitas layanan dokter primer dalam
21

melaksanakan pelayanan kedokteran. Prinsip pelayanan atau pendekatan


kedokteran keluarga adalah memberikan atau mewujudkan sebagai berikut.18
1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif
2. Pelayanan yang kontinu.
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.
5. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya.
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya.
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum.
8. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertanggungjawabkan.
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.

2.2.4. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan
Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala
sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan
program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program
pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program
ini harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya.
Hal ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada
pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4
kegiatan (assessment – targeting – intervention – monitoring) yang
membentuk satu siklus pelayanan terpadu.19
1. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.
22

2. Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)


Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter
keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,
sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.
3. Intervensi proaktif (Intervention)
Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,
menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak
mengikuti program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan
kebutuhannya. Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat
dapat tetap sehat, yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi
kemungkinan jatuh sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini
menderita suatu penyakit dapat segera pulih, dicegah terjadinya
komplikasi, atau diupayakan agar kecacatan seminimal mungkin. Bila
diperlukan si mitra akan dirujuk ke spesialis.
4. Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)
Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan
dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga
untuk meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya
(monitoring).

2.2.5. Bentuk dan Fungsi Keluarga


Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-
sitri, atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan anak.18
Bentuk keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg (1980)
sebagai berikut.19
1. Keluarga inti (nuclear family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.
2. Keluarga besar (extended family)
Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis
23

vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak
suami atau istri
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-
anak tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-
masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya
atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
24

2.2.6. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga


Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut
BKKBN (2011) sebagai berikut.18
1. Keluarga pra sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan keluarga berencana.
2. Keluarga sejahtera tahap I
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
sosial psikologisnya, seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi dalam
keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3. Keluarga sejahtera tahap II
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
sosial-psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan
informasi.
4. Keluarga sejahtera tahap III
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,
sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan
sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya dalam
bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif menjadi
pengurus lembaga di masyarakat yang ada.
5. Keluarga sejahtera tahap III plus
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya
serta memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam meningkatkan
kesejahteraan keluarga disekitarnya.

2.2.7. Penentuan Sehat / Tidaknya Keluarga (APGAR)


Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR
keluarga. APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
25

mengukur sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosen,


Geyman, dan Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam tingkat
kesehatan keluarga sebagai berikut.18
1. Adaptasi (Adaptation)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang
diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.
2. Kemitraan (Partnership)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, turun
rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu
masalah yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.
3. Pertumbuhan (Growth)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang
diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau
kedewasaan setiap anggota keluarga.
4. Kasih sayang (Affection)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta
interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5. Kebersamaan (Resolve)
Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.

2.2.8. Keluarga dan Kesehatan


Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal
berikut18
1. Kepribadian
2. Gaya hidup
3. Lingkungan fisik
4. Hubungan antar manusia
26

2.2.9. Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan18


Keluarga sangat berpengaruh terhadap kesahatan diantaranya:
1. Penyakit keturunan
a. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor
lingkungan (fungsi-fungsi keluarga lainnya).
b. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan
keluarga).
c. Perlu marriage counseling dan screening
2. Perkembangan bayi dan anak
Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang
sakit akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.
3. Penyebaran penyakit
a. Penyakit infeksi
b. Penyakit neurosis
4. Pola penyakit dan kematian
Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian.
5. Proses penyembuhan penyakit
Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan
fungsi keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga
dengan fungsi keluarga sakit.

2.2.10. Pengaruh Kesehatan Terhadap Keluarga18


Pengaruh kesehatan terhadap kelurga adalah:
1. Bentuk keluarga
a. Infertilitas membentuk keluarga inti tanpa anak
b. Penyakit jiwa (kelainan seksual seperti homoseksual), jika membentuk
keluarga akan terbentuk keluarga non-tradisional
2. Fungsi keluarga
27

a. Jika kesehatan kepala keluarga (pencari nafkah) terganggu, akan


mengganggu fungsi ekonomi dan atau fungsi pemenuhan kebutuhan
fisik keluarga.
b. Jika kesehatan ibu rumah tangga terganggu, akan mengganggu fungsi
afektif dan atau fungsi sosialisasi.
3. Siklus kehidupan keluarga
a. Infertilitas akan mengalami siklus kehidupan keluarga yang tidak
lengkap.
b. Jika kesehatan suami-istri memburuk, kematian cepat masuk ke dalam
tahap lenyapnya keluarga.
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identifikasi
Nama : Ny. Rila
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jln. KH Balqi Banten RT 001 RW 001 Plaju, Palembang
Status : Kawin

