Manajemen Banjirrr
Manajemen Banjirrr
MANAJEMEN BANJIR
1
Definisi Manajemen (umum): Suatu metode/teknik atau proses
untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara sistematik dan efektif,
melalui tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling)
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efisien.
(http://ariekanayakirana.wordpress.com/2007/09/25/definisi-manajemen/)
Dari beberapa kamus manajemen didefinisikan sebagai suatu aktifitas,
seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam
mengelola dan mengendalikan kegiatan (New Webster Dictionary, 1997;
Echols dan Shadily, 1988; Webster’s New World Dictionary, 1983; Collins
Cobuild, 1988). Aktifitas dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
operasi dan pemeliharaan serta evaluasi dan monitoring. Termasuk di
dalamnya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, pengawasan,
penganggaran dan keuangan. Oleh karena itu manajemen dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain: dapat berupa ilmu pengetahuan, berupa profesi
atau keahlian, berupa sistem, pengaturan, proses, metode, seni, sekelompok
orang atau beberapa grup dengan tujuan tertentu.
Di sini untuk manajemen ada unsur-unsur perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi. Dalam teknik sipil ada singkatan yang cukup dikenal
yaitu SIDCOM yang merupakan kepanjangan kata-kata dalam Bahasa Inggeris:
survey, investigation (investigasi), design (desain/perencanaan), construction
(konstruksi), operation (operasi) dan maintenance (pemeliharaan).
Dari uraian tersebut cukup sulit untuk mendefinisikan manajemen
dengan benar. Namun berikut ini dicoba dirangkum pengertian manajemen dari
berbagai sumber tersebut seperti ditunjukkan dalam ilustrasi Gambar 3-1.
2
3.2. Fase Utama Dan Fungsi Manajemen
Uraian tentang manajemen telah dijelaskan dalam Sub-Bab 3.1 dan dalam
Gambar 3-1 diilustrasikan pengertian dan definisi manajemen berdasarkan
rangkuman dari berbagai sumber. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
dalam manajemen ada hal-hal substansi: proses, manusia, materi, aktifitas
dan tujuan.
Fase utama dan fungsi manajemen secara umum meliputi:
Perencanaan (planning)
Pengorganisasian (organising)
Kepemimpinan (directing)
Pengkoordinasian (coordinating)
Pengendalian (controlling)
Pengawasan (supervising)
Penganggaran (budgeting)
Keuangan (financing)
1. Perencanaan
Proses perencanaan umumnya melalui langkah-langkah:
Identifikasi masalah atau bisa juga identifikasi sasaran/tujuan
yang ditargetkan
Pengumpulan data primer dan sekunder
Penentuan metode yang akan dipakai (kajian pustaka)
Investigasi, analisis atau kajian
Penentuan solusi dengan berbagai alternatif
Penentuan skala prioritas
Pemilihan alternatif
Untuk kesuksesan suatu proses maka perlu ada suatu konsep perencanaan
strategis dan perencanaan implementasi (rencana aksi) yang jelas.
Perencanaan strategis mengakomodasi rencana mendesak, rencana jangka
pendek, rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang.
Perencanaan strategis ini melalui beberapa tingkatan (stage), meliputi:
perencanaan kebijakan, perencanaan program dan rencana induk (master
plan).
Sedangkan implementasi perencanaan merupakan aplikasi atau aksi dari
perencanaan strategis. Tingkatannya meliputi: meliputi perencanaan
kebijakan, perencanaan program dan rencana induk (master plan), rencana
aksi, desain awal dan desain akhir (final).
Uraian tersebut ditunjukkan dalam Gambar 3-2.
3
2. Pengorganisasian (organising)
Organize berarti mengatur, sehingga pengorganisasian merupakan peng-
aturan dalam pembagian kerja, tugas, hak dan kewajiban semua orang yang
masuk dalam suatu kesatuan/kelompok. Pembagiannya didasarkan atas
berbagai hal misalnya dari tingkat pendidikan, lamanya bertugas, keahlian
dan ketrampilan yang dimiliki dan lainnya.
Dalam hampir semua kegiatan diperlukan suatu organisasi yang bisa
berdasarkan atas struktur/strata ataupun fungsi.
3. Kepemimpinan (directing)
Lebih dominan ke aspek-aspek leadership, yaitu proses kepemimpinan,
pembimbingan, pembinaan, pengarahan, motivator, reward and punishment,
konselor, dan pelatihan. Para pemimpin (direktur) perlu menguasai aspek-aspek
tersebut dalam upaya mensukseskan kepemimpinan kepada stafnya. Dengan
kepemimpinan yang baik maka tujuan dari kegiatan dapat tercapai dengan
sukses.
Situasi dan kondisi yang baik dan kondusif dapat menciptakan kerjasama
yang baik dan terpadu antar bagian. Di sinilah koordinasi sangat berperan
sehingga terjadi keseimbangan harmoni antara hak dan kewajiban dari SDM
ataupun antar bagian dari sistem organisasi yang ada.
4
Koordinasi bisa bersifat horizontal yaitu antar bagian yang mempunyai
kedudukan setara maupun vertikal yaitu antar suatu bagian dengan bagian di
atasnya atau di bawahnya sesuai dengan struktur yang ada
5. Pengendalian (controlling)
Pengendalian merupakan upaya kontrol, pengawasan, evaluasi dan
monitoring tehadap SDM, organisasi, hasil kegiatan dari bagian-bagian
ataupun dari seluruh kegiatan yang ada. Manfaat dari pengendalian ini dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari sisi-sisi waktu, ruang (space),
biaya dan sekaligus untuk peningkatan kegiatan baik secara kuantitas
maupun kualitas.
Pengendalian ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana
kegiatan atau bagian dari kegiatan itu bekerja. Penyimpangan atau kesalahan
dapat segera diketahui dan diperbaiki. Pengendalian ini juga berfungsi untuk
menekan kerugian sekecil mungkin.
6. Pengawasan (supervising)
Pengawasan dilakuan untuk memastikan SDM berkerja dengan benar
sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya. Pengawasan juga berfungsi
untuk memastikan suatu proses sudah berjalan dengan semestinya. Di
samping itu pengawasan juga berfungsi untuk mengetahui suatu kerja atau
kegiatan sudah dilakukan dengan benar.
7. Penganggaran (budgeting)
Dalam kegiatan pembangunan, penganggaran menjadi suatu bagian terpenting
untuk suksesnya maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian
halnya untuk pengelolaan banjir, penganggaran juga menjadi salah satu faktor
utama suksesnya suatu proses pembangunan mulai dari, studi, perencanaan,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur keairan maupun peningkatan
sistem yang ada. Penentuan anggaran yang terrencana dan tersistem sekaligus
merupakan salah satu alat manajemen. Karena dalam penganggaran unsur
biaya yang dikeluarkan (expenditure) dan unsur pendapatan (revenue) harus
menjadi satu kesatuan kajian yang utuh, sehingga perencanaan peng-anggaran
sekaligus merupakan bagian yang penting bahkan yang utama dalam
manajemen.
Pengelolaan anggaran secara menyeluruh merupakan penghubung dari
proses-proses perencanaan (planning), operasional, pemeliharaan,
pemanfaatan sampai pada proses kontrol, evaluasi dan monitoring. Laporan
anggaran yang lengkap harus meliputi kriteria-kriteria antara lain sebagai
pendukung kebijakan, petunjuk operasional, dan sebagai alat mediator dalam
berkomunikasi (City of Fort Collins, 1986).
8. Finansial
Awal dari perencanaan finansial adalah proses penganggaran. Ketika
tugas dan fungsi dari tiap-tiap kegiatan institusi sudah teridentifikasi,
langkah-langkah selanjutnya adalah merencanakan program-program kerja,
pehitungan biaya dan manfaat, analisis resiko dan kesuksesan program
(Grigg, 1988).
5
Secara umum di dalam perencanaan finansial ada beberapa langkah
penting yang perlu dilakukan yaitu (Government Finance Research
Centre,
1981): analisis biaya, analisis kemampuan membayar (ability-to-pay
analysis),
analisis pendapatan (revenue analysis), analisis sensitivitas, analisis
dampak sekunder (lihat Gambar 3-3).
6
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah
(UU No. 18 Tahun 2008).
Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi O & P
serta rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi (PP No. 20 Tahun 2006).
Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah (PP No. 43
Tahun 2008).
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan d. perlindungan hutan dan
konservasi alam (UU No. 41 Tahun 1999).
Menurut RPP Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (versi Oktober
2008): Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik
antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan
segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya alam bagi
kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan
masyarakat. Pengelolaan DAS Terpadu adalah rangkaian upaya perumusan
tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan
sumber daya DAS lintas para pemangku kepentingan secara
partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan guna mewujudkan tujuan Pengelolaan DAS.
7
3.4. Proses Pembangunan
Proses pembangunan secara fisik di bidang teknik sipil adalah
pembangunan infrastruktur. Karena pada dasarnya infrastruktur merujuk pada
sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan- bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan
ekonomi (Grigg,
1988). Dalam Sub-Bab 4.3.1 diuraikan lebih rinci tentang infrastruktur.
Proses
pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang berdasarkan
analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu
dengan hasil seoptimal mungkin.
