Anda di halaman 1dari 66

BAB 3.

MANAJEMEN BANJIR

3.1. Definisi Manajemen


Ada beberapa pengertian dan definisi untuk kata manajemen. Beberapa
pengertian dan definisi ini juga dipakai untuk definisi manajemen di
dalam peraturan dan perundangan. Dalam uraian berikut dijelaskan
pengertian dan definisi manajemen dari berbagai sumber. Hal ini
dimaksudkan agar dapat diperoleh kesepahaman, kesepakatan dan pengertian
yang sama untuk kata manajemen tersebut walaupun dalam pemakaian dan
penggunaannya untuk beberapa hal atau tujuan mempunyai pengertian dan
definisi yang berbeda.
Manajemen sinonimnya adalah pengelolaan (Endarmoko, 2006) dan
dalam bahasa Inggris adalah management. Kata ini berasal dari Bahasa
Perancis Kuno (Old French) ménagement yang berarti seni memimpin
(conducting), mengarahkan (directing), melaksanakan dan mengatur. Dari
Bahasa Latin manu agere berarti memimpin oleh/dengan tangan (to lead by
the hand) menggolongkan/memberi ciri (characterises) proses-proses
kepemimpinan/ leading dan pengarahan/directing semua atau bagian
suatu organisasi, seringkali sebuah bisnis, melalui pengembangan dan
manipulasi sumber daya manusia, sumber daya keuangan/finansial, sumber
daya material, sumber daya intelektual atau ketidak-nyataan/intagible
(en.wikipedia.org/wiki/Management dalam http: //www. Leadership
501.com/definition-of-management/21/;http://id.wikipedia.
org/wiki/Manajemen).
Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni menyele-
saikan pekerjaan melalui orang lain. Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran
(goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal (http://
id.wikipedia.org/wiki/Manajemen).
Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir,
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
dengan menggunakan sumber daya organisasi (Hanafi, 1997).
Beberapa definisi tentang manajemen disebutkan, yaitu:
Definisi Manajemen oleh Stoner: Proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap usaha-usaha para
anggota organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi lainnya,
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
Definisi Manajemen oleh Koonentz & Donnel:
 Menitikberatkan pada pemanfaatan orang-orang dalam mencapai tujuan
 Agar tujuan dapat dicapai orang-orang tersebut harus mempunyai
tugas, tanggung jawab dan wewenang yang jelas (job description)

1
Definisi Manajemen (umum): Suatu metode/teknik atau proses
untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara sistematik dan efektif,
melalui tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling)
dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efisien.
(http://ariekanayakirana.wordpress.com/2007/09/25/definisi-manajemen/)
Dari beberapa kamus manajemen didefinisikan sebagai suatu aktifitas,
seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam
mengelola dan mengendalikan kegiatan (New Webster Dictionary, 1997;
Echols dan Shadily, 1988; Webster’s New World Dictionary, 1983; Collins
Cobuild, 1988). Aktifitas dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
operasi dan pemeliharaan serta evaluasi dan monitoring. Termasuk di
dalamnya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, pengawasan,
penganggaran dan keuangan. Oleh karena itu manajemen dapat dilihat dari
berbagai aspek antara lain: dapat berupa ilmu pengetahuan, berupa profesi
atau keahlian, berupa sistem, pengaturan, proses, metode, seni, sekelompok
orang atau beberapa grup dengan tujuan tertentu.
Di sini untuk manajemen ada unsur-unsur perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi. Dalam teknik sipil ada singkatan yang cukup dikenal
yaitu SIDCOM yang merupakan kepanjangan kata-kata dalam Bahasa Inggeris:
survey, investigation (investigasi), design (desain/perencanaan), construction
(konstruksi), operation (operasi) dan maintenance (pemeliharaan).
Dari uraian tersebut cukup sulit untuk mendefinisikan manajemen
dengan benar. Namun berikut ini dicoba dirangkum pengertian manajemen dari
berbagai sumber tersebut seperti ditunjukkan dalam ilustrasi Gambar 3-1.

2
3.2. Fase Utama Dan Fungsi Manajemen
Uraian tentang manajemen telah dijelaskan dalam Sub-Bab 3.1 dan dalam
Gambar 3-1 diilustrasikan pengertian dan definisi manajemen berdasarkan
rangkuman dari berbagai sumber. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa
dalam manajemen ada hal-hal substansi: proses, manusia, materi, aktifitas
dan tujuan.
Fase utama dan fungsi manajemen secara umum meliputi:
Perencanaan (planning)
Pengorganisasian (organising)
Kepemimpinan (directing)
Pengkoordinasian (coordinating)
Pengendalian (controlling)
Pengawasan (supervising)
Penganggaran (budgeting)
Keuangan (financing)
1. Perencanaan
Proses perencanaan umumnya melalui langkah-langkah:
Identifikasi masalah atau bisa juga identifikasi sasaran/tujuan
yang ditargetkan
Pengumpulan data primer dan sekunder
Penentuan metode yang akan dipakai (kajian pustaka)
Investigasi, analisis atau kajian
Penentuan solusi dengan berbagai alternatif
Penentuan skala prioritas
Pemilihan alternatif
Untuk kesuksesan suatu proses maka perlu ada suatu konsep perencanaan
strategis dan perencanaan implementasi (rencana aksi) yang jelas.
Perencanaan strategis mengakomodasi rencana mendesak, rencana jangka
pendek, rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang.
Perencanaan strategis ini melalui beberapa tingkatan (stage), meliputi:
perencanaan kebijakan, perencanaan program dan rencana induk (master
plan).
Sedangkan implementasi perencanaan merupakan aplikasi atau aksi dari
perencanaan strategis. Tingkatannya meliputi: meliputi perencanaan
kebijakan, perencanaan program dan rencana induk (master plan), rencana
aksi, desain awal dan desain akhir (final).
Uraian tersebut ditunjukkan dalam Gambar 3-2.

3
2. Pengorganisasian (organising)
Organize berarti mengatur, sehingga pengorganisasian merupakan peng-
aturan dalam pembagian kerja, tugas, hak dan kewajiban semua orang yang
masuk dalam suatu kesatuan/kelompok. Pembagiannya didasarkan atas
berbagai hal misalnya dari tingkat pendidikan, lamanya bertugas, keahlian
dan ketrampilan yang dimiliki dan lainnya.
Dalam hampir semua kegiatan diperlukan suatu organisasi yang bisa
berdasarkan atas struktur/strata ataupun fungsi.
3. Kepemimpinan (directing)
Lebih dominan ke aspek-aspek leadership, yaitu proses kepemimpinan,
pembimbingan, pembinaan, pengarahan, motivator, reward and punishment,
konselor, dan pelatihan. Para pemimpin (direktur) perlu menguasai aspek-aspek
tersebut dalam upaya mensukseskan kepemimpinan kepada stafnya. Dengan
kepemimpinan yang baik maka tujuan dari kegiatan dapat tercapai dengan
sukses.

Beberapa karakter dari kepemimpinan yang baik antara lain demokratis,


transparan, jujur, berkemauan keras, mau bekerja keras, akuntabilitas,
ber- wibawa.
4. Pengkoordinasian (coordinating)
Koordinasi adalah upaya bagaimana mengorganisasi sumber daya manusia
(SDM) agar ikut terlibat, mengambil bagian atau dapat beperan serta dengan
baik sebagian maupun menyeluruh dari suatu kegiatan sehingga dapat
dipastikan SDM dapat bekerja secara tepat dan benar.

Situasi dan kondisi yang baik dan kondusif dapat menciptakan kerjasama
yang baik dan terpadu antar bagian. Di sinilah koordinasi sangat berperan
sehingga terjadi keseimbangan harmoni antara hak dan kewajiban dari SDM
ataupun antar bagian dari sistem organisasi yang ada.

4
Koordinasi bisa bersifat horizontal yaitu antar bagian yang mempunyai
kedudukan setara maupun vertikal yaitu antar suatu bagian dengan bagian di
atasnya atau di bawahnya sesuai dengan struktur yang ada
5. Pengendalian (controlling)
Pengendalian merupakan upaya kontrol, pengawasan, evaluasi dan
monitoring tehadap SDM, organisasi, hasil kegiatan dari bagian-bagian
ataupun dari seluruh kegiatan yang ada. Manfaat dari pengendalian ini dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas dari sisi-sisi waktu, ruang (space),
biaya dan sekaligus untuk peningkatan kegiatan baik secara kuantitas
maupun kualitas.
Pengendalian ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengetahui bagaimana
kegiatan atau bagian dari kegiatan itu bekerja. Penyimpangan atau kesalahan
dapat segera diketahui dan diperbaiki. Pengendalian ini juga berfungsi untuk
menekan kerugian sekecil mungkin.
6. Pengawasan (supervising)
Pengawasan dilakuan untuk memastikan SDM berkerja dengan benar
sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya. Pengawasan juga berfungsi
untuk memastikan suatu proses sudah berjalan dengan semestinya. Di
samping itu pengawasan juga berfungsi untuk mengetahui suatu kerja atau
kegiatan sudah dilakukan dengan benar.
7. Penganggaran (budgeting)
Dalam kegiatan pembangunan, penganggaran menjadi suatu bagian terpenting
untuk suksesnya maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut. Demikian
halnya untuk pengelolaan banjir, penganggaran juga menjadi salah satu faktor
utama suksesnya suatu proses pembangunan mulai dari, studi, perencanaan,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan infrastruktur keairan maupun peningkatan
sistem yang ada. Penentuan anggaran yang terrencana dan tersistem sekaligus
merupakan salah satu alat manajemen. Karena dalam penganggaran unsur
biaya yang dikeluarkan (expenditure) dan unsur pendapatan (revenue) harus
menjadi satu kesatuan kajian yang utuh, sehingga perencanaan peng-anggaran
sekaligus merupakan bagian yang penting bahkan yang utama dalam
manajemen.
Pengelolaan anggaran secara menyeluruh merupakan penghubung dari
proses-proses perencanaan (planning), operasional, pemeliharaan,
pemanfaatan sampai pada proses kontrol, evaluasi dan monitoring. Laporan
anggaran yang lengkap harus meliputi kriteria-kriteria antara lain sebagai
pendukung kebijakan, petunjuk operasional, dan sebagai alat mediator dalam
berkomunikasi (City of Fort Collins, 1986).
8. Finansial
Awal dari perencanaan finansial adalah proses penganggaran. Ketika
tugas dan fungsi dari tiap-tiap kegiatan institusi sudah teridentifikasi,
langkah-langkah selanjutnya adalah merencanakan program-program kerja,
pehitungan biaya dan manfaat, analisis resiko dan kesuksesan program
(Grigg, 1988).

5
Secara umum di dalam perencanaan finansial ada beberapa langkah
penting yang perlu dilakukan yaitu (Government Finance Research
Centre,
1981): analisis biaya, analisis kemampuan membayar (ability-to-pay
analysis),
analisis pendapatan (revenue analysis), analisis sensitivitas, analisis
dampak sekunder (lihat Gambar 3-3).

Aspek-aspek finansial meliputi aspek-aspek pembiayaan, penganggaran,


pendapatan dan biaya, penilaian. Dengan kata lain aspek finansial sudah
harus mencakup keseluruhan manajemen namun dalam batas finansial saja.
Untuk pengelolaan banjir aspek finansial sering menjadi kendala utama dalam
suksesnya pengelolaan. Keterbatasan dana menjadi salah faktor kunci
kegagalan dari pengelolaan banjir.
3.3. Pengertian Manajemen (Pengelolaan) Dari Peraturan
UU No. 7 Tahun 2004 menyebutkan bahwa: Pengelolaan Sumber Daya
Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
UU No. 27 Tahun 2007 menyebutkan bahwa: Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat
dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup (UU No.23 Tahun 1997).

6
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah
(UU No. 18 Tahun 2008).
Pengelolaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang meliputi O & P
serta rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi (PP No. 20 Tahun 2006).
Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah (PP No. 43
Tahun 2008).
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan: a. tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan, b. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan
hutan, c. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan d. perlindungan hutan dan
konservasi alam (UU No. 41 Tahun 1999).
Menurut RPP Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu (versi Oktober
2008): Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik
antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan
segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya alam bagi
kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan
masyarakat. Pengelolaan DAS Terpadu adalah rangkaian upaya perumusan
tujuan, sinkronisasi program, pelaksanaan dan pengendalian pengelolaan
sumber daya DAS lintas para pemangku kepentingan secara
partisipatif berdasarkan kajian kondisi biofisik, ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan guna mewujudkan tujuan Pengelolaan DAS.

Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang


terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk
mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan
yang telah disepakati (UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan).
UU Persungaian Jepang mendefinisikan pengelolaan sungai adalah segala
usaha yang dilaksanakan untuk memanfaatkan potensi sungai, memelihara
fungsi sungai dan mencegah terjadinya bencana yang ditimbulkan oleh
sungai (Sosrodarsono dan Tominaga, 1985). Cakupan dari pengelolaan
sungai sangat luas diantaranya:
Perbaikan dan pengaturan sungai.
Pengoperasian bangunan-bangunan sungai.
Pengendalian administratif seperti pembatasan atau pelarangan atas
kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan dampak negatif terhadap fungsi
sungai.
Pemberian izin atas pemanfaatan sungai.
Pemberian tanda batas-batas daerah sungai.
Berdasarkan beberapa peraturan-perundangan tersebut maka pengertian
pengelolaan atau manajemen dirangkum dalam gambar berikut.

7
3.4. Proses Pembangunan
Proses pembangunan secara fisik di bidang teknik sipil adalah
pembangunan infrastruktur. Karena pada dasarnya infrastruktur merujuk pada
sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan- bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan
ekonomi (Grigg,
1988). Dalam Sub-Bab 4.3.1 diuraikan lebih rinci tentang infrastruktur.
Proses
pembangunan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang berdasarkan
analisis dari berbagai aspek untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu
dengan hasil seoptimal mungkin.
Untuk pembangunan rekayasa (engineering development) Proses dan
tahapan identik dengan istilah populer SIDCOM singkatan dari Survey,
Investigation, Design, Construction, Operation and Maintenance. Kegiatan
pembangunan pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 tahapan, yaitu:
1. tahapan studi
2. tahapan perencanaan
3. tahapan pelaksanaan
4. tahapan operasi dan pemeliharaan
Masing-masing tahapan ada berbagai macam aktivitas. Secara makro ke
empat tahapan meliputi aktivitas seperti berikut ini (Kodoatie dan Sjarief,
2010 dan 2007; Kodoatie, 1995):
1. Tahapan studi
Ide Atau Sasaran/Tujuan yang Akan Dicapai
Pada kegiatan ini seseorang, badan, perusahaan ataupun pemerintah
mendapatkan suatu ide yang baru. Misalnya ide membuat waduk,
pengendalian banjir, PLTA, mendirikan pabrik, usaha ril estat dan
sebagainya. Ide tidak harus selalu membangun suatu konstruksi (kegiatan
fisik). Bisa juga dilakukan dengan kegiatan-kegiatan non fisik, misalnya:
untuk pengendalian banjir bisa dilakukan dengan pengelolaan vegetasi yang
baik dan benar.