Tanggal kunjungan rumah I : 21 Oktober 2018


Tanggal kunjungan rumah II : 23 Oktober 2018
Tanggal kunjungan rumah III : 27 Oktober 2018

3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita pada Selasa, 21 Oktober 2018 Pukul
09.00 WIB, di rumah pasien.
3.2.1. Keluhan Utama
Sering buang air kecil pada malam hari.
3.2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sekitar 3 tahun yang lalu, pasien datang ke Klinik Dokter di jalan
Banten 6 Palembang dengan keluhan sering buang air kecil pada malam hari
disertai badan yang terasa lemas. Pasien juga mengeluh nafsu makan
meningkat dengan penurunan berat badan dan rasa haus yang berlebihan.
Keluhan rasa kesemutan, dan pandangan kabur tidak ada. Sehingga dokter
menyarankan untuk melakukan pemeriksaan gula darah.

28
29

Setelah mengetahui menderita kencing manis, pasien minum obat


yang diberikan dari Klinik Dokter tersebut. Namun setelah obatnya habis
pasien tidak kontrol ulang karena terkendala dengan kendaraan sehingga
sering minta ambilkan obat dengan anaknya tetapi tidak teratur.

3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit hipertensi : Disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus : Ada
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat penyakit kuning : Disangkal
Riwayat penyakit paru : Disangkal
Riwayat alergi obat : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal

3.2.4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat diabetes melitus : Ada
Riwayat hipertensi : Ada
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal

3.2.5. Riwayat Kebiasaan


Pasien memiliki kebiasaan makan sebanyak 3 kali sehari dan sering
menambah pada saat makan. Pasien juga mengkonsumsi kopi sebanyak 2
kali sehari dengan gula sebanyak 2 sendok makan setiap gelas. Pasien
sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis sebagai cemilan.
Pasien mengaku jarang berolahraga. Riwayat merokok dan minum
minuman beralkohol tidak ada.
30

3.2.6. Riwayat Pekerjaan


Pasien sebagai ibu rumah tangga.

3.2.7. Riwayat Sosioekonomi dan Lingkungan


Pasien tinggal di rumah sendiri dengan suami. Rumah beratap seng
dan berlantai semen. Pada bagian dapur dan kamar mandi berdinding
tembok dan lantai semen dengan total ukuran rumah 6 m x 8 m. Ventilasi
udara rumah berasal dari lima jendela, namun tidak semua jendela selalu
dibuka sehingga rumah tampak kurang mendapatkan pencahayaan sinar
matahari. Sirkulasi udara didalam rumah kurang baik, sehingga rumah
terasa pengap. Rumah pasien memiliki fasilitas 1 buah MCK didalam rumah
yang digunakan untuk semua anggota keluarga. Sumber air berasal dari
PDAM dan didalam kamar mandi memiliki 1 bak penampung air. Kerapian
tata letak barang-barang di rumah kurang baik sehingga terkesan
berantakan. Kebersihan baik didalam maupun diluar rumah terlihat kurang.
Hubungan antar anggota keluarga terjalin baik. Hubungan pasien
dengan suami, pasien dengan anak-anaknya sangat harmonis dan saling
membantu. Anak-anak yang sudah berkeluarga selalu berkunjung kerumah
orang tuanya minimal 1 minggu sekali.
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Sedangkan suaminya
bekerja dengan berjualan. Pasien mendapatkan uang dari pendapan suami
dan anaknya. Uang yang diberikan perbulan hanya mampu mencukupi
kebutuhan pokok sehari-hari
Kesan :
Sosial : Harmonis
Ekonomi : Menengah ke bawah
Lingkungan : Kurang baik
Saran :
Sebaiknya pasien mengubah kebiasaan pola makan, meningkatkan
aktivitas fisik dan rutin untuk berolahraga minimal 3 kali dalam seminggu.
31

3.2.8. Riwayat Keluarga


Genogram

Keterangan:

: Laki-laki meninggal : Laki-laki

: Perempuan meninggal : Perempuan


: Perempuan penderita Diabetes mellitus

: Penderita

3.3. Pemeriksaan Fisik


3.3.1. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu badan : 36,6oC
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 150 cm
32

IMT : BB (kg) : TB (m)2 = 28 (Obesitas Tingkat I)