Untuk pembangunan rekayasa (engineering development) Proses dan
tahapan identik dengan istilah populer SIDCOM singkatan dari Survey,
Investigation, Design, Construction, Operation and Maintenance. Kegiatan
pembangunan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 tahapan, yaitu:
1. tahapan studi
2. tahapan perencanaan
3. tahapan pelaksanaan
4. tahapan operasi dan pemeliharaan
Masing-masing tahapan ada berbagai macam aktivitas. Secara makro ke
empat tahapan meliputi aktivitas seperti berikut ini (Kodoatie dan Sjarief,
2010 dan 2007; Kodoatie, 1995):
1. Tahapan studi
Ide Atau Sasaran/Tujuan yang Akan Dicapai
Pada kegiatan ini seseorang, badan, perusahaan ataupun pemerintah
mendapatkan suatu ide yang baru. Misalnya ide membuat waduk,
pengendalian banjir, PLTA, mendirikan pabrik, usaha ril estat dan
sebagainya. Ide tidak harus selalu membangun suatu konstruksi (kegiatan
fisik). Bisa juga dilakukan dengan kegiatan-kegiatan non fisik, misalnya:
untuk pengendalian banjir bisa dilakukan dengan pengelolaan vegetasi yang
baik dan benar.
8
Pra-Studi Kelayakan
Ide itu diterjemahkan atau diaplikasikan dalam bentuk studi: apakah ide itu
layak diimplementasikan sehingga bisa ditindak-lanjuti dengan analisis
yang lebih detail. Untuk kajian yang komprehensif dan terpadu studi yang
dilakukan umumnya meliputi aspek teknis (engineering), aspek ekonomi,
aspek sosial, aspek budaya, aspek hukum, aspek kelembagaan dan aspek
lingkungan. Dengan data yang belum detail yang dikumpulkan maka pra-
studi dilakukan. Hasil pra- studi dengan melakukan kajian dan analisis
dari berbagai aspek tersebut menunjukkan layak atau tidak layaknya ide
tersebut.
Layak teknis berarti ide tersebut dapat diwujudkan dengan aspek-aspek
teknis termasuk teori, metode, dan pola pembangunannya dan aspek-aspek
non teknis misalnya pengaturan pola tanam, penghijauan dll. Parameter
kelayakan teknis untuk setiap bangunan akan berlainan, misal parameter
untuk kelayakanan teknis pembangunan waduk berlainan dengan parameter
pembangunan gedung. Demikian juga dengan parameter non-teknis
Layak ekonomi biasanya ditunjukkan dengan parameter-parameter
Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Present
Value (NPV). Dianggap layak secara ekonomi bila BCR > 1, IRR melebihi
tingkat suku bunga yang berlaku dan NPV bernilai positif.
Layak dalam aspek sosial umumnya berkaitan dengan masyarakat dari
berbagai lapisan, terutama yang terkena dampak langsung maupun tidak
langsung akibat adanya aktifitas/proyek yang akan dibuat. Berbagai
analisis sosial perlu dilakukan yang pada intinya mempunyai tujuan untuk
dapat melihat dan mengetahui bahwa proyek itu memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar atau stakeholders lainnya dan tidak akan
menimbulkan kerugian sosial atau bila terjadi dapat diminimalisir.
Layak budaya berkaitan dengan adat-istiadat, kearifan lokal, sifat dan
karakter masyarakat. Hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak
yang serupa dengan itu tetap menjadi bagian penting dari kajian kelayakan
budaya. Unsur-unsur yang penting dalam kajian kelayakan budaya adalah
(UU No. 7 Tahun 2004): unsur masyarakat adat, unsur wilayah, unsur
hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya.
Layak dalam aspek hukum dan kelembagaan yaitu bahwa kegiatan yang
akan dibuat sudah sesuai dengan perundangan atau petaruran yang berlaku.
Bahkan dalam kajian aspek ini dimungkinkan kegiatan dijadikan peraturan
khusus sebagai bentuk kepastian hukum. Kajian kelembagaan dilakukan
untuk mengetahui apakah diperlukan kelembagaan baru akibat adanya
kegiatan yang akan dibuat ini dan bagaimana hubungan kelembagaan yang
baru ini dengan kelembagaan yang sudah ada. Kajian ini juga dapat
mengetahui sampai sejauh mana kelembagaan yang ada mampu mengelola
kegiatan yang akan dibuat.
9
Layak secara lingkungan berarti bahwa proyek tidak menyebabkan
terjadinya degradasi lingkungan. Khusus untuk aspek lingkungan, analisis
dan kajiannya harus mengacu pada peraturan yang berlaku yang telah dibuat
oleh suatu badan yang disebut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) baik mulai dari Pusat (badan ini menjadi satu dengan Kementrian
Lingkungan Hidup), Provinsi dan Kabupaten/Kota. Acuan normatifnya
adalah UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Bilamana hasil rekomendasi menyatakan bahwa kegiatan tersebut layak
secara komprehensif maka dapat dilanjutkan dengan studi kelayakan di suatu
lokasi yang sudah dipilih secara kasar dalam pra-studi kelayakan. Lokasi yang
terpilih dalam prastudi ini belum spesifik; artinya, ada kemungkinan alternatif
lokasi yang berbeda pada tahapan studi kelayakan.
2. Tahapan perencanaan
Hasil rekomendasi dari studi kelayakan menyodorkan beberapa alternatif
berdasarkan aspek-aspek teknis (maupun non-teknis), ekonomi, sosial, budaya,
hukum, kelembagaan dan lingkungan secara detail. Selanjutnya dilakukan
seleksi perancangan dengan berbagai pertimbangan baik dukungan dan
maupun kendala. Contoh untuk dukungan: adanya kesiapan dana yang cukup,
dukungan dari unsur pemerintah dan para-pihak lainnya. Contoh untuk kendala:
terbatasnya sumber dana, lahan ataupun kendala dari sudut lingkungan. Perlu
diingat bahwa dukungan dan kendala tersebut, baik berupa kelebihan,
keuntungan dan kerugian, skala prioritas dan hal-hal lain yang terkait telah
telah diungkapkan dalam studi kelayakan. Pada tahap ini pemilik (Owner) dan
pelaku perencana hanya tinggal memutuskan untuk memilih satu alternatif
untuk dibuatkan detail desainnya (untuk pelaksanaan fisik) maupun program-
program kegiatannya (untuk pelaksanaan non-fisik).
Detail Desain
Pada alternatif yang terpilih, detail desain dibuat dengan menyangkut
aspek-aspek:
teknis: kekuatan dari bangunan ditinjau dari semua bidang keilmuan
yang terkait, seperti topografi, geologi, mekanika tanah, hidrologi dan lain
sebagainya. Dari hasil analisis perhitungan dengan formula, kriteria, standar,
jenis dan bahan konstruksi akan muncul gambar desain yang lengkap dan
kebutuhan data primer dan sekunder. Data ini hanya yang berhubungan
dengan alternatif terpilih menyangkut situasi, lokasi baik lokal maupun
regional, kondisi topografi, kondisi tanah dan tipe bangunan. Jadi bila pada
studi kelayakan data yang didapatkan digunakan untuk menentukan
beberapa alternatif tetapi pada tahapan desain ini hanya data yang berhubungan
langsung dengan alternatif terpilih yang bisa diwujudkan dalam bentuk fisik
bangunan.
ekonomis: yaitu menentukan desain yang paling ekonomis menyangkut
jenis bahan yang dipakai, jenis konstruksi dan sebagainya dengan harus
tetap memenuhi syarat seperti yang telah dibuat dalam aspek teknis.
10
Perhitungan Volume (Bill of Quantity) dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) untuk pelaksanaan fisik juga dilakukan pada tahapan ini.
metode pelaksanaan untuk mendapatkan hasil fisik yang memenuhi
aspek teknis maka para perencana juga membuat metode pelaksanaan yang
harus dilakukan oleh para pelaksana (kontraktor). Dari sini nantinya akan
muncul Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) pelaksanaan fisiknya.
Prinsipnya, hasil tahapan detail desain ini berupa gambar-gambar rencana
yang sangat lengkap disertai dengan RKS, BQ dan RAB
3. Program kegiatan
Untuk pelaksanaan fisik dan non-fisik perlu dibuat program kegiatan yang
didasarkan aspek-aspek seperti yang telah diuraikan dalam detail desain.
4. Tahapan pelaksanaan
Pada tahap ini pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pelaksanaan fisik dan pelaksanaan non fisik.
Untuk pelaksanaan fisik (sering disebut dengan metode struktur)
maka hasil desain detail dipakai sebagai acuan. Pada tahapan ini gambar
detail desain diwujudkan dalam bentuk fisik. Para pelaku pembangunan
(kontraktor) harus mematuhi gambar kerja, rencana kerja dan syarat-syarat
(RKS) dan ketentuan- ketentuan lain yang ditetapkan oleh direksi selaku
pembantu dari Owner. Pengawasan biasanya dilakukan oleh suatu badan
khusus yang dikenal dengan sebutan konsultan pengawas.
Ada kalanya pada tahap ini ada beberapa desain yang tidak
bisa diwujudkan karena, misalnya, kondisi site yang berubah akibat cukup
lamanya tenggang waktu antara perencanaan dan kajian ulang desain yang
dilaksanakan.
Untuk pelaksanaan non-fisik maka program-program kegiatan yang sudah
direncanakan dengan berbagai pertimbangan diimplementasikan
11
Manajemen banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya
air yang lebih spesifik untuk mengontrol hujan dan banjir umumnya melalui
dam - dam pengendali banjir atau peningkatan sistem pembawa (sungai,
drainase) dan pencegahan hal yang berpotensi merusak dengan cara
mengelola tataguna lahan dan daerah banjir (flood plains). Termasuk dalam
manajemen banjir adalah menata kawasan lindung dan kawasan budidaya
kota yang berwawasan lingkungan.
Dalam pengelolaan sumber daya air, manajemen banjir juga berarti
mengharmonisasikan dan mengintegrasikan konservasi sumber daya air
(dalam penataan ruang merupakan kawasan lindung), pendaya-gunaan
sumber daya air (dalam penataan ruang merupakan kawasan budi daya) dan
pengendalian daya rusak air (dalam penataan ruang merupakan gabungan
pengelolaan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya).
Rekayasa dan manajemen banjir kota berarti penerapan prinsip-prinsip
ilmiah dan matematika untuk tujuan praktis (rekayasa) dalam (atau sebagai
bagian dari) suatu proses menyeluruh (komprehensif) dan terpadu (integratif)
untuk mencapai tujuan (objective)/sasaran (goal) yaitu mengatasi
persoalan banjir secara sistematis, efektif dan efesien (manajemen) di kota
atau kawasan perkotaan.
Terpadu berarti membawa secara bersama (bring together) bagian-bagian
dari sesuatu (dalam hal ini sesuatu adalah manajemen) dan secara
implisit berarti hubungan (linkage) sedangkan menyeluruh berarti cakupan
luas (broad coverage) (Grigg, 1996).
12
terlaksana yang dituangkan pada rencana pengendalian banjir. Rentang waktu
perencanaan dan pelaksanaan tidak terlalu lama mengingat sifat sungai yang
dinamis.
Rencana pengendalian banjir tersebut dibuat dengan beberapa alternatif
dan berbagai kombinasi. Dari beberapa alternatif sistem pengendalian
yang ada, dipilih yang paling optimal, dengan pemberian angka nilai atau
score untuk berbagai aspek peninjauan, sehingga salah satu sistem yang
mempunyai total nilai yang tertingi merupakan sistem terpilih. Aspek
peninjauan pada penilaian tersebut setidak-tidaknya meliputi aspek teknis,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, kelembagaan dan lingkungan. Sering
terjadi dukungan secara politis dari para stakeholders diperlukan sehingga
implementasi pengendalian banjir sesuai dengan yang direncanakan. Hal-hal
yang umum terjadi diantara perencanaan dan implementasi diantaranya
meliputi:
Desain tidak dapat dilaksanakan karena pertimbangan (misal)
sosial.
Biaya yang diusulkan tidak dapat dipenuhi secara optimal
karena keterbatasan dana.
Waktu pelaksanaan terlalu lama setelah perencanaan selesai sehingga
sering terjadi perubahan-perubahan fisik di lapangan yang cukup
signifikan.
Implementasi dibuat bertahap dengan jangka waktu yang lama
sehingga perencanaan tidak sesuai lagi dan sering tidak dilakukan
updating perencanaan.
3.5.2 Pelaksanaan Pengendalian Banjir
a. Penentuan skala prioritas masing-masing kegiatan dan tahap
pelaksanaan pengendalian banjir.
Pada pekerjaan pengendalian banjir jangka panjang mempunyai target
waktu penyelesaian. Sistem pengendalian banjir dimaksudkan untuk
mengendalikan debit banjir dengan periode ulang dan debit tertentu, setelah
semua kegiatan dan bangunan pengendalian banjir selesai. Semua kegiatan
dan bangunan pengendalian banjir tersebut, sulit untuk dilaksanakan pada
waktu relatif singkat dan bersamaan. Maka perlu adanya penentuan skala
prioritas dan urutan pekerjaan/bangunan yang harus dilaksanakan.
Urutan/prioritas tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan maupun kondisi
setempat, namun secara umum dapat dijelaskan:
Penanggulangan banjir pada suatu sungai, yang dilakukan pada tingkat
awal adalah merupakan pekerjaan darurat, untuk perbaikan tanggul untuk
mengatasi banjir tahunan.
Pengendalian banjir tahap berikutnya, berupa pekerjaan yang lebih
besar, biasanya berupa perbaikan alur, yang merupakan pengendalian
jangka pendek.
Pada tahap berikutnya dilakukan pekerjaan jangka menengah yang
merupakan pekerjaan pengendalian banjir seperti pembuataan alur
13
pengendali banjir, retarding basin, rekonstruksi bangunan pengendali
banjir dan termasuk pekerjaan pengaturan sungai.
Pada tahap akhir yang merupakan pengendalian jangka panjang yang
dikaitkan dengan pengembangan sumber air, dengan membangun
waduk serbaguna, yang diantaranya berfungsi untuk pengendalian banjir.
Bila tahap demi tahap pekerjaan pengendalian banjir selesai, maka tingkat
debit banjir yang dapat diatasi akan naik. Sehingga pada pekerjaan tahap
akhir selesai, sistem pengendalian banjir dapat berfungsi seperti yang
direncanakan. Sedangkan pada masa setelah pekerjaan pengendalian
banjir selesai, perlu untuk penyempurnaan dan pemeliharaan sistem
pengendali.
14
3. Periode ulang debit banjir (skala perencanaan). Skala perencanaan
ditentukan berdasarkan:
Skala perencanaan secara umum yang berlaku di Indonesia,
antara 10 - 100 tahun periode ulang. Semakin besar periode ulang semakin
mahal konstruksinya.
Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
Potensi kerugian akibat banjir masa mendatang.
Penggunaan lahan di sempadan dan daerah aliran sungai di sekitar
segmen.
Proyeksi penggunaan lahan di masa mendatang.
Kecuali dipertimbangkan angka laju kenaikan potensi kerugian akibat
banjir, perkembangan kota maupun tata guna tanah di masa mendatang perlu
diperhitungkan terhadap skala perencanaan yang ada maupun target tahun
penyelesaian implementasi pengendalian banjir.
4. Debit pengendalian banjir
Sesuai dengan skala perencanaan seperti di atas, maka besarnya banjir
sungai-sungai sesuai skala perencanaan tersebut dapat ditentukan.
Perhitungan debit banjir ini dapat digunakan cara yang biasa dipakai di
Indonesia yang telah diuraikan dalam Sub-Bab 2.5.
5. Alternatif pengendalian banjir
Berdasarkan alternatif-alternatif pengendalian banjir yang diusulkan,
dapat dipilih yang paling menguntungkan dengan pertimbangan berbagai
kombinasi. Alternatif terpilih ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
teknis, ekonomis, sosial, budaya, hukum, kelembagaan, lingkungan
bahkan politis. Salah satu metodenya adalah dengan penentuan dan
pemberian score/angka dari masing-masing alternatif.
6. Pertimbangan teknis rencana perbaikan sungai dan alur pengendali banjir
Analisis perencanaan yang digunakan untuk memformulasikan rencana
perbaikan sungai dan saluran banjir diantaranya adalah debit rencana dengan
periode ulang yang akan dipakai dan kondisi alur sungai. Pertimbangan
kondisi alur sungai diantaranya adalah:
1. Alur pengendali banjir.
2. Elevasi muka air banjir memanjang sungai.
3. Profil memanjang dasar sungai.
4. Penampang melintang sungai.
6.1. Alur pengendali banjir
Pelaksanaan pengerukan dan pelebaran alur sungai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Lahan yang tersedia di kanan kiri sungai.
Penggunaan lahan di sekitar sungai.
Bentuk penampang.
Pertimbangan debit dominan dan banjir.
15
Khusus untuk perbaikan alur yang terletak di daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, perlu ada evaluasi mengenai lahan yang ada dan
pembebasan tanah. Maka dari itu perbaikan alur sungai harus memanfaatkan
alur yang ada secara optimal, karena sulitnya penggunaan lahan yang ada di
kanan kiri alur yang sudah penuh dengan pemukiman.
Sedangkan untuk sungai yang terletak di daerah dengan kepadatan
penduduk rendah, daerah persawahan atau tambak, kendala dan kesulitan
pembebasan tanah (relatif) kecil. Oleh karena itu ada kemungkinan untuk
pelebaran sungai ke kanan dan kekiri.
6.2. Elevasi muka air banjir memanjang sungai
Elevasi muka air banjir memanjang sungai harus direncanakan hampir
sama atau tidak lebih tinggi dibanding dengan permukaan tanah di
sebelah luar tanggul. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil risiko
kerugian akibat banjir yang mungkin terjadi. Dengan kata lain tidak ada
air yang melimpas tanggul.
Pada umumnya sulit untuk merencanakan elevasi muka air banjir hampir
sama dengan tanah sekitar, terutama di daerah hilir yang relatif datar
dengan kemiringan dasar sungai yang hampir datar dan disamping itu
juga adanya back water dari oleh pasang surut air laut.
6.3. Profil memanjang dasar sungai
Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun sedimentasi,
dengan memperhatikan beberapa hal:
Desain dasar sungai pada prinsipnya mengikuti kemiringan yang ada
yang sudah relatif stabil.
Dipertimbangkan terhadap bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Dipertimbangkan terhadap muka air tanah.
Meminimumkan pekerjaaan galian dan timbunan.
6.4. Penampang melintang sungai
Bentuk penampang melintang sungai dapat direncanakan dengan
penampang tunggal maupun ganda, dengan mempertimbangkan:
Bahwa penampang ganda dari penampang melintang sungai efektif untuk
mengalirkan debit banjir di bagian hilir.
Stabilitas alur dan stabilitas lereng tanggul/talud sungai.
Penampang melintang ganda bagian bawah direncanakan pada debit
dengan periode ulang 1.01 tahun, yaitu sebagai debit dominan yang ada di
sungai yang bersangkutan. Biasanya diambil debit periode ulang 2 tahun
(Q2).