8
Pra-Studi Kelayakan
Ide itu diterjemahkan atau diaplikasikan dalam bentuk studi: apakah ide itu
layak diimplementasikan sehingga bisa ditindak-lanjuti dengan analisis
yang lebih detail. Untuk kajian yang komprehensif dan terpadu studi yang
dilakukan umumnya meliputi aspek teknis (engineering), aspek ekonomi,
aspek sosial, aspek budaya, aspek hukum, aspek kelembagaan dan aspek
lingkungan. Dengan data yang belum detail yang dikumpulkan maka pra-
studi dilakukan. Hasil pra- studi dengan melakukan kajian dan analisis
dari berbagai aspek tersebut menunjukkan layak atau tidak layaknya ide
tersebut.
Layak teknis berarti ide tersebut dapat diwujudkan dengan aspek-aspek
teknis termasuk teori, metode, dan pola pembangunannya dan aspek-aspek
non teknis misalnya pengaturan pola tanam, penghijauan dll. Parameter
kelayakan teknis untuk setiap bangunan akan berlainan, misal parameter
untuk kelayakanan teknis pembangunan waduk berlainan dengan parameter
pembangunan gedung. Demikian juga dengan parameter non-teknis
Layak ekonomi biasanya ditunjukkan dengan parameter-parameter
Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Present
Value (NPV). Dianggap layak secara ekonomi bila BCR > 1, IRR melebihi
tingkat suku bunga yang berlaku dan NPV bernilai positif.
Layak dalam aspek sosial umumnya berkaitan dengan masyarakat dari
berbagai lapisan, terutama yang terkena dampak langsung maupun tidak
langsung akibat adanya aktifitas/proyek yang akan dibuat. Berbagai
analisis sosial perlu dilakukan yang pada intinya mempunyai tujuan untuk
dapat melihat dan mengetahui bahwa proyek itu memberikan manfaat
bagi masyarakat sekitar atau stakeholders lainnya dan tidak akan
menimbulkan kerugian sosial atau bila terjadi dapat diminimalisir.
Layak budaya berkaitan dengan adat-istiadat, kearifan lokal, sifat dan
karakter masyarakat. Hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak
yang serupa dengan itu tetap menjadi bagian penting dari kajian kelayakan
budaya. Unsur-unsur yang penting dalam kajian kelayakan budaya adalah
(UU No. 7 Tahun 2004): unsur masyarakat adat, unsur wilayah, unsur
hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya.
Layak dalam aspek hukum dan kelembagaan yaitu bahwa kegiatan yang
akan dibuat sudah sesuai dengan perundangan atau petaruran yang berlaku.
Bahkan dalam kajian aspek ini dimungkinkan kegiatan dijadikan peraturan
khusus sebagai bentuk kepastian hukum. Kajian kelembagaan dilakukan
untuk mengetahui apakah diperlukan kelembagaan baru akibat adanya
kegiatan yang akan dibuat ini dan bagaimana hubungan kelembagaan yang
baru ini dengan kelembagaan yang sudah ada. Kajian ini juga dapat
mengetahui sampai sejauh mana kelembagaan yang ada mampu mengelola
kegiatan yang akan dibuat.

9
Layak secara lingkungan berarti bahwa proyek tidak menyebabkan
terjadinya degradasi lingkungan. Khusus untuk aspek lingkungan, analisis
dan kajiannya harus mengacu pada peraturan yang berlaku yang telah dibuat
oleh suatu badan yang disebut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
(Bapedal) baik mulai dari Pusat (badan ini menjadi satu dengan Kementrian
Lingkungan Hidup), Provinsi dan Kabupaten/Kota. Acuan normatifnya
adalah UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Bilamana hasil rekomendasi menyatakan bahwa kegiatan tersebut layak
secara komprehensif maka dapat dilanjutkan dengan studi kelayakan di suatu
lokasi yang sudah dipilih secara kasar dalam pra-studi kelayakan. Lokasi yang
terpilih dalam prastudi ini belum spesifik; artinya, ada kemungkinan alternatif
lokasi yang berbeda pada tahapan studi kelayakan.
2. Tahapan perencanaan
Hasil rekomendasi dari studi kelayakan menyodorkan beberapa alternatif
berdasarkan aspek-aspek teknis (maupun non-teknis), ekonomi, sosial, budaya,
hukum, kelembagaan dan lingkungan secara detail. Selanjutnya dilakukan
seleksi perancangan dengan berbagai pertimbangan baik dukungan dan
maupun kendala. Contoh untuk dukungan: adanya kesiapan dana yang cukup,
dukungan dari unsur pemerintah dan para-pihak lainnya. Contoh untuk kendala:
terbatasnya sumber dana, lahan ataupun kendala dari sudut lingkungan. Perlu
diingat bahwa dukungan dan kendala tersebut, baik berupa kelebihan,
keuntungan dan kerugian, skala prioritas dan hal-hal lain yang terkait telah
telah diungkapkan dalam studi kelayakan. Pada tahap ini pemilik (Owner) dan
pelaku perencana hanya tinggal memutuskan untuk memilih satu alternatif
untuk dibuatkan detail desainnya (untuk pelaksanaan fisik) maupun program-
program kegiatannya (untuk pelaksanaan non-fisik).
Detail Desain
Pada alternatif yang terpilih, detail desain dibuat dengan menyangkut
aspek-aspek:
teknis: kekuatan dari bangunan ditinjau dari semua bidang keilmuan
yang terkait, seperti topografi, geologi, mekanika tanah, hidrologi dan lain
sebagainya. Dari hasil analisis perhitungan dengan formula, kriteria, standar,
jenis dan bahan konstruksi akan muncul gambar desain yang lengkap dan
kebutuhan data primer dan sekunder. Data ini hanya yang berhubungan
dengan alternatif terpilih menyangkut situasi, lokasi baik lokal maupun
regional, kondisi topografi, kondisi tanah dan tipe bangunan. Jadi bila pada
studi kelayakan data yang didapatkan digunakan untuk menentukan
beberapa alternatif tetapi pada tahapan desain ini hanya data yang berhubungan
langsung dengan alternatif terpilih yang bisa diwujudkan dalam bentuk fisik
bangunan.
ekonomis: yaitu menentukan desain yang paling ekonomis menyangkut
jenis bahan yang dipakai, jenis konstruksi dan sebagainya dengan harus
tetap memenuhi syarat seperti yang telah dibuat dalam aspek teknis.

10
Perhitungan Volume (Bill of Quantity) dan Rencana Anggaran Biaya
(RAB) untuk pelaksanaan fisik juga dilakukan pada tahapan ini.
metode pelaksanaan untuk mendapatkan hasil fisik yang memenuhi
aspek teknis maka para perencana juga membuat metode pelaksanaan yang
harus dilakukan oleh para pelaksana (kontraktor). Dari sini nantinya akan
muncul Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) pelaksanaan fisiknya.
Prinsipnya, hasil tahapan detail desain ini berupa gambar-gambar rencana
yang sangat lengkap disertai dengan RKS, BQ dan RAB
3. Program kegiatan
Untuk pelaksanaan fisik dan non-fisik perlu dibuat program kegiatan yang
didasarkan aspek-aspek seperti yang telah diuraikan dalam detail desain.
4. Tahapan pelaksanaan
Pada tahap ini pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
pelaksanaan fisik dan pelaksanaan non fisik.
Untuk pelaksanaan fisik (sering disebut dengan metode struktur)
maka hasil desain detail dipakai sebagai acuan. Pada tahapan ini gambar
detail desain diwujudkan dalam bentuk fisik. Para pelaku pembangunan
(kontraktor) harus mematuhi gambar kerja, rencana kerja dan syarat-syarat
(RKS) dan ketentuan- ketentuan lain yang ditetapkan oleh direksi selaku
pembantu dari Owner. Pengawasan biasanya dilakukan oleh suatu badan
khusus yang dikenal dengan sebutan konsultan pengawas.
Ada kalanya pada tahap ini ada beberapa desain yang tidak
bisa diwujudkan karena, misalnya, kondisi site yang berubah akibat cukup
lamanya tenggang waktu antara perencanaan dan kajian ulang desain yang
dilaksanakan.
Untuk pelaksanaan non-fisik maka program-program kegiatan yang sudah
direncanakan dengan berbagai pertimbangan diimplementasikan

5. Tahapan operasi dan pemeliharaan


Sesudah pelaksanaan fisik selesai maka bangunan yang telah dibuat
di- operasikan (dipakai) dan dipelihara sesuai dengan umur bangunan yang
direncanakan. Demikian pula dalam pelaksanaan non-fisik perlu dibuat
metode operasi dan pemeliharaannya.
.5. Manajemen Banjir
Banjir kota adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan
merendam daratan di kota. Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir
sebagai perendaman sementara oleh air pada daratan yang biasanya
tidak terendam air di kota. Dalam arti "air mengalir", kata-kata ini juga dapat
berarti masuknya air laut pada waktu terjadi pasang di kota-kota pantai.
Banjir kota diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau
danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan
alaminya di kota. (http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir; MSN Encarta
Dictionary, 2006; Directive, 2007; Glossary of Meteorology, 2000).

11
Manajemen banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya
air yang lebih spesifik untuk mengontrol hujan dan banjir umumnya melalui
dam - dam pengendali banjir atau peningkatan sistem pembawa (sungai,
drainase) dan pencegahan hal yang berpotensi merusak dengan cara
mengelola tataguna lahan dan daerah banjir (flood plains). Termasuk dalam
manajemen banjir adalah menata kawasan lindung dan kawasan budidaya
kota yang berwawasan lingkungan.
Dalam pengelolaan sumber daya air, manajemen banjir juga berarti
mengharmonisasikan dan mengintegrasikan konservasi sumber daya air
(dalam penataan ruang merupakan kawasan lindung), pendaya-gunaan
sumber daya air (dalam penataan ruang merupakan kawasan budi daya) dan
pengendalian daya rusak air (dalam penataan ruang merupakan gabungan
pengelolaan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya).
Rekayasa dan manajemen banjir kota berarti penerapan prinsip-prinsip
ilmiah dan matematika untuk tujuan praktis (rekayasa) dalam (atau sebagai
bagian dari) suatu proses menyeluruh (komprehensif) dan terpadu (integratif)
untuk mencapai tujuan (objective)/sasaran (goal) yaitu mengatasi
persoalan banjir secara sistematis, efektif dan efesien (manajemen) di kota
atau kawasan perkotaan.
Terpadu berarti membawa secara bersama (bring together) bagian-bagian
dari sesuatu (dalam hal ini sesuatu adalah manajemen) dan secara
implisit berarti hubungan (linkage) sedangkan menyeluruh berarti cakupan
luas (broad coverage) (Grigg, 1996).

3.5.1 Sistem Pengendalian Banjir


Pada suatu daerah perlu dibuat sistem pengendalian yang baik dan efisien,
dengan memperhatikan kondisi yang ada dan pengembangan
pemanfaatan sumber air mendatang. Pada penyusunan sistem
pengendalian banjir perlu adanya evaluasi dan analisis atau memperhatikan
hal-hal yang meliputi antara lain:
Analisis cara pengendalian banjir yang ada pada daerah tersebut/yang
sedang berjalan.
Evaluasi dan analisis daerah genangan banjir, termasuk data kerugian
akibat banjir.
Evaluasi dan analisis tata guna tanah di daerah studi, terutama di
daerah bawah/dataran banjir.
Evaluasi dan analisis daerah pemukiman yang ada maupun
perkembangan yang akan datang.
Memperhatikan potensi dan pengembangan sumber daya air di
masa mendatang.
Memperhatikan pemanfaatan sumber daya air yang ada termasuk
bangunan yang ada.
Perencanaan sistem pengendalian dengan memperhatikan hal-hal tersebut
harus disesuaikan dengan kondisi yang ada (existing) mulai dari dari
hulu sampai hilir sungai sehingga semua perencanaan sedapat mungkin dapat

12
terlaksana yang dituangkan pada rencana pengendalian banjir. Rentang waktu
perencanaan dan pelaksanaan tidak terlalu lama mengingat sifat sungai yang
dinamis.
Rencana pengendalian banjir tersebut dibuat dengan beberapa alternatif
dan berbagai kombinasi. Dari beberapa alternatif sistem pengendalian
yang ada, dipilih yang paling optimal, dengan pemberian angka nilai atau
score untuk berbagai aspek peninjauan, sehingga salah satu sistem yang
mempunyai total nilai yang tertingi merupakan sistem terpilih. Aspek
peninjauan pada penilaian tersebut setidak-tidaknya meliputi aspek teknis,
ekonomi, sosial, budaya, hukum, kelembagaan dan lingkungan. Sering
terjadi dukungan secara politis dari para stakeholders diperlukan sehingga
implementasi pengendalian banjir sesuai dengan yang direncanakan. Hal-hal
yang umum terjadi diantara perencanaan dan implementasi diantaranya
meliputi:
Desain tidak dapat dilaksanakan karena pertimbangan (misal)
sosial.
Biaya yang diusulkan tidak dapat dipenuhi secara optimal
karena keterbatasan dana.
Waktu pelaksanaan terlalu lama setelah perencanaan selesai sehingga
sering terjadi perubahan-perubahan fisik di lapangan yang cukup
signifikan.
Implementasi dibuat bertahap dengan jangka waktu yang lama
sehingga perencanaan tidak sesuai lagi dan sering tidak dilakukan
updating perencanaan.
3.5.2 Pelaksanaan Pengendalian Banjir
a. Penentuan skala prioritas masing-masing kegiatan dan tahap
pelaksanaan pengendalian banjir.
Pada pekerjaan pengendalian banjir jangka panjang mempunyai target
waktu penyelesaian. Sistem pengendalian banjir dimaksudkan untuk
mengendalikan debit banjir dengan periode ulang dan debit tertentu, setelah
semua kegiatan dan bangunan pengendalian banjir selesai. Semua kegiatan
dan bangunan pengendalian banjir tersebut, sulit untuk dilaksanakan pada
waktu relatif singkat dan bersamaan. Maka perlu adanya penentuan skala
prioritas dan urutan pekerjaan/bangunan yang harus dilaksanakan.
Urutan/prioritas tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan maupun kondisi
setempat, namun secara umum dapat dijelaskan:
Penanggulangan banjir pada suatu sungai, yang dilakukan pada tingkat
awal adalah merupakan pekerjaan darurat, untuk perbaikan tanggul untuk
mengatasi banjir tahunan.
Pengendalian banjir tahap berikutnya, berupa pekerjaan yang lebih
besar, biasanya berupa perbaikan alur, yang merupakan pengendalian
jangka pendek.
Pada tahap berikutnya dilakukan pekerjaan jangka menengah yang
merupakan pekerjaan pengendalian banjir seperti pembuataan alur

13
pengendali banjir, retarding basin, rekonstruksi bangunan pengendali
banjir dan termasuk pekerjaan pengaturan sungai.
Pada tahap akhir yang merupakan pengendalian jangka panjang yang
dikaitkan dengan pengembangan sumber air, dengan membangun
waduk serbaguna, yang diantaranya berfungsi untuk pengendalian banjir.
Bila tahap demi tahap pekerjaan pengendalian banjir selesai, maka tingkat
debit banjir yang dapat diatasi akan naik. Sehingga pada pekerjaan tahap
akhir selesai, sistem pengendalian banjir dapat berfungsi seperti yang
direncanakan. Sedangkan pada masa setelah pekerjaan pengendalian
banjir selesai, perlu untuk penyempurnaan dan pemeliharaan sistem
pengendali.

b. Antisipasi pengendalian banjir pada masa pelaksanaan


Berdasarkan pola pelaksanaan pengendalian banjir yang dilaksanakan
secara bertahap, adalah perlu adanya antisipasi pengendalian banjir pada
masa pelaksanaan. Hal ini diharapkan dari pelaksanaan bertahap sudah
dapat meningkatkan debit banjir yang dapat dikendalikan dan bangunan-
bangunan yang ada sebelum pekerjaan selesai secara keseluruhan tidak
mengalami kerusakan.
Pada bangunan-bangunan pengatur banjir perlu adanya aturan operasi
sementara sebelum seluruh bangunan pengendalian selesai dibangun,
untuk menghindari adanya kegagalan. Pada akhirnya semua bangunan
pengendalian banjir akan berfungsi secara optimal setelah seluruh
bangunan dibangun sesuai sistem dan target waktu penyelesaian.