3.3.2. Pemeriksaan Khusus
Kepala
Rambut : Lurus, warna hitam
Mata : Anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra(-),
reflek cahaya (+/+), pupil isokor, matacekung (-)
Otorea (-), nyeri tekan (-)
Sekret (-), epitaksis (-), rhinorea (-)
Telinga :
Faring hiperemis (-), Gusi berdarah (-), gigi tidak
Hidung :
lengkap (-), gigi palsu (-)
Tenggorok :
Gigi dan mulut
Leher
JVP 5-2 H2O, Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid tidak ada (-)
Thoraks
Pulmo : Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), simetris (+/+)
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-), rhonki
(-)
Cor : Inspeksi : Pulsasi (-), iktus cordis (-)
Palpasi : thrill tidak ada
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II normal regular, HR 83x/menit reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :Akral hangat, edema (-)
33

3.3.3. Pemeiksaan penunjang


Pemeriksaan I BSS : 298 g/dL
Pemeriksaan ke II : 272 g/dL
Pemeriksaan ke III : 187 g/dL

3.4. Analisis Kunjungan Rumah


3.4.1. Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Kamsin
Alamat lengkap : Jln. KH Balqi Banten RT 001 RW 001 Plaju,
Palembang.
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 3.1. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah
Umur
No Nama Kedudukan L/P Pendidikan Pekerjaan
(Tahun)
Kepala
1 Kamsin L 62 SD Pedagang
Keluaga
Tidak
2 Ny. Rila Istri P 60 IRT
bersekolah
Anak
Anton L 26 SMA Montir
3 Kandung
34

3.4.2. Identifikasi Fungsi Keluarga


1. Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga
Tabel 3.2. APGAR Score Ny. Rila terhadap keluarga
APGAR Score Ny. Rila Sering/ Kadang- Jarang
terhadap keluarga selalu kadang / tidak
A Saya puas dengan keluarga saya karena 
masing-masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya.
P Saya puas dengan keluarga saya karena 
dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya
hadapi.
G Saya puas dengan kebebasan yang 
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki.
A Saya puas dengan kehangatan / kasih 
sayang yang diberikan keluarga saya.
R Saya puas dengan waktu yang 
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 10

APGAR SCORE Keluarga Ny. Rila dinilai


APGAR score keseluruhan = 10
Kesimpulan : Keluarga dapat dinilai baik
Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Waktu untuk berkumpul
dengan anggota keluarga lainnya dapat dikatakan baik, dan komunikasi
tetap terjaga.
35

2. Fungsi patologis (SCREEM) dalam keluarga


Tabel 3.3 SCREEM keluarga Ny. Rila
Sumber Patologis
Social Keluarga Ny. Rila sering berkumpul dengan -
tetangga sekitar, Ny. Rila selalu berusaha
membina hubungan yang baik dengan
tetangga sekitarnya dengan cara selalu
menyapa dan berusaha ramah dengan warga
sekitar.
Culture Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya -
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-
hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih
diikuti.
Religious Dalam keluarga ini pemahaman agama baik. -
Keluarga ini melakukan shalat 5 waktu dan
sering mengikuti pengajian.
Economic Status ekonomi keluarga ini tergolong -
menengah ke bawah. Kebutuhan primer dapat
tercukupi, walaupun kebutuhan sekunder tidak
semuanya tercukupi.
Educational Latar belakang pendidikan tergolong rendah. -
Keluarga dapat menonton tv, namun tidak
berlangganan koran.
Medical Bila ada anggota keluarga yang sakit, berusaha -
untuk dibawa ke puskesmas, keluarga
mempunyai asuransi untuk pembiayaan
kesehatan
Kesan : Tidak terdapat keadaan patologi dari keluarga Ny. Rilla

3.4.3. Identifikasi Lingkungan Rumah


1. Gambaran lingkungan rumah
Rumah keluarga Ny. Rilla berukuran 6m x8m. rumah tersebut
berada di suatu pemukiman padat penduduk, jalan depan rumah
dari semen dengan luas ± 1 m. Rumah tersebut memiliki pembatas
ruangan terhadap ruang lainnya dari tembok. Lantai rumah
tersebut untuk ruang tamu dengan keramik, kamar tidur, ruang
dapur dan kamar mandi dengan semen.
Jendela dan ventilasi rumah lebih dari 10% dari luas ruangan,
namun tidak semua jendela sering dibuka sehingga pencahayaan
36

yang masuk ke dalam rumah dapat dikatakan kurang memadai.


Kebersihan dan kerapian rumah kurang. Sirkulasi udara didalam
rumah kurang berjalan baik. Tidak terdapat tempat sampah
didalam maupun diluar rumah tetapi sampah dikumpulkan dalam
kantung plastik besar sehingga sampah tidak berserakan.