Dengan menggunakan bantaran akan menambah stabilitas tanggul.
16
3.5.4 Metode Pengendalian Banjir
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks.
Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu
teknik antara lain: hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi
& sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase
kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir
juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi,
lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya. Politik juga
merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting.
Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif
(Pemerintah), legislatif (DPR/DPRD) dan yudikatif akan sangat bepengaruh
kepada solusi banjir kota.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang
meliputi aktifitas sebagai berikut:
Mengenali besarnya debit banjir.
Mengisolasi daerah genangan banjir.
Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari
sistem yang paling optimal.
Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya
dapat dikelompokkan menjadi dua:
Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan
penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan
tanggul, sudetan pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir
atau flood way, pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).
Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam
Gambar 3-5.
17
Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak
mengganggu daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai.
Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di
bagian hilir.
Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai.
Memperkecil nilai kekasaran alur sungai.
Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber-
meander. Pelurusan ini harus sangat hati-hati dan minimal harus
mempertimbangkan geomorfologi sungai.
Pengendalian transpor sedimen.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan
pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan
agradasi sungai) dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.
Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.
Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.
Perkembangan pembangunan daerah.
Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan
sebelah hilirnya.
18
3.6. Metode Struktur
3.6.1 Bangunan Pengendali Banjir
Bendungan/waduk (dam)
Kolam retensi
Pembuatan check dam (penangkap sedimen)
Bangunan pengurang kemiringan sungai
Groundsill
Retarding basin
Pembuatan polder
3.6.1.1 Bendungan/Waduk
3.6.1.1.1 Bendungan
Bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu,
beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan
menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah
tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk (PP No
37 Tahun 2010). Definisi lain bendungan atau dam adalah konstruksi
yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat
rekreasi termasuk di antaranya menahan laju sedimentasi yang ditampung
dalam tampungan mati/dead storage
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bendungan).
Fungsi bendungan diantaranya adalah:
Untuk menampung air sungai
Mengelola dan mengatur air dalam waduk
Pengelolaan sumber daya air.
Penyediaan air baku (raw water)
Salah satu sumber untuk penyediaan air bersih dan air minum
Penyediaan air irigasi
Pengendalian banjir
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Suatu bendungan bila mempunyai semua fungsi-fungsi tersebut disebut
sebagai bendungan multi-fungsi/serbaguna atau multi-purpose dam.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air atau
bangunan pelimpah (spillway) untuk membuang air yang tidak diinginkan
secara bertahap atau berkelanjutan.
Faktor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah
sebagai berikut:
Lokasi mudah dicapai
Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar
Kondisi geologi tanah
Ketersediaan bahan bangunan
Tujuan serbaguna
Pengaruh bendungan terhadap lingkungan
Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi
19
Secara teknis perencanaan untuk dam pengendalian banjir adalah sebagai
berikut:
a. Metode pengaturan banjir
Debit banjir akan diatur secara alamiah oleh pelimpah dari dam yang
tanpa menggunakan pintu pengatur, dengan tujuan memudahkan operasi,
untuk menekan biaya operasi dan pemeliharaan dimasa mendatang.
Sedangkan untuk mendapatkan pengaruh pengaturan terhadap pengendalian
banjir yang lebih besar, dapat digunakan waduk yang dilengkapi pintu
pengendali banjir.
b. Ratio penurunan debit banjir pada dam pengendali banjir
Pada dam pengendali banjir terdapat alokasi volume untuk pengendalian
banjir dan volume untuk memenuhi kebutuhan air. Alokasi volume
waduk untuk pengendalian banjir, akan menentukan pola hidrograf banjir
yang dilepas waduk ke hilir dan ratio penurunan debit banjir.
c. Alokasi kapasitas untuk pengendalian banjir
Bila kapasitas untuk pengendalian banjir dan biaya konstruksi dam naik,
maka debit rencana dan biaya perbaikan sungai akan menurun.
Kapasitas pengendalian banjir ditentukan oleh biaya total minimum
dari perbaikan sungai dan biaya konstruksi dam.
Contoh
Bendungan 1
Contoh Bendungan
2
Gambar 3-6.
Contoh
bendungan(Go
ogle Earth)
20
3.6.1.1.2 Waduk
Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bendungan (PP No 37 Tahun 2010). Waduk pada umumnya dibangun untuk
pengembangan sumber daya air sungai, dengan menampung air pada waktu
musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai terutama pada musim
kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat terutama
pada musim kemarau.
Di samping itu waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat yang
disebut multi guna atau multi purpose dam, misalnya untuk irigasi,
penyediaan air baku (air minum), pembangkit listrik tenaga air, dsb.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air,
mempunyai efek terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk
dapat merubah pola inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di
hilir waduk biasanya menguntungkan terhadap pengendalian banjir, dengan
adanya debit banjir yang lebih kecil dan perlambatan waktu banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk hanya dapat dilakukan pada bagian
hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air. Yang
perlu diperhatikan dalam pengendalian banjir dengan waduk adalah
perlambatan waktu tiba banjir, penurunan debit banjir yang dilepas ke hilir
dan rasio alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir terhadap volume
untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.
Beberapa faktor yang diperhatikan dalam waduk pengendalian banjir adalah:
1. Fungsi waduk untuk pengendali banjir
Secara umum waduk berpengaruh baik terhadap pengendalian banjir.
Namun untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar, waduk harus didesain/
dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir
dihilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara inflow dan outflow
hidrograf banjir yang besar.
2. Alokasi volume untuk pengendalian banjir
Untuk menentukan besarnya penurunan debit banjir di hilir waduk, sangat
ditentukan oleh besarnya alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir.
Semakin besar alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir, akan
semakin besar penurunan outflow hidrograf banjir dihilir waduk. Namun di
sini terdapat konflik antara kebutuhan volume waduk untuk pengendalian
banjir dan untuk kepentingan yang lain. Volume waduk untuk pengendalian
banjir besar maka volume waduk untuk kepentingan yang lain akan menjadi
kecil dan sebaliknya. Maka biasanya untuk menentukan alokasi volume
waduk untuk masing-masing kepentingan perlu adanya analisis optimasi
waduk.
21
3. Biaya operasional dan pemeliharaan
Biaya operasional dan pemeliharaan sangat dipengaruhi oleh waduk dan
pengoperasiannya. Waduk mempunyai spillway dua tipe yaitu:
22
waduk yang cepat akan membahayakan stabilitas tubuh dam (talud dam).
Karena muka air tanah yang tinggi dalam tubuh dam tidak dapat mengikuti
secara cepat dengan muka air waduk. Maka tubuh dam perlu analisis stabilitas
terhadap longsoran dan ini akan memerlukan proteksi tebing terhadap
longsoran (terutama lokal).
23
Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan tabel, seperti contoh
dibawah
(dengan cara analitis langkah demi langkah).
Contoh penelusuran banjir waduk (dengan tabel)
24
Gambar 3-7. Contoh check dam
25
b. Contoh groundsill
Gambar 3-8. Contoh drop structure pada bendung dan
groundsill
(Dinas PSDA Prov. Jateng, 2010)
26
Dalam cara ini daerah depresi (daerah rendah) sangat diperlukan untuk
menampung volume air banjir yang datang dari hulu, untuk sementara waktu
dan dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan demikian kondisi
lapangan sangat menentukan dan berdasarkan survei lapangan, peta topografi
dan foto udara dapat diidentifikasi lokasi untuk retarding basin. Biasanya
retarding basin (pond/kolam) dibuat pada bagian hilir pada suatu daerah
sungai.
Sedangkan daerah cekungan/depresi yang dapat dipergunakan untuk
kolam banjir adalah dengan memperhatikan:
Pemanfaatan retarding basin untuk mengendalikan banjir dan bermanfaat
efektif untuk daerah yang ada di bagian hilirnya.
Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan kolam
penampungan banjir sementara.
Daerah tersebut mempunyai head/energi yang cukup (perbedaan muka air
banjir antara di sungai dan muka air banjir di kolam).
Daerah tersebut mempunyai area ataupun volume tampungan yang besar
untuk banjir.
Langkah-langkah atau pertimbangan teknis yang harus diperhatikan adalah:
Pola hidrograf inflow dan outflow banjir dengan adanya retarding basin.
Daerah cekungan/depresi yang akan dipakai kolam penampungan
banjir sementara.
Tanggul kolam penampungan banjir sementara.
Bangunan pintu banjir sementara.
1. Pola hidrograf inflow dan outflow banjir dengan adanya retarding pond
Dengan adanya kolam penampungan banjir sementara, maka sebagian
banjir di sungai dialirkan ke kolam, sehingga akan merubah bentuk hidrograf
banjir sebelum kolam dan sesudah kolam. Melalui flood routing dapat
diketahui bentuk hidrograf banjir di sebelah hilir kolam (outflow hydrograph).
Maka berdasarkan bentuk inflow dan outflow hidrograph dapat diketahui
penurunan debit banjir puncaknya waktu perlambatan di sebelah hilirnya.
Pada waktu banjir di sungai besar, maka sebagian banjir masuk ke kolam.
Pada waktu banjir di sungai surut, maka air di kolam kembali dilepas ke
sungai kembali. Prinsipnya sama dengan perhitungan kapasitas waduk dengan
menggunakan persamaan kontinuitas:
Bentuk inflow (I) dan outflow (O) hidrograf sesudah adanya bangunan
kolam pengendali banjir ditunjukkan dalam Gambar 3-10.
27
2. Daerah cekungan untuk kolam banjir
Berdasarkan kondisi lapangan melalui survei, dapat diidentifikasi lokasi
daerah rendah atau cekungan yang dapat dimanfaatkan untuk kolam
penampungan banjir. Daerah tersebut biasanya merupakan daerah yang tidak
produktif, lebih baik lagi kalau daerah tersebut tidak dimanfaatkan untuk
peruntukan tertentu. Di samping itu kolam pengendalian banjir tersebut harus
mempunyai head/energi yang cukup untuk mengalirkan sebagian banjir ke
kolam.
Untuk mengetahui area dan volume, perlu dilakukan pengukuran, yaitu
pengukuran teristris untuk daerah yang tidak tergenang air dan dilakukan
pengukuran sounding untuk daerah yang tergenang air. Dengan melalui
maping/pemetaan dan pengukuran luas dan volume dapat diperoleh grafik
hubungan antara elevasi dan volume/area kolam.
Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kolam pengendalian banjir
perlu dilakukan flood routing berdasarkan data tersebut diatas, sehingga dapat
diperoleh bentuk inflow-outflow hidrograf banjir di hilir kolam. Sehingga
diperoleh besarnya penurunan debit banjir puncak dan perlambatan banjir di
sebelah hilir kolam.
3. Tanggul kolam penampungan banjir
Maksud dibuat kolam untuk kolam pengendali banjir ini adalah untuk
melokalisir air banjir di kolam supaya tidak menggenangi daerah peruntukan
yang tidak diinginkan.
28
Melalui peta topografi di daerah kolam dapat ditentukan jalur tanggul
yang diperlukan di sekeliling kolam. Sedangkan syarat-syarat teknis tanggul
seperti uraian pada Sub-Bab 3.6.2.2.
4. Bangunan pintu pengatur banjir
Bangunan pintu pengatur banjir untuk kolam pengendalian banjir,
dimaksudkan untuk mengatur debit banjir yang akan masuk dan keluar kolam.
Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Cara operasi, yaitu yang dapat dibedakan:
Secara manual (dioperasikan oleh tenaga manusia). Hal ini tentu ada
faktor kelemahan dari si tenaga manusianya sendiri.
Secara otomatis (dioperasikan secara otomatis atau secara elektrik).
Dalam hal ini, faktor kelemahan dari tenaga manusia dapat dihilangkan
atau dimimalisir, sehingga lebih tepat.
b. Biaya operasi dan pemeliharaan
Secara umum untuk pintu yang dioperasikan secara manual memerlukan
biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah dibanding dengan pintu
yang dioperasikan secara otomatis. Maka pemilihan ini harus
mempertimbangkan ketelitian pengaturan yang diperlukan maupun faktor
yang lainnya. Adapun debit finite adalah sebagai berikut:
29
cukup besar. Namun untuk pemukiman padat dengan penghasilan penduduk
rendah pemerintah setempat perlu memberi subsidi untuk operasional pompa.
Contoh polder ditunjukkan dalam Gambar 3-11.
30
3.6.2.1 River Improvement
River improvement dilakukan terutama berkaitan erat dengan
pengendalian banjir, yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas
pengaliran sungai. Hal ini dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang
terjadi untuk dialirkan ke hilir atau laut, sehingga tidak terjadi limpasan.
Pekerjaan ini pada dasarnya dapat meliputi kegiatan antara lain:
31
pengaliran. Agar kapasitas pengaliran tetap walaupun bentuk penampang
diubah-ubah diperlukan kajian bentuk penampang sungai yang baik/stabil.
32
kapasitas penampang dan erosi & sedimentasi. Analisis perhitungannya perlu
memperhatikan ketelitian yang diperlukan (misal data yang dipakai),
karakteristik hidrologi, sifat-sifat morfologi dan geometrik sungai serta
kondisi lapangan yang ada, untuk mendapatkan kapasitas dan pola aliran yang
baik, tidak menimbulkan permasalahan pada sungai.
3.6.2.2 Tanggul
Tanggul adalah penghalang yang didesain untuk menahan air banjir di
palung sungai untuk melindungi daerah di sekitarnya. Tanggul juga berfungsi
untuk melokalisir banjir di sungai, sehingga tidak melimpas ke kanan dan ke
kiri sungai yang merupakan daerah peruntukan. Contoh dokumentasi tanggul
dapat dilihat dalam Gambar 3-12.
33
Contoh 3 Tanggul sungai yang diperkuat
Gambar 3-12. Contoh dokumentasi tanggul
Contoh bagian sungai yang perlu tanggul ditunjukkan dalam Gambar 3-13.
34
Beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain:
Dampak tanggul terhadap regim sungai.
Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai
misalnya jembatan.
Ketersediaan bahan bangunan setempat.
Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.
Hidrograf banjir yang lewat.
Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran.
Pengaruh tanggul terhadap lingkungan.
Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai.
Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.
35
6. Tanggul pengelak
36
ditentukan dengan memakai Cara Casagrande. Maka pada suatu kondisi muka
air tanah tanggul tinggi, perlu adanya pelebaran badan tanggul untuk
memperpanjang lintasan rembesan atau dengan drainase untuk menurunkan
muka air tanah.
Sifat-sifat material yang digunakan untuk tanggul, sangat menentukan
pada dimensi tanggul, pelaksanaan tanggul dan pondasi dari tanggul. Untuk
mengetahui sifat-sifat tersebut, material yang akan digunakan, terlebih dahulu
ditest di laboratorium mekanika tanah. Parameter yang perlu ditest adalah:
Kadar air tanah pada borrow area
Berat satuan tanah asli dan dalam keadaan padat/solid
Spesific gravity
Plastisitas indeks, untuk mengetahui pengaruh dari penyusutan dan
pemuaian. Tanah yang mempunyai plastisitas indeks tinggi tidak baik untuk
bahan timbunan tanggul
Gradasi butiran
Konsolidasi untuk menghitung penurunan
Pemadatan (dengan standart proctor test), untuk mengetahui
kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum
Triaxial test, untuk mengetahui kohesi (c), sudut geser dalam dan tekanan
air pori
Di dalam pelaksanaan di lapangan, untuk pemadatan harus dilakukan lapis
demi lapis sesuai yang direkomendasikan dan dilakukan test hasil dari
pemadatan. Di samping itu pada suatu daerah yang tanah aslinya jelek, ada
kemungkinan untuk penggantian tanah dasar pondasi tanggul, namun hal ini
biasanya sangat mahal.
Tinggi jagaan dan lebar tanggul dapat dilihat dalam Tabel 3-1.
Tabel 3-1. Hubungan debit dengan tinggi jagaan dan lebar tanggul
Debit Tinggi Lebar
banjir jagaan tanggul
kurang dari 200 (m
0, (m
3,
m3/det
200 – 500 6)
0,7 0)
3,
500 – 2.000 5
1,0 0
4,
2.000 – 5.000 0
1,2 0
5,
5.000 – 10.000 5
1,5 0
6,
lebih 10.000 0
2,0 0
7,
0 0
3.6.2.2.3 Stabilitas Terhadap Erosi Dan Longsoran
1. Stabilitas butiran terhadap erosi
Butiran tanah pembentuk penampang sungai harus stabil terhadap aliran yang
terjadi. Karena akibat pengaruh kecepatan aliran kadang-kadang dapat
mengakibatkan gerusan pada talud maupun dasar sungai. Maka perlu
checking terhadap stabilitas butiran pada talud dan dasar sungai. Berdasarkan
hasil penyelidikan, besarnya distribusi tegangan geser maksimum pada sungai
atau saluran lurus berbentuk trapesium adalah (Simons dan Senturk, 1992):
37
Untuk syarat ketabilan saluran dengan bentuk lain (bukan trapesium) dan
saluran tidak lurus (saluran melengkung), harga tersebut harus lebih kecil dari
tegangan geser yang diijinkan.
Pada analisis stabilitas dasar sungai perlu dilakukan checking untuk
mencegah adanya erosi yang mengakibatkan degradasi dasar sungai.
Perhitungan stabilitas dasar sungai dapat digunakan beberapa cara antara
lain:
1a. Stabilitas Butiran Dengan Diagram Shields
Tegangan geser kritis tak berdimensi * dapat dihitung berdasarkan
diagram Shields seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-15
38
Tabel 3-2. Hubungan jenis material dan parameter sedimen
(Highway Research Board, 1970)
39
40
2. Stabilitas tanggul terhadap longsoran
Pada perencanaan tanggul yang stabil, di samping checking terhadap
stabilitas butiran, perlu checking stabilitas tanggul terhadap longsoran.
41
3.6.2.2.4 Perkuatan Tebing Sungai (Revetment)
Pada suatu perbaikan alur sungai perlu adanya bangunan perkuatan tebing,
untuk menghindari adanya perubahan alur sungai akibat gerusan. Perkuatan
tebing terutama diperlukan pada tikungan luar dari suatu meander sungai.
Maka yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perkuatan tebing sungai
adalah:
Penempatan perkuatan tebing sungai
Tipe perkuatan tebing sungai
Fungsi dari perkuatan tebing sungai
Bahan bangunan yang dipakai (mudah didapat)
Mudah pelaksanaannya
Pertimbangan ekonomis
Penempatan bangunan terutama pada bagian alur sungai yang relatif tidak
stabil, yang diakibatkan oleh adanya:
Pengaruh gelombang dari aliran air
Gerusan tebing pada tikungan luar
Pengaruh naik turunnya muka air sungai yanng drastis
Maka penempatan harus sesuai dengan daerah atau bagian alur sungai yang
tidak stabil tersebut. Perkuatan tebing ditinjau dari cara bekerjanya bangunan
melindungi tebing dapat dibedakan menjadi 2:
Perkuatan tebing langsung
Perkuatan tebing tak langsung
42
1. Perkuatan tebing langsung
Bangunan perkuatan ini langsung menempel pada tebing sungai dan
langsung melindungi dari gerusan akibat aliran air mengenai tebing sungai.