3.5.3 Kriteria Perencanaan Pengendalian Banjir


1. Jangka waktu tahun penyelesaian
Pada pekerjaan pengendalian banjir perlu adanya target tahun
penyelesaiaan, dengan pelaksanaan bertahap setiap dekade tertentu.

2. Bagian alur sungai yang dikeruk/diperbaiki


Untuk menentukan lokasi kegiatan pengerukan alur sungai dari suatu
pengendalian banjir (segmen alur sungai tertentu) harus berdasarkan
pertimbangan:
Kondisi alur sungai yang ada.
Kondisi bagian hilir dari segmen tersebut dengan pertimbangan bahwa
aliran air bersifat kontinyu dan makin ke hilir debit makin besar sehingga
kapasitas sungai juga makin besar.
Kondisi topografi baik di sungai, sempadan dan daerah aliran sungai sekitar
segmen.
Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
Penggunaan tata guna lahan yang ada dan yang akan datang.
Pengendalian banjir yang ada.

14
3. Periode ulang debit banjir (skala perencanaan). Skala perencanaan
ditentukan berdasarkan:
Skala perencanaan secara umum yang berlaku di Indonesia,
antara 10 - 100 tahun periode ulang. Semakin besar periode ulang semakin
mahal konstruksinya.
Kerugian akibat banjir yang pernah terjadi.
Potensi kerugian akibat banjir masa mendatang.
Penggunaan lahan di sempadan dan daerah aliran sungai di sekitar
segmen.
Proyeksi penggunaan lahan di masa mendatang.
Kecuali dipertimbangkan angka laju kenaikan potensi kerugian akibat
banjir, perkembangan kota maupun tata guna tanah di masa mendatang perlu
diperhitungkan terhadap skala perencanaan yang ada maupun target tahun
penyelesaian implementasi pengendalian banjir.
4. Debit pengendalian banjir
Sesuai dengan skala perencanaan seperti di atas, maka besarnya banjir
sungai-sungai sesuai skala perencanaan tersebut dapat ditentukan.
Perhitungan debit banjir ini dapat digunakan cara yang biasa dipakai di
Indonesia yang telah diuraikan dalam Sub-Bab 2.5.
5. Alternatif pengendalian banjir
Berdasarkan alternatif-alternatif pengendalian banjir yang diusulkan,
dapat dipilih yang paling menguntungkan dengan pertimbangan berbagai
kombinasi. Alternatif terpilih ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
teknis, ekonomis, sosial, budaya, hukum, kelembagaan, lingkungan
bahkan politis. Salah satu metodenya adalah dengan penentuan dan
pemberian score/angka dari masing-masing alternatif.
6. Pertimbangan teknis rencana perbaikan sungai dan alur pengendali banjir
Analisis perencanaan yang digunakan untuk memformulasikan rencana
perbaikan sungai dan saluran banjir diantaranya adalah debit rencana dengan
periode ulang yang akan dipakai dan kondisi alur sungai. Pertimbangan
kondisi alur sungai diantaranya adalah:
1. Alur pengendali banjir.
2. Elevasi muka air banjir memanjang sungai.
3. Profil memanjang dasar sungai.
4. Penampang melintang sungai.
6.1. Alur pengendali banjir
Pelaksanaan pengerukan dan pelebaran alur sungai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Lahan yang tersedia di kanan kiri sungai.
Penggunaan lahan di sekitar sungai.
Bentuk penampang.
Pertimbangan debit dominan dan banjir.

15
Khusus untuk perbaikan alur yang terletak di daerah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, perlu ada evaluasi mengenai lahan yang ada dan
pembebasan tanah. Maka dari itu perbaikan alur sungai harus memanfaatkan
alur yang ada secara optimal, karena sulitnya penggunaan lahan yang ada di
kanan kiri alur yang sudah penuh dengan pemukiman.
Sedangkan untuk sungai yang terletak di daerah dengan kepadatan
penduduk rendah, daerah persawahan atau tambak, kendala dan kesulitan
pembebasan tanah (relatif) kecil. Oleh karena itu ada kemungkinan untuk
pelebaran sungai ke kanan dan kekiri.
6.2. Elevasi muka air banjir memanjang sungai
Elevasi muka air banjir memanjang sungai harus direncanakan hampir
sama atau tidak lebih tinggi dibanding dengan permukaan tanah di
sebelah luar tanggul. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil risiko
kerugian akibat banjir yang mungkin terjadi. Dengan kata lain tidak ada
air yang melimpas tanggul.
Pada umumnya sulit untuk merencanakan elevasi muka air banjir hampir
sama dengan tanah sekitar, terutama di daerah hilir yang relatif datar
dengan kemiringan dasar sungai yang hampir datar dan disamping itu
juga adanya back water dari oleh pasang surut air laut.
6.3. Profil memanjang dasar sungai
Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun sedimentasi,
dengan memperhatikan beberapa hal:
Desain dasar sungai pada prinsipnya mengikuti kemiringan yang ada
yang sudah relatif stabil.
Dipertimbangkan terhadap bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Dipertimbangkan terhadap muka air tanah.
Meminimumkan pekerjaaan galian dan timbunan.
6.4. Penampang melintang sungai
Bentuk penampang melintang sungai dapat direncanakan dengan
penampang tunggal maupun ganda, dengan mempertimbangkan:
Bahwa penampang ganda dari penampang melintang sungai efektif untuk
mengalirkan debit banjir di bagian hilir.
Stabilitas alur dan stabilitas lereng tanggul/talud sungai.
Penampang melintang ganda bagian bawah direncanakan pada debit
dengan periode ulang 1.01 tahun, yaitu sebagai debit dominan yang ada di
sungai yang bersangkutan. Biasanya diambil debit periode ulang 2 tahun
(Q2).
Dengan menggunakan bantaran akan menambah stabilitas tanggul.

16
3.5.4 Metode Pengendalian Banjir
Pada hakekatnya pengendalian banjir merupakan suatu yang kompleks.
Dimensi rekayasanya (engineering) melibatkan banyak disiplin ilmu
teknik antara lain: hidrologi, hidraulika, erosi DAS, teknik sungai, morfologi
& sedimentasi sungai, rekayasa sistem pengendalian banjir, sistem drainase
kota, bangunan air dll. Di samping itu suksesnya program pengendalian banjir
juga tergantung dari aspek lainnya yang menyangkut sosial, ekonomi,
lingkungan, institusi, kelembagaan, hukum dan lainnya. Politik juga
merupakan aspek yang penting, bahkan kadang menjadi paling penting.
Dukungan politik yang kuat dari berbagai instansi baik eksekutif
(Pemerintah), legislatif (DPR/DPRD) dan yudikatif akan sangat bepengaruh
kepada solusi banjir kota.
Pada dasarnya kegiatan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang
meliputi aktifitas sebagai berikut:
Mengenali besarnya debit banjir.
Mengisolasi daerah genangan banjir.
Mengurangi tinggi elevasi air banjir.
Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara,
namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari
sistem yang paling optimal.
Kegiatan pengendalian banjir menurut lokasi/daerah pengendaliannya
dapat dikelompokkan menjadi dua:
Bagian hulu: yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir dan
penghijauan di Daerah Aliran Sungai.
Bagian hilir: yaitu dengan melakukan perbaikan alur sungai dan
tanggul, sudetan pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir
atau flood way, pemanfaatan daerah genangan untuk retarding basin dsb.
Sedangkan menurut teknis penanganan pengendalian banjir dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
Pengendalian banjir secara teknis (metode struktur).
Pengendalian banjir secara non teknis (metode non-struktur).
Detail metode struktur dan metode non-struktur ditunjukkan dalam
Gambar 3-5.

17
Menurunkan serta memperlambat debit banjir di hulu, sehingga tidak
mengganggu daerah-daerah peruntukan di sepanjang sungai.
Mengalirkan debit banjir ke laut secepat mungkin dengan kapasitas cukup di
bagian hilir.
Menambah atau memperbesar dimensi tampang alur sungai.
Memperkecil nilai kekasaran alur sungai.
Pelurusan atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber-
meander. Pelurusan ini harus sangat hati-hati dan minimal harus
mempertimbangkan geomorfologi sungai.
Pengendalian transpor sedimen.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan
pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi (degradasi dan
agradasi sungai) dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.
Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.
Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.
Perkembangan pembangunan daerah.
Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan
sebelah hilirnya.

18
3.6. Metode Struktur
3.6.1 Bangunan Pengendali Banjir
Bendungan/waduk (dam)
Kolam retensi
Pembuatan check dam (penangkap sedimen)
Bangunan pengurang kemiringan sungai
Groundsill
Retarding basin
Pembuatan polder

3.6.1.1 Bendungan/Waduk

3.6.1.1.1 Bendungan
Bendungan adalah bangunan yang berupa urugan tanah, urugan batu,
beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan
menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah
tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk (PP No
37 Tahun 2010). Definisi lain bendungan atau dam adalah konstruksi
yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat
rekreasi termasuk di antaranya menahan laju sedimentasi yang ditampung
dalam tampungan mati/dead storage
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bendungan).
Fungsi bendungan diantaranya adalah:
Untuk menampung air sungai
Mengelola dan mengatur air dalam waduk
Pengelolaan sumber daya air.
Penyediaan air baku (raw water)
Salah satu sumber untuk penyediaan air bersih dan air minum
Penyediaan air irigasi
Pengendalian banjir
Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)
Suatu bendungan bila mempunyai semua fungsi-fungsi tersebut disebut
sebagai bendungan multi-fungsi/serbaguna atau multi-purpose dam.
Kebanyakan dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air atau
bangunan pelimpah (spillway) untuk membuang air yang tidak diinginkan
secara bertahap atau berkelanjutan.
Faktor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah
sebagai berikut:
Lokasi mudah dicapai
Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar
Kondisi geologi tanah
Ketersediaan bahan bangunan
Tujuan serbaguna
Pengaruh bendungan terhadap lingkungan
Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi

19
Secara teknis perencanaan untuk dam pengendalian banjir adalah sebagai
berikut:
a. Metode pengaturan banjir
Debit banjir akan diatur secara alamiah oleh pelimpah dari dam yang
tanpa menggunakan pintu pengatur, dengan tujuan memudahkan operasi,
untuk menekan biaya operasi dan pemeliharaan dimasa mendatang.
Sedangkan untuk mendapatkan pengaruh pengaturan terhadap pengendalian
banjir yang lebih besar, dapat digunakan waduk yang dilengkapi pintu
pengendali banjir.
b. Ratio penurunan debit banjir pada dam pengendali banjir
Pada dam pengendali banjir terdapat alokasi volume untuk pengendalian
banjir dan volume untuk memenuhi kebutuhan air. Alokasi volume
waduk untuk pengendalian banjir, akan menentukan pola hidrograf banjir
yang dilepas waduk ke hilir dan ratio penurunan debit banjir.
c. Alokasi kapasitas untuk pengendalian banjir
Bila kapasitas untuk pengendalian banjir dan biaya konstruksi dam naik,
maka debit rencana dan biaya perbaikan sungai akan menurun.
Kapasitas pengendalian banjir ditentukan oleh biaya total minimum
dari perbaikan sungai dan biaya konstruksi dam.

Contoh
Bendungan 1

Contoh Bendungan
2
Gambar 3-6.
Contoh
bendungan(Go
ogle Earth)

20
3.6.1.1.2 Waduk
Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya
bendungan (PP No 37 Tahun 2010). Waduk pada umumnya dibangun untuk
pengembangan sumber daya air sungai, dengan menampung air pada waktu
musim hujan untuk memperbaiki kondisi aliran sungai terutama pada musim
kemarau. Hal ini untuk mengantisipasi kebutuhan air yang meningkat terutama
pada musim kemarau.
Di samping itu waduk biasanya dibangun untuk beberapa manfaat yang
disebut multi guna atau multi purpose dam, misalnya untuk irigasi,
penyediaan air baku (air minum), pembangkit listrik tenaga air, dsb.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan atau dapat menampung air,
mempunyai efek terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk
dapat merubah pola inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di
hilir waduk biasanya menguntungkan terhadap pengendalian banjir, dengan
adanya debit banjir yang lebih kecil dan perlambatan waktu banjir.
Pengendalian banjir dengan waduk hanya dapat dilakukan pada bagian
hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air. Yang
perlu diperhatikan dalam pengendalian banjir dengan waduk adalah
perlambatan waktu tiba banjir, penurunan debit banjir yang dilepas ke hilir
dan rasio alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir terhadap volume
untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air.
Beberapa faktor yang diperhatikan dalam waduk pengendalian banjir adalah:
1. Fungsi waduk untuk pengendali banjir
Secara umum waduk berpengaruh baik terhadap pengendalian banjir.
Namun untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar, waduk harus didesain/
dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir
dihilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara inflow dan outflow
hidrograf banjir yang besar.
2. Alokasi volume untuk pengendalian banjir
Untuk menentukan besarnya penurunan debit banjir di hilir waduk, sangat
ditentukan oleh besarnya alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir.
Semakin besar alokasi volume waduk untuk pengendalian banjir, akan
semakin besar penurunan outflow hidrograf banjir dihilir waduk. Namun di
sini terdapat konflik antara kebutuhan volume waduk untuk pengendalian
banjir dan untuk kepentingan yang lain. Volume waduk untuk pengendalian
banjir besar maka volume waduk untuk kepentingan yang lain akan menjadi
kecil dan sebaliknya. Maka biasanya untuk menentukan alokasi volume
waduk untuk masing-masing kepentingan perlu adanya analisis optimasi
waduk.