Denah rumah
8m

Kamar Kamar
tidur tidur

Ruang
Ruang Kamar
Kamar
tamu
Tamu Dapur Mandi
mandi
6m
Ruang
makan

Ruang Dapur
Makan

Depan

3.4.4. Masalah dan Pembinaan Keluarga


1. Masalah organobiologik
Tidak ditemukan masalah organobiologik pada pasien.
2. Masalah psikologik
Tidak ditemukan masalah psikologik pada pasien.
3. Masalah dalam keluarga
Tidak ditemukan masalah dalam keluarga pada pasien.

3.4.5. Pembinaan Keluarga


Edukasi terhadap pasien
1. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi
dan edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,
37

dampak, faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan


penjelasan bahwa penyakit yang diderita tidak bisa disembuhkan
tetapi bisa dikontrol agar pasien tetap taat meminum obat dan
segera datang ke dokter atau pusat pelayanan kesehatan apabila
timbul gejala penyulit lain dikemudian hari. Selain itu, harus
dijelaskan pula bahwa pengobatan akan berlangsung seumur
hidup, adanya efek samping obat dan pengaturan dosis obat
hanya boleh diatur oleh dokter.
2. Memberikan psikoterapi suportif yang berasal dari keluarga
dengan memotivasi dan mengingatkan jadwal penderita untuk
minum obat secara teratur, serta memiliki semangat untuk
mengatur pola hidup sehat seperti diet dan berolahraga.
3. Memotivasi pasien bahwa penyakit yang diderita mampu di
kontrol dan menghindari komplikasinya sehingga pasien dapat
kembali melakukan aktivitas seperti biasa.

3.4.6. Pemantauan dan Evaluasi


Pada 3 tahun yang lalu pasien datang ke Klinik Dokter untuk
kontrol kesehatannya. Kemudian pasien mendapat terapi
medikamentosa yang diberikan yaitu metformin 2 x 500 mg.
Home visite pertama dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2018,
home visite kedua dilakukan pada tanggal 23 Oktober 2018 dan 27
Oktober 2018 home visite ketiga di rumah pasien.
Pemantauan dilakukan pada saat home visite pertama,
melengkapi status pasien, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pembuatan perangkat penilaian keluarga, membuat diagnostik
holistik sesuai pendekatan kedokteran keluarga, termasuk profil
kesehatan keluarga
Evaluasi dilakukan pada home visite ke-2 pada 23 Oktober
2018. Pada saat kunjungan yang ke dua,keluhan pasien tidak ada.
Pasien mengaku pola makan yang dikonsumsi sudah diatur dengan
38

menggurangi konsumsi tinggi karbohidrat dan memperbanyak


makanan tinggi protein serta konsumsi gula pada kopi juga sudah
berkurang.
Evaluasi ketiga dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2018. Pada
saat kunjungan keluhan pasien tidak ada.
39

3.5. Diagnosis Holistik


Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan
konsep Mandala of Health. Diagnosis holistik yang ditegakan pada pasien
adalah sebagai berikut:
GAYA HIDUP
- Mengkonsumsi
makanana tinggi
karbohidrat dan gula
- Jarang berolahraga

FAMILY

LINKUNGAN PSIKO-
SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN - Pendapatan keluarga
Berobat jika ada keluhan cukup memenuhi
kebutuhan primer
- Kehidupan sosial baik

PELAYANAN LINGKUNGAN KERJA


KESEHATAN Pasien perempuan, 60 Tidak ada kelainan
Jarak rumah dengan tahun mengeluh sering
klinik dokter lumayan BAK pada malam hari
jauh dan badan terasa lemas
disertai penurunan
berat badan

Gambar 4.Mandala of Health LINGKUNGAN FISIK


- Tidak ada kelainan
FAKTOR BIOLOGI
Terdapat riwayat mellitus
dalam keluarga

Komunitas
Pemukiman padat dengan sanitasi
kurang
40

Pada point 1, keluhan pada pasien adalah sering kencing pada malam hari,
badan terasa lemas. Pasien berharap keluhan yang dialami dapat teratasi dan
tidak ada komplikasi dari penyakit yang diderita.
Pada point ke II, diagnosis kerja yang ditegakan adalah Diabetes melitus
tipe II.
Pada point ke III, didapatkan masalah perilaku dari pasien yang dahulunya
sering makan-makanan tinggi karbohidrat, tinggi gula, jarang berolahraga
serta terdapat riwayat diabetes melitus dalam keluarga.
Pada point ke IV didapatkan masalah dari lingkungan fisik berupa keadaan
rumah yang kurang rapi dan bersih.
Pada point ke V, pasien dapat berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari
dengan baik.