Bermacam-macam bangunan dapat dipakai:
Turap baja (bersifat dinding penahan)
Turap kayu (bersifat dinding penahan)
Dinding penahan pasangan batu dan beton
Revetment dari blok-blok beton
Revetment dari hamparan batu kali
Revetment dari bronjong
Syarat dari tebing sungai yang dibuat perkuatan tebing sungai adalah harus
stabil dulu terhadap longsoran, kecuali perkuatan tebing yang bersifat dinding
penahan. Di samping itu kaki talud pada perkuatan tebing harus aman terhadap
gerusan lokal, supaya tidak turun/melorot. Maka perkuatan pada talud bagian
bawah diberi semacam kaki sebagai pondasi sedalam 1,25D.
Bangunan yang lolos air dapat berupa dari bronjong, turap papan, baja, dsb.
Sedangkan bangunan yang tidak lolos air dapat berupa tiang-tiang dari kayu,
baja ataupun dari beton. Di samping panjang krib (p) dan jarak krib L dengan
L antara 2-3*p, faktor lain yang penting dalam perencanaan adalah
menentukan elevasi krib. Elevasi krib diusahakan tidak mengganggu kapasitas
pengaliran sungai pada waktu banjir.
43
3.6.2.2.5 Efek Pengaruh Back Water Akibat Bangunan Dan Pasang Surut
Pada pengendalian banjir perlu memperhatikan muka air pada waktu banjir
di sepanjang sungai dan muka air banjir akibat pengempangan (back water).
Hal ini atas pertimbangan bahwa dengan adanya limpasan hanya pada sebagian
tanggul yang mengakibatkan bobolnya tanggul adalah merupakan gagalnya
sistem pengendalian banjir.
Pada peninjauan back water yang harus diperhatikan adalah:
Back water akibat bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Back water akibat adanya ambang alam di dasar sungai.
Back water akibat penyempitan alur sungai.
Back water akibat pasang surut di muara sungai.
Jadi pada analisis hidraulik memanjang sungai harus hati-hati terhadap
faktor-faktor yang berpengaruh dan teori yang akan dipakai. Untuk menghindari
adanya limpasan air banjir, perlu adanya elevasi muka air banjir memanjang
sungai pada setiap potongan, untuk menentukan elevasi puncak tanggul.
44
harus diperhatikan supaya struktur tanggul supaya tetap stabil dan berfungsi
adalah:
1. Elevasi tanggul harus didesain terhadap elevasi muka air banjir.
Elevasi puncak tanggul adalah elevasi muka air banjir ditambah tinggi
jagaan yang tergantung besarnya debit banjir (seperti uraian sebelumnya).
2. Lebar puncak tanggul harus cukup, supaya tetap stabil yang besarnya
dapat diambil sesuai dengan besarnya debit banjir. pada kondisi tertentu
lebar tanggul dapat diambil lebih besar dari ketentuan yang ada, dengan
pertimbangan tinggi tanggul, sifat tanah tanggul, dsb.
3. Talud tanggul harus didesain sesuai dengan kondisi tanah bahan
urugan tanggul. Untuk menjaga kestabilan tanggul perlu adanya analisis
kestabilan.
4. Untuk kestabilan tanggul perlu analisis kestabilan talud terhadap
longsoran (land slide) dan erosi butiran tanah tanggul terutama pada
tikungan luar.
5. Tanggul yang mempunyai kondisi muka air tanah yang tinggi, terutama
muka air tanah yang keluar pada talud tanggul, perlu diturunkan dengan
analisis sub surface drainage yang dilengkapi drainasi saluran terbuka.
6. Tanah asli pada tanggul perlu diperhatikan karena berfungsi sebagai
pondasi. Maka tanah asli yang jelek perlu dipertimbangkan untuk dikeruk
dan diganti dengan tanah yang baik.
7. Bahan urugan tanggul harus baik dan harus dipertimbangkan terhadap
sifat- sifat seperti didepan. sifat-sifat tersebut antara lain: gradasi
butiran, plastisitas indeks, berat satuan tanah asli maupun kering, kohesi,
sudut geser dalam, dsb.
8. Kepadatan tanah urugan tanggul harus memenuhi kriteria yang ada, yaitu
mempunyai angka kepadatan lebih dari 85 %. Hal ini dipertimbangkan
terhadap kestabilan tanggul maupun penurunan tanggul itu sendiri.
9. Tanggul yang mempunyai talud yang tidak stabil terhadap erosi
dari gelombang aliran air maupun oleh gaya-gaya yang bekerja perlu
dibuat proteksi tebing (seperti diuraikan didepan).
45
Untuk pemadatan yang baik, sebaiknya besarnya angka kepadatan
minimum adalah 85 %. Maka dari itu perlu adanya perhatian terhadap
pemadatan yang telah ditentukan. Dalam pemadatan harus dilakukan secara
berlapis, dengan memperhatikan terhadap:
Kadar air optimum (hasil laboratorium)
Tebal perlapisan berdasarkan hasil model tes
Banyaknya lintasan pemadatan setiap lapisan
Pada pelaksanaan pemadatan tanggul untuk memenuhi syarat teknis yang
diperlukan, maka harus dilakukan uji (tes) di lapangan maupun di
laboratorium. Uji (tes) tersebut melalui sampling di lapangan lalu ditimbang
untuk mengetahui berat persatuan tanah yang sudah dipadatkan. Di samping
itu hasil sampling tersebut perlu dibawa ke laboratorium untuk mengetahui
berat persatuan kering sebagai counter check, supaya lebih teliti.
46
Namun juga perlu memperhatikan dampak negatif sudetan. Yaitu bila
suatu sungai disudet tidak akan menimbulkan problem banjir di tempat lain.
Dengan adanya perubahan bentuk hidrograf banjir setelah adanya sudetan
akan berdampak terhadap peningkatan debit pengaliran dan waktu tiba banjir
dari hidrograf lebih pendek. Hal tersebut akan menurunkan muka air banjir di
sebelah hulu dan menambah banjir di sebelah hilir atau berpengaruh baik di
hulu dan berpengaruh jelek di hilir. Pada pekerjaan sudetan perlu dilakukan
perbaikan alur sungai di hulu dari daerah yang dilindungi dari banjir dan juga
diimbangi dperbaikan alur sungai di sebelah hilir sudetan.
Sudetan pada alur sungai aluvial yang bermeander dapat terjadi secara
alamiah karena adanya pergerakan/pergeseran meander. Namun sudetan dapat
juga dibuat oleh manusia, sebagai salah satu usaha pengaturan sungai untuk
tujuan tertentu. Dalam hal ini diperlukan kesadaran dan pengertian bagi para
perencana, mengingat dengan dilakukannya sudetan berarti mengganggu
keseimbangan yang ada, sehingga secara alamiah alur sungai cenderung
kembali pada kondisi semula. Pada masa mencari atau mencapai
keseimbangan baru tersebut, biasanya disertai dengan kerusakan-kerusakan
yang tidak diinginkan dan diperkirakan sebelumnya. Hal ini terjadi pada
sudetan yang tidak disertai dengan perencanaan alur sungai stabil dan
mempertimbangkan segala proses yang akan timbul. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam sudetan adalah:
Tujuan dilakukan sudetan.
Arah alur sungai sudetan (kondisi meander yang ada).
Penampang sungai sudetan.
Usaha mempertahankan fungsi dari sudetan.
Pengaruh sudetan terhadap sungai secara keseluruhan, bangunan-bangunan
pemanfaatan sumber daya air maupun bangunan fasilitas.
Pengaruh penurunan muka air di sebelah hulu sudetan terhadap lingkungan.
Pengaruh berkurangnya fungsi retensi banjir.
Tinjauan terhadap sosial ekonomi.
Di samping itu alasan melakukan sudetan dalam kaitan dengan
pengendalian banjir adalah:
Sungai yang berkelok-berkelok atau bermeander kritis, adalah merupakan
alur yang relatif tidak stabil, dengan adanya sudetan akan lebih baik.
Dengan adanya sudetan akan terjadi bentuk hidrograf banjir antara di
bagian hulu dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di
bagian hulunya.
Bentuk hidrograf banjir sebelum dan sesudah sudetan ditunjukkan dalam
Gambar 3-17.
47
Pertimbangan teknis dalam perencanaan sudetan:
Daerah sudetan (meander kritis)
Perbaikan arah alur sungai di daerah sudetan
Perbaikan penampang sudetan (penampang memanjang dan melintang)
Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan
48
(panjang meander), R (jari-jari meander), a (amplitudo meander), Q (debit
sungai), B (lebar sungai).
Parameter meander tersebut mempunyai hubungan proporsional, namun untuk
menentukan kondisi meander (kritis atau tidak), dapat ditentukan dengan
memperhatikan beaya pemeliharaan sungai dengan mengetahui harga dari:
R/B < 10 adalah dalam ondisi kritis
Maka berdasarkan analisis harga R/B tersebut dapat ditentukan daerah yang
akan disudet. Di samping sudetan memperhatikan kondisi meander sungai
yang kritis, juga perlu dipertimbangkan efisiensi dan sistem sungai secara
keseluruhan (Overbeek, 1978).