21
3. Biaya operasional dan pemeliharaan
Biaya operasional dan pemeliharaan sangat dipengaruhi oleh waduk dan
pengoperasiannya. Waduk mempunyai spillway dua tipe yaitu:

waduk mempunyai spillway dengan puncak (crest) tetap


waduk mempunyai spillway dengan crest tidak tetap
Waduk yang mempunyai spillway dengan crest tidak tetap, adalah
spillway yang dilengkapi dengan pintu pengendali banjir. Dengan adanya
pintu pengendali banjir maka diperlukan biaya yang lebih besar untuk operasi
dan pemeliharaan pintu pengendali banjir. Namun dengan biaya yang lebih
besar tersebut akan menurunkan atau memperkecil biaya perbaikan dan
pemeliharaan di bagian hilir waduk.
4. Pintu pengendali banjir
Pintu pengendali banjir berfungsi untuk mengatur debit air yang akan
dilepas dari waduk sehubungan dengan kepentingan pengendalian banjir.
Maka yang perlu diperhatikan adalah dimensi pintu (yaitu lebar total pintu
dan tinggi pintu) dan cara pengoperasian pintu pengendali banjir. Untuk
menjaga keandalan dalam operasi pintu pengendali banjir, umumnya cara
pengoperasiannya adalah otomatis dan dilengkapi operasi secara manual
(untuk dalam keadaan darurat).

Tinggi pintu yang diperlukan sehubungan dengan pengendalian banjir


secara teoritis adalah (hl – a ), namun secara optimal yang dikaitkan dengan
pendaya-gunaan sumber daya air, tinggi air adalah: hl ditambah tinggi
keamanan.
5. Pola inflow-outflow hydrograph
Waduk multi guna yang dimanfaatkan juga untuk pengendalian banjir,
perlu adanya analisis inflow-outflow hydrograph. Hal ini untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di sebelah hilir waduk.
Maka perlu dilakukan analisis penelusuran banjir (flood routing), untuk
mendapatkan outflow hidrograf banjir waduk.
6. Kondisi muka air waduk
Sehubungan dengan waduk untuk pengendalian banjir, dimungkinkan
muka air waduk berfluktuasi secara cepat. Dengan adanya fluktuasi muka air

22
waduk yang cepat akan membahayakan stabilitas tubuh dam (talud dam).
Karena muka air tanah yang tinggi dalam tubuh dam tidak dapat mengikuti
secara cepat dengan muka air waduk. Maka tubuh dam perlu analisis stabilitas
terhadap longsoran dan ini akan memerlukan proteksi tebing terhadap
longsoran (terutama lokal).

3.6.1.1.3 Penelusuran Banjir (Flood Routing)


Penelusuran banjir dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
hidrograf, yang diperlukan dalam pengendalian banjir. Perubahan hidrograf
banjir antara inflow (I) dan outflow (O) disebabkan oleh:
Adanya faktor tampungan → misal adanya waduk
Adanya penampang sungai yang tidak uniform atau akibat adanya meander
sungai.
Jadi penelusuran banjir ada dua, untuk mengetahui perubahan inflow dan
outflow pada waduk dan inflow dan outflow pada suatu titik dengan suatu titik
di tempat lain pada suatu sungai.
Perubahan inflow dan outflow akibat adanya faktor tampungan: pada suatu
waduk terdapat inflow banjir (I) akibat adanya aliran banjir dan outflow (O)
apabila muka air waduk naik di atas spillway (terdapat limpasan).
I > O → tampungan waduk naik → elevasi muka air waduk naik
I < O → tampungan waduk turun → elevasi muka air waduk turun
Pada penelusuran banjir berlaku persamaan kontinuitas

Langkah yang diperlukan penelusuran banjir pada waduk adalah:


Menentukan hidrograf inflow sesuai skala perencanaan.
Menyiapkan data hubungan antara volume dan area waduk dengan
elevasi waduk.
Menentukan atau menghitung debit limpasan spillway (bangunan
pelimpah) waduk pada setiap ketinggian air diatas spillway dan dibuat
dalam grafik.
Ditentukan kondisi awal waduk (muka air waduk) pada saat dimulai
routing (penelusuran). Hal ini diperhitungkan terhadap kondisi yang
paling berbahaya dalam rangka pengendalian banjir.
Menentukan periode waktu peninjauan t1, t2, ..... dst, periode waktu (t2-
t1) semakin kecil adalah semakin baik.
Data lain sebagai pendukung yang diperlukan.

23
Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan tabel, seperti contoh
dibawah
(dengan cara analitis langkah demi langkah).
Contoh penelusuran banjir waduk (dengan tabel)

3.6.1.2 Kolam Retensi/Penampungan (Retention Basin)


Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin)
berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir
dapat dikurangi, retention berarti penyimpanan. Tingkat pengurangan banjir
tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan
dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk kolam
penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan
perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan yang baik, kolam penampungan
dapat digunakan untuk pertanian. Untuk strategi pengendalian yang andal
diperlukan:
Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketepatan peramalan banjir
Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau
evakuasi.
Sistem drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan
secepatnya setelah banjir reda.
Dengan manajemen yang tepat, penanggulangan sementara dapat berakibat
positif dari segi pertanian, seperti berikut ini:
Melunakkan tanah.
Mencuci tanah dari unsur racun.
Mengendapkan lumpur yang kaya akan unsur hara.

3.6.1.3 Pembuatan Check Dam (Penangkap Sedimen)


Check dam adalah bangunan kecil temporer atau tetap yang dibangun
melintang saluran/sungai untuk memperkecil kemiringan dasar memanjang
sungai sehingga bisa mereduksi kecepatan air, erosi dan membuat sedimen
bisa tinggal di bagian hulu bangunan. Sehingga bangunan ini bisa
menstabilkan saluran atau sungai (ftp://ftp-
fc.sc.egov.usda.gov/WSI/UrbanBMPs/water/ erosion/checkdam.pdf.)
Contoh check dam dapat dilihat dalam Gambar 3-7.

24
Gambar 3-7. Contoh check dam

3.6.1.4 Bangunan Pengurang Kemiringan Sungai


Bangunan ini bisa berupa drop structure atau groundsill. Manfaatnya
adalah bisa mengurangi kecepatan air, dan untuk groundsill juga dapat
mencegah scouring pada hilir bendung atau pilar jembatan. Contoh bangunan
ini dapat dilihat dalam Gambar 3-8.

a. contoh drop structure

25
b. Contoh groundsill
Gambar 3-8. Contoh drop structure pada bendung dan
groundsill
(Dinas PSDA Prov. Jateng, 2010)

3.6.1.5 Retarding Basin


Retarding basin adalah suatu kawasan (cekungan) yang didesain dan
dioperasikan untuk tampungan (storage) sementara sehingga bisa mengurangi
puncak banjir dari suatu sungai. Dapat dikatakan pula suatu tampungan
(reservoir) yang mengurangi puncak banjir melalui simpanan sementara.
Retard berarti memperlambat
(http://www.eionet.europa.eu/gemet/concept?ns=1& cp=7194;
http://www.termwiki.com/EN:retarding_basin).
Contoh retarding basin ditunjukkan dalam gambar berikut

26
Dalam cara ini daerah depresi (daerah rendah) sangat diperlukan untuk
menampung volume air banjir yang datang dari hulu, untuk sementara waktu
dan dilepaskan kembali pada waktu banjir surut. Dengan demikian kondisi
lapangan sangat menentukan dan berdasarkan survei lapangan, peta topografi
dan foto udara dapat diidentifikasi lokasi untuk retarding basin. Biasanya
retarding basin (pond/kolam) dibuat pada bagian hilir pada suatu daerah
sungai.
Sedangkan daerah cekungan/depresi yang dapat dipergunakan untuk
kolam banjir adalah dengan memperhatikan:
Pemanfaatan retarding basin untuk mengendalikan banjir dan bermanfaat
efektif untuk daerah yang ada di bagian hilirnya.
Daerah tersebut mempunyai potensi dan efektif untuk dijadikan kolam
penampungan banjir sementara.
Daerah tersebut mempunyai head/energi yang cukup (perbedaan muka air
banjir antara di sungai dan muka air banjir di kolam).
Daerah tersebut mempunyai area ataupun volume tampungan yang besar
untuk banjir.
Langkah-langkah atau pertimbangan teknis yang harus diperhatikan adalah:
Pola hidrograf inflow dan outflow banjir dengan adanya retarding basin.
Daerah cekungan/depresi yang akan dipakai kolam penampungan
banjir sementara.
Tanggul kolam penampungan banjir sementara.
Bangunan pintu banjir sementara.

1. Pola hidrograf inflow dan outflow banjir dengan adanya retarding pond
Dengan adanya kolam penampungan banjir sementara, maka sebagian
banjir di sungai dialirkan ke kolam, sehingga akan merubah bentuk hidrograf
banjir sebelum kolam dan sesudah kolam. Melalui flood routing dapat
diketahui bentuk hidrograf banjir di sebelah hilir kolam (outflow hydrograph).
Maka berdasarkan bentuk inflow dan outflow hidrograph dapat diketahui
penurunan debit banjir puncaknya waktu perlambatan di sebelah hilirnya.
Pada waktu banjir di sungai besar, maka sebagian banjir masuk ke kolam.
Pada waktu banjir di sungai surut, maka air di kolam kembali dilepas ke
sungai kembali. Prinsipnya sama dengan perhitungan kapasitas waduk dengan
menggunakan persamaan kontinuitas:

Bentuk inflow (I) dan outflow (O) hidrograf sesudah adanya bangunan
kolam pengendali banjir ditunjukkan dalam Gambar 3-10.

27
2. Daerah cekungan untuk kolam banjir
Berdasarkan kondisi lapangan melalui survei, dapat diidentifikasi lokasi
daerah rendah atau cekungan yang dapat dimanfaatkan untuk kolam
penampungan banjir. Daerah tersebut biasanya merupakan daerah yang tidak
produktif, lebih baik lagi kalau daerah tersebut tidak dimanfaatkan untuk
peruntukan tertentu. Di samping itu kolam pengendalian banjir tersebut harus
mempunyai head/energi yang cukup untuk mengalirkan sebagian banjir ke
kolam.
Untuk mengetahui area dan volume, perlu dilakukan pengukuran, yaitu
pengukuran teristris untuk daerah yang tidak tergenang air dan dilakukan
pengukuran sounding untuk daerah yang tergenang air. Dengan melalui
maping/pemetaan dan pengukuran luas dan volume dapat diperoleh grafik
hubungan antara elevasi dan volume/area kolam.
Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh kolam pengendalian banjir
perlu dilakukan flood routing berdasarkan data tersebut diatas, sehingga dapat
diperoleh bentuk inflow-outflow hidrograf banjir di hilir kolam. Sehingga
diperoleh besarnya penurunan debit banjir puncak dan perlambatan banjir di
sebelah hilir kolam.
3. Tanggul kolam penampungan banjir
Maksud dibuat kolam untuk kolam pengendali banjir ini adalah untuk
melokalisir air banjir di kolam supaya tidak menggenangi daerah peruntukan
yang tidak diinginkan.

28
Melalui peta topografi di daerah kolam dapat ditentukan jalur tanggul
yang diperlukan di sekeliling kolam. Sedangkan syarat-syarat teknis tanggul
seperti uraian pada Sub-Bab 3.6.2.2.
4. Bangunan pintu pengatur banjir
Bangunan pintu pengatur banjir untuk kolam pengendalian banjir,
dimaksudkan untuk mengatur debit banjir yang akan masuk dan keluar kolam.
Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Cara operasi, yaitu yang dapat dibedakan:
Secara manual (dioperasikan oleh tenaga manusia). Hal ini tentu ada
faktor kelemahan dari si tenaga manusianya sendiri.
Secara otomatis (dioperasikan secara otomatis atau secara elektrik).
Dalam hal ini, faktor kelemahan dari tenaga manusia dapat dihilangkan
atau dimimalisir, sehingga lebih tepat.
b. Biaya operasi dan pemeliharaan
Secara umum untuk pintu yang dioperasikan secara manual memerlukan
biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih murah dibanding dengan pintu
yang dioperasikan secara otomatis. Maka pemilihan ini harus
mempertimbangkan ketelitian pengaturan yang diperlukan maupun faktor
yang lainnya. Adapun debit finite adalah sebagai berikut:

3.6.1.6 Pembuatan Polder


Polder adalah sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh embankment
baik bisa berupa tanah urugan/timbunan atau tanggul pasangan beton atau
batu kali yang membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan, yang berarti
tidak ada kontak dengan air dari daerah luar polder selain yang dialirkan
melalui saluran buatan manusia bisa berupa saluran terbuka atau pipa
(http://id.wikipedia.org/wiki/Polder dengan modifikasi).
Polder berfungsi sementara untuk menampung aliran banjir ketika sungai atau
saluran tak bisa mengalir ke hilir secara gravitasi karena di sungai tersebut
terjadi banjiir dan ada air pasang di laut untuk daerah pantai. Bila mana
polder penuh maka dipakai pompa untuk mengeluarkan air di dalam polder
tersebut sehingga daerah yang dilindungi tidak kebanjiran.
Untuk daerah rendah namun bila mempunyai nilai ekonomi tinggi polder
cukup efektif (misal perumahan elit) dibuat karena biaya operasional pompa

29
cukup besar. Namun untuk pemukiman padat dengan penghasilan penduduk
rendah pemerintah setempat perlu memberi subsidi untuk operasional pompa.
Contoh polder ditunjukkan dalam Gambar 3-11.

Gambar 3-11. Contoh polder di Semarang dan manfaat polder lainnya

3.6.2 Sistem Perbaikan dan Pengaturan Sungai


Metode struktur pengendalian banjir untuk sistem jaringan sungai
diantaranya adalah:
River improvement (perbaikan/peningkatan sungai)
Tanggul
Sudetan (by pass/short-cut)
Floodway
Sistem Drainasi Khusus

30
3.6.2.1 River Improvement
River improvement dilakukan terutama berkaitan erat dengan
pengendalian banjir, yang merupakan usaha untuk memperbesar kapasitas
pengaliran sungai. Hal ini dimaksudkan untuk menampung debit banjir yang
terjadi untuk dialirkan ke hilir atau laut, sehingga tidak terjadi limpasan.
Pekerjaan ini pada dasarnya dapat meliputi kegiatan antara lain:

Perbaikan bentuk penampang melintang.


Mengatur penampang memanjang sungai.
Menurunkan angka kekasaran dinding alur sungai.
Melakukan sudetan pada alur sungai meander.
Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang sungai yang tidak sesuai
dan mengganggu pengaliran banjir.
Menstabilkan alur sungai.
Pembuatan tanggul banjir.
Sistem pengerukan alur saluran bertujuan untuk memperbesar kapasitas
tampungan sungai dan memperlancar aliran sungai. Analisis yang harus
diperhitungkan adalah analisis hidrologi, analisis hidraulika dan analisis
sedimentasi. Analisis perhitungan perlu dilakukan dengan cermat mengingat
kemungkinan kembalinya sungai ke bentuk semula sangat besar. Pengerukan
juga merupakan kegiatan-kegiatan melebarkan sungai, mengarahkan alur
sungai dan memperdalam sungai. Untuk mengarahkan sungai dan melebarkan
penampangnya sering diperlukan pembebasan lahan. Oleh karena itu dalam
kajiannya harus juga memperhitungkan aspek ekonomi (ganti rugi) dan aspek
sosial terutama bagi masyarakat atau stakeholders lainnya yang merasa
dirugikan akibat lahannya berkurang.
Hal-hal penting dalam river improvement diantaranya adalah:
1. Perencanaan penampang melintang sungai.
2. Hidrologi dan hidraulika banjir.
3. Elevasi, talud dan lebar tanggul.
4. Stabilitas terhadap erosi dan longsoran.
5. Perkuatan tebing sungai (revetment).
6. Efek pengaruh back water akibat bangunan dan pasang surut.

1. Perencanaan penampang melintang sungai


Penampang melintang sungai perlu direncanakan untuk mendapatkan
penampang yang ideal dan efisien dalam penggunaan lahan. Penampang yang
ideal dimaksudkan merupakan penampang stabil terhadap perubahan akibat
pengaruh erosi dan sedimentasi maupun pengaruh pola aliran yang terjadi.
Sedangkan penggunaan lahan yang efisien dimaksudkan harus
memperhatikan terhadap lahan yang tersedia, sehingga tidak
menimbulkan permasalahan dalam pembebasan tanah. Bentuk penampang
sungai ditentukan oleh faktor bentuk penampang berdasarkan kapasitas

31
pengaliran. Agar kapasitas pengaliran tetap walaupun bentuk penampang
diubah-ubah diperlukan kajian bentuk penampang sungai yang baik/stabil.

Sedangkan berdasarkan karakteristik bentuk penampang sungai di


lapangan, pada dasarnya penampang melintang dapat ada dua bentuk:
Penampang tunggal
Penampang ganda
Secara umum bentuk penampang tunggal biasanya baik untuk daerah hulu
dan penampang ganda baik untuk daerah hilir. Maka faktor inipun harus
diperhatikan dalam mendesain bentuk penampang sungai.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah penentuan bentuk penampang
melintang sungai berdasarkan oleh:
Angkutan sedimen sungai
Perbandingan debit dominan dan debit banjir
Proses perubahan alur sungai banyak dipengaruhi oleh adanya karateristik
angkutan sedimen sungai tersebut. Pada suatu sungai dengan
fluktuasi angkutan sedimen cukup besar, akan mengakibatkan proses erosi
ataupun sedimentasi, sehingga akan terjadi agradasi maupun degradasi dasar
sungai. Sedangkan angkutan sedimen sendiri di sungai dapat dibedakan
menjadi dua (sesuai transportasinya):
Muatan sedimen dasar sungai
Muatan sedimen melayang
Muatan sedimen dasar sungai pada umumnya banyak dipengaruhi oleh
kondisi alur sungai itu sendiri dan muatan sedimen melayang banyak
dipengaruhi oleh erosi daerah aliran sungai. Pada sistem transportasi muatan
sedimen di sungai, perlu dipertimbangkan terhadap angkutan yang seimbang,
artinya suplai sedimen dari atas sesuai dengan kapasitas angkut dari alur
sungai tersebut dan alur sungai dapat dikatakan relatip stabil. Untuk kondisi
seimbang perlu adanya sistem pengendalian sedimen di bagian hulu, sehingga
sedimen yang mengalir ke hilir dapat terkontrol.
Pada umumnya untuk alur sungai pada bagian hilir mempunyai perbandingan
tinggi air dengan lebar sungai (h/B) sangat kecil, kemiringan dasar sungai
sangat landai dan kapasitas pengaliran yang rendah. Sehingga untuk
menambah kapasitas pengaliran pada waktu banjir, dibuat penampang ganda,
dengan menambah luas penampang basah dari pemanfaatan bantaran sungai.
Untuk mendapatkan penampang yang stabil, penampang bawah pada
penampang ganda harus didesain dengan debit dominan, yaitu debit dengan
periode ulang 2 tahun. Untuk penampang ganda didesain mengalirkan debit
banjir rencana.

2. Hidrologi dan hidraulika banjir


Dapat mengacu pada Sub-Bab 2-5 sampai Sub-Bab 2-7, untuk analisis
hidrologi dalam penentuan debit banjir rencana, hidraulika untuk penentuan

32
kapasitas penampang dan erosi & sedimentasi. Analisis perhitungannya perlu
memperhatikan ketelitian yang diperlukan (misal data yang dipakai),
karakteristik hidrologi, sifat-sifat morfologi dan geometrik sungai serta
kondisi lapangan yang ada, untuk mendapatkan kapasitas dan pola aliran yang
baik, tidak menimbulkan permasalahan pada sungai.

3.6.2.2 Tanggul
Tanggul adalah penghalang yang didesain untuk menahan air banjir di
palung sungai untuk melindungi daerah di sekitarnya. Tanggul juga berfungsi
untuk melokalisir banjir di sungai, sehingga tidak melimpas ke kanan dan ke
kiri sungai yang merupakan daerah peruntukan. Contoh dokumentasi tanggul
dapat dilihat dalam Gambar 3-12.

Contoh 1 Tanggul buatan bahan dari tanah

Contoh 2 Tanggul sungai (alami)

33
Contoh 3 Tanggul sungai yang diperkuat
Gambar 3-12. Contoh dokumentasi tanggul
Contoh bagian sungai yang perlu tanggul ditunjukkan dalam Gambar 3-13.

34
Beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain:
Dampak tanggul terhadap regim sungai.
Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai
misalnya jembatan.
Ketersediaan bahan bangunan setempat.
Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.
Hidrograf banjir yang lewat.
Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran.
Pengaruh tanggul terhadap lingkungan.
Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai.
Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.

3.6.2.2.1 Klasifikasi Tanggul


Tanggul untuk pengendalian banjir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Tanggul utama
Tanggul ini merupakan tanggul utama untuk pengendalian banjir. Maka
tanggul ini dibuat memanjang dan sejajar sungai.
2. Tanggul sekunder
Tanggul kadang-kadang dibuat di sekitar tanggul utama sebagai tanggul
tambahan. Kadang-kadang tanggul dapat dibuat di sekitar daerah rendah,
untuk menambah keamanan pada saat banjir besar atau keadaan darurat. Di
samping itu dapat juga dibuat untuk melindungi daerah yang penting (khusus)
dengan alasan tertentu.
3. Tanggul terbuka
Tanggul biasanya dibuat menerus di sepanjang sungai, tetapi dalam
keadaan tertentu, tanggul dibuat dalam keadaan terbuka. Hal ini atas
pertimbangan:
Tanggul melewati daerah rendah yang tidak perlu dilindungi
Tanggul melewati daerah yang tinggi, yang tidak perlu ditinggikan
4. Tanggul tertutup
Tanggul tertutup dibuat pada daerah tertentu, sehubungan kondisi
lapangan, supaya banjir tidak masuk pada daerah peruntukan lahan
pemukiman. Misalnya pada daerah delta yang berada di antara sungai ataupun
daerah di muara yang terdapat banyak cabang sungai.
5. Tanggul pemisah
Tanggul pemisah biasanya dibuat pada daerah percabangan sungai. Hal ini
dikarenakan kedua sungai yang bertemu tersebut mempunyai
karakteristik yang berbeda. Maka kadang-kadang tanggul yang bertemu
tersebut dapat dibuat tinggi sebelah sesuai dengan kebutuhan.

35
6. Tanggul pengelak

Pada sebuah tanggul kadang-kadang dibuat lebih rendah terhadap tanggul


di sekitarnya. Hal ini untuk mengelakkan sebagian banjir pada waktu banjir
tertentu. Maka yang perlu diperhatikan bahwa tanggul tersebut harus aman
terhadap gerusan adanya limpasan dan daerah tersebut tidak ada
permasalahan dengan adanya genangan sementara.

3.6.2.2.2 Elevasi, Talud Dan Lebar Tanggul


1.Elevasi tanggul
Elevasi tanggul ditentukan oleh elevasi muka air banjir sungai ditambah
tinggi jagaan tertentu. Kedua hal tersebut diuraikan berikut ini.
Elevasi muka air banjir rencana: Elevasi muka air banjir rencana
didapatkan berdasarkan perhitungan hidraulik banjir sungai. Dari
perhitungan tersebut dapat digambarkan potongan memanjang muka air
banjir sepanjang sungai dan dipakai untuk menentukan elevasi tanggul.
Tinggi jagaan: tinggi ini ditentukan berdasarkan pengaruh gelombang dan
akibat penurunan tanggul
o Pengaruh gelombang: Gelombang air banjir dapat diakibatkan adanya
aliran air, lebih-lebih kalau ada pengaruh kapal yang lewat ataupun
pengaruh angin. Maka akibat pengaruh gelombang ini dapat merusak
talud tanggul dan memerlukan tinggi jagaan yang lebih.
o Pengaruh penurunan tanggul: Penurunan ini terjadi pada tanggul timbunan
tanah dan terjadi pada waktu yang cukup lama. Dalam penentuan tinggi
jagaan tanggul, unsur penurunan elevasi tanggul perlu diperhitungkan.
Jadi
secara keseluruhan tinggi jagaan tanggul akibat dari:
Berdasarkan kedua parameter tersebut diatas ditambah angka keamanan
tinggi jagaan berkisar antara 0,75 m - 1,50 m. Secara praktis besarnya tinggi
jagaan diambil berdasarkan besarnya debit banjir yang umumnya
sudah dibuat dalam bentuk tabel.
2. Talud dan lebar tanggul
Stabilitas tanggul sangat ditentukan oleh dimensi tanggul, yang tergantung
terhadap lebar tanggul dan talud tanggul. Talud tanggul secara umum dapat
diambil dengan proporsi 1 tegak dan 2 horisontal, apabila ada data tanah dan
baik atau talud yang diproteksi dapat diambil lebih tegak. Sedangkan lebar
tanggul secara praktis dapat diambil berdasarkan debit rencana.
Untuk talud tanggul perlu adanya perhitungan stabilitas, meliputi stabilitas
butiran material tanggul terhadap erosi dan stabilitas talud tanggul terhadap
longsoran.
Aliran air tanah dalam tubuh tanggul akan menentukan besarnya angka
keamanan stabilitas tanggul. Muka air tanah yang tinggi dan keluar dari sisi
tanggul sebelah luar, perlu adanya penanganan khusus. Bidang preathic dapat

36
ditentukan dengan memakai Cara Casagrande. Maka pada suatu kondisi muka
air tanah tanggul tinggi, perlu adanya pelebaran badan tanggul untuk
memperpanjang lintasan rembesan atau dengan drainase untuk menurunkan
muka air tanah.
Sifat-sifat material yang digunakan untuk tanggul, sangat menentukan
pada dimensi tanggul, pelaksanaan tanggul dan pondasi dari tanggul. Untuk
mengetahui sifat-sifat tersebut, material yang akan digunakan, terlebih dahulu
ditest di laboratorium mekanika tanah. Parameter yang perlu ditest adalah:
Kadar air tanah pada borrow area
Berat satuan tanah asli dan dalam keadaan padat/solid
Spesific gravity
Plastisitas indeks, untuk mengetahui pengaruh dari penyusutan dan
pemuaian. Tanah yang mempunyai plastisitas indeks tinggi tidak baik untuk
bahan timbunan tanggul
Gradasi butiran
Konsolidasi untuk menghitung penurunan
Pemadatan (dengan standart proctor test), untuk mengetahui
kepadatan kering maksimum dan kadar air optimum
Triaxial test, untuk mengetahui kohesi (c), sudut geser dalam dan tekanan
air pori
Di dalam pelaksanaan di lapangan, untuk pemadatan harus dilakukan lapis
demi lapis sesuai yang direkomendasikan dan dilakukan test hasil dari
pemadatan. Di samping itu pada suatu daerah yang tanah aslinya jelek, ada
kemungkinan untuk penggantian tanah dasar pondasi tanggul, namun hal ini
biasanya sangat mahal.
Tinggi jagaan dan lebar tanggul dapat dilihat dalam Tabel 3-1.
Tabel 3-1. Hubungan debit dengan tinggi jagaan dan lebar tanggul
Debit Tinggi Lebar
banjir jagaan tanggul
kurang dari 200 (m
0, (m
3,
m3/det
200 – 500 6)
0,7 0)
3,
500 – 2.000 5
1,0 0
4,
2.000 – 5.000 0
1,2 0
5,
5.000 – 10.000 5
1,5 0
6,
lebih 10.000 0
2,0 0
7,
0 0
3.6.2.2.3 Stabilitas Terhadap Erosi Dan Longsoran
1. Stabilitas butiran terhadap erosi
Butiran tanah pembentuk penampang sungai harus stabil terhadap aliran yang
terjadi. Karena akibat pengaruh kecepatan aliran kadang-kadang dapat
mengakibatkan gerusan pada talud maupun dasar sungai. Maka perlu
checking terhadap stabilitas butiran pada talud dan dasar sungai. Berdasarkan
hasil penyelidikan, besarnya distribusi tegangan geser maksimum pada sungai
atau saluran lurus berbentuk trapesium adalah (Simons dan Senturk, 1992):

37
Untuk syarat ketabilan saluran dengan bentuk lain (bukan trapesium) dan
saluran tidak lurus (saluran melengkung), harga tersebut harus lebih kecil dari
tegangan geser yang diijinkan.
Pada analisis stabilitas dasar sungai perlu dilakukan checking untuk
mencegah adanya erosi yang mengakibatkan degradasi dasar sungai.
Perhitungan stabilitas dasar sungai dapat digunakan beberapa cara antara
lain:
1a. Stabilitas Butiran Dengan Diagram Shields
Tegangan geser kritis tak berdimensi * dapat dihitung berdasarkan
diagram Shields seperti ditunjukkan dalam Gambar 3-15

38
Tabel 3-2. Hubungan jenis material dan parameter sedimen
(Highway Research Board, 1970)

39
40
2. Stabilitas tanggul terhadap longsoran
Pada perencanaan tanggul yang stabil, di samping checking terhadap
stabilitas butiran, perlu checking stabilitas tanggul terhadap longsoran.

Longsoran atau land slide merupakan pergerakan massa tanah secara


perlahan- lahan melalui bidang longsoran karena tidak stabil akibat gaya-
gaya yang bekerja.
Bidang longsoran dibagi dalam beberapa bagian/segmen dan lebar segmen
semakin kecil akan semakin teliti. Perhitungan adalah berdasarkan pada
keadaan yang paling jelek, yaitu pada waktu muka air banjir drop dan muka air
tanah dalam tanggul masih tinggi. Bila ditinjau gaya-gaya yang bekerja pada
satu irisan/segmen bidang longsor, maka stabilitas segmen tersebut bahwa
Fellenius menganggap resultance gaya-gaya vertikal dan horisontal adalah sama
dengan nol. Contoh pembagian segmen untuk perhitungan kelongsoran
ditunjukkan dalam Gambar 3-16.

41
3.6.2.2.4 Perkuatan Tebing Sungai (Revetment)
Pada suatu perbaikan alur sungai perlu adanya bangunan perkuatan tebing,
untuk menghindari adanya perubahan alur sungai akibat gerusan. Perkuatan
tebing terutama diperlukan pada tikungan luar dari suatu meander sungai.
Maka yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perkuatan tebing sungai
adalah:
Penempatan perkuatan tebing sungai
Tipe perkuatan tebing sungai
Fungsi dari perkuatan tebing sungai
Bahan bangunan yang dipakai (mudah didapat)
Mudah pelaksanaannya
Pertimbangan ekonomis
Penempatan bangunan terutama pada bagian alur sungai yang relatif tidak
stabil, yang diakibatkan oleh adanya:
Pengaruh gelombang dari aliran air
Gerusan tebing pada tikungan luar
Pengaruh naik turunnya muka air sungai yanng drastis
Maka penempatan harus sesuai dengan daerah atau bagian alur sungai yang
tidak stabil tersebut. Perkuatan tebing ditinjau dari cara bekerjanya bangunan
melindungi tebing dapat dibedakan menjadi 2:
Perkuatan tebing langsung
Perkuatan tebing tak langsung

42
1. Perkuatan tebing langsung
Bangunan perkuatan ini langsung menempel pada tebing sungai dan
langsung melindungi dari gerusan akibat aliran air mengenai tebing sungai.
Bermacam-macam bangunan dapat dipakai:
Turap baja (bersifat dinding penahan)
Turap kayu (bersifat dinding penahan)
Dinding penahan pasangan batu dan beton
Revetment dari blok-blok beton
Revetment dari hamparan batu kali
Revetment dari bronjong
Syarat dari tebing sungai yang dibuat perkuatan tebing sungai adalah harus
stabil dulu terhadap longsoran, kecuali perkuatan tebing yang bersifat dinding
penahan. Di samping itu kaki talud pada perkuatan tebing harus aman terhadap
gerusan lokal, supaya tidak turun/melorot. Maka perkuatan pada talud bagian
bawah diberi semacam kaki sebagai pondasi sedalam 1,25D.

2. Perkuatan tebing tidak langsung


Bangunan perkuatan tebing tidak langsung bersifat mengarahkan aliran
sungai supaya tidak langsung mengenai tebing sungai. Bangunan tersebut
dapat berupa 2 tipe:
Bangunan lolos air
Bangunan tidak lolos air
Bangunan perkuatan tebing tak langsung adalah berupa krib yang
menjorok ke tengah alur sungai. Sedangkan arah krib ada tiga:
Miring ke arah hulu (dapat berfungsi menangkap banyak sedimen)
Tegak lurus as sungai (dapat menstabilkan lebar alur sungai)
Miring ke arah hilir (khusus mengarahkan aliran air)

Bangunan yang lolos air dapat berupa dari bronjong, turap papan, baja, dsb.
Sedangkan bangunan yang tidak lolos air dapat berupa tiang-tiang dari kayu,
baja ataupun dari beton. Di samping panjang krib (p) dan jarak krib L dengan
L antara 2-3*p, faktor lain yang penting dalam perencanaan adalah
menentukan elevasi krib. Elevasi krib diusahakan tidak mengganggu kapasitas
pengaliran sungai pada waktu banjir.

43
3.6.2.2.5 Efek Pengaruh Back Water Akibat Bangunan Dan Pasang Surut
Pada pengendalian banjir perlu memperhatikan muka air pada waktu banjir
di sepanjang sungai dan muka air banjir akibat pengempangan (back water).
Hal ini atas pertimbangan bahwa dengan adanya limpasan hanya pada sebagian
tanggul yang mengakibatkan bobolnya tanggul adalah merupakan gagalnya
sistem pengendalian banjir.
Pada peninjauan back water yang harus diperhatikan adalah:
Back water akibat bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Back water akibat adanya ambang alam di dasar sungai.
Back water akibat penyempitan alur sungai.
Back water akibat pasang surut di muara sungai.
Jadi pada analisis hidraulik memanjang sungai harus hati-hati terhadap
faktor-faktor yang berpengaruh dan teori yang akan dipakai. Untuk menghindari
adanya limpasan air banjir, perlu adanya elevasi muka air banjir memanjang
sungai pada setiap potongan, untuk menentukan elevasi puncak tanggul.

3.6.2.2.6 Syarat Bentuk Penampang Tanggul, Bahan Material, Struktur


Dan Kepadatan Tanggul
1. Syarat Bentuk Penampang Tanggul
Syarat bentuk penampang tanggul pada dasarnya harus aman terhadap
limpasan dan aman terhadap gaya yang bekerja. Maka bentuk tanggul perlu
mempertimbangkan terhadap:
Muka air banjir.
Kondisi topografi.
Kondisi tanah dasar asli (pondasi tanggul).
Bahan timbunan tanggul.
Pelindung tebing tanggul.

Berdasarkan faktor tersebut diatas perlu diperhatikan bentuk tanggul, yang


tergantung pada lebar puncak tanggul, talud tanggul, tinggi tanggul dan
bantaran tanggul. Maka untuk kestabilan tanggul perlu adanya tinjauan seperti
diuraikan di depan.
2. Bahan material timbunan tanggal
Sifat-sifat material yang digunakan untuk tanggul, sangat menentukan
dimensi tanggul, pelaksanaan tanggul dan pondasi dari tanggul. Untuk
mengetahui sifat-sifat tersebut, material yang akan digunakan terlebih dahulu
ditest di laboratorium mekanika tanah. Parameter yang perlu ditest sama
dengan parameter talud. Hasil test dipakai untuk menentukan bahan timbunan
tanggul yang akan dipakai perlu dipertimbangkan terhadap sifat tanah diatas.
3. Struktur tanggul
Pada perencanaan tanggul harus memperhatikan beberapa faktor, supaya
tetap stabil dan berfungsi untuk mengendalikan banjir. Beberapa faktor yang

44
harus diperhatikan supaya struktur tanggul supaya tetap stabil dan berfungsi
adalah:
1. Elevasi tanggul harus didesain terhadap elevasi muka air banjir.
Elevasi puncak tanggul adalah elevasi muka air banjir ditambah tinggi
jagaan yang tergantung besarnya debit banjir (seperti uraian sebelumnya).
2. Lebar puncak tanggul harus cukup, supaya tetap stabil yang besarnya
dapat diambil sesuai dengan besarnya debit banjir. pada kondisi tertentu
lebar tanggul dapat diambil lebih besar dari ketentuan yang ada, dengan
pertimbangan tinggi tanggul, sifat tanah tanggul, dsb.
3. Talud tanggul harus didesain sesuai dengan kondisi tanah bahan
urugan tanggul. Untuk menjaga kestabilan tanggul perlu adanya analisis
kestabilan.
4. Untuk kestabilan tanggul perlu analisis kestabilan talud terhadap
longsoran (land slide) dan erosi butiran tanah tanggul terutama pada
tikungan luar.
5. Tanggul yang mempunyai kondisi muka air tanah yang tinggi, terutama
muka air tanah yang keluar pada talud tanggul, perlu diturunkan dengan
analisis sub surface drainage yang dilengkapi drainasi saluran terbuka.
6. Tanah asli pada tanggul perlu diperhatikan karena berfungsi sebagai
pondasi. Maka tanah asli yang jelek perlu dipertimbangkan untuk dikeruk
dan diganti dengan tanah yang baik.
7. Bahan urugan tanggul harus baik dan harus dipertimbangkan terhadap
sifat- sifat seperti didepan. sifat-sifat tersebut antara lain: gradasi
butiran, plastisitas indeks, berat satuan tanah asli maupun kering, kohesi,
sudut geser dalam, dsb.
8. Kepadatan tanah urugan tanggul harus memenuhi kriteria yang ada, yaitu
mempunyai angka kepadatan lebih dari 85 %. Hal ini dipertimbangkan
terhadap kestabilan tanggul maupun penurunan tanggul itu sendiri.
9. Tanggul yang mempunyai talud yang tidak stabil terhadap erosi
dari gelombang aliran air maupun oleh gaya-gaya yang bekerja perlu
dibuat proteksi tebing (seperti diuraikan didepan).

Faktor tersebut diatas merupakan tinjauan secara umum, namun di dalam


desain perlu diperhatikan kondisi khusus di lapangan yang memungkinkan
berpengaruh terhadap struktur tanggul. Tanggul yang mempunyai berm atau
mempunyai bantaran, biasanya akan lebih stabil terhadap longsoran maupun
erosi. maka dalam mendesain tanggul perlu diperhatikan terhadap bentuk
pemanpang tanggul di samping besarnya talud tanggul.
4. Kepadatan tanggul
Salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk tanggul adalah tingkat
kepadatan tanggul, di samping faktor tersebut diatas, untuk memenuhi tanggul
yang baik/stabil. Hal ini untuk mengurangi adanya besarnya settlement
tanggul dimasa mendatang. Tingkat kepadatan tanggul biasanya sangat
tergantung pada jenis material tanah timbunan, kadar air waktu pemadatan
dan cara pemadatan. Besarnya angka kepadatan adalah (Cr):

45
Untuk pemadatan yang baik, sebaiknya besarnya angka kepadatan
minimum adalah 85 %. Maka dari itu perlu adanya perhatian terhadap
pemadatan yang telah ditentukan. Dalam pemadatan harus dilakukan secara
berlapis, dengan memperhatikan terhadap:
Kadar air optimum (hasil laboratorium)
Tebal perlapisan berdasarkan hasil model tes
Banyaknya lintasan pemadatan setiap lapisan
Pada pelaksanaan pemadatan tanggul untuk memenuhi syarat teknis yang
diperlukan, maka harus dilakukan uji (tes) di lapangan maupun di
laboratorium. Uji (tes) tersebut melalui sampling di lapangan lalu ditimbang
untuk mengetahui berat persatuan tanah yang sudah dipadatkan. Di samping
itu hasil sampling tersebut perlu dibawa ke laboratorium untuk mengetahui
berat persatuan kering sebagai counter check, supaya lebih teliti.

3.6.2.3 Sudetan (by pass/short-cut)


Sudetan (by pass) adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan
sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir
pada daerah yang dilindungi. Faktor-faktor yang penting sebagai
pertimbangan dalam desain saluran by pass adalah sebagai berikut:
Biaya pelaksanaan yang relatif mahal.
Kondisi topografi dari rute alur baru.
Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk
mengontrol kecepatan air dan erosi.
Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh: membuat
saluran sampai batuan dasar sungai).
Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai
Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir
dari lokasi percabangan.
Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari
lokasi percabangan by pass.
Perbaikan alur sungai biasanya termasuk perbaikan alignment atau jalur
sungai, melalui pekerjaan sudetan. Pada alur sungai yang berbelok-belok
sangat kritis, sebaiknya dilakukan sudetan, agar air banjir dapat mencapai
bagian hilir atau laut dengan cepat, dengan mempertimbangkan alur sungai
stabil. Hal ini dikarenakan jarak yang ditempuh oleh aliran air banjir tersebut
lebih pendek, kemiringan sungai lebih curam dan kapasitas pengaliran
bertambah atau akan mengalami perubahan hidrograf banjir.

46
Namun juga perlu memperhatikan dampak negatif sudetan. Yaitu bila
suatu sungai disudet tidak akan menimbulkan problem banjir di tempat lain.
Dengan adanya perubahan bentuk hidrograf banjir setelah adanya sudetan
akan berdampak terhadap peningkatan debit pengaliran dan waktu tiba banjir
dari hidrograf lebih pendek. Hal tersebut akan menurunkan muka air banjir di
sebelah hulu dan menambah banjir di sebelah hilir atau berpengaruh baik di
hulu dan berpengaruh jelek di hilir. Pada pekerjaan sudetan perlu dilakukan
perbaikan alur sungai di hulu dari daerah yang dilindungi dari banjir dan juga
diimbangi dperbaikan alur sungai di sebelah hilir sudetan.
Sudetan pada alur sungai aluvial yang bermeander dapat terjadi secara
alamiah karena adanya pergerakan/pergeseran meander. Namun sudetan dapat
juga dibuat oleh manusia, sebagai salah satu usaha pengaturan sungai untuk
tujuan tertentu. Dalam hal ini diperlukan kesadaran dan pengertian bagi para
perencana, mengingat dengan dilakukannya sudetan berarti mengganggu
keseimbangan yang ada, sehingga secara alamiah alur sungai cenderung
kembali pada kondisi semula. Pada masa mencari atau mencapai
keseimbangan baru tersebut, biasanya disertai dengan kerusakan-kerusakan
yang tidak diinginkan dan diperkirakan sebelumnya. Hal ini terjadi pada
sudetan yang tidak disertai dengan perencanaan alur sungai stabil dan
mempertimbangkan segala proses yang akan timbul. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam sudetan adalah:
Tujuan dilakukan sudetan.
Arah alur sungai sudetan (kondisi meander yang ada).
Penampang sungai sudetan.
Usaha mempertahankan fungsi dari sudetan.
Pengaruh sudetan terhadap sungai secara keseluruhan, bangunan-bangunan
pemanfaatan sumber daya air maupun bangunan fasilitas.
Pengaruh penurunan muka air di sebelah hulu sudetan terhadap lingkungan.
Pengaruh berkurangnya fungsi retensi banjir.
Tinjauan terhadap sosial ekonomi.
Di samping itu alasan melakukan sudetan dalam kaitan dengan
pengendalian banjir adalah:
Sungai yang berkelok-berkelok atau bermeander kritis, adalah merupakan
alur yang relatif tidak stabil, dengan adanya sudetan akan lebih baik.
Dengan adanya sudetan akan terjadi bentuk hidrograf banjir antara di
bagian hulu dan hilir sudetan, sehingga akan menguntungkan daerah di
bagian hulunya.
Bentuk hidrograf banjir sebelum dan sesudah sudetan ditunjukkan dalam
Gambar 3-17.

47
Pertimbangan teknis dalam perencanaan sudetan:
Daerah sudetan (meander kritis)
Perbaikan arah alur sungai di daerah sudetan
Perbaikan penampang sudetan (penampang memanjang dan melintang)
Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan

1. Daerah sudetan (meander kritis)


Sebelum melakukan sudetan perlu analisis mengenai kondisi meander
sungai. Maka perlu dicari parameter setiap meander di sungai yang meliputi:

48
(panjang meander), R (jari-jari meander), a (amplitudo meander), Q (debit
sungai), B (lebar sungai).
Parameter meander tersebut mempunyai hubungan proporsional, namun untuk
menentukan kondisi meander (kritis atau tidak), dapat ditentukan dengan
memperhatikan beaya pemeliharaan sungai dengan mengetahui harga dari:
R/B < 10 adalah dalam ondisi kritis
Maka berdasarkan analisis harga R/B tersebut dapat ditentukan daerah yang
akan disudet. Di samping sudetan memperhatikan kondisi meander sungai
yang kritis, juga perlu dipertimbangkan efisiensi dan sistem sungai secara
keseluruhan (Overbeek, 1978).
2. Perbaikan arah alur sungai di daerah sudetan
Pertimbangan faktor non teknis, perlu kiranya diantisipasi dampak negatif
yang akan timbul. Permasalahan sosial ekonomi dihindari dan ditekan sekecil
mungkin dampak negatif yang akan timbul. Misalnya dengan mementingkan
segi teknisnya, maka alur sudetan dibuat relatip lurus dan menembus daerah
pemukiman padat penduduk, sehingga permasalahan serius akan timbul
kemudian.
Pertimbangan teknis dalam pembuatan sudetan meliputi pertimbangan
terhadap rencana pola alur sungai stabil, terutama ke arah horisontal. Maka
perlu dihindari adanya rencana alur sungai meander atau berkelok-kelok, yang
menyebabkan awal proses pergerakan meander sungai ke arah tikungan luar.
Apabila terpaksa harus berkelok-kelok, harus dipertimbangkan terhadap alur
sungai meander yang baik atau yang tidak kritis.
Pertimbangan teknis dalam perencanaan jalur sudetan adalah: tikungan
atau belokan alur sungai.
Umumnya pada suatu meander sungai gerusan terjadi pada tikungan luar,
yang akan mengakibatkan pergerakan alur sungai tersebut ke arah tikungan
luar. Untuk mengantisipasi atau mengurangi laju gerusan pada tikungan luar
tersebut, perlu adanya perencanaan tikungan/meander sungai yang baik.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah:
Arah aliran sungai pada tikungan diusahakan berbentuk kurva
Hindari dua tikungan yang berhubungan langsung, harus ada alur transisi
Perbandingan antara lebar sungai & jari-jari meander lebih besar 20,
(B/R>20)
Panjang alur transisi di antara dua tikungan adalah antara 2 - 3 lebar sungai
Lebar sungai pada tikungan adalah antara 1,1-1,3 kali lebar sungai bagian
lurus (VSTC, 1985)
3. Perbaikan penampang sudetan
Perbaikan penampang sudetan meliputi penampang memanjang dan
penampang melintang alur sudetan. Penampang memanjang sungai harus
stabil terhadap erosi maupun sedimentasi. Sedangkan penampang melintang
sungai harus dipertimbangkan terhadap pengaliran yang ada, baik angkutan
sedimen, erosi maupun sedimentasi dan longsoran tebing.

49
3a. Penampang memanjang dasar sungai
Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun sedimentasi.
Maka harus diketahui kondisi tanah di daerah sudetan untuk analisis
kemiringan dasar sungai stabil. Biasanya pada alur sungai sudetan
mempunyai kemiringan yang lebih curam dibanding sebelum sudetan. Maka
kadang-kadang diperlukan bangunan pengatur dasar sungai berupa groundsill
(maksimum drop adalah 2m)
3b. Penampang melintang sungai
Bentuk penmapang melintang sungai dapat direncanakan dengan
penampang tunggal maupun ganda yang stabil, dengan mempertimbangkan
bentuk hidrolis yang baik dan dapat mengallirkan debit desain. Penampang
melintang yang stabil maksudnya tidak mudah berubah dalam waktu
yang cukup lama, maka perlu adanya analisis penampang terhadap erosi dan
longsoran tebing.
4. Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan
Bangunan perkuatan/pengatur yang diperlukan di sepanjang alur sudetan,
pada dasarnya untuk menstabilkan penampang melintang maupun mengatur
dasar sungai (penampang memanjang). Maka bangunan yang diperlukan
adalah:
Bangunan perkuatan tebing sungai
Bangunan pengatur/perkuatan dasar sungai

4a.Bangunan perkuatan tebing sungai


Bangunan perkuatan tebing sungai diperuntukkan pada tebing sungai yang
tidak stabil, antara lain: perkuatan tebing sungai (seperti diuraikan di depan),
terutama untuk pada tikungan luar pada sungai yang berkelok. Hal ini untuk
menghindari adanya gerusan tebing sungai bagian luar akibat aliran air pada
tikungan yang menghantam/mengarah ke tebing.
Disamping itu untuk bagian alur sungai yang dasarnya belum stabil, ada
kemungkinan adanya erosi yang mengakibatkan turunnya dasar
sungai (agradasi dasar sungai). Maka pada bagian ini dengan adanya turunnya
dasar sungai akan mengakibatkan talud sungai tidak stabil dan bagian ini
memerlukan perkuatan tebing sungai pula.
4b. Bangunan perkuatan dasar sungai
Pada bagian alur sungai sudetan akan terjadi kemiringan dasar sungai lebih
curam dari kemiringan dasar sungai sebelumnya. Maka perlu analisis dasar
sungai stabil di daerah sudetan, berdasarkan kondisi tanah di daerah tersebut.
Apabila kemiringan dasar sungai stabil (dari analisis) lebih kecil dari
kemiringan dasra sungai sudetan, maka perlu dibuat bangunan
pengatur/perkuatan dasar sungai.

50
Bangunan perkuatan dasar sungai dapat berupa groundsill yang melintang
pada dasar sungai. Posisi bangunan groundsill ditempatkan pada posisi
tertentu dengan memperhatikan kemiringan dasar sungai stabil dan posisi
dasar sungai terhadap tanah di sekitarnya. Bangunan adalah dibuat dengan
maksimum drop 2m.
3.6.2.4 Floodway
Pembuatan floodway dimaksudkan untuk mengurangi debit banjir pada
alur sungai lama, dan mengalirkan sebagian debit tersebut banjir melalui
floodway. Hal ini dapat dilakukan apabila kondisi setempat sangat
mendukung untuk membuat floodway. Apabila kondisi lapangan tidak
menguntungkan, misalnya sungai untuk jalur floodway tidak ada, maka
pembuatan floodway kurang layak untuk dilaksanakan.
Floodway berfungsi untuk mengalirkan sebagian debit banjir pada waktu
banjir, sehingga debit banjir pada alur sungai lama akan berkurang dan akan
menurunkan tingkat resiko banjir. Kondisi pada umumnya, bahwa alur lama
melewati kota, sehingga menjadi rawan banjir. Sedangkan lahan pada
kawasan pemukiman di kota sangat mahal dan sulit untuk pembebasan lahan,
sehingga perbaikan alur sungai untuk memenuhi debit mengalami kesulitan.
Untuk mengatasi banjir dengan floodway, di samping aspek rekayasa/
engineering, aspek non teknis juga perlu dipertimbangkan. Jadi sebagian
banjir akan dilewatkan melalui floodway sebelum masuk daerah yang
dilindungi atau daerah kota dan bisa langsung dialirkan ke laut. Perubahan
aliran banjir lewat floodway tersebut, jangan sampai menimbulkan masalah
sosial ekonomi di masa mendatang terutama dari masyarakat yang dilalui
floodway tersebut.
Beberapa faktor yang harus menjadi perhatian dalam pembuatan floodway
adalah:
Alur lama yang melewati kota sulit untuk diperbaiki sesuai dengan
debit desain, karena kesulitan lahan yang sudah penuh pemukiman.
Alur lama berbelok-belok terlalu jauh, untuk menuju ke laut, sehingga
dari segi hidrolis tidak menguntungkan.
Terdapat jalur untuk alur baru yang menguntungkan (lebih pendek),
dengan menggunakan sungai kecil yang ada.
Pembebasan lahan pada alur floodway tidak mengalami kesulitan.
Tidak mengganggu pemanfaatan sumber daya air yang ada.
Dampak negatif (sosial ekonomi) diupayakan sekecil mungkin.
Bila perbaikan alur terletak di daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, maka perlu ada kajian dan evaluasi mengenai lahan yang ada,
pembebasan tanah serta dampak sosial yang akan timbul. Sedangkan untuk
pembuatan floodway yang melewati di daerah yang kepadatan penduduknya
rendah ataupun daerah persawahan dan tambak, kemungkinan pembebasan
lahan lebih murah dan ringan serta persoalan sosial bisa lebih kecil. Maka
dalam desain, kemungkinan dapat menggunakan/memperlebar alur sungai
yang ada ke kanan dan (atau) ke kiri untuk memenuhi kapasitas pengaliran

51
yang ada menjadi konsideran yang penting sebelum penentuan atau
perencanaan jalur floodway.
Dalam perencanaan floodway, kajian rekayasanya setidak-tidaknya
meliputi antara lain:
Debit banjir rencana
Jalur floodway
Perencanaan alur floodway yang meliputi penampang memanjang dan
melintangnya.
Bangunan pembagi banjir
1. Debit banjir rencana
Debit banjir rencana pada dasarnya berdasarkan pada debit banjir rencana
pada skala perencanaan. Namun yang menjadi permasalahan adalah besarnya
debit banjir yang lewat pada alur lama dan yang lewat pada alur floodway.
Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kapasitas pengaliran
masing- masing alur lama dan alur floodway. Maka pada waktu terjadi banjir
sesuai debit desain, harus ada pembagian debit banjir untuk alur lama (QL)
dan alur floodway (QF) adalah sama dengan debit desain (QT).
QT = QL + QF
QT = Debit desain dengan periode ulang T tahun
QL = Debit banjir rencana yang lewat alur lama
QF = Debit banjir rencana yang lewat alur floodway
Sedangkan besarnya pembagian debit banjir di bawah debit desain adalah
tidak menjadi masalah apabila besarnya debit masih dibawah debit rencana.
Namun kebutuhan debit minimum untuk alur lama, sehubungan dengan
kebutuhan harus diperhatikan. Maka pada percabangan antara floodway dan
alur lama memerlukan bangunan pembagi banjir dan pengatur debit, terutama

52
2. Jalur floodway
Jalur floodway merupakan daerah yang akan dilewati untuk alur floodway
dari awal percabangan yang berada di hulu daerah yang dilindungi menuju ke
laut. Dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan floodway
yaitu pertimbangan teknis dan non teknis.
Pertimbangan faktor non teknis, perlu kiranya diantisipasi dampak negatif
yang akan timbul. Permasalahan sosial ekonomi dihindari dan ditekan sekecil
mungkin dampak negatif yang akan timbul. Misalnya dengan mementingkan
segi teknisnya, maka alur floodway dibuat lurus dan menembus daerah
pemukiman padat penduduk, sehingga permasalahan serius akan timbul
kemudian.
Pertimbangan teknis dalam pembuatan floodway meliputi pertimbangan
terhadap rencana pola alur sungai stabil, terutama ke arah horisontal. Maka
perlu dihindari adanya rencana alur sungai meander atau berkelok-kelok, yang
menyebabkan awal proses pergerakan meander sungai ke arah tikungan luar.
Apabila terpaksa harus berkelok-kelok, harus dipertimbangkan terhadap alur
sungai meander yang baik atau yang tidak kritis. Pertimbangan teknis dalam
perencanaan jalur floodway adalah tikungan atau belokan alur sungai yang
bermeander. Pada umumnya gerusan akan terjadi pada tikungan luar dan
pendangkalan terjadi pada tikungan dalam, yang akan mengakibatkan
pergerakan alur sungai tersebut ke arah tikungan luar. Contoh gerusan pada
tikungan luar dan pendangkalan pada tingkungan dalam ditunjukkan dalam
Gambar 3-19.

View dokumentasi
Gambar b dan Gambar c

53
a. Situasi sungai: tebing tikungan luar tergerus dan tebing tikungan dalam
pendangkalan Tikungan dalam pendangkalan Tikungan luar tergerus

b. Dokumentasi dengan view sesuai dalam Gambar a.

Untuk mengantisipasi atau mengurangi laju gerusan pada tikungan luar


tersebut, perlu adanya perencanaan tikungan/meander sungai yang baik.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah:
Arah aliran sungai pada tikungan diusahakan berbentuk kurva
Hindari dua tikungan yang berhubungan langsung, harus ada alur transisi
Perbandingan antara lebar sungai dan jari2 meander lebih besar 20, (b/R >20)
Panjang alur transisi di antara dua tikungan adalah antara 2 - 3 lebar sungai
Lebar sungai pada tikungan adalah antara 1,1 - 1,3 kali lebar sungai bagian
lurus (VSTC,1985)
Geomorfologi sungai: di daerah aluvial (flow in regime) atau bukan alluvial
(flow not in regime ) lihat Sub-Bab 5.5.2.
Confined bedrock atau contrained bedrock lihat Sub-Bab 5.5.2.

3. Perencanaan alur floodway

54
Perencanaan penampang floodway meliputi penampang melintang dan
penampang memanjang alur floodway. Penampang memanjang sungai harus
stabil terhadap erosi maupun sedimentasi. Sedangkan perencanaan penampang
melintang sungai harus mempertimbangkan pengaliran air secara hidraulik yang
memadai, muatan sedimen yang lewat, erosi dan kelongsoran tebing.

3a. Profil memanjang dasar sungai


Pada dasarnya dasar sungai harus stabil terhadap erosi maupun
sedimentasi, dengan memperhatikan beberapa hal:
Desain dasar sungai pada prinsipnya mengikuti kemiringan yang ada, yang
sudah stabil.
Dipertimbangkan terhadap bangunan yang ada di sepanjang sungai.
Dipertimbangkan terhadap muka air tanah
Meminimumkan pekerjaan galian dan timbunan
3b. Penampang melintang sungai
Bentuk penampang melintang sungai dapat direncanakan dengan
penampang tunggal maupun ganda yang stabil, dengan mempertimbangkan:
Bahwa penampang ganda dari penampang melintang sungai efektif untuk
mengalirkan debit banjir di bagian hilir
Stabilitas alur dan stabilitas lereng tanggul/talud sungai
Penampang melintang ganda bagian bawah direncanakan pada debit
dengan periode ulang 1.01 tahun, yaitu sebagai debit dominan yang ada di
sungai yang bersangkutan
Dengan menggunakan bantaran akan menambah angka stabilitas tanggul
4. Bangunan pembagi banjir
Pada percabangan alur sungai antara floodway dan alur lama, perlu adanya
bangunan pembagi banjir. Hal ini berfungsi untuk membagi banjir yang akan
mengalir pada kedua alur tersebut. Berdasarkan cara pengaturan pembagian
debit banjir daat dibedakan menjadi:
1. Pembagian banjir secara alami
2. Pembagian banjir dengan bangunan pengatur debit

1. Pembagian banjir secara alami


Bangunan ini hanya berfungsi untuk menstabilkan penampang sungai
percabangan antara alur lama dan floodway. Sehingga penampang sungai tidak
mudah berubah dan dapat berfungsi secara efektif serta cukup stabil. Biasanya
bangunan tersebut dapat berupa perkuatan tebing dan dasar sungai. Namun
yang menjadi pertimbangan pokok adalah bahwa pada debit desain
kedua penampang sungai alur lama dan floodway dapat membagi debit
sesuai rencana.
Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah:
Tidak memerlukan pengaturan debit rendah yang baik.
Sudut percabangan diusahakan lancip.

