Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Legal dan Asumsi

Data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tahun 2016 menunjukkan terdapat
365.633 pasangan yang bercerai di Indonesia dan angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan tahun 2014 dan 2015 dengan rata-rata peningkatan 3% dalam setahun.
Penelitian-penelitian sebelumnya mengungkap dampak-dampak psikologis bagi anak yang
harus menghadapi perceraian kedua orang tuanya. Anak korban perceraian ditemukan.
Memiliki tendensi masalah emosi, perilaku, penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan serta
agresivitas.

a. Jenis Perwalian Anak


Huss (2014) menyebutkan 4 jenis perwalian anak untuk kasus perceraian orang tua,
yaitu:
 Perwalian tunggal (sole custody)
Jenis perwalian ini memberikan kewenangan kepada salah satu orang tua (pihak
ayah atau ibu) untuk menjadi wali kepada anak secara penuh.
 Perwalian terpisah (divided custody)
Jenis perwalian ini memberikan kewenangan kepada kedua belah pihak orang
tua untuk mengasuh anak pada kurun waktu yang berbeda, misalnya dalam
waktu satu tahun pertama bersama ayah, tahun berikutnya bersama ibu, dan
seterusnya.
 Perwalian terbagi (split custody)
Jenis perwalian ini memberikan kewenangan kepada masing-masing pihak
orang tua yang memiliki lebih dari satu anak untuk mengasuh anaksecara
terbagi. Misalnya ibu menjadi wali bagi anak perempuan dan ayah menjadi wali
bagi anak laki-laki.
 Perwalian bersama (joint custody)
Jenis perwalian ini memberikan kewenangan kepada orang tua secara bersama-
sama mengasuh anak.
Berdasarkan tanggung jawab perwalian, jenis perwalian terdiri atas:
 Perwalian fisik (physical custody)
Perwalian ini mencakup tanggung jawab wali untuk memberi perawatan fisik,
seperti makan/minum dan jaminan kesehatan bagi anak.
 Perwalian legal (legas custody)
Perwalian ini mencakup tanggung jawab legal anak yang berhubungan dengan
orang tua. Seperti penanggung jawab biaya sekolah atau rumah sakit dan lain
sebagainya.
b. Tender Years Doctrine
Anggapan bahwa ibu lebih tepat dalam memberikan pengasuhan kepada anak. sebagai
wali. Ibu dipandang secara natural memiliki kasih sayang dan kelembutan (tender) yang
anak butuhkan dalam kembangnya. Mulai tahun 1970an, pemahaman tender years
doctrine mulai bergeser menjadi pemahaman the best interest of the child (yang terbaik
bagi anak).
Pemahaman the best interest of the child menekankan pada sejumlah faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan perwalian anak. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain (Fulero dan Wrightsman, 2009: Huss, 2014) :
1. Kesehatan mental dan fisik setiap pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak
2. Penyesuaian anak terhadap lingkungan rumah, sekolah, dan komunitas lainnya
3. Kemampuan orang tua (yang akan menjadi wali) dalam memberikan kebutuhan
dasar anak
4. Interaksi antara anak dengan orang tua, saudara kandung, dan orang lain di
sekitarnya
5. Permintaan personal anak dan orang tua
6. Faktor-faktor lain yang relevan

c. Terapis Anak
Anak-anak yang menghadapi konflik dalam keluarga dan bahkan orang tua yang akan
mengalami trauma. Peran psikolog adalah menanggulangi dan membuat trauma anak
tidak terus berkembang.
d. Evaluator Persidangan
Proses litigasi yang berlangsung terkadang melibatkan Psikolog untuk mengevaluasi
jalannya persidangan. Psikolog harus ditunjuk oleh hakim dan memberikan evaluasi
terhadap proses persidangan yang berlangsung. Evaluasi persidangan ini membantu
hakim membuat keputusan mengenai keputusan bercerai hingga hak asuh anak.
Adapun dalam mengevaluasi persidangan seorang persidangan harus:
1. Fokus pada isu atau permasalahan yang dialami keluarga
2. Kredibel, memiliki alasan yang jelas, dan berfikir rasional bukan terbawa perasaan
yang subjektif
3. Adil, berimbang, dan netral, hindari pembelaan yang menekankan pada satu pihak
yang betul- betul benar dan pihak lain betul-betul salah
4. Hindari pemberian istilah atau diagnosis gangguan tertentu, namun fokus pada
perilaku yang dimunculkan oleh masing-masing pihak
5. Memberikan laporan yang jelas dan berfokus pada materi-materi yang muncul
melalui hasil asesmen
e. Saksi Ahli
Saksi ahli dalam persidangan kasus perceraian memberikan kesaksian dengan
melakukan pembelaan kepada salah satu pihak. Saksi ahli dapat dipanggil oleh
pengacara dari salah satu pihak dan memberikan kesaksian mengenai dampak-dampak
psikologis dari berbagai alternatif keputusan yang diambil. Misalnya, pasangan
bercerai karena pihak suami terbukti gay, maka pengacara dari pihak istri dapat
memberikan kesaksian dampak psikologis pengasuhan anak yang diasuh oleh seorang
gay sehingga dapat meningkatkan kemungkinan hak asuh jatuh pada pihak istri.
f. Peniliti
Proses mental bagi setipa pihak yang terlibat dalam pihak perceraian merupakan isu
tersendiri yang perlu dicatat secara ilmiah oleh Psikolog. Temuan-temuan yang muncul
dalam proses tersebut dapat menjadi referensi ilmiah untuk kasus lain yang serupa.
Rekaman ilmiah yang dihasilkan melalui proses ini dapat meliputi keadaan psikologis
anak pada saat dan pasca percerian orang tua, bahkan studi longitudinal sangat
disarankan untuk mengetahui gambaran psikologis anak pasca perceraian dalam tempo
waktu yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai