Anda di halaman 1dari 6

Ketidakadilan Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin dalam

Penyewaan Sel Mewah Bagi Para Narapidana

Oleh: Nailia Andriani Sakinah1

Abstrak

Saat hukum dijadikan oleh manusia sebagai media untuk mewujudkan suatu kesejahteraan
dan kemakmuran bagi suatu kelompok masyarakat yang telah hidup bersama-sama, maka
harus ada yang menjadi dasar-dasar agar tercapainya hal tersebut, yaitu keadilan. Dalam
kajian ilmu filsafat hukum pun telah menjangkau bahwa untuk memberikan sebuah prespektif
bahwa terdapat keadilan di dunia ini dapat diwujudkan melalui hukum Akan tetapi, keadilan
yang seharusnya telah diatur oleh norma-norma hukum dalam kehidupan sehari-hari ternyata
bisa berjalan tidak adil apabila pihak yang ikut mendukung penerapan norma hukum tersebut
yaitu penegak hukum menyalahgunakan hukum yang telah dibuat sendiri oleh manusia.
Kata kunci: ketidakadilan, ilmu filsafat hukum, norma hukum, penegak hukum.

1.1. Latar Belakang Masalah


Pada hakikatnya makna dari suatu keadilan belum dapat dijawab secara pasti oleh
masyarakat dikarenakan keadilan ini masih menjadi suatu hal yang tidak dapat diukur
mengenai batas dari suatu keadilan, wujud dari keadilan dan bagaimana manusia sendiri
dapat mengatakan bahwa suatu perbuatan manusia lain telah adil, tetapi makna keadilan dari
berbagai pandangan masyarakat telah menyepakati bahwa keadilan menjadi salah satu hal
yang esensial bagi kehidupan manusia untuk menjalankan kehidupan sehari-hari.
Kesepakatan inilah yang menjadi suatu acuan bahwa keadilan di kehidupan ini harus
terwujud di semua lini kehidupan manusia. Dalam titik untuk mencapai suatu keadilan,
diperlukan aturan-aturan yang dibuat yang memaksa dengan tegas bahwa agar kehidupan
manusia menjadi sejahtera dan makmur melalui keadilan maka keadilan ini akan melekat
dengan norma hukum.
Hukum dan keadilan sebenarnya adalah dua elemen yang saling bertaut yang
merupakan “condition sine qua non” bagi yang lainnya.2 Yang berarti setiap akibat dapat
ditentukan sebab-sebabnya dan masing-masing sebab memiliki pengaruh terhadap terjadinya
suatu akibat. Dan juga, adil tidak termasuk pengertian hakiki suatu tata hukum tidak berarti
bahwa tata hukum dapat dibentuk begitu saja. Memang jelas bahwa suatu tata hukum harus

1
Salah satu mahasiswa Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta angkatan 2017, NIM 1710611074 pada mata
kuliah Filsafat Hukum Lokal C.
2
Aburaera, Sukarno et. al, 2012, Filsafat Hukum dalam Teori dan Praktek, Kencana, Jakarta, hlm 178.
dibentuk dengan tujuan keadilan.3 Oleh karena itu, di negara kita sendiri yakni Indonesia
mengakui supremasi hukum dalam menjalankan pemerintahan untuk menjunjung tinggi hak
asasi manusia serta persamaan kedudukan warga negara di mata hukum dengan didasari oleh
suatu falsafah hidup berupa nilai-nilai keadilan.
Akan tetapi, didalam kenyataannya, hukum dan keadilan di Indonesia saat ini
sangatlah bersebrangan. Di dalam penerapan lapangannya sangat miris sekali, di mana
hukum saat ini bukanlah saling bertautan dengan keadilan tetapi mengikuti jejak orang-orang
yang memiliki kekuasaan dan harta kekayaan. Salah satu tolak ukur untuk melihat apakah
hukum telah adil bagi Indonesia bisa ditinjau dari penegak hukumnya, dimana penegak
hukum Indonesia belum dapat menjalankan tugas utamanya untuk membantu menegakkan
hukum di Indonesia yaitu adil bagi seluruh warga Indonesia tanpa memihak golongan-
golongan tertentu.
Hal ini dapat dilihat dari kasus yang sedang ramai di Indonesia pada pertengahan Juli
2018 dimana Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin saat itu, Wahid Husein
ditangkap oleh KPK karena telah menerima suap dari beberapa narapidana disana agar
mendapatkan fasilitas mewah.4 Kejadian seperti ini sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru
dan tidak hanya terjadi di lapas ini saja tetapi juga pernah ditemukan di lapas lainnya. Tak
hanya menyulap jeruji besi seperti rumah sendiri, para narapidana kaya bahkan bisa keluar
masuk tahanan dan plesiran ke luar kota bahkan sampai ke luar negeri. Padahal fungsi Lapas
sendiri ialah membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh masyarakat.

1.2. Permasalahan
1. Apakah permasalahan moralitas aparat penegak hukum dalam kasus ini penting bagi
terciptanya suoerioritas hukum dalam mencapai keadilan?
2. Bagaimana pelaksanaan keadilan dalam kasus penyewaan sel mewah bagi para
narapidana di Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin?