3.6. Penatalaksanaan
a) Promotif
Memberikan informasi mengenai gambaran umum diabetes melitus,
sehingga keluarga diharapkan dapat memutuskan upaya pencegahan
secara mandiri apa yang akan dilakukan.
b) Preventif
Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat
dilakukan sehingga tidak mencetuskan dan tidak memperparah
kondisinya, misalnya:
- Memberitahu pasien dan keluarga untuk mengatur pola makan yaitu
diet dengan mengurangi konsumsi karbohidrat, dan gula dengan
menghitung kebutuhan jumlah kalori pasien, dan senantiasa menjaga
kebersihan makan dan minuman yang dikonsumsi.
- Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan seperti berolahraga,
jalan pagi, melakukan beberapa aktivitas fisik, minimal 30 menit
sehari.
- Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup
41

- Memberitahu pasien dan meminta keluarga untuk mengawasi pasien


dalam mengkonsumsi obat bahwa obat harus selalu diminum secara
teratur tidak boleh dihentikan sendiri.
c) Kuratif
Farmakologi
Metformin tab 2 x 500 mg
Non farmakologis
- Diet dengan mengatur jumlah kalori yang dibutuhkan pasien perhari,
dengan mengurangi konsusmsi karbohidrat dan gula.
IMT = 56 : (1,5)2 = 24,89 (normal)
Kebutuhan kalori = [(655,1 + 9,6 x 56 + 1,9 x 150) - (4,7 x 44)] x 1,3
= 665,8 x 1,3
= 865,54 kkal
Kebutuhan karbohidrat = 60% x 865,54
= 519,3 kkal
Kebutuhan Lemak = 25% x 865,54
= 216,3 kkal
Kebutuhan protein = 15% x 865,54
= 129,8 kkal
- Rutin berolahraga minimal 3 kali dalam seminggu dengan durasi 30-
45 menit.
- Beristirahat yang cukup agar tidak kelelahan.
d) Rehabilitatif
Meminta keluarga mengingatkan pasien untuk rutin kontrol ke
Puskesmas dan melakukan pengecekan kadar glukosa secara berkala.
42

Tabel 3.4. Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah Dalam Keluarga


Resume
Skor Skor
No Masalah Upaya Akhir
Awal Akhir
perbaikan
1 Fungsi biologis 3 Edukasi Terselenggara 3
ada anggota mengenai penyuluhan
keluarga yang diabetes melitus
diabetes melitus dan
pencegahannya

2 Fungsi ekonomi
dan pemenuhan
kebutuhan
Pendapatan 2 Motivasi untuk Berjualan nasi 3
keluarga yang menambah uduk
tidak menentu penghasilan
dengan
memanfaatkan
waktu luang

Keluarga tidak 3 Motivasi Keluarga 4


memiliki mengenai berniat
tabungan perlunya menyisihkan
memiliki pendapatan
tabungan untuk
tabungan
3 Faktor perilaku
dan kesehatan
keluarga
Higine 3 Edukasi Memperbaiki 4
lingkungan mengenai higine higine pribadi
kurang dan
lingkungan

Sering 3 Edukasi Mengurangi 4


mengonsumsi mengenai konsumsi
makanan tinggi hubungan karbohidrat
karbohidrat dan makanan tinggi dan gula
gula karbohidrat dan
gula yang
berhubungan
dengan diabetes
mellitus
43

Resume
Skor Skor
No Masalah Upaya Akhir
Awal Akhir
perbaikan
Berobat jika 3 Edukasi dan Berupaya 3
hanya ada motivasi untuk untuk
keluhan memeriksakan mengonsumsi
kesehatan dan obat secara
minum obat rutin masi
secara rutin kurang

Jarang 3 Edukasi untuk Belum ada 4


berolahraga meningkatkan kesempatan
aktivitas fisk untuk
berolahraga
4 Lingkungan
rumah
Rumah kesan 4 Edukasi untuk Kesan rumah 4
tidak bersih dan membersihkan kurang bersih
rapi, jendela rumah dan dan kurang
rumah jarang membuka tertata, jendela
dibuka, sering jendela setiap jarang dibuka
menggantungkan hari
pakaian
dijendela

SKOR TOTAL 24 29

Rata-rata 3 3,6

Klasifikasi skor kemampuan menyelesaikan masalah:


Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber
(hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya
oleh provider
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang
belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian
besar oleh provider
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih
tergantung pada upaya provider
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga

Anda mungkin juga menyukai