PENDAHULUAN
1
2
membahas masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus yang membahas
mengenai pendekatan kedokteran keluarga pada pasien diabetes melitus yang
didapatkan melalui hasil kunjungan rumah agar dapat menjadi bahan
masukan bagi penulis dan petugas kesehatan dalam pencegahan,
penanggulangan dan pengobatan pada penyakit diabetes melitus.
1.2.2.Tujuan Khusus
Menerapkan pelayanan kedokteran keluarga secara holistik,
komprehensif, dan berkesinambungan yang memandang pasien sebagai
bagian dari keluarga dan berhasil memotivasi pasien dan keluarga dalam
mencoba mengubah perilaku hidup menjadi perilaku hidup sehat dan patuh
dalam meminum obat serta melakukan kontrol rutin setiap bulannya.
3
4
penderita dari kasus. Individu yang kekurangan insulin hampir atau secara
total dikatakan juga sebagai diabetes “juvenile onset” atau “insulin
dependent” atau “ketosis prone” Karena tanpa insulin terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan oleh ketoasidosis.10
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada terjadinya
diabetes mellitus tipe 1. Walaupun hampir 80% penderita diabetes mellitus
tipe 1 tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit sama. Faktor
genetik berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu
yang berperan sebagai faktor kerentanan. Lingkungan (infeksi virus,
toksin, dan lain-lain) akan memicu seseorang yang rentan yang
menimbulkan diabetes mellitus tipe 1.8
2. Diabetes Melitus Tipe2
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin atau
gangguan sekresi insulin.Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin,
kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya
diabetes mellitus ini disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM).9 Diabetes mellitus ini biasanya terjadi setelah usia 40
tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia termasuk masa anak dan
remaja. Dulu diabetes mellitus ini dikenal sebagai diabetes onset dewasa
(maturitity onset diabetes) atau diabetes stabil.8 Diabetes mellitus ini
merupakan tipe diabetes mellitus yang paling sering terjadi, yaitu kurang
lebih 90%-95% penderita mengalami diabetes mellitus tipe 2 dari kasus
diabetes mellitus. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, sekitar
80% pasien diabetes mellitus ini mengalami obesitas. Karena obesitas
berkaitan dengan resistensi Insulin.6
Pada penderita diabetes mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia
tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan
karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap
5
mg/dL(11,1mmol/L).
2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7mmol/L). Puasa adalah
tanpa asupan kalori minimal selama 8 jam.
3. Pada penderita yang asimptomatik ditemukan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dL atau kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal
dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang terganggu pada lebih dari
satu kali pemeriksaan.
Pemeriksaan kadar HbA1c (≥ 6.5%) sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada saran laboratorium yang telah
terstandarisasi dengan baik.1 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi
kimia antara glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah).
Pemeriksaan HbA1c digunakan sebagai indikator dalam memantau kontrol
gula darah jangka panjang, diagnosis, penentuan prognosis, pengelolaan
penderita diabetes melitus. Dengan mengukur glycohemoglobin dapat
diketahui berapa besar persentasi hemoglobin yang mengandung gula.
Kadar HbA1c normal adalah 4 - 6% dari Hb total. Bila kadar gula darah
tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1c juga akan tinggi. Ikatan
HbA1c yang terbentuk bersifat stabil yang dapat bertahan hingga 2-3 bulan.
Kadar HbA1c akan mencerminkan rata-rata kadar dalam jangka waktu 2-3
bulan sebelum pemeriksaan. Dengan mengukur kadar HbA1c dapat diketahui
kualitas kontrol penyakit diabetes melitus dalam jangka panjang, sehingga
diketahui ketaatan penderita dalam menjalani perencanaan makan dan
pengobatan.16
seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara = 220 - usia pasien.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat
oral dan bentuk suntikan.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi
menjadi 5 golongan:
1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan
Glinid
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi
insulin oleh sel beta pankreas.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
1. Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasusdiabetes mellitus tipe 2.
2. Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu
16
2.1.7. Komplikasi
Secara garis besar komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi 2,
yaitu:9
a. Akut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemi pada Diabetes Melitus terjadi karena:
- Kelebihan obat atau dosis obat, terutama insulin atau obat
hipoglikemi oral.
- Kebutuhan tubuh akan insulin yang relative menurun misal pada
gagal ginjal kronik dan pasca persalinan.
- Asupan makan tidak adekuat sepeti jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat.
18
2.2.4. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan
Primer
Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala
sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan
program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program
pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program
ini harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya.
Hal ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada
pendekatan Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4
kegiatan (assessment – targeting – intervention – monitoring) yang
membentuk satu siklus pelayanan terpadu.19
1. Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)
Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan
melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi
kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari
mitranya.