2. Perbaikan arah alur sungai di daerah sudetan
Pertimbangan faktor non teknis, perlu kiranya diantisipasi dampak negatif
yang akan timbul. Permasalahan sosial ekonomi dihindari dan ditekan sekecil
mungkin dampak negatif yang akan timbul. Misalnya dengan mementingkan
segi teknisnya, maka alur sudetan dibuat relatip lurus dan menembus daerah
pemukiman padat penduduk, sehingga permasalahan serius akan timbul
kemudian.
Pertimbangan teknis dalam pembuatan sudetan meliputi pertimbangan
terhadap rencana pola alur sungai stabil, terutama ke arah horisontal. Maka
perlu dihindari adanya rencana alur sungai meander atau berkelok-kelok, yang
menyebabkan awal proses pergerakan meander sungai ke arah tikungan luar.
Apabila terpaksa harus berkelok-kelok, harus dipertimbangkan terhadap alur
sungai meander yang baik atau yang tidak kritis.
Pertimbangan teknis dalam perencanaan jalur sudetan adalah: tikungan
atau belokan alur sungai.
Umumnya pada suatu meander sungai gerusan terjadi pada tikungan luar,
yang akan mengakibatkan pergerakan alur sungai tersebut ke arah tikungan
luar. Untuk mengantisipasi atau mengurangi laju gerusan pada tikungan luar
tersebut, perlu adanya perencanaan tikungan/meander sungai yang baik.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah:
Arah aliran sungai pada tikungan diusahakan berbentuk kurva
Hindari dua tikungan yang berhubungan langsung, harus ada alur transisi
Perbandingan antara lebar sungai & jari-jari meander lebih besar 20,
(B/R>20)
Panjang alur transisi di antara dua tikungan adalah antara 2 - 3 lebar sungai
Lebar sungai pada tikungan adalah antara 1,1-1,3 kali lebar sungai bagian
lurus (VSTC, 1985)
3. Perbaikan penampang sudetan
Perbaikan penampang sudetan meliputi penampang memanjang dan
penampang melintang alur sudetan. Penampang memanjang sungai harus
stabil terhadap erosi maupun sedimentasi. Sedangkan penampang melintang
sungai harus dipertimbangkan terhadap pengaliran yang ada, baik angkutan
sedimen, erosi maupun sedimentasi dan longsoran tebing.
49
3a. Penampang memanjang dasar sungai
Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun sedimentasi.
Maka harus diketahui kondisi tanah di daerah sudetan untuk analisis
kemiringan dasar sungai stabil. Biasanya pada alur sungai sudetan
mempunyai kemiringan yang lebih curam dibanding sebelum sudetan. Maka
kadang-kadang diperlukan bangunan pengatur dasar sungai berupa groundsill
(maksimum drop adalah 2m)
3b. Penampang melintang sungai
Bentuk penmapang melintang sungai dapat direncanakan dengan
penampang tunggal maupun ganda yang stabil, dengan mempertimbangkan
bentuk hidrolis yang baik dan dapat mengallirkan debit desain. Penampang
melintang yang stabil maksudnya tidak mudah berubah dalam waktu
yang cukup lama, maka perlu adanya analisis penampang terhadap erosi dan
longsoran tebing.
4. Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan
Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan di sepanjang alur sudetan,
pada dasarnya untuk menstabilkan penampang melintang maupun mengatur
dasar sungai (penampang memanjang). Maka bangunan yang diperlukan
adalah:
Bangunan perkuatan tebing sungai
Bangunan pengatur/perkuatan dasar sungai
50
Bangunan perkuatan dasar sungai dapat berupa groundsill yang melintang
pada dasar sungai. Posisi bangunan groundsill ditempatkan pada posisi
tertentu dengan memperhatikan kemiringan dasar sungai stabil dan posisi
dasar sungai terhadap tanah di sekitarnya. Bangunan adalah dibuat dengan
maksimum drop 2m.
3.6.2.4 Floodway
Pembuatan floodway dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada
alur sungai lama, dan mengalirkan sebagian debit tersebut banjir melalui
floodway. Hal ini dapat dilakukan apabila kondisi setempat sangat
mendukung untuk membuat floodway. Apabila kondisi lapangan tidak
menguntungkan, misalnya sungai untuk jalur floodway tidak ada, maka
pembuatan floodway kurang layak untuk dilaksanakan.
Floodway berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir pada waktu
banjir, sehingga debit banjir pada alur sungai lama akan berkurang dan akan
menurunkan tingkat resiko banjir. Kondisi pada umumnya, bahwa alur lama
melewati kota, sehingga menjadi rawan banjir. Sedangkan lahan pada
kawasan pemukiman di kota sangat mahal dan sulit untuk pembebasan lahan,
sehingga perbaikan alur sungai untuk memenuhi debit mengalami kesulitan.
Untuk mengatasi banjir dengan floodway, di samping aspek rekayasa/
engineering, aspek non teknis juga perlu dipertimbangkan. Jadi sebagian
banjir akan dilewatkan melalui floodway sebelum masuk daerah yang
dilindungi atau daerah kota dan bisa langsung dialirkan ke laut. Perubahan
aliran banjir lewat floodway tersebut, jangan sampai menimbulkan masalah
sosial ekonomi di masa mendatang terutama dari masyarakat yang dilalui
floodway tersebut.
Beberapa faktor yang harus menjadi perhatian dalam pembuatan floodway
adalah:
Alur lama yang melewati kota sulit untuk diperbaiki sesuai dengan
debit desain, karena kesulitan lahan yang sudah penuh pemukiman.
Alur lama berbelok-belok terlalu jauh, untuk menuju ke laut, sehingga
dari segi hidrolis tidak menguntungkan.
Terdapat jalur untuk alur baru yang menguntungkan (lebih pendek),
dengan menggunakan sungai kecil yang ada.
Pembebasan lahan pada alur floodway tidak mengalami kesulitan.
Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya air yang ada.
Dampak negatif (sosial ekonomi) diupayakan sekecil mungkin.
Bila perbaikan alur terletak di daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, maka perlu ada kajian dan evaluasi mengenai lahan yang ada,
pembebasan tanah serta dampak sosial yang akan timbul. Sedangkan untuk
pembuatan floodway yang melewati di daerah yang kepadatan penduduknya
rendah ataupun daerah persawahan dan tambak, kemungkinan pembebasan
lahan lebih murah dan ringan serta persoalan sosial bisa lebih kecil. Maka
dalam desain, kemungkinan dapat menggunakan/memperlebar alur sungai
yang ada ke kanan dan (atau) ke kiri untuk memenuhi kapasitas pengaliran
51
yang ada menjadi konsideran yang penting sebelum penentuan atau
perencanaan jalur floodway.
Dalam perencanaan floodway, kajian rekayasanya setidak-tidaknya
meliputi antara lain:
Debit banjir rencana
Jalur floodway
Perencanaan alur floodway yang meliputi penampang memanjang dan
melintangnya.
Bangunan pembagi banjir
1. Debit banjir rencana
Debit banjir rencana pada dasarnya berdasarkan pada debit banjir rencana
pada skala perencanaan. Namun yang menjadi permasalahan adalah besarnya
debit banjir yang lewat pada alur lama dan yang lewat pada alur floodway.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kapasitas pengaliran
masing- masing alur lama dan alur floodway. Maka pada waktu terjadi banjir
sesuai debit desain, harus ada pembagian debit banjir untuk alur lama (QL)
dan alur floodway (QF) adalah sama dengan debit desain (QT).
QT = QL + QF
QT = Debit desain dengan periode ulang T tahun
QL = Debit banjir rencana yang lewat alur lama
QF = Debit banjir rencana yang lewat alur floodway
Sedangkan besarnya pembagian debit banjir di bawah debit desain adalah
tidak menjadi masalah apabila besarnya debit masih dibawah debit rencana.
Namun kebutuhan debit minimum untuk alur lama, sehubungan dengan
kebutuhan harus diperhatikan. Maka pada percabangan antara floodway dan
alur lama memerlukan bangunan pembagi banjir dan pengatur debit, terutama
52
2. Jalur floodway
Jalur floodway merupakan daerah yang akan dilewati untuk alur floodway
dari awal percabangan yang berada di hulu daerah yang dilindungi menuju ke
laut. Dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan floodway
yaitu pertimbangan teknis dan non teknis.
Pertimbangan faktor non teknis, perlu kiranya diantisipasi dampak negatif
yang akan timbul. Permasalahan sosial ekonomi dihindari dan ditekan sekecil
mungkin dampak negatif yang akan timbul. Misalnya dengan mementingkan
segi teknisnya, maka alur floodway dibuat lurus dan menembus daerah
pemukiman padat penduduk, sehingga permasalahan serius akan timbul
kemudian.
Pertimbangan teknis dalam pembuatan floodway meliputi pertimbangan
terhadap rencana pola alur sungai stabil, terutama ke arah horisontal. Maka
perlu dihindari adanya rencana alur sungai meander atau berkelok-kelok, yang
menyebabkan awal proses pergerakan meander sungai ke arah tikungan luar.
Apabila terpaksa harus berkelok-kelok, harus dipertimbangkan terhadap alur
sungai meander yang baik atau yang tidak kritis. Pertimbangan teknis dalam
perencanaan jalur floodway adalah tikungan atau belokan alur sungai yang
bermeander. Pada umumnya gerusan akan terjadi pada tikungan luar dan
pendangkalan terjadi pada tikungan dalam, yang akan mengakibatkan
pergerakan alur sungai tersebut ke arah tikungan luar. Contoh gerusan pada
tikungan luar dan pendangkalan pada tingkungan dalam ditunjukkan dalam
Gambar 3-19.