55
Biaya pemeliharaan murah dan baiay operasional hampir tidak ada.
Pembagian debit rencana harus tepat yaitu: Qtotal = Qfloodway + Qlama.
Dibuat bangunan perkuatan tebing dan dasar sungai supaya relatif stabil.
Sebaiknya dibuat model test (fisik).
2. Pembagian banjir dengan bangunan pengatur debit
Bangunan pengatur debit dapat berupa:
Dengan spillway atau crest (puncak) tetap.
Dengan pintu pengatur banjir.
Bangunan pembagi banjir dengan crest tetap, biasanya untuk keadaan yang
tidak memerlukan pembagian yang teratur dan teliti. Namun hanya efektif
untuk mengatur pada waktu debit minimum dan debit desain. Sebaliknya bila
terjadi banjir, spillway berfungsi untuk mengalirkan banjir sehingga tidak
terjadi limpasan air pada tanggul. Untuk bangunan ini mempunyai keuntungan
bahwa biaya pemeliharaan dan operasional lebih murah.
Debit limpasan pada crest tetap:

Cd = koefisien debit
Be = lebar efektif ambang
H = perbedaan muka air antara hulu dan hilir

Kondisi pengaliran dapat berupa terjun bebas dan dalam keadaan


submerged (tenggelam), maka perlu adanya koefisien ambang tenggelam
pada kondisi submerged.
Untuk menghindari adanya halangan pada crest tetap dan pengaturan
debit yang lebih baik, biasanya digunakan pintu pembagi banjir. Namun pada
bangunan ini memerlukan biaya pemeliharaan dan operasional yang
lebih mahal. Kondisi aliran dapat berupa aliran bebas dan submerged. Bila
untuk aliran submerged, B lebar pintu, a tinggi bukaan dan H adalah tinggi
energi.

3.6.2.5 Sistem Drainasi Khusus


Sistem drainasi khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari
daerah rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami atau karena ulah
manusia. Sistem khusus tipe grafitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami.
Alternatif dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan
dengan elevasi air di bagian hilir yang terlalu tinggi. Sistem drainase khusus
biasanya digunakan untuk situasi berikut:
Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai.
Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang.
Daerah genangan/bantaran banjir dengan bangunan flood wall/dinding
penahan banjir.
Desain dari sistem drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut:
Topografi, karakteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi.
Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan
Volume dari air yang ditahan

56
Periode banjir
Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:
Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang
dilindungi, dapat digunakan outlet sederhana.
Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan pintu-
pintu otomatis.
Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari
daerah yang dilindungi.

3.7. Metode Non-Struktur

3.7.1 Umum
Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan
pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai.
Contoh aktifitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut:
Pengelolaan DAS.
Pengaturan tata guna lahan.
Pengendalian erosi.
Pengembangan dan pengaturan daerah banjir.
Penanganan kondisi darurat.
Peramalan dan sistem peringatan banjir.
Asuransi.

3.7.2 Pengelolaan DAS


Pengelolaan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan
pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan
menyimpan atau menahan air dan konservasi tanah. Pengelolaan
DAS mencakup aktifitas-aktifitas berikut ini:
Pemeliharaan vegetasi di bagian hulu DAS
Penanaman vegetasi untuk mengendalikan atau mengurangi kecepatan
aliran permukaan dan erosi tanah.
Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,
sepanjang tanggul drainasi, saluran-saluran dan daerah lain untuk
pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal chek-
dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan
dari kegiatan gunung berapi yang dikenal dengan nama debris flow.
Sasaran penting dari kegiatan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai
keadaan-keadaan berikut:
Mengurangi debit banjir di daerah hilir
Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai.
Meningkatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna tanah
dan perlindungan air.
Meningkatkan lingkungan di DAS dan daerah sempadan sungai.

57
Contoh lingkungan di DAS dan di daerah sempadan sungai ditunjukkan
dalam Gambar 3-20 dan Gambar 3-21.

a. Contoh 1 DAS yang masih berupa hutan (masih baik)

b. Contoh 3 bagian wilayah suatu DAS yang sudah tak ada tanaman (sudah rusak)

58
c. Contoh 2 bagian wilayah suatu DAS yang mulai dirubah tata guna
lahannya
Gambar 3-20. Contoh lingkungan DAS yang baik dan yang
buruk

a. Pelanggaran sempadan karena kebutuhan infrastruktur kota

59
b. Sempadan sungai hanya berupa tembok pemisah dengan pemukiman

c. Contoh sempadan sungai di kota yang baik


Gambar 3-21. Contoh sempadan sungai yang baik dan buruk

Sasaran tersebut harus didukung oleh aktifitas-aktifitas lainnya, seperti:

Pembatasan penebangan hutan dan kebijakan-kebijakan yang mencakup


atau menganjurkan penghutanan kembali daerah-daerah yang telah rusak.
Rangsangan atau dorongan, untuk mengembangkan tanaman yang tepat
dan menguntungkan secara ekonomi (misal cacao, turi, jambu mete,
lamtoro gung, buah-buahan). Dengan kata lain pohon tak ditebang tapi
diambil buahnya
Pemilihan cara penanaman yang dapat memperlambat aliran dan erosi.
Pertanian bergaris (sistim hujan), dan metode teras (bertingkat) sehingga
mengurangi pengaliran dan erosi tanah dari daerah pertanian.

60
Tidak ada pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di
sepanjang bantaran sungai.
Minimal daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh
terganggu di sepanjang jalan air, dapat mengacu pada tabel di bawah ini.
Tabel 3-3. Hubungan Debit Dan Lebar Penyangga
Debit Rata-rata (Q) Lebar Penyangga
Kurang dari 1 m3/dt Minimal5 m
1 m3/dt < Q > 5 m3/dt 10
Lebih dari 5 m3/dt m
15
m
3.7.3 Pengaturan Tata Guna Lahan
Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur
penggunaan lahan, sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Hal ini
untuk menghindari penggunaan lahan yang tidak terkendali, sehingga
mengakibatkan kerusakan DAS yang merupakan daerah tadah hujan. Pada
dasarnya pengaturan penggunaan lahan di DAS dimaksudkan untuk:
Untuk memperbaiki kondisi hidrologis DAS, sehingga tidak
menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
Untuk menekan laju erosi daerah aliran sungai yang berlebihan, sehingga
dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir.
Penataan masing-masing kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan
lahan dan cara pengelolaan masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian
yang baik. Daerah atas dari daerah aliran sungai yang merupakan daerah
penyangga, yang berfungsi sebagai recharge atau pengisian kembali air tanah,
perlu diperhatikan luasan masing-masing kawasan. Misalnya untuk luasan
kawasan hutan minimum/kira-kira 30 % dari luas daerah aliran sungai.
Sedangkan untuk mencegah adanya laju erosi DAS yang tinggi perlu
adanya cara pengelolaan yang tepat, untuk masing-masing kawasan.
Pengelolaan lahan tersebut dapat meliputi, sistem pengelolaan, pola tanam
dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi
dan kelerengan lahan. Karena dengan adanya erosi lahan yang tinggi akan
menentukan besarnya angkutan sedimen di sungai dan mempercepat laju
sedimentasi di sungai, terutama di bagian hilir. Dengan adanya sedimentasi di
sungai akan merubah penampang sungai dan memperkecil kapasitas
pengaliran sungai.
Pada kegiatan ini dapat meliputi seluruh kegiatan dalam perencanaan dan
tindakan yang diperlukan untuk menentukan kegiatan, implementasi, revisi
perbaikan rencana, pelaksanaan dan pengawasan secara keseluruhan aktivitas
di daerah dataran banjir yang diharapkan berguna dan bermanfaat untuk
masyarakat di daerah tersebut, dalam rangka menekan kerugian akibat banjir.
Kadang-kadang kita dikaburkan adanya istilah “flood plain management” dan
“flood control”, bahwa manajemen di sini dimaksudkan hanya
untuk pengaturan penggunaan lahan (land use) sehubungan dengan banjir dan
flood control untuk pengendalian mengatasi secara keseluruhan. Demikian

61
pula antara “flood plain zoning” dan “flood plain regulation”, zoning hanya
merupakan salah satu cara pengaturan dan merupakan bagian dari manajemen
daerah dataran banjir (Leopold & Maddock, 1976).
Manajemen daerah dataran banjir pada dasarnya ada 2 tujuan:
Meminimumkan korban jiwa, kerugian maupun kesulitan yang diakibatkan
oleh banjir yang akan terjadi.
Merupakan suatu usaha untuk mengoptimalkan penggunaan lahan di
daerah dataran banjir di masa mendatang, yaitu memperhatikan
keuntungan individu ataupun masyarakat sehubungan dengan biaya yang
dikeluarkan.
Dengan demikian perlu perhatian di dalam pelaksanaannya untuk meminimumkan
kerugian dari pengembangan dan pemanfaatan yang ada dan bagaimana
mengarahkan penggunaan dan pengembangan yang optimum di masa mendatang.
Atas dasar pertimbangan tersebut diatas perlu adanya evaluasi yang meliputi:
Evaluasi kondisi fisik dan konsep ekonomi yang diharapkan untuk
melindungi investasi yang ada.
Penting untuk dilakukan seleksi dari beberapa alternatif investasi yang terbaik
di daerah tersebut dengan berbagai pengembangan yang mungkin
diterapkan.
Dalam penggunaan daerah dataran banjir perlu adanya pengendalian/
pengaturan. Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan untuk
pengendalian/pengaturan tersebut antara lain:
Penyesuaian dan penempatan suatu bangunan sesuai rencana land use, yang
dapat menurunkan potensi kerugian akibat banjir. Penyesuaian dan
penempatan bangunan disini dapat diartikan juga sebagai tindakan
perubahan rencana penempatan bangunan, penyesuaian penggunaan
maupun pembebasan area.
Langkah berikutnya dapat berupa pemberlakuan undang-undang, peraturan
ataupun peraturan daerah, pengaturan tiap-tiap kawasan/zone, penyesuaian
bangunan dan pajak, pengosongan/pembaharuan pemukiman, tanda/
peringatan dll.
Mengoptimumkan pemanfaatan daerah dataran. Hal ini merupakan
tantangan bagi seorang manajer pengembangan wilayah sungai. Tiga prinsip
utama dalam rangka usaha diatas adalah: teknis, ekonomis dan yang bersifat
institusi. Maka optimalisasi itu dapat memperoleh keuntungan
bersih maksimum dari pemanfaatan daerah terhadap biaya yang
dikeluarkan.
Dalam pemanfaatan di daerah bantaran sungai perlu adanya pengaturan
yang baik dan pengawasan secara terpadu. Hal ini untuk menghindari adanya
permasalahan banjir dan kerugian banjir yang lebih besar.
Daerah bantaran sungai yang ada di kanan kiri sungai sebelah dalam
tanggul banjir, sangat bermanfaat untuk mengalirkan banjir atau menambah
kapasitas pengaliran banjir pada waktu terjadinya banjir. Maka pemanfaatan
bantaran sungai harus hati-hati dan bersifat sementara, sehingga fungsi

62
bantaran sungai tidak terganggu. Apabila bantaran dipakai sebagai lahan
pertanian, maka pada waktu musim hujan tanaman tersebut harus sudah
dipanen, sehingga tidak menghambat pengaliran sungai. Sedangkan jika
dipakai untuk kegiatan lain, seperti olahraga dan lain-lain, maka fasilitas
bangunan harus bersifat sementara yang dapat dibongkar pasang. Sehingga
pada waktu musim hujan tak ada aktivitas dan barang-barang atau bangunan
tersebut dapat diambil dan tidak mengganggu aliran sungai saat terjadi banjir.

3.7.4 Pengendalian Erosi


Pengendalian erosi pada prinsipnya merupakan tindakan-tindakan untuk
mencegah dan mengendalikan erosi baik di DAS maupun di tebing
sungai. Beberapa cara pengendalian erosi di DAS diantaranya ditunjukkan
dalam Gambar 3-22 dan Gambar 3-23.

a. Terasering

b. Buffer strip (garis penyangga)

63
c. Rotasi penanaman (perubahan pola tanam)

penutup lahan tanaman lebat


→ erosi sangat sedikit

Tak ada tanaman → erosi besar


d. Crop cover atau penutupan lahan (dengan tanaman lebat) mengurangi erosi

e. Bila tak ada penggundulan hutan → erosi sangat kecil


Gambar 3-22. Beberapa cara pengendalian erosi

64
a. Penambangan harus mematuhi UU No.4 Tahun 2009

batubara

b. Hasil tambang yang diangkut (nilai ekonomi tinggi tapi berdampak


ke kerusakan lingkungan terutama hilangnya top soil)
Gambar 3-23. Penambangan memperbesar erosi dan menghilangkan top
soil, seharusnya penambangan berwawasan lingkungan

3.7.5 Pengembangan dan Pengaturan Daerah Banjir/Genangan


Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan diantaranya
adalah sebagai berikut:
Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan kehilangan
pencaharian yang ditimbulkan banjir.
Pemanfaatan intensif daerah-daerah genangan untuk mata pencaharian,
industri dan kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi kerusakan-
kerusakan yang diakibatkan banjir.
Kegiatan di atas yang berhubungan dengan pemanfaatan daerah genangan
sering mengurangi kapasitas alur sungai dan daerah genangan.
Kelancaran aliran akan berkurang karena bangunan rumah, gedung-gedung,
jalan-jalan, jembatan dan pengusahaan tanaman yang memiliki daya tahan
besar merupakan penghambat aliran. Pengendalian pemanfaatan daerah
genangan termasuk peraturan-peraturan penetapan wilayah penggunaan lahan,
dan bangunan-bangunan. Maksud dari pengendalian daerah genangan adalah

65
untuk membatasi atau menentukan tipe pengembangan dengan
mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir.
Faktor ekonomi, sosial dan lingkungan harus pula ikut dipertimbangkan agar
diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana. Langkah pertama
dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah yang beresiko
banjir dan daerah kritis ditentukan diantaranya oleh faktor-faktor berikut:
Besarnya banjir yang terjadi.
Waktu peringatan efektif.
Pengetahuan tentang banjir.
Tingkat luapan banjir.
Kedalaman dan kecepatan banjir.
Lamanya banjir.
Masalah-masalah pengungsian.
Akses (kemudahan).
Potensi kerusakan banjir.

Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program


pengendalian banjir adalah sebagai berikut ini:
Tahap I: Melarang adanya pemanfaatan di daerah bantaran banjir, seperti
pendirian gedung, rumah ataupun pengusahaan tanaman.
Tahap II: Pengaturan pengendalian penggunaan lahan untuk
mengurangi kerusakan-kerusakan yang disebabkan banjir.

66

Anda mungkin juga menyukai