3
Huijbers Theo,1995, Filsafat Hukum,Yogyakarta, PT Kanasius, hlm 69.
4
Abraham Utama, 2018, Kalapas Sukamiskin ditangkap, penambahan fasilitas 'biasa terjadi' bagi napi
koruptor, diakses di https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44916893 pada tanggal 30 Maret 2019.
1.3. Pembahasan

1.3.1 Permasalahan Moralitas Aparat Penegak Hukum Guna Terciptanya


Superioritas Hukum dalam Mencapai Keadilan

Maraknya kasus suap yang terjadi di Indonesia yang lebih banyak dilakukan pratiknya
oleh para penegak hukum ini membuka mata masyarakat Indonesia tentang realita keadilan di
negeri ini. Kejadian penyuapan yang terjadi di Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin ini
bisa terbilang merupakan kenyataan pahit dikarenakan tempat yang seharusnya dijadikan
sebagai pembinaan para narapidana korupsi malah menjadi senjata makan tuan bagi aparat
penegak hukum di tempat itu, salah satunya yang dilakukan oleh Kepala Lembaga
Permasyarakatan Sukamiskin saat itu, Wahid Husein yang telah dilakukan Operasi Tangkap
Tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena setelah dilakukan
penyidikan telah terjadi penyuapan kepadanya dari para narapidana kelas menengah ke atas
agar mendapatkan fasilitas sel mewah disana. Dengan kasus yang terjadi ini, masyarakat pun
banyak bertanya-tanya dimanakah letak moralitas aparat penegak hukum yang harusnya
menjadi contoh masyarakat agar senantiasa taat pada hukum malah ikut melanggar hukum.

Dalam kasus ini dari segi substansi kebetulan terdapat overlapping antara norma hukum
dengan norma yang lainnya, khusunya norma moral5 dimana Kepala Lapas Sukamiskin,
Wahid Husein, dalam norma moral tidak memiliki nilai-nilai keadilan didalam diri sehingga
menimbulkan sikap egois dengan berani menerima suap dari narapidana disana yang mana
mereka lah orang yang merugikan keuangan negara. Wahid Husein yang seharusnya menjadi
penegak hukum yang baik dan adil dengan mengabdi kepada negara malah berperilaku moral
yang buruk sehingga membuatnya harus mendekam dalam pusaran hotel prodeo. Hal ini
tentunya dapat menunjukkan bahwa dengan perilaku moral yang buruk dari diri Wahid
Husein untuk ikut membantu narapidana dalam mendapatkan sel mewah tentunya tidak
memberikan efek jera bagi para narapidana di dalam penjara malah memberikan efek lain
sehingga membuat tidak terciptanya superioritas dalam segi norma hukum dalam mencapai
keadilan. Sehingga banyak pandangan yang menyatakan bahwasanya orang yang bermoral
baik akan senantiasa mentaati hukum yang berlaku karena ada beranggapan bahwa hukum
tersebut dibuat juga sebagai pengendali ketertiban dengan tujuan untuk mencapai keadilan.6

5 Ata Ujan, Andre, 2009, Filsafat Hukum Membangun Hukum, Membela Keadilan, Kanasius, hlm 30.
6 Besar, 2006, Teknologi Multimedia: Antara Moral, Hukum, Dan Keadilan, Bina Nusantara University, diakses di
http://business-law.binus.ac.id/2016/08/31/teknologi-multimedia-antara-moral-hukum-dan-keadilan/ tanggal 4 Maret 2019.
1.3.2 Pelaksanaan Keadilan dalam Kasus Penyewaan Sel Mewah Bagi Para
Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin

Hukum diibaratkan sebagai pagar pembatas. Dengan membatasi hukum dengan


aturan-aturan yang telah dibuat, maka akan terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Apabila terjadi sebuah pelanggaran, maka harus dilaksanakan keadilan. Salah satu kunci dari
keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak
hukumnya sendiri. Dalam kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum
bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran
tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap
lembaga penegak hukum,

Dalam kasus Wahid Husein sebagai Ketua Lapas Sukamiskin yang menerima suap
dari para narapidana di Sukamiskin ini, hukum di Indonesia melakukan penerapan
pelaksanaan keadilan dengan mendakwakan pasal berlapis yaitu Pasal 12 huruf b subsidair
Pasal 11 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koruppsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP7 oleh Jaksa Penuntut Umum. Yang
intinya menyatakan bahwa Wahid Husein menerima hadiah berupa suap uang oleh para
narapidana secara bersama-sama dengan menyalahgunakan jabatannya. Saat ini pelaksanaan
keadilan untuk mengadili Wahid Husein persidangannya masih berjalan, sehingga kita harus
menunggu putusan hakim berkekuatan hukum tetap terlebih dahulu sebelum bisa berasumsi.