View dokumentasi
Gambar b dan Gambar c
53
a. Situasi sungai: tebing tikungan luar tergerus dan tebing tikungan dalam
pendangkalan Tikungan dalam pendangkalan Tikungan luar tergerus
54
Perencanaan penampang floodway meliputi penampang melintang dan
penampang memanjang alur floodway. Penampang memanjang sungai harus
stabil terhadap erosi maupun sedimentasi. Sedangkan perencanaan penampang
melintang sungai harus mempertimbangkan pengaliran air secara hidraulik yang
memadai, muatan sedimen yang lewat, erosi dan kelongsoran tebing.
55
Biaya pemeliharaan murah dan baiay operasional hampir tidak ada.
Pembagian debit rencana harus tepat yaitu: Qtotal = Qfloodway + Qlama.
Dibuat bangunan perkuatan tebing dan dasar sungai supaya relatif stabil.
Sebaiknya dibuat model test (fisik).
2. Pembagian banjir dengan bangunan pengatur debit
Bangunan pengatur debit dapat berupa:
Dengan spillway atau crest (puncak) tetap.
Dengan pintu pengatur banjir.
Bangunan pembagi banjir dengan crest tetap, biasanya untuk keadaan yang
tidak memerlukan pembagian yang teratur dan teliti. Namun hanya efektif
untuk mengatur pada waktu debit minimum dan debit desain. Sebaliknya bila
terjadi banjir, spillway berfungsi untuk mengalirkan banjir sehingga tidak
terjadi limpasan air pada tanggul. Untuk bangunan ini mempunyai keuntungan
bahwa biaya pemeliharaan dan operasional lebih murah.
Debit limpasan pada crest tetap:
Cd = koefisien debit
Be = lebar efektif ambang
H = perbedaan muka air antara hulu dan hilir
56
Periode banjir
Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:
Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang
dilindungi, dapat digunakan outlet sederhana.
Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan pintu-
pintu otomatis.
Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari
daerah yang dilindungi.
3.7.1 Umum
Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan
pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai.
Contoh aktifitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut:
Pengelolaan DAS.
Pengaturan tata guna lahan.
Pengendalian erosi.
Pengembangan dan pengaturan daerah banjir.
Penanganan kondisi darurat.
Peramalan dan sistem peringatan banjir.
Asuransi.
57
Contoh lingkungan di DAS dan di daerah sempadan sungai ditunjukkan
dalam Gambar 3-20 dan Gambar 3-21.
b. Contoh 3 bagian wilayah suatu DAS yang sudah tak ada tanaman (sudah rusak)
58
c. Contoh 2 bagian wilayah suatu DAS yang mulai dirubah tata guna
lahannya
Gambar 3-20. Contoh lingkungan DAS yang baik dan yang
buruk
59
b. Sempadan sungai hanya berupa tembok pemisah dengan pemukiman
60
Tidak ada pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di
sepanjang bantaran sungai.
Minimal daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh
terganggu di sepanjang jalan air, dapat mengacu pada tabel di bawah ini.
Tabel 3-3. Hubungan Debit Dan Lebar Penyangga
Debit Rata-rata (Q) Lebar Penyangga
Kurang dari 1 m3/dt Minimal5 m
1 m3/dt < Q > 5 m3/dt 10
Lebih dari 5 m3/dt m
15
m
3.7.3 Pengaturan Tata Guna Lahan
Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur
penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini
untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga
mengakibatkan kerusakan DAS yang merupakan daerah tadah hujan. Pada
dasarnya pengaturan penggunaan lahan di DAS dimaksudkan untuk:
Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak
menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga
dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.
Penataan masing-masing kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan
lahan dan cara pengelolaan masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian
yang baik. Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah
penyangga, yang berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah,
perlu diperhatikan luasan masing-masing kawasan. Misalnya untuk luasan
kawasan hutan minimum/kira-kira 30 % dari luas daerah aliran sungai.
Sedangkan untuk mencegah adanya laju erosi DAS yang tinggi perlu
adanya cara pengelolaan yang tepat, untuk masing-masing kawasan.
Pengelolaan lahan tersebut dapat meliputi, sistem pengelolaan, pola tanam
dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi
dan kelerengan lahan. Karena dengan adanya erosi lahan yang tinggi akan
menentukan besarnya angkutan sedimen di sungai dan mempercepat laju
sedimentasi di sungai, terutama di bagian hilir. Dengan adanya sedimentasi di
sungai akan merubah penampang sungai dan memperkecil kapasitas
pengaliran sungai.
Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan
tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi
perbaikan rencana, pelaksanaan dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas
di daerah dataran banjir yang diharapkan berguna dan bermanfaat untuk
masyarakat di daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.
Kadang-kadang kita dikaburkan adanya istilah “flood plain management” dan
“flood control”, bahwa manajemen di sini dimaksudkan hanya
untuk pengaturan penggunaan lahan (land use) sehubungan dengan banjir dan
flood control untuk pengendalian mengatasi secara keseluruhan. Demikian
61
pula antara “flood plain zoning” dan “flood plain regulation”, zoning hanya
merupakan salah satu cara pengaturan dan merupakan bagian dari manajemen
daerah dataran banjir (Leopold & Maddock, 1976).
Manajemen daerah dataran banjir pada dasarnya ada 2 tujuan:
Meminimumkan korban jiwa, kerugian maupun kesulitan yang diakibatkan
oleh banjir yang akan terjadi.
Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di
daerah dataran banjir di masa mendatang, yaitu memperhatikan
keuntungan individu ataupun masyarakat sehubungan dengan biaya yang
dikeluarkan.
Dengan demikian perlu perhatian di dalam pelaksanaannya untuk meminimumkan
kerugian dari pengembangan dan pemanfaatan yang ada dan bagaimana
mengarahkan penggunaan dan pengembangan yang optimum di masa mendatang.
Atas dasar pertimbangan tersebut diatas perlu adanya evaluasi yang meliputi:
Evaluasi kondisi fisik dan konsep ekonomi yang diharapkan untuk
melindungi investasi yang ada.
Penting untuk dilakukan seleksi dari beberapa alternatif investasi yang terbaik
di daerah tersebut dengan berbagai pengembangan yang mungkin
diterapkan.
Dalam penggunaan daerah dataran banjir perlu adanya pengendalian/
pengaturan. Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan untuk
pengendalian/pengaturan tersebut antara lain:
Penyesuaian dan penempatan suatu bangunan sesuai rencana land use, yang
dapat menurunkan potensi kerugian akibat banjir. Penyesuaian dan
penempatan bangunan disini dapat diartikan juga sebagai tindakan
perubahan rencana penempatan bangunan, penyesuaian penggunaan
maupun pembebasan area.
Langkah berikutnya dapat berupa pemberlakuan undang-undang, peraturan
ataupun peraturan daerah, pengaturan tiap-tiap kawasan/zone, penyesuaian
bangunan dan pajak, pengosongan/pembaharuan pemukiman, tanda/
peringatan dll.
Mengoptimumkan pemanfaatan daerah dataran. Hal ini merupakan
tantangan bagi seorang manajer pengembangan wilayah sungai. Tiga prinsip
utama dalam rangka usaha diatas adalah: teknis, ekonomis dan yang bersifat
institusi. Maka optimalisasi itu dapat memperoleh keuntungan
bersih maksimum dari pemanfaatan daerah terhadap biaya yang
dikeluarkan.
Dalam pemanfaatan di daerah bantaran sungai perlu adanya pengaturan
yang baik dan pengawasan secara terpadu. Hal ini untuk menghindari adanya
permasalahan banjir dan kerugian banjir yang lebih besar.
Daerah bantaran sungai yang ada di kanan kiri sungai sebelah dalam
tanggul banjir, sangat bermanfaat untuk mengalirkan banjir atau menambah
kapasitas pengaliran banjir pada waktu terjadinya banjir. Maka pemanfaatan
bantaran sungai harus hati-hati dan bersifat sementara, sehingga fungsi
62
bantaran sungai tidak terganggu. Apabila bantaran dipakai sebagai lahan
pertanian, maka pada waktu musim hujan tanaman tersebut harus sudah
dipanen, sehingga tidak menghambat pengaliran sungai. Sedangkan jika
dipakai untuk kegiatan lain, seperti olahraga dan lain-lain, maka fasilitas
bangunan harus bersifat sementara yang dapat dibongkar pasang. Sehingga
pada waktu musim hujan tak ada aktivitas dan barang-barang atau bangunan
tersebut dapat diambil dan tidak mengganggu aliran sungai saat terjadi banjir.
a. Terasering
63
c. Rotasi penanaman (perubahan pola tanam)
64
a. Penambangan harus mematuhi UU No.4 Tahun 2009
batubara
65
untuk membatasi atau menentukan tipe pengembangan dengan
mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir.
Faktor ekonomi, sosial dan lingkungan harus pula ikut dipertimbangkan agar
diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana. Langkah pertama
dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah yang beresiko
banjir dan daerah kritis ditentukan diantaranya oleh faktor-faktor berikut:
Besarnya banjir yang terjadi.
Waktu peringatan efektif.
Pengetahuan tentang banjir.
Tingkat luapan banjir.
Kedalaman dan kecepatan banjir.
Lamanya banjir.
Masalah-masalah pengungsian.
Akses (kemudahan).
Potensi kerusakan banjir.
66