22
vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun
menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak
suami atau istri
3. Keluarga campuran (blended family)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak-
anak tiri.
4. Keluarga menurut hukum umum (common law family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam
perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.
5. Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah
bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
6. Keluarga hidup bersama (commune family)
Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal
bersama, berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan
bersama.
7. Keluarga serial (serial family)
Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-
masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-
masing, semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.
8. Keluarga gabungan (composite family)
Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya
atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.
9. Keluarga tinggal bersama (whabilation family)
Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.
24
3.1. Identifikasi
Nama : Ny. Rila
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jln. KH Balqi Banten RT 001 RW 001 Plaju, Palembang
Status : Kawin
3.2. Anamnesis
Autoanamnesis dengan penderita pada Selasa, 21 Oktober 2018 Pukul
09.00 WIB, di rumah pasien.
3.2.1. Keluhan Utama
Sering buang air kecil pada malam hari.
3.2.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sekitar 3 tahun yang lalu, pasien datang ke Klinik Dokter di jalan
Banten 6 Palembang dengan keluhan sering buang air kecil pada malam hari
disertai badan yang terasa lemas. Pasien juga mengeluh nafsu makan
meningkat dengan penurunan berat badan dan rasa haus yang berlebihan.
Keluhan rasa kesemutan, dan pandangan kabur tidak ada. Sehingga dokter
menyarankan untuk melakukan pemeriksaan gula darah.
28
29
Keterangan:
: Penderita
Tabel 3.1. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah
Umur
No Nama Kedudukan L/P Pendidikan Pekerjaan
(Tahun)
Kepala
1 Kamsin L 62 SD Pedagang
Keluaga
Tidak
2 Ny. Rila Istri P 60 IRT
bersekolah
Anak
Anton L 26 SMA Montir
3 Kandung
34
Denah rumah
8m
Kamar Kamar
tidur tidur
Ruang
Ruang Kamar
Kamar
tamu
Tamu Dapur Mandi
mandi
6m
Ruang
makan
Ruang Dapur
Makan
Depan
FAMILY
LINKUNGAN PSIKO-
SOSIAL-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN - Pendapatan keluarga
Berobat jika ada keluhan cukup memenuhi
kebutuhan primer
- Kehidupan sosial baik
Komunitas
Pemukiman padat dengan sanitasi
kurang
40
Pada point 1, keluhan pada pasien adalah sering kencing pada malam hari,
badan terasa lemas. Pasien berharap keluhan yang dialami dapat teratasi dan
tidak ada komplikasi dari penyakit yang diderita.
Pada point ke II, diagnosis kerja yang ditegakan adalah Diabetes melitus
tipe II.
Pada point ke III, didapatkan masalah perilaku dari pasien yang dahulunya
sering makan-makanan tinggi karbohidrat, tinggi gula, jarang berolahraga
serta terdapat riwayat diabetes melitus dalam keluarga.
Pada point ke IV didapatkan masalah dari lingkungan fisik berupa keadaan
rumah yang kurang rapi dan bersih.
Pada point ke V, pasien dapat berjalan dan melakukan kegiatan sehari-hari
dengan baik.
3.6. Penatalaksanaan
a) Promotif
Memberikan informasi mengenai gambaran umum diabetes melitus,
sehingga keluarga diharapkan dapat memutuskan upaya pencegahan
secara mandiri apa yang akan dilakukan.
b) Preventif
Memberikan informasi mengenai upaya pencegahan yang dapat
dilakukan sehingga tidak mencetuskan dan tidak memperparah
kondisinya, misalnya:
- Memberitahu pasien dan keluarga untuk mengatur pola makan yaitu
diet dengan mengurangi konsumsi karbohidrat, dan gula dengan
menghitung kebutuhan jumlah kalori pasien, dan senantiasa menjaga
kebersihan makan dan minuman yang dikonsumsi.
- Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan seperti berolahraga,
jalan pagi, melakukan beberapa aktivitas fisik, minimal 30 menit
sehari.
- Memanfaatkan waktu luang untuk istirahat cukup
41
2 Fungsi ekonomi
dan pemenuhan
kebutuhan
Pendapatan 2 Motivasi untuk Berjualan nasi 3
keluarga yang menambah uduk
tidak menentu penghasilan
dengan
memanfaatkan
waktu luang
Resume
Skor Skor
No Masalah Upaya Akhir
Awal Akhir
perbaikan
Berobat jika 3 Edukasi dan Berupaya 3
hanya ada motivasi untuk untuk
keluhan memeriksakan mengonsumsi
kesehatan dan obat secara
minum obat rutin masi
secara rutin kurang
SKOR TOTAL 24 29
Rata-rata 3 3,6