Menurut opini saya pribadi, jika pada akhirnya putusan hakim tersebut telah jatuh dan
sesuai dengan dakwaan yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum, maka saya rasa sudahlah
tepat pelaksanaan keadilan bagi Wahid Husein ini, karena imbas dari ketidakadilan Wahid
Husein ini bukan hanya berdampak pada narapidana lain yang tidak dapat menikmati fasilitas
sel mewah yang sama seperti narapidana yang menyuap Wahid Husein untuk mendapatkan
sel mewah, tetapi berdampak kepada rasa ketidakpercayaan masyarakat lagi kepada aparat
penegak hukum yang seharusnya karena sudah selayaknya dalam semua masyarakat yang

7
Anderand Demanik, Daniel. 2018. Suap dari Wawan Digunakan Wahid Husein untuk Makan-makan, Beli
Parsel hingga Karangan Bunga. Diakses di http://www.tribunnews.com/nasional/2018/12/08/suap-dari-wawan-
digunakan-wahid-husein-untuk-makan-makan-beli-parsel-hingga-karangan-bunga?page=2 tanggal 4 April 2019.
normal, pasak itu berada dalam diri para hakim yang diandalkan oleh masyarakat sebagai
“benteng keadilan yang terakhir”. Karena itu, jika benteng itu membusuk karena korupsi dan
segala macam perbuatan manusiawi yang sub-human, tiba juga saatnya untuk meragukan
pencapaian tujuan dari suatu negara. 8

1.4 Kesimpulan

Dari uraian diatas, dapatlah saya ambil kesimpulan bahwa di Indonesia sendiri saat ini
masih terjadi tumpang tindih antara hukum dengan keadilan sehingga keduanya saling
bersebrangan. Di dalam penerapan lapangannya sangat miris sekali, di mana hukum saat ini
bukanlah saling bertautan dengan keadilan tetapi mengikuti jejak orang-orang yang memiliki
kekuasaan dan harta kekayaan. Salah satu tolak ukur untuk melihat apakah hukum telah adil
bagi Indonesia bisa ditinjau dari penegak hukumnya, yang ternyata aparat penegak hukum
ikut melakukan praktik korupsi dengan menerima suap yaitu Kepala Lembaga
Permasyarakatan Sukamiskin tahun 2018 kemarin, Wahid Husein.
Hal ini tentunya dapat menunjukkan bahwa dengan perilaku moral yang buruk dari
diri aparat penegak hukum untuk ikut membantu narapidana dalam mendapatkan sel mewah
tidak memberikan efek jera bagi para narapidana di dalam penjara malah memberikan efek
lain sehingga membuat tidak terciptanya superioritas dalam segi norma hukum dalam
mencapai keadilan.
Oleh karena itu, kasus ini perlulah dilakukan pelaksanaan keadilan agar dapat
meningkatkan keadilan hukum di Indonesia sehingga baik aparat penegak hukum maupun
masyarakat Indonesia yang melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri, serta
merugikan orang lain terutama negara dapat diberi sanksi yang lebih berat sesuai pelanggaran
yang dilakukan dan undang-undang juga perlu lebih jelas dalam menentukan suatu delik yang
dilakukan, terutama pula bagi lembaga yang bersangkutan sengan hukum diperlukan
keterbukaan yang aktif dalam mencapai suatu keadilan karena hukum itu bukan hanya
berlaku kepada suatu golongan, tetapi hukum-hukum itu ternyata juga berlaku sama terhadap
sesame manusia.9

8
Kusuomohamidjojo, Budiono, 2016, Ketertiban yang Adil Versus Ketidakadilan: Beban Sosial-Ekonomi Yang
Historis Dari Hukum, diakses di http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/view/2075 tanggal 6 April
2019.
9
Kusumohamidjojo, Budiono, 2016, Teori Hukum: Dilema antara Hukum dan Kekuasaan, Yrama Widya,
Bandung, hlm 2.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Aburaera, Sukarno et. al, 2012, Filsafat Hukum dalam Teori dan Praktek, Kencana, Jakarta.

Huijbers Theo,1995, Filsafat Hukum,Yogyakarta, PT Kanasius.

Ata Ujan, Andre, 2009, Filsafat Hukum Membangun Hukum, Membela Keadilan, Kanasius.

Kusumohamidjojo, Budiono, 2016, Teori Hukum: Dilema antara Hukum dan Kekuasaan,
Yrama Widya, Bandung.

Jurnal:

Besar, 2006, Teknologi Multimedia: Antara Moral, Hukum, Dan Keadilan, Bina Nusantara
University, diakses di http://business-law.binus.ac.id/2016/08/31/teknologi-multimedia-
antara-moral-hukum-dan-keadilan/ tanggal 4 Maret 2019.

Kusuomohamidjojo, Budiono, 2016, Universitas Parahyangan, Ketertiban yang Adil Versus


Ketidakadilan: Beban Sosial-Ekonomi Yang Historis Dari Hukum, diakses di
http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/view/2075 tanggal 6 April 2019.

Artikel:

Anderand Demanik, Daniel. 2018. Suap dari Wawan Digunakan Wahid Husein untuk
Makan-makan, Beli Parsel hingga Karangan Bunga. Diakses di
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/12/08/suap-dari-wawan-digunakan-wahid-husein-
untuk-makan-makan-beli-parsel-hingga-karangan-bunga?page=2 tanggal 4